Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Guru-Guru Sekolah Dasar tentang Kesehatan Gigi dan Mulut di Medan

(1)

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

KALVINA A/P CHELLADORAI NIM : 080600177

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

Kesehatan Gigi Masyarakat Tahun 2012

Kalvina A/P Chelladorai

Pengetahuan, sikap dan perilaku guru-guru sekolah dasar tentang kesehatan gigi dan mulut di Medan.

x + 48 halaman.

Karies dan gingivitis merupakan masalah gigi dan mulut yang banyak dijumpai pada anak-anak di Indonesia. Para pendidik, yaitu guru mempunyai peran penting dalam mengajar anak di sekolah tentang penyebab penyakit gigi dan pencegahannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku para guru sekolah dasar di Medan tentang kesehatan gigi dan mulut. Populasi penelitian adalah semua guru dari 4 sekolah dasar yaitu 2 sekolah dasar negeri (SD Negeri 060882, SD Negeri 060887) dan 2 sekolah dasar swasta (SD Santo Yoseph 1, SD Namira) di Medan. Seluruh populasi menjadi sampel sebanyak 75 orang.

Hasil penelitian menunjukkan persentase pengetahuan dalam kategori baik (86,67%), sikap dalam kategori baik (77,33%), sedangkan yang berperilaku baik terhadap kesehatan gigi dan mulut hanya 32%.

Dari segi pengetahuan responden, masih ada yang tidak mengetahui tentang waktu erupsinya gigi geraham pertama (36%) dan waktu yang tepat untuk mengganti sikat gigi (57,33%). Dari segi sikap, 37,33% responden tidak setuju menambal gigi


(3)

dokter gigi 6 bulan sekali karena tidak sakit gigi. Dari segi kesediaan guru untuk mengajar murid tentang kesehatan gigi dan mulut, sebanyak 97,33% guru setuju mengajar tentang kesehatan gigi dan mulut, 93,33% guru setuju memberi pengarahan menyikat gigi. Dari segi perilaku, hanya 44% mengganti sikat giginya secara reguler 3 bulan sekali sedangkan 41,33% mengganti sikat gigi bila bulu sikat sudah mekar/rusak. Sebanyak 49,33% melakukan kunjungan ke praktek dokter gigi secara berkala 6 bulan sekali sedangkan 37,33% masih mengunjungi dokter gigi hanya bila sakit gigi.

Hal ini menunjukkan masih perlunya dilakukan upaya untuk meningkatkan peran guru di sekolah dalam mengedukasi siswa sehingga tercapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal pada anak sekolah.


(4)

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

KALVINA A/P CHELLADORAI NIM : 080600177

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(5)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... l

HALAMAN PERSETUJUAN ... l

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... l

KATA PENGANTAR ... l

DAFTAR ISI………. vi

DAFTAR TABEL………. viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN……… x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Guru Dalam Pendidikan Kesehatan Gigi dan Mulut ... 7

2.2 Pengetahuan ... 13

2.3 Sikap ... 15

2.4 Perilaku ... 16

2.5 Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut ... 17

2.6 Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut ... 18

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 20

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.3 Populasi dan Sampel ... 20

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 21

3.5 Cara Pengumpulan Data ... 22


(6)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden……… 24 4.2 Pengetahuan Responden tentang Kesehatan Gigi dan Mulut 26 4.3 Sikap Responden tentang Kesehatan Gigi dan Mulut…….. 28 4.4 Perilaku Responden tentang Kesehatan Gigi dan Mulut…… 30

4.5 Sumber Informasi Responden tentang Kesehatan Gigi dan

Mulut………... 32 4.6 Kategori Tingkat Pengetahuan Responden tentang

Kesehatan Gigi dan Mulut Berdasarkan Kelompok

yang Mengajar Materi Orkes dan Materi Lain…………..…. 33 4.7 Kategori Tingkat Pengetahuan Responden tentang

Kesehatan Gigi dan Mulut Berdasarkan Lama Mengajar

Responden……….………..…... 34 4.8 Kategori Sikap Responden tentang Kesehatan Gigi dan

Mulut Berdasarkan Kelompok yang Mengajar

Materi Orkes dan Materi Lain ………... 35 4.9 Kategori Sikap Responden tentang Kesehatan Gigi dan

Mulut Berdasarkan Lama Mengajar Responden……..……. 36 4.10 Kategori Perilaku Responden tentang Kesehatan Gigi

dan Mulut Berdasarkan Kelompok yang Mengajar Materi

Orkes dan Materi Lain……….….…….. 37 4.11 Kategori Perilaku Responden tentang Kesehatan Gigi

dan Mulut Berdasarkan Lama Mengajar Responden………. 37 BAB 5 PEMBAHASAN………. ... 39 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan……… 44 6.2 Saran………... 45

DAFTAR PUSTAKA ……….. 46


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi frekuensi pengetahuan responden mengenai kesehatan gigi

dan mulut ... 27

2. Kategori pengetahuan responden tentang kesehatan gigi dan mulut…….. 28

3. Distribusi frekuensi sikap responden mengenai kesehatan gigi dan mulut 29

4. Kategori sikap responden mengenai kesehatan gigi dan mulut………… 30

5. Distribusi frekuensi perilaku responden mengenai kesehatan gigi dan mulut……….. 31

6. Distribusi frekuensi perilaku responden mengenai topik kesehatan gigi dan mulut yang diajar pada murid………. 31

7. Kategori perilaku responden mengenai kesehatan gigi dan mulut………. 32

8. Kategori sikap responden tentang kesehatan gigi dan mulut berdasarkan kelompok responden yang mengajar materi Orkes dan materi lain……….………. 34

9. Kategori tingkat pengetahuan responden tentang kesehatan gigi dan mulut berdasarkan lama mengajar responden …..………. 35

10 Kategori sikap responden tentang kesehatan gigi dan mulut berdasarkan kelompok responden yang mengajar materi Orkes dan materi lain……….………. 36

11 Kategori sikap responden tentang kesehatan gigi dan mulut berdasarkan lama mengajar responden………...……...….. 36

12 Kategori perilaku responden tentang kesehatan gigi dan mulut berdasarkan kelompok responden yang mengajar materi Orkes dan materi lain……….………. 37

13 Kategori perilaku responden tentang kesehatan gigi dan mulut berdasarkan lama mengajar responden………...……...….. 38


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ... 24

2. Grafik distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir ... 25

3. Grafik distribusi responden berdasarkan lama mengajar……….... 25

4. Grafik distribusi responden berdasarkan materi yang diajar………. 26

5. Grafik distribusi frekuensi sumber informasi responden tentang kesehatan gigi dan mulut………. 33


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

2. Surat keterangan izin penelitian

3. Surat persetujuan komisi etik penelitian 4. Surat pernyataan sudah melakukan penelitian 5. Hasil uji statistik


(10)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 24 Mei 2012

Pembimbing : Tanda tangan

Prof. Sondang Pintauli, drg., PhD. ... NIP : 19640712 198903 2 001


(11)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 24 Mei 2012

TIM PENGUJI

KETUA : Simson Damanik, drg., M.Kes

ANGGOTA : 1. Rika Mayasari Alamsyah drg., M.Kes 2. Prof. Sondang Pintauli drg., Ph.D


(12)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., PhD., Sp. Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang memberi izin dilaksanakannya penelitian.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., PhD selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian dan telah rela meluangkan waktu untuk membimbing, memberi pengarahan serta memberikan dorongan semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG-USU terutama di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat FKG-USU atas masukan dan bantuan yang diberikan sehingga penyelesaian skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

4. Tim penguji, Simson Damanik, drg., M.Kes dan Rika Mayasari Alamsyah drg., M.Kes karena sudi meluangkan waktu untuk menguji penulis.


(13)

5. Taqwa Dalimunthe, drg, Sp.KGA selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan di FKG-USU.

Ucapan terima kasih tak terhingga kepada ayahanda Chelladorai dan ibunda Kirushnambal atas segala pengorbanan, doa, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis sampai saat ini. Terima kasih kepada abang dan adik-adikku Lekesh, Tinesh, Dharvinesh yang selalu memberikan motivasi dan bantuan selama penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman penulis, terutama Senthil Kumar, Puvaneswari, Govin Raj, Shanta Kumari, Devi Balan, Vignesvary, Logeswary, Allirani, Navisha dan teman-teman seangkatan 2008 yang lain atas dukungan, bantuan dan semangat yang diberikan.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Pengelola program Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) untuk meningkatkan lagi peran guru dalam upaya pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak sekolah di Indonesia.

Medan, 24 Mei 2012 Penulis,

... (Kalvina A/P Chelladorai) NIM: 080600177


(14)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karies dan gingivitis merupakan masalah gigi dan mulut yang banyak dijumpai pada anak-anak di negara berkembang termasuk di Indonesia, dan cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Dalam media Indonesia diungkapkan bahwa 90% anak mengalami karies dan 80% menderita gingivitis. Karies gigi atau gigi berlubang adalah kerusakan struktur gigi sehingga terbentuknya lubang pada gigi. Gingivitis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plak yang menyebabkan gingiva mengalami keradangan, membengkak dan mudah berdarah. Apabila tidak ditangani segera, penyakit ini lama kelamaan dapat menimbulkan nyeri, rasa sakit, dan kehilangan gigi bahkan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyakit berbahaya.1

Berbagai penelitian kesehatan gigi dan mulut menunjukkan tingginya prevalensi karies dan gingivitis pada anak-anak. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 (DepKes, 2008) melaporkan bahwa prevalensi karies aktif pada usia 12 tahun sebesar 29,8% dengan indeks pengalaman karies (DMFT) 0,91 dan mencapai 4,46 pada usia 35-44 tahun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Triapnya pada anak usia 12 tahun di Denpasar menunjukkan bahwa 82% anak mengalami gingivitis ringan, 12% anak mengalami gingivitis sedang dan 6% gingivitis berat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Octiara (2001) pada anak usia 6-14 tahun yang tinggal di Panti Karya Pungai, Binjai, Sumatera Utara menunjukkan bahwa prevalensi karies 64,59%


(15)

dengan rerata DMFT 1,6 dan skor kebersihan mulut (OHI) 2,37 yang termasuk kriteria sedang.1-3

Hasil penelitian di Kota Medan menunjukkan prevalensi penyakit gigi dan mulut yang cukup tinggi untuk anak sekolah. Hal ini dapat dilihat dari Profil Data Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2007 di beberapa Puskesmas Lingkar Dalam dan Puskesmas Lingkar Luar Kota Medan yang menunjukkan prevalensi karies gigi untuk anak usia sekolah di Kota Medan sebanyak 74,69%. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Oral Health Global Indicators for year 2025, yang salah satunya adalah skor DMFT anak usia 12 tahun tidak boleh lebih dari 1.2

Tanpa disadari, penyakit gigi pada anak akan berdampak terhadap produktivitas si anak. Keluhan sakit gigi dapat mengakibatkan si anak tidak pergi ke sekolah dengan rerata lama terganggu 3,86 hari. Kondisi ini juga akan berpengaruh terhadap derajat kesehatan anak, proses tumbuh kembang anak bahkan hilangnya masa depan mereka. Anak-anak rawan kekurangan gizi karena rasa sakit pada gigi dan mulut dapat menurunkan selera makan mereka. Dampak lainnya, kemampuan belajar mereka juga menurun sehingga akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan prestasi belajarnya. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut untuk menurunkan prevalensi karies gigi anak-anak Indonesia supaya dapat memaksimalkan kesehatan mereka sekaligus meningkatkan produktivitas mereka.2


(16)

Upaya pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak sekolah di Indonesia dapat dilakukan melalui kegiatan Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). UKGS ditujukan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan gigi dan mulut seluruh siswa di sekolah yang ditunjang dengan upaya kesehatan perorangan berupa upaya kuratif bagi siswa yang memerlukan perawatan kesehatan gigi dan mulut. Upaya pencegahan yang paling efektif adalah tindakan yang dilakukan oleh siswa di sekolah karena perilaku hidup sehat harus ditekankan sejak dini dan dilakukan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan hidup.1,2

Untuk mencapai target WHO tahun 2025, maka diperlukan suatu tindakan mendidik anak-anak sekolah dasar tentang pencegahan dan pemeliharaan penyakit gigi dan mulut. Tindakan mendidik anak-anak sekolah dasar ini boleh dilakukan oleh orang tua murid, tenaga kesehatan gigi misalnya dokter gigi dan perawat gigi, dan para pendidik. Para pendidik, yaitu guru sekolah memainkan peran yang paling penting dalam mendidik anak-anak mengenai penyebab terjadinya penyakit gigi dan mulut dan bagaimana untuk mencegahnya, sekaligus cara-cara memelihara kesehatan rongga mulut. Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya yang meliputi transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan


(17)

pengertian tentang diri sendiri. Dalam melaksanakan tugas profesionalnya, seorang guru haruslah menanamkan nilai-nilai dan keterampilan menjaga oral higiene yang baik dalam diri setiap murid sekolah dasar.5,6

Program pendidikan kesehatan di sekolah dapat dilakukan oleh kelompok-kelompok eksternal seperti lembaga kesehatan gigi masyarakat, dan persatuan-persatuan dokter gigi, atau internal seperti dokter gigi, perawat gigi dan guru sekolah. Keuntungan melibatkan guru sekolah dalam pendidikan kesehatan gigi dan mulut di sekolah dapat meningkatkan mutu pengarahan dan pengajaran dan sekaligus dapat menurunkan biaya pelayanan. Walaupun demikian, kerugian yang mungkin dapat terjadi adalah guru tersebut mungkin tidak mempunyai pengetahuan yang memadai untuk memberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut kepada anak-anak.7,8

Pada penelitian yang dilakukan di Kingdom of Saudi Arabia (KSA), terhadap 120 orang guru sekolah, 73% mempunyai pengetahuan tentang peran gula dan bakteri dalam pembentukan karies, 68% responden guru mengetahui pendarahan pada gusi disebabkan tindakan pembersihan gigi yang salah dan 76% menyatakan bahwa menyikat gigi dapat mencegah karies. Selain itu, 56% memberikan respons positif bahwa guru perlu mengajar anak-anak tentang penyebab penyakit gigi.7

Penelitian tentang pengetahuan dan tingkah laku guru-guru terhadap oral higiene di Riyadh, Saudi Arabia yang dilakukan oleh Almas, Al-Malik, Al-Shehri dan Skaug, melaporkan 86% guru laki-laki berpendapat bahwa karies gigi disebabkan metode menyikat gigi yang salah, sementara 98% guru perempuan berpendapat bahwa makanan dan minuman bergula menyebabkan karies gigi. Sebanyak 45% guru


(18)

laki-laki dan 49% guru perempuan memilih menyikat gigi untuk kebersihan rongga mulut yang efektif, sedangkan 62% guru menggunakan miswak (diperoleh dari ranting pohon arak) untuk menyikat gigi. Sebanyak 56% guru laki-laki dan 63% guru perempuan mengunjungi dokter gigi hanya apabila mereka mengalami sakit gigi.8

Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, perlu dilakukan penelitian pada guru-guru sekolah dasar di Medan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku guru-guru-guru-guru tentang kesehatan gigi dan mulut.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku para guru sekolah dasar di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira terhadap kesehatan gigi dan mulut?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan para guru sekolah dasar di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira tentang kesehatan gigi dan mulut.

2. Untuk mengetahui sikap para guru sekolah dasar di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira terhadap kesehatan gigi dan mulut.

3. Untuk mengetahui perilaku para guru sekolah dasar di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira terhadap kesehatan gigi dan mulut.


(19)

4. Untuk mengetahui sumber informasi tentang kesehatan gigi dan mulut yang diperoleh guru-guru di sekolah dasar di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira.

1.4 Manfaat Penelitian

Sebagai masukan bagi pengelola program Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) agar peran guru dalam UKGS dapat lebih ditingkatkan.


(20)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karies dan gingivitis merupakan masalah gigi dan mulut yang banyak dijumpai pada anak-anak di negara berkembang termasuk di Indonesia, dan cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Dalam media Indonesia diungkapkan bahwa 90% anak mengalami karies dan 80% menderita gingivitis. Karies gigi atau gigi berlubang adalah kerusakan struktur gigi sehingga terbentuknya lubang pada gigi. Gingivitis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plak yang menyebabkan gingiva mengalami keradangan, membengkak dan mudah berdarah. Apabila tidak ditangani segera, penyakit ini lama kelamaan dapat menimbulkan nyeri, rasa sakit, dan kehilangan gigi bahkan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyakit berbahaya.1

Berbagai penelitian kesehatan gigi dan mulut menunjukkan tingginya prevalensi karies dan gingivitis pada anak-anak. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 (DepKes, 2008) melaporkan bahwa prevalensi karies aktif pada usia 12 tahun sebesar 29,8% dengan indeks pengalaman karies (DMFT) 0,91 dan mencapai 4,46 pada usia 35-44 tahun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Triapnya pada anak usia 12 tahun di Denpasar menunjukkan bahwa 82% anak mengalami gingivitis ringan, 12% anak mengalami gingivitis sedang dan 6% gingivitis berat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Octiara (2001) pada anak usia 6-14 tahun yang tinggal di Panti Karya Pungai, Binjai, Sumatera Utara menunjukkan bahwa prevalensi karies 64,59%


(21)

dengan rerata DMFT 1,6 dan skor kebersihan mulut (OHI) 2,37 yang termasuk kriteria sedang.1-3

Hasil penelitian di Kota Medan menunjukkan prevalensi penyakit gigi dan mulut yang cukup tinggi untuk anak sekolah. Hal ini dapat dilihat dari Profil Data Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2007 di beberapa Puskesmas Lingkar Dalam dan Puskesmas Lingkar Luar Kota Medan yang menunjukkan prevalensi karies gigi untuk anak usia sekolah di Kota Medan sebanyak 74,69%. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Oral Health Global Indicators for year 2025, yang salah satunya adalah skor DMFT anak usia 12 tahun tidak boleh lebih dari 1.2

Tanpa disadari, penyakit gigi pada anak akan berdampak terhadap produktivitas si anak. Keluhan sakit gigi dapat mengakibatkan si anak tidak pergi ke sekolah dengan rerata lama terganggu 3,86 hari. Kondisi ini juga akan berpengaruh terhadap derajat kesehatan anak, proses tumbuh kembang anak bahkan hilangnya masa depan mereka. Anak-anak rawan kekurangan gizi karena rasa sakit pada gigi dan mulut dapat menurunkan selera makan mereka. Dampak lainnya, kemampuan belajar mereka juga menurun sehingga akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan prestasi belajarnya. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut untuk menurunkan prevalensi karies gigi anak-anak Indonesia supaya dapat memaksimalkan kesehatan mereka sekaligus meningkatkan produktivitas mereka.2


(22)

Upaya pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak sekolah di Indonesia dapat dilakukan melalui kegiatan Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). UKGS ditujukan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan gigi dan mulut seluruh siswa di sekolah yang ditunjang dengan upaya kesehatan perorangan berupa upaya kuratif bagi siswa yang memerlukan perawatan kesehatan gigi dan mulut. Upaya pencegahan yang paling efektif adalah tindakan yang dilakukan oleh siswa di sekolah karena perilaku hidup sehat harus ditekankan sejak dini dan dilakukan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan hidup.1,2

Untuk mencapai target WHO tahun 2025, maka diperlukan suatu tindakan mendidik anak-anak sekolah dasar tentang pencegahan dan pemeliharaan penyakit gigi dan mulut. Tindakan mendidik anak-anak sekolah dasar ini boleh dilakukan oleh orang tua murid, tenaga kesehatan gigi misalnya dokter gigi dan perawat gigi, dan para pendidik. Para pendidik, yaitu guru sekolah memainkan peran yang paling penting dalam mendidik anak-anak mengenai penyebab terjadinya penyakit gigi dan mulut dan bagaimana untuk mencegahnya, sekaligus cara-cara memelihara kesehatan rongga mulut. Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya yang meliputi transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan


(23)

pengertian tentang diri sendiri. Dalam melaksanakan tugas profesionalnya, seorang guru haruslah menanamkan nilai-nilai dan keterampilan menjaga oral higiene yang baik dalam diri setiap murid sekolah dasar.5,6

Program pendidikan kesehatan di sekolah dapat dilakukan oleh kelompok-kelompok eksternal seperti lembaga kesehatan gigi masyarakat, dan persatuan-persatuan dokter gigi, atau internal seperti dokter gigi, perawat gigi dan guru sekolah. Keuntungan melibatkan guru sekolah dalam pendidikan kesehatan gigi dan mulut di sekolah dapat meningkatkan mutu pengarahan dan pengajaran dan sekaligus dapat menurunkan biaya pelayanan. Walaupun demikian, kerugian yang mungkin dapat terjadi adalah guru tersebut mungkin tidak mempunyai pengetahuan yang memadai untuk memberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut kepada anak-anak.7,8

Pada penelitian yang dilakukan di Kingdom of Saudi Arabia (KSA), terhadap 120 orang guru sekolah, 73% mempunyai pengetahuan tentang peran gula dan bakteri dalam pembentukan karies, 68% responden guru mengetahui pendarahan pada gusi disebabkan tindakan pembersihan gigi yang salah dan 76% menyatakan bahwa menyikat gigi dapat mencegah karies. Selain itu, 56% memberikan respons positif bahwa guru perlu mengajar anak-anak tentang penyebab penyakit gigi.7

Penelitian tentang pengetahuan dan tingkah laku guru-guru terhadap oral higiene di Riyadh, Saudi Arabia yang dilakukan oleh Almas, Al-Malik, Al-Shehri dan Skaug, melaporkan 86% guru laki-laki berpendapat bahwa karies gigi disebabkan metode menyikat gigi yang salah, sementara 98% guru perempuan berpendapat bahwa makanan dan minuman bergula menyebabkan karies gigi. Sebanyak 45% guru


(24)

laki-laki dan 49% guru perempuan memilih menyikat gigi untuk kebersihan rongga mulut yang efektif, sedangkan 62% guru menggunakan miswak (diperoleh dari ranting pohon arak) untuk menyikat gigi. Sebanyak 56% guru laki-laki dan 63% guru perempuan mengunjungi dokter gigi hanya apabila mereka mengalami sakit gigi.8

Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, perlu dilakukan penelitian pada guru-guru sekolah dasar di Medan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku guru-guru-guru-guru tentang kesehatan gigi dan mulut.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku para guru sekolah dasar di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira terhadap kesehatan gigi dan mulut?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan para guru sekolah dasar di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira tentang kesehatan gigi dan mulut.

2. Untuk mengetahui sikap para guru sekolah dasar di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira terhadap kesehatan gigi dan mulut.

3. Untuk mengetahui perilaku para guru sekolah dasar di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira terhadap kesehatan gigi dan mulut.


(25)

4. Untuk mengetahui sumber informasi tentang kesehatan gigi dan mulut yang diperoleh guru-guru di sekolah dasar di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira.

1.4 Manfaat Penelitian

Sebagai masukan bagi pengelola program Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) agar peran guru dalam UKGS dapat lebih ditingkatkan.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pemasalahan gigi dan mulut merupakan salah satu pemasalahan kesehatan yang mengkhawatirkan di Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001, penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia dan menempati peringkat keempat penyakit termahal dalam pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia menunjukkan bahwa skor DMFT pada kelompok anak usia 12 tahun adalah 2,69. Prevalensi penyakit periodontal di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan Republik Indonesia diperoleh angka 60% untuk anak usia 8 tahun dan 90% untuk anak usia 14 tahun. Kondisi ini dapat dihubungkan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku anak-anak terhadap kesehatan gigi dan mulut. Untuk menurunkan prevalensi karies dan gingivitis pada anak-anak usia sekolah dan sekaligus mencapai target WHO tahun 2025 diperlukan satu tindakan mendidik anak-anak tentang kesehatan gigi dan mulut. Walaupun sudah ada kegiatan UKGS, data-data di atas membuktikan bahwa kegiatan UKGS belum dapat meminimalkan masalah kesehatan gigi di Indonesia.2,9

2.1 Peran Guru dalam Pendidikan Kesehatan Gigi dan Mulut

Sekolah adalah lembaga formal yang di dalamnya terdapat kurikulum, guru, siswa, metode belajar, media belajar dan fasilitas yang diperlukan dalam melakukan kegiatan belajar. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) adalah bagian integral dari


(27)

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara terencana pada siswa terutama siswa sekolah dasar (SD) dalam suatu kurun waktu tertentu, diselenggarakan secara berkesinambungan melalui paket Minimal, paket Standar dan paket Optimal.1,2,10

Upaya kesehatan gigi dan mulut pada :1,10 1. UKGS Tahap I/Paket Minimal UKS

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk murid SD yang belum terjangkau oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi. Tim pelaksana UKS di SD melaksanakan kegiatan yaitu :

a. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi yang dilaksanakan oleh guru Orkes/guru Pembina UKS sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

b. Pencegahan penyakit gigi dan mulut dengan melaksanakan kegiatan sikat gigi massal dibimbing oleh guru dengan memakai pasta gigi berfluor minimal 1 kali sebulan.

2. UKGS Tahap II/Paket Standar UKS

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk murid SD yang sudah terjangkau oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang terbatas. Kegiatannya meliputi:

a. Pelatihan kepada guru dan petugas kesehatan tentang pengetahuan kesehatan gigi dan mulut.

b. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dilaksanakan oleh guru Orkes/ guru Pembina UKS sesuai dengan kurikulum yang berlaku.


(28)

c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut dengan melaksanakan kegiatan sikat gigi massal dibimbing oleh guru dengan memakai pasta gigi berfluor minimal 1 kali sebulan.

d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk siswa kelas I diikuti dengan pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya tanggal.

e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit oleh guru. f. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan.

g. Rujukan bagi yang memerlukan. 3. UKGS Tahap III/Paket Optimal UKS

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk murid SD yang sudah terjangkau oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang sudah memadai. Kegiatannya meliputi:

a. Pelatihan kepada guru dan petugas kesehatan tentang pengetahuan kesehatan gigi dan mulut.

b. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dilaksanakan oleh guru Orkes/ guru Pembina UKS sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut dengan melaksanakan kegiatan sikat gigi massal dibimbing oleh guru dengan memakai pasta gigi berfluor minimal 1 kali sebulan.

d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk siswa kelas I diikuti dengan pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya tanggal.

e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit oleh guru. f. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan.


(29)

g. Rujukan bagi yang memerlukan.

Untuk pelaksanaan program UKGS khususnya, diharapkan keterlibatan sekolah dan kepala sekolah/guru. Sebagaimana diketahui bahwa selama ini UKGS hanya dilakukan oleh guru bidang olah raga dan kesehatan. Sementara itu, kepala sekolah/guru merupakan tokoh yang disegani dan menjadi panutan di sekolah sehingga keterlibatannya dalam pelaksanaan UKGS sangat mempengaruhi kesediaan murid.2

Dalam proses belajar mengajar terjadi hubungan timbal balik antara guru dan siswa. Hubungan yang terjalin sebaiknya tidak kaku, guru dapat menempatkan diri secara tepat dan bijak, sehingga dapat mengetahui sampai sejauh mana pemahaman materi yang disampaikan serta dapat mengetahui kelemahan siswa sekaligus penyebabnya.2

Guru-guru sekolah dapat memainkan peran yang amat penting dalam menyampaikan pengetahuan tentang penyebab dan pencegahan masalah kesehatan gigi dan mulut. Program pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang berbasis di sekolah dasar cukup efektif karena anak-anak sekolah dasar adalah anak-anak yang berusia 6-14 tahun. Pada usia yang muda ini, anak-anak mudah menyerap segala sesuatu yang baru. Perkara-perkara yang baru inilah akan menjadi perilaku seseorang anak itu selama hidupnya.4,7,8

Program pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang berbasis di sekolah dikatakan efektif karena :7


(30)

a. Adanya guru-guru yang sejak dulu mengedukasi anak-anak tentang kesehatan rongga mulut dan sering berpartisipasi dalam program pencegahan berbasis sekolah.

b. Guru-guru memberikan pengantar pendidikan kesehatan gigi dan mulut. c. Guru-guru menginstruksikan semua anak-anak, kecuali dokter gigi yang hanya menginstruksi pasien anak yang datang ke praktek untuk mendapatkan perawatan. Mereka juga dapat mempengaruhi perilaku kesehatan anak-anak, karena waktu yang anak-anak sekolah luangkan bersama guru cukup lama.

d. Hubungan erat yang terbentuk di antara guru dan siswanya di kelas membantu guru lebih senang menyampaikan informasi tentang pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

e. Guru-guru lebih terampil dalam psikologi pendidikan.

Dalam menentukan kemauan para guru untuk melibatkan diri dalam pendidikan pencegahan dan pemeliharaan penyakit gigi dan mulut, Peterson et al, menyatakan bahwa guru-guru sadar akan kondisi kesehatan gigi dan mulut anak-anak yang jelek dan mereka ingin terlibat dalam mendidik anak-anak tentang oral higiene.7,8

Penelitian mengenai prevalensi karies gigi dan kepedulian kesehatan mulut anak-anak, ibu dan guru di China dan Zanzibar menunjukkan bahwa 90% guru berpendapat mereka harus mendidik anak-anak tentang penyebab kerusakan gigi dan gusi berdarah. Al-Tamimi dan Peterson melaporkan bahwa 85% dari para guru di Arab Saudi setuju bahwa anak-anak membutuhkan perawatan gigi. Namun, hanya


(31)

56% yang mempunyai keinginan mengajar anak-anak tentang kesehatan gigi dan mulut.7

Beberapa survei menyatakan kemungkinan kurangnya kesiapan guru dalam memberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut disebabkan :11,12

a. Hanya 44% dari lulusan profesi guru yang menyelesaikan kursus kesehatan umum (menurut survei persyaratan pendidikan kesehatan Universitas Kittleson dan Ragon, Amerika).

b. Setelah di lingkungan kerja guru tidak mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan mulut.

c. Guru kurang mendapatkan informasi tentang pencegahan penyakit mulut sehingga ragu-ragu menerima peran mengawasi program pencegahan penyakit mulut.

Penelitian yang dilakukan oleh Petersen dan Esheng di China menunjukkan bahwa dari 138 orang sampel guru, 75% menyatakan bahwa metode menyikat gigi yang salah menyebabkan gusi berdarah, 53% menyatakan kesehatan umum yang buruk menyebabkan gusi berdarah, sedangkan 30% menyatakan gusi berdarah disebabkan karena diet yang tidak sehat. Sebanyak 78% responden menyatakan bahwa menyikat gigi penting untuk mencegah karies gigi, 50% guru tahu tentang efek positif fluor dan hanya 45% guru menyatakan pentingnya berkunjung ke praktek dokter gigi secara berkala. Sebanyak 96% guru menyatakan bahwa gigi anak-anak harus diperiksa oleh dokter gigi secara berkala, 20% lagi menyatakan bahwa anak-anak di bawah usia 10 tahun harus dibantu oleh orang tua/dewasa sewaktu menyikat gigi.12


(32)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Conrado, Maciel, dan Oliviera di Brazil terhadap 108 orang guru, ternyata semuanya (100%) menggunakan pasta gigi sewaktu menyikat gigi, 80% menyikat gigi tiga kali sehari, 85% melakukan dental flossing dan hanya 54% mendapatkan aplikasi flour dari tenaga profesional.14

Khan et al melaporkan mean DMFT guru-guru sekolah menengah di Saudi Arabia adalah 8,83. Sebanyak 1% dari guru tidak menggunakan apa-apa untuk kebersihan rongga mulut. Bagi guru-guru yang hanya menggunakan sikat gigi dan sikat gigi dan miswak mempunyai DMFT yang lebih rendah dari yang hanya menggunakan miswak saja. Menurut penelitian Ioan, 72% guru menyatakan bahwa metode menyikat gigi yang salah menyebabkan gusi berdarah, 41% guru menyatakan diet tidak sehat adalah penyebab gusi berdarah sedangkan 36% menyatakan kesehatan umum yang buruk menyebabkan gusi berdarah.7,12

2.2 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra mata dan telinga. Ada enam tingkatan pengetahuan, yaitu:16

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau


(33)

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi adalah kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi sebenarnya. Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan masalah yang nyata misalnya mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan, dan mendemonstrasikan.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bahagian-bahagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.


(34)

Evaluasi adalah kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Evaluasi ini dilandaskan pada kriteria yang telah ada atau kriteria yang disusun yang bersangkutan misalnya mendukung, menentang dan merumuskan.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.16

2.3 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap terdiri atas berbagai tingkatan, yaitu:16

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespons (Responding)

Subjek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas adalah indikasi dari sikap. Karena dengan usaha untuk menjawab pertanyaan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.


(35)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab adalah mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.16

2.4 Perilaku

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh seseorang yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung. Robert Kwick mengatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan orang yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.15 Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi suatu perilaku, terjadi proses yang berurutan pada orang tersebut, yaitu:15

a. Kesadaran (Awareness): seseorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.

b. Tertarik (Interest): merasa tertarik terhadap stimulus yang diberikan. Di sini sikap subjek sudah mulai terbentuk.

c. Mempertimbangkan (Evaluation): seseorang mempertimbangkan baik buruk dari stimulus kepada dirinya. Hal ini berarti sikap orang itu sudah lebih baik lagi.


(36)

d. Mencoba (Trial): seseorang telah mulai mencoba melakukan perilaku baru. e. Adopsi (Adoption): seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung, yakni dengan mengamati tindakan atau kegiatan responden.16

Menurut WHO, kesehatan gigi dan mulut berarti bebas nyeri mulut kronis dan nyeri wajah, kanker mulut dan tenggorokan, luka mulut, cacat lahir seperti bibir sumbing dan langit-langit, penyakit periodontal, kerusakan gigi dan kehilangan gigi, dan penyakit lain atau gangguan yang mempengaruhi rongga mulut.17

2.5 Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut

Sebenarnya kesadaran akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut telah lama ada di kedokteran gigi. Hal ini terbukti dari timbulnya perubahan yang sangat mendasar dalam konsep perawatan kedokteran gigi sejak tahun 1970. Oleh karena itu, tidak heran bila sebelumnya banyak orang mencabut gigi sebagai tindakan untuk menghilangkan rasa sakit gigi. Kehilangan gigi akan mengurangi kenyamanan dan efisensi mengunyah oleh karena itu, belakangan ini perawatan lebih diarahkan kepada upaya perawatan atau pemeliharaan kestabilan fungsi seluruh system pengunyahan baik melalui tindakan pencegahan atau pemulihan.2


(37)

Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah menjaga kebersihan rongga mulut, pendidikan kesehatan gigi, diet dan konsumsi gula, penggunaan fluor dan mengetahui status kesehatan gigi dan mulut.2

2.6 Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut

Oral higiene adalah upaya menjaga mulut agar bersih dengan menyikat gigi dan menggunakan benang gigi (flossing) untuk mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi. Tujuannya adalah untuk mencegah penumpukan plak, yaitu suatu lapisan lunak yang terdiri atas bakteri dan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi dan dorsum lidah. Plak yang tidak dibersihkan secara reguler ini akan melekat pada celah gigi dan pada pit dan fissur gigi dan kemudian menghasilkan asam yang dapat merusak/menghakis permukaan enamel gigi sehingga terjadi lobang pada gigi. Plak juga mengiritasi gingiva dan menyebabkan penyakit periodontal, sekiranya keadaan ini tidak dirawat, maka akan terjadi kehilangan gigi.9,18

Selain menyikat gigi dan menggunakan benang gigi, berkumur dengan obat kumur juga dapat mencegah penumpukan plak dan sekaligus memberikan nafas yang segar. Lidah juga merupakan tempat penumpukan plak, oleh karena itu belakangan ini disarankan pemakaian pembersih lidah dan palatum untuk mengurangi debris, plak dan sejumlah mikroorganisme yang tertumpuk di lidah. Di samping penjagaan kebersihan rongga mulut sehari-hari, kunjungan berkala ke dokter gigi juga perlu dilakukan untuk mendapatkan perawatan pencegahan penyakit gigi dan mulut lainnya.9,18


(38)

Diharapkan agar guru-guru mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan gigi dan mulut supaya mereka dapat mengajar anak-anak sekolah tentang pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Selain itu, diharapkan juga guru-guru dapat menunjukkan sikap yang positif terhadap kesehatan gigi dan mulut dan seterusnya dapat melakukan upaya pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebagai perilaku sehari-hari sehingga dapat ditiru oleh murid sekolah.


(39)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku guru-guru sekolah dasar tentang kesehatan gigi dan mulut di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira, Medan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Negeri 060882, SD Negeri 060887, SD Santo Yoseph 1 dan SD Namira, Medan. Waktu melakukan penelitian lebih kurang 2 minggu. Pemilihan sekolah dilakukan karena akses peneliti lebih mudah ke 4 sekolah ini. Selain itu, semua sekolah di atas terlibat dalam program Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru dari 4 sekolah dasar di Medan yaitu, 2 sekolah dasar negeri (SD Negeri 060882, SD Negeri 060887) dan 2 sekolah dasar swasta (SD Santo Yoseph 1, SD Namira). Seluruh populasi menjadi sampel yang berjumlah sebanyak 75 orang.


(40)

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

a. Pengetahuan responden tentang kesehatan gigi dan mulut yang mencakup : jumlah gigi, penyebab karies, tanda-tanda radang gusi, pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta kunjungan ke dokter gigi.

Cara pengukuran tingkat pengetahuan adalah seperti berikut

b. Sikap responden tentang kesehatan gigi dan mulut yang mencakup apakah perlu tidaknya untuk guru mengetahui dan mengajar murid tentang kesehatan gigi dan mulut, memberikan pengarahan menyikat gigi dan memberikan kaunseling diet pada murid.

Cara pengukuran sikap adalah seperti berikut:

Alat ukur Skala ukur Hasil ukur Penilaian Kuesioner

(Sikap)

(12 Pertanyaan)

Ordinal Jawaban tidak tepat = 0

Jawaban paling tepat = 1

Baik: ≥ 80% sikap positif. Sedang: 60% ≤ skor ≤ 79% sikap positif. Kurang: <60% sikap positif.

Alat ukur Skala ukur Hasil ukur Penilaian Kuesioner

(Pengetahuan) (12 Pertanyaan)

Ordinal Jawaban tidak tepat = 0 Jawaban paling tepat = 1

Baik: ≥ 80% jawaban benar.

Sedang: 60% ≤ skor ≤ 79% jawaban benar.

Kurang: <60% jawaban benar.


(41)

c. Perilaku responden tentang kesehatan gigi dan mulut, yaitu : tindakan yang dilakukan responden untuk menjaga kesehatan gigi dan mulutnya serta tindakan yang dilakukannya sebagai seorang guru dalam mengedukasi murid tentang kesehatan gigi dan mulut.

Cara pengukuran perilaku adalah seperti berikut:

Alat ukur Skala ukur Hasil ukur Penilaian Kuesioner

(Perilaku) (9 Pertanyaan)

Ordinal Jawaban tidak tepat = 0 Jawaban paling tepat = 1

Baik: ≥ 80% jawaban benar.

Sedang: 60% ≤ skor ≤ 79% jawaban benar.

Kurang: <60% jawaban benar.

d. Jenis kelamin : guru pria dan wanita yang mengajar di sekolah dasar.

e. Materi pelajaran yang diajar : materi Orkes dan materi-materi lain yang diajar oleh responden.

f. Lama mengajar : pengalaman seorang guru dalam profesinya.

g. Pendidikan terakhir : latar belakang pendidikan formal dari responden yang memiliki ijazah kelulusan SMA, SPG atau sarjana.

3.5 Cara Pengumpulan Data

Data dikumpul melalui kuesioner yang terdiri atas 34 multiple choice questions (MCQ) tertutup. Guru akan diminta berkumpul di sekolah dan kemudian peneliti memberikan pengarahan cara menjawab kuesioner. Setelah itu pengisian kuesioner dilakukan secara langsung dan diperhatikan oleh peneliti.


(42)

3.6Analisis Data

Setelah jawaban diisi oleh responden, data dikumpul dan dilakukan analisis data dengan mengunakan SPSS.


(43)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Dari 75 orang guru sekolah dasar yang diteliti, sebahagian besar adalah wanita yaitu sebanyak 77,33%, sedangkan pria hanya 22,67% (Gambar 1).

Gambar 1. Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, hanya 10,67% lulusan Sekolah Profesi Guru (SPG), sedangkan 89,33% adalah lulusan Sarjana (Gambar 2).


(44)

Gambar 2. Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

Berdasarkan pengalaman mengajar guru sekolah dasar, sebanyak 44% mengajar kurang dari 10 tahun, 14,67% mengajar selama 11 - 20 tahun, 30,67% telah mengajar selama 21 - 30 tahun, sedangkan 10,67% mengajar selama lebih dari 30 tahun (Gambar 3).


(45)

Berdasarkan materi pelajaran yang diajar oleh guru-guru sekolah dasar, hanya 8% yang mengajar materi Olahraga dan Kesehatan (Orkes) saja, sedangkan 92% mengajar materi gabungan lainnya (Gambar 4).

Orkes 8%

Materi lain-lain 92%

Gambar 4. Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Materi Yang Diajar

4.2 Pengetahuan Responden Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut

Dari 12 pertanyaan yang diajukan, semua responden (100%), memilih gigi yang sehat adalah penting untuk kesehatan tubuh yang baik. Sebahagian besar responden sudah mengetahui jumlah gigi susu adalah 20 (90,67%), gigi tetap yang tercabut tidak dapat tumbuh kembali (82,67%), gigi akan berlobang akibat sering makan makanan manis (88%). Selain itu, responden juga sudah mengetahui bahwa gusi berwarna merah tua, bengkak dan mudah berdarah sebagai tanda-tanda radang gusi (97,33%), waktu yang sebaiknya untuk menyikat gigi adalah pagi setelah


(46)

sarapan dan malam sebelum tidur (93,33%), sikat gigi yang bulu sikatnya lembut sebaiknya digunakan (73,33%), pasta gigi yang berfluor digunakan untuk mencegah gigi berlobang (92%), dan waktu melakukan kunjungan ke dokter gigi haruslah secara berkala setiap 6 bulan (88%). Lebih dari sebahagian responden (64%) tahu waktu erupsinya gigi geraham pertama adalah pada umur 6 tahun. Sebahagian responden (57,33%) menyatakan sikat gigi perlu diganti bila bulu sikat gigi sudah mekar/rusak (Tabel 1).

Tabel 1. DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN RESPONDEN MENGENAI KESEHATAN GIGI DAN MULUT (N=75)

Pertanyaan

Jawaban responden Paling tepat Tidak tepat

Jlh % Jlh %

Pentingnya gigi sehat untuk kesehatan tubuh yang baik.

75 100 - -

Jumlah gigi susu pada anak. 68 90,67 7 9,33 Gigi tetap yang sudah tercabut tidak dapat

tumbuh kembali.

62 82,67 13 17,33 Waktu erupsi gigi geraham pertama. 48 64 27 36 Penyebab karies/gigi berlobang. 73 97,33 2 2,67 Akibat sering makan makanan manis. 66 88 9 12

Tanda-tanda radang gusi. 73 97,33 2 2,67

Waktu menyikat gigi. 70 93,33 5 6,67

Waktu yang tepat untuk mengganti sikat gigi.

32 42,67 43 57,33 Sifat sikat gigi yang sebaiknya digunakan. 55 73,33 20 26,67 Pasta gigi yang digunakan untuk mencegah

gigi berlobang.

69 92 6 8

Waktu melakukan kunjungan ke dokter gigi.

66 88 9 12

Menurut kategori pengetahuan responden, persentase tertinggi pada kategori pengetahuan baik yaitu 86,67%. Sebanyak 10,67% responden berpengetahuan sedang


(47)

dan hanya 2,67% responden berpengetahuan kurang tentang kesehatan gigi dan mulut (Tabel 2).

Tabel 2. KATEGORI PENGETAHUAN RESPONDEN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT (N=75)

Kategori Jumlah Persentase

Baik 65 86,67

Sedang 8 10,67

Kurang 2 2,67

4.3 Sikap Responden Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut

Sejumlah besar responden mempunyai sikap yang positif terhadap kesehatan gigi dan mulut. Sebanyak 92% responden tidak setuju dengan pernyataan bahwa menambal gigi berlobang dapat merusakkan gigi dan 96% tidak setuju dengan pernyataan bahwa mencabut gigi busuk akan menyebabkan buta. Semua responden (100%) setuju bahwa perlu menyikat gigi sebelum tidur walaupun sudah menyikat gigi sewaktu mandi. Sebanyak 98,67% responden setuju bahwa sebagai seorang guru, mereka perlu tahu tentang kesehatan gigi dan mulut, 97,33% setuju bahwa guru perlu mengajar tentang kesehatan gigi dan mulut dan 86,67% setuju untuk mengajar tentang penyebab penyakit gusi, 93,33% menyatakan guru perlu memberi pengarahan menyikat gigi pada murid dan hanya 68% setuju untuk memberi kaunseling diet pada murid. Sementara itu, masih ada lagi yang berpikiran bahwa gigi susu yang berlobang tidak perlu ditambal karena akan diganti gigi tetap (37,33%) dan sebanyak 14,67% menyatakan sikat gigi tidak perlu diganti 3 bulan sekali karena bulunya masih baik.


(48)

Jumlah yang sama juga (14,67%) menyatakan kunjungan ke dokter gigi tidak perlu dilakukan 6 bulan sekali karena tidak sakit gigi (Tabel 3).

Tabel 3. DISTRIBUSI FREKUENSI SIKAP RESPONDEN MENGENAI KESEHATAN GIGI DAN MULUT (N=75)

Pertanyaan

Jawaban responden Paling tepat Tidak tepat

Jlh % Jlh %

Gigi susu yang berlobang tidak perlu ditambal karena akan diganti gigi tetap.

47 62,67 28 37,33 Gigi berlobang tidak perlu ditambal karena

akan rusak lagi.

69 92 6 8

Gigi busuk tidak mau dicabut karena takut akan menjadi buta.

72 96 3 4

Sikat gigi tidak perlu diganti 3 bulan sekali karena bulunya masih baik.

64 85,33 11 14,67 Semua pasta gigi sama baiknya untuk

mencegah gigi berlobang, oleh itu tidak perlu dilihat kandungannya.

71 94,67 4 5,33

Tidak perlu menyikat gigi sebelum tidur karena sudah menyikat sewaktu mandi.

75 100 - -

Kunjungan ke drg tidak perlu dilakukan 6 bulan sekali karena gigi tidak sakit.

64 85,33 11 14,67 Guru perlu tahu tentang kesehatan gigi dan

mulut.

74 98,67 1 1,33 Guru perlu ajar murid tentang kesehatan gigi

dan mulut.

73 97,33 2 2,67 Guru perlu ajar murid tentang penyebab

penyakit gusi.

65 86,67 10 13,33 Guru perlu memberi pengarahan menyikat

gigi pada murid.

70 93,33 5 6,67 Guru perlu memberi kaunseling diet pada

murid.

51 68 24 32

Berdasarkan kategori sikap responden, persentase tertinggi adalah pada kategori baik yaitu sebanyak 77,33%. Sedangkan sebanyak 18,67% responden tergolong dalam kategori sikap sedang dan sebanyak 4% responden tergolong dalam kategori sikap kurang (Tabel 4).


(49)

Tabel 4. KATEGORI SIKAP RESPONDEN MENGENAI KESEHATAN GIGI DAN MULUT (N=75)

Kategori Jumlah Persentase

Baik 58 77,33

Sedang 14 18,67

Kurang 3 4

4.4Perilaku Responden Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut

Semua responden, (100%) menggunakan sikat gigi, obat kumur dan benang gigi untuk menjaga kebersihan mulut mereka. Sebanyak 60% responden menyikat gigi pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur, di mana hanya 57,33% menyikat gigi selama 2 menit. Hanya 44% responden mengganti sikat giginya secara rutin setiap 3 bulan. Sebanyak 80% responden menggunakan sikat gigi yang bulu sikatnya lembut dan kepalanya kecil dan 72% sudah rutin menggunakan pasta gigi berfluor untuk menyikat gigi. Hanya 49,33% responden mengunjungi praktek dokter gigi secara berkala, sedangkan 37,33% masih mengunjungi dokter gigi hanya pada waktu sakit gigi. Dari seluruh responden, umumnya (86,67%) pernah mengajar murid tentang kesehatan gigi dan mulut (Tabel 5).


(50)

Tabel 5. DISTRIBUSI FREKUENSI PERILAKU RESPONDEN MENGENAI KESEHATAN GIGI DAN MULUT (N=75)

Pertanyaan

Jawaban responden Paling tepat Tidak tepat

Jlh % Jlh %

Alat yang digunakan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut.

75 100 - -

Waktu menyikat gigi. 45 60 30 40

Lama menyikat gigi. 43 57,33 32 42,67

Frekuensi mengganti sikat gigi. 33 44 42 56 Jenis sikat gigi yang digunakan. 60 80 15 20 Penggunaan pasta gigi berfluor. 54 72 21 28

Kunjungan ke praktek drg. 37 49,33 38 50,67

Mengajar murid tentang kesehatan gigi dan mulut.

65 86,67 10 13,33

Tentang topik kesehatan gigi dan mulut yang diajar responden, sebanyak 57,33% responden pernah mengajar murid tentang cara mencegah dan memelihara kesehatan gigi dan mulut. Selain itu, sebanyak 20,67% pernah mengajar tentang penyebab karies/gigi berlobang dan 17,33% responden menyatakan pernah mengajar murid tentang penyebab penyakit gusi. Hanya 6,67% responden pernah mengajar tentang diet makanan yang baik dan sehat (Tabel 6).

Tabel 6. DISTRIBUSI FREKUENSI PERILAKU RESPONDEN MENGENAI TOPIK KESEHATAN GIGI DAN MULUT YANG DIAJAR PADA MURID (N=65)

Topik Jlh %

Penyebab karies/gigi berlobang. 20 20,67

Penyebab penyakit gusi. 13 17,33

Diet makanan yang baik dan sehat. 5 6,67

Cara mencegah dan memelihara kesehatan gigi dan mulut.

43 57,33


(51)

Menurut kategori perilaku responden, persentase tertinggi adalah pada kategori perilaku sedang yaitu sebanyak 56%. Selain itu, 32% responden tergolong dalam kategori baik dan hanya sebanyak 12% responden tergolong dalam kategori kurang (Tabel 7).

Tabel 7. KATEGORI PERILAKU RESPONDEN MENGENAI KESEHATAN GIGI DAN MULUT (N=75)

Kategori Jumlah Persentase

Baik 24 32

Sedang 42 56

Kurang 9 12

4.5Sumber Informasi Responden Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut

Sebahagian besar responden (81,33%) memperoleh informasi tentang kesehatan gigi dan mulut dari TV. Sebanyak 45,33% responden mendapatkan informasi tentang kesehatan gigi dan mulut dari buku dan 32% dari internet. Bahkan ada sebanyak 20% dari responden mendapatkan informasi tentang kesehatan gigi dan mulut dari mengikuti penataran/seminar/ceramah. Hanya 8% responden menyatakan dari sumber lain seperti dari petugas Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dan pengalaman sendiri (Gambar 5).


(52)

Gambar 5. Grafik Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Responden Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut.

4.6 Kategori Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut Berdasarkan Kelompok Responden yang Mengajar Materi Orkes dan Materi Lain

Semua guru Orkes (100%) dan mempunyai skor pengetahuan baik tentang kesehatan gigi dan mulut. Ini mungkin karena menurut tahapan UKGS tahap I/Paket Minimal UKS, pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dilakukan oleh guru Penjaskes/Orkes sehingga semua guru Orkes mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan gigi dan mulut. Sementara itu, sebanyak 85,51% guru yang mengajar materi lain juga berpengetahuan baik tentang kesehatan gigi dan mulut (Tabel 8).


(53)

Tabel 8. KATEGORI TINGKAT PENGETAHUAN RESPONDEN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT BERDASARKAN KELOMPOK RESPONDEN YANG MENGAJAR MATERI ORKES DAN MATERI LAIN (N=75)

Kelompok Responden

Tingkat Pengetahuan

Baik Sedang Kurang Jumlah

n % n % n % n

Guru Orkes 6 100 - - - - 6

Guru Materi Lain 59 85,51 8 11,59 2 2,90 69

4.7 Kategori Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut Berdasarkan Lama Mengajar Responden

Secara umum, responden yang mengajar selama 1-10 tahun (90,91%), 11-20 tahun (90,91%), 21-30 tahun (78,26%) dan 31-40 tahun (87,5%) mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan gigi dan mulut Semakin lama responden mengajar, semakin baik pengetahuan mereka tentang kesehatan gigi dan mulut (Tabel 9).


(54)

Tabel 9. KATEGORI TINGKAT PENGETAHUAN RESPONDEN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT BERDASARKAN LAMA MENGAJAR RESPONDEN (N=75)

Lama Mengajar Responden

(Tahun)

Tingkat Pengetahuan

Baik Sedang Kurang Jumlah

n % n % n % n

1 – 10 30 90,91 1 3,03 2 6,06 33

11 – 20 10 90,91 1 9,09 - - 11

21 – 30 18 78,26 5 21,74 - - 23

31 – 40 7 87,5 1 12,5 - - 8

4.8 Kategori Sikap Responden Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut Berdasarkan Kelompok Responden yang Mengajar Materi Orkes dan Materi Lain

Secara umum kedua kelompok responden yang mengajar materi Orkes (89,33%) dan materi lain (76,81%) tergolong dalam kategori sikap baik. Selain itu, tidak ada guru Orkes yang bersikap kurang terhadap kesehatan gigi dan mulut. Sebanyak 18,84% dan 4,35% dari responden yang mengajar materi lain mempunyai sikap yang sedang dan kurang terhadap kesehatan gigi dan mulut (Tabel 10).


(55)

Tabel 10. KATEGORI SIKAP RESPONDEN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT BERDASARKAN KELOMPOK RESPONDEN YANG MENGAJAR MATERI ORKES DAN MATERI LAIN (N=75)

Kelompok Responden

Sikap

Baik Sedang Kurang Jumlah

n % n % n % n

Guru Orkes 5 83,33 1 16,67 - - 6

Guru Materi Lain 53 76,81 13 18,84 3 4,35 69

4.9 Kategori Sikap Responden Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut Berdasarkan Lama Mengajar Responden

Secara umum, responden yang mengajar selama 1-10 tahun (72,73%), 11-20 tahun (81,82%), 21-30 tahun (78,26%) dan 31-40 tahun (87,5%) bersikap baik terhadap kesehatan gigi dan mulut (Tabel 11).

Tabel 11. KATEGORI SIKAP RESPONDEN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT BERDASARKAN LAMA MENGAJAR RESPONDEN (N=75)

Lama Mengajar Responden

(Tahun)

Sikap

Baik Sedang Kurang Jumlah

n % n % n % n

1 – 10 24 72,73 7 21,21 2 6,06 33

11 – 20 9 81,82 2 18,18 - - 11

21 – 30 18 78,26 4 17,39 1 4,35 23


(56)

4.10 Kategori Perilaku Responden Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut Menurut Kelompok Responden yang Mengajar Materi Orkes dan Materi Lain

Perilaku responden bagi kelompok guru Orkes adalah sama bagi skor baik, sedang dan kurang yaitu sebanyak 33,33%. Sementara, perilaku kelompok guru yang mengajar materi lain (43,48%) tertinggi di skor perilaku sedang (Tabel 12).

Tabel 12. KATEGORI PERILAKU RESPONDEN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT BERDASARKAN KELOMPOK RESPONDEN YANG MENGAJAR MATERI ORKES DAN MATERI LAIN (N=75) Kelompok

Responden

Perilaku

Baik Sedang Kurang Jumlah

n % n % n % n

Guru Orkes 2 33,33 2 33,33 2 33,33 6

Guru Materi Lain 22 31,88 30 43,48 17 24,64 69

4.11 Kategori Perilaku Responden Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut Berdasarkan Lama Mengajar Responden

Secara umum, responden yang mengajar selama 1-10 tahun (42,42%), 11-20 tahun (36,36%), 21-30 tahun (43,48%) dan 31-40 tahun (50%) tergolong dalam kategori perilaku sedang terhadap kesehatan gigi dan mulut (Tabel 13).


(57)

Tabel 13. KATEGORI PERILAKU RESPONDEN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT BERDASARKAN LAMA MENGAJAR RESPONDEN (N=75)

Lama Mengajar Responden

(Tahun)

Perilaku

Baik Sedang Kurang Jumlah

n % n % n % n

1 – 10 13 39,39 14 42,42 6 18,18 33

11 – 20 3 27,27 4 36,36 4 36,36 11

21 – 30 5 21,74 10 43,48 8 34,78 23


(58)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan sebahagian besar responden tergolong dalam kategori pengetahuan baik yaitu sebanyak 86,67%, diikuti kategori sedang sebanyak 10,67%, sedangkan kategori kurang hanya 2,67% (Tabel 2). Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Chikte dkk, terhadap 222 guru sekolah di Afrika Selatan, di mana mayoritas guru sekolah mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan gigi dan mulut.7 Hal ini disebabkan pentingnya tugas dan peran guru sekolah.

Semua responden (100%) mengetahui bahwa gigi sehat penting untuk kesehatan tubuh yang baik (Tabel 1). Hal yang sama dijumpai pada penelitian Ioan pada 197 orang guru sekolah di Romania pada tahun 2003 di mana 100% responden menyatakan gigi sehat penting untuk kesehatan tubuh yang baik.12

Sebanyak 73% responden mengetahui tentang penyebab gigi berlobang dan sebanyak 97,33% mengetahui tentang tanda-tanda radang gusi (Tabel 1). Hasil penelitian didukung oleh penelitian Khan, Al-Zaera dan Al-Mansour terhadap 297 orang guru sekolah di Riyadh, Saudi Arabia pada tahun 2001 yang melaporkan bahwa 65% mengetahui tentang penyebab gigi berlobang dan hanya 45,8% yang mengetahui tentang penyebab penyakit gusi.7

Masih ada lagi responden yang tidak tahu waktu erupsinya gigi geraham pertama (36%). Lebih dari setengah responden (57,33%) tidak mengetahui waktu


(59)

yang tepat untuk mengganti sikat gigi (Tabel 1). Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya informasi yang diperoleh responden tentang waktu yang tepat untuk mengganti sikat gigi .

Dari segi sikap, lebih dari separuh responden tergolong dalam kategori sikap baik yaitu sebanyak 77,33%, diikuti kategori sedang sebanyak 18,67% dan akhirnya kategori kurang 4% (Tabel 4). Penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua responden (98,67%) setuju bahwa mereka perlu tahu tentang kesehatan gigi dan mulut, (97,33%) setuju bahwa mereka perlu mengajar murid tentang kesehatan gigi dan mulut sementara 86,67% setuju untuk mengajar tentang penyebab penyakit gusi (Tabel 3). Hasil penelitian didukung oleh penelitian Mwangosi, Nyandindi dan Matee yang dilakukan pada 239 orang guru sekolah di Tanzania pada tahun 2001 menunjukkan sebanyak 92,89% memberikan pendidikan kesehatan pada murid, 93,72% mengajar tentang penyebab karies/gigi berlobang dan 92,89% mengajar tentang penyebab penyakit gusi.11 Dari penelitian ini, dilaporkan sebanyak 93,33% responden setuju untuk memberi pengarahan menyikat gigi dan hanya 68% setuju untuk memberikan kaunseling diet pada murid (Tabel 3). Hasil penelitian didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Petersen dan Esheng pada 138 orang guru di China pada tahun 1998 di mana 89% setuju untuk memberikan kaunseling diet pada murid.13

Walaupun demikian, masih ada responden (37,33%) yang menunjukkan sikap yang kurang memuaskan terhadap pernyataan gigi susu yang berlobang tidak perlu ditambal karena akan diganti gigi tetap. Hal ini mungkin terjadi karena


(60)

kurangnya kesadaran responden tentang pentingnya gigi susu yang sehat. Selain itu, masih ada lagi responden (14,67%) yang menyatakan kunjungan ke dokter gigi tidak perlu dilakukan secara rutin karena tidak sakit gigi (Tabel 5). Hal ini mungkin karena biaya perawatan gigi yang mahal seperti yang dilaporkan oleh The World Oral Health Report 2003 di mana penyakit gigi dan mulut merupakan peringkat keempat penyakit termahal dalam pengobatan.9 Selain itu, responden kurang mengunjungi dokter gigi mungkin karena takut terhadap dokter gigi.

Dari aspek perilaku, 42,67% responden tergolong dalam kategori perilaku sedang, diikuti kategori baik sebanyak 32%, dan kategori kurang 25,33% (Tabel 7). Meskipun pengetahuan dan sikap kebanyakan responden tergolong dalam kategori baik, perilaku responden masih dalam kategori sedang. Hal ini mungkin disebabkan responden menjumpai hambatan dalam pelaksanaan atau mungkin karena responden masih belum sadar tentang pentingnya kesehatan gigi dan mulut.

Penelitian menunjukkan bahwa sejumlah besar responden (80%) sudah menggunakan sikat gigi yang bulu sikatnya lembut dan kepalanya kecil, (72%) menggunakan pasta gigi berfluor untuk menyikat gigi. Sebanyak 60% responden sudah menyikat gigi pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur di mana 57,33% menyikat gigi selama 2 menit (Tabel 5). Penelitian yang dilakukan oleh Almas, Al-Malik, Al-Shehri dan Skaug terhadap 470 orang guru sekolah di Riyadh, Saudi Arabia pada 2001, melaporkan 52,5% menyikat gigi tiga kali sehari.8 Sementara itu, menurut penelitian yang dilakukan Holmberg dan Nilsson di Zambia terhadap 135 orang guru sekolah pada 2010 melaporkan bahwa 68% menyikat gigi tiga kali sehari


(61)

dan hanya 29% menyikat gigi dua kali sehari di mana 62% menyikat gigi pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur.15

Penelitian juga menunjukkan 56% responden tidak mengganti sikat giginya secara rutin (Tabel 5). Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan responden tentang waktu mengganti sikat gigi. Selain itu, sebanyak 50,67% responden tidak melakukan kunjungan ke dokter gigi secara berkala untuk memeriksakan gigi, di mana 37,33% darinya hanya mengunjungi dokter gigi waktu sakit gigi saja, sementara 10,67% pula tidak pernah ke dokter gigi karena tidak sakit gigi. Hal ini menunjukkan perilaku responden yang negatif terhadap pentingnya kunjungan ke dokter gigi secara berkala. Hasil penelitian juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Almas, Al-Malik, Al-Shehri dan Skaug terhadap 470 orang guru, di mana 59,5% hanya mengunjungi dokter gigi waktu sakit gigi saja.8

Penelitian menunjukkan sebahagian besar responden (86,67%) pernah mengajar murid tentang kesehatan gigi dan mulut (Tabel 5). Hasil penelitian didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Petersen dan Esheng pada 138 orang guru di China pada tahun 1998 di mana 92% mengajar murid tentang kesehatan gigi dan mulut.13

Sebahagian besar responden (81,33%) memperoleh informasi tentang kesehatan gigi dan mulut dari TV, 45,33% dari buku, 26,67% dari surat kabar dan 28% dari majalah (Tabel 8). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ioan pada 197 orang guru sekolah di Romania pada tahun 2003 melaporkan 71% memperoleh


(62)

informasi tentang kesehatan gigi dan mulut dari TV, 36% dari buku, 35% dari surat kabar, dan 55% dari majalah.12

Hasil penelitian juga menunjukkan kedua kelompok guru yang mengajar materi Orkes dan juga materi lain rata-rata mempunyai pengetahuan dan sikap yang baik terhadap kesehatan gigi dan mulut. Sementara perilaku mereka tergolong dalam kategori sedang. Ini mungkin karena responden masih belum mengadopsi perilaku baik terhadap kesehatan gigi dan mulut di mana mereka masih tidak sadar tentang pentingnya gigi dan mulut yang sehat, tidak tertarik, tidak mempertimbangkan dan tidak mencoba perilaku yang baik dan benar terhadap kesehatan gigi dan mulut.


(63)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan 86,67% guru sekolah dasar mempunyai pengetahuan baik. Dari segi sikap, 77,33% tergolong dalam kategori baik. Selain itu, hanya 32% guru sekolah dasar berperilaku baik terhadap kesehatan gigi dan mulut.

Dari segi pengetahuan, semua responden (100%) mengetahui bahwa gigi yang sehat penting untuk kesehatan tubuh yang baik. Selain itu, berdasarkan banyaknya responden yang memberikan jawaban yang paling tepat adalah pengetahuan tentang jumlah gigi susu (90,67%), tanda-tanda radang gusi (97,33%), penyebab gigi berlobang (97,33%), waktu menyikat gigi (93,33%), pasta gigi untuk mencegah gigi berlobang (92%) dan waktu melakukan kunjungan ke dokter gigi (88%). Namun, pengetahuan sebahagian besar responden mengenai waktu erupsinya gigi geraham pertama (36%) dan waktu yang tepat untuk mengganti sikat gigi (57,33%) masih rendah.

Sikap sebahagian besar responden positif dari segi kesediaan untuk menambal gigi berlobang (92%), mencabut gigi yang busuk (96%), menggunakan pasta gigi berfluor (94,67%). Semua guru sekolah dasar (100%) menyatakan bahwa gigi perlu disikat sebelum tidur. Guru-guru sekolah dasar juga bersikap positif terhadap kesediaan untuk mengajar murid tentang kesehatan gigi dan mulut (97,33%), penyebab penyakit gusi (93,33%) dan memberikan kaunseling diet pada murid


(64)

(68%). Walaupun demikian, sikap responden masih rendah dari segi kunjungan ke dokter gigi secara berkala di mana 14,67% tidak setuju melakukan kunjungan ke dokter gigi karena tidak sakit gigi dan waktu mengganti sikat gigi, di mana 14,67% menyatakan sikat gigi tidak perlu diganti 3 bulan sekali.

Perilaku sebahagian besar responden adalah baik dari segi menggunakan sikat gigi yang bulu sikatnya lembut dan kepalanya kecil (80%), menggunakan pasta gigi berfluor (72%) dan mengajar murid tentang kesehatan gigi dan mulut (86,67%). Sebaliknya, hanya sebanyak 60% responden menyikat gigi pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur dan hanya 57,33% menyikat gigi selama 2 menit. Selain itu, hanya 44% responden mengganti sikat gigi secara rutin setiap 3 bulan sementara hanya 49,33% responden mengunjungi praktek dokter gigi secara berkala, sedangkan 37,33% mengunjungi dokter gigi hanya pada waktu sakit gigi. Hal ini menunjukkan masih perlunya dilakukan upaya untuk meningkatkan peran guru di sekolah. Diharapkan melalui pengetahuan, sikap dan perilaku guru yang baik terhadap kesehatan gigi dan mulut dapat bantu mengedukasi siswa sehingga tercapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal pada anak sekolah.

6.2 Saran

1. Kepada guru diharapkan agar bersedia mengedukasi siswa tentang pentingnya kesehatan gigi dan mulut.

2. Kepada pengelola program Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) agar dapat lebih meningkatkan lagi peran guru dalam UKGS dari segi pencegahan dan pemeliharaan rongga mulut.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

1. Nuramaniah. Hubungan faktor manajemen dan tenaga pelaksana UKGS dengan cakupan pelayanan UKGS serta status kesehatan gigi dan mulut murid sekolah dasar di Kab. Aceh Tamiang. Tesis. Medan : Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU, 2009 :1-3.

2. Pintauli S. Analisis hubungan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terhadap status kesehatan gigi dan mulut siswa SD dan SMP di Medan. J Pendidikan dan Kebudayaan 2010 ; 16(4) : 376-89

3. Octiara E, dan Rosnawi Y. Karies gigi, oral higiene dan kebiasaan membersihkan gigi pada anak-anak panti Karya Pungai di Binjai. Dentika Dental J 2001;6(1):18-23.

4. Damanik S, dan Tandikin H. Pola penyelenggaraan upaya kesehatan gigi sekolah (UKGS) tingkat sekolah dasar pada Puskesmas di Kotamadya Medan 1989-1990. Laporan penelitian : 2-4.

5. Khoirurrijal. Kedudukan dan Peran Guru di Sekolah dan Masyarakat.


(66)

6. Anonymous. Pendidikan dan Masyarakat. Peran Guru dalam Pendidikan.

7. Al-Zaera B, Nazeer K, Al-Mansour. Dental caries, hygiene, fluorosis, and oral health knowledge of primary school teachers of Riyadh, Saudi Arabia. J Saudi Dental 2001;13 (5) :128-32.

8. Almas K, Al-Malik TM, Al-shehri M, Skaug N. The knowledge of oral hygiene methods and attendance pattern among school teachers in Riyadh, Saudi Arabia. J Saudi Medical 2003 ; 24 (4) : 1087-91.

9. Sondang P, Taizo H. Menuju gigi dan mulut sehat, pencegahan dan pemeliharaan. Medan : USU Press, 2008: 69-89.

10.Departemen Kesehatan RI. Pedoman pelaksanaan usaha kesehatan gigi sekolah, Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1996.

11. Mwangosi, Nyandidndi, Matee M. Participation of primary school teachers in oral health education in Rungwe District, Tanzania. J East African Medical 2001; 78 (4) :662-65.

12. Ioan D, Adina E, Petersen PE, Salavastaru C, Stan A. Oral health- teachers behavior change - a major factor of progress. J Preventive Medicine 2005 ;13 (8) : 108-15.


(67)

13.Petersen P.E, Esheng Z. Dental caries and oral health behaviour situation of children, mothers and schoolteachers in Wuhan, People’s Republic of China. J International Dental 1998 ; 48 (6) :210-16.

14.Conrado C.A, Maciel S.M, Oliviera M.R. A school based oral health educational program : the experience of Maringa, Brazil. J Appl Oral Sci 2004 ; 12 (7) : 27-33

15.Emmanuel A, Chang’endo E. Oral health behavior, knowledge, attitudes and beliefs among secondary school students in Iringa Municipality. J Dar-es-salam Medical Students Sept 2010 ; (7) : 24-30.

16.Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2003: 127-34.

17.Anonymous. WHO Fact sheet, What is oral health

18.Debnath T. Ashok’s public health and preventive dentistry. 2nd ed, Delhi ; AITBS Publishers & Distributors , 2002 :114-48.


(68)

(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan 86,67% guru sekolah dasar mempunyai pengetahuan baik. Dari segi sikap, 77,33% tergolong dalam kategori baik. Selain itu, hanya 32% guru sekolah dasar berperilaku baik terhadap kesehatan gigi dan mulut.

Dari segi pengetahuan, semua responden (100%) mengetahui bahwa gigi yang sehat penting untuk kesehatan tubuh yang baik. Selain itu, berdasarkan banyaknya responden yang memberikan jawaban yang paling tepat adalah pengetahuan tentang jumlah gigi susu (90,67%), tanda-tanda radang gusi (97,33%), penyebab gigi berlobang (97,33%), waktu menyikat gigi (93,33%), pasta gigi untuk mencegah gigi berlobang (92%) dan waktu melakukan kunjungan ke dokter gigi (88%). Namun, pengetahuan sebahagian besar responden mengenai waktu erupsinya gigi geraham pertama (36%) dan waktu yang tepat untuk mengganti sikat gigi (57,33%) masih rendah.

Sikap sebahagian besar responden positif dari segi kesediaan untuk menambal gigi berlobang (92%), mencabut gigi yang busuk (96%), menggunakan pasta gigi berfluor (94,67%). Semua guru sekolah dasar (100%) menyatakan bahwa gigi perlu disikat sebelum tidur. Guru-guru sekolah dasar juga bersikap positif terhadap kesediaan untuk mengajar murid tentang kesehatan gigi dan mulut (97,33%), penyebab penyakit gusi (93,33%) dan memberikan kaunseling diet pada murid


(2)

(68%). Walaupun demikian, sikap responden masih rendah dari segi kunjungan ke dokter gigi secara berkala di mana 14,67% tidak setuju melakukan kunjungan ke dokter gigi karena tidak sakit gigi dan waktu mengganti sikat gigi, di mana 14,67% menyatakan sikat gigi tidak perlu diganti 3 bulan sekali.

Perilaku sebahagian besar responden adalah baik dari segi menggunakan sikat gigi yang bulu sikatnya lembut dan kepalanya kecil (80%), menggunakan pasta gigi berfluor (72%) dan mengajar murid tentang kesehatan gigi dan mulut (86,67%). Sebaliknya, hanya sebanyak 60% responden menyikat gigi pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur dan hanya 57,33% menyikat gigi selama 2 menit. Selain itu, hanya 44% responden mengganti sikat gigi secara rutin setiap 3 bulan sementara hanya 49,33% responden mengunjungi praktek dokter gigi secara berkala, sedangkan 37,33% mengunjungi dokter gigi hanya pada waktu sakit gigi. Hal ini menunjukkan masih perlunya dilakukan upaya untuk meningkatkan peran guru di sekolah. Diharapkan melalui pengetahuan, sikap dan perilaku guru yang baik terhadap kesehatan gigi dan mulut dapat bantu mengedukasi siswa sehingga tercapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal pada anak sekolah.

6.2 Saran

1. Kepada guru diharapkan agar bersedia mengedukasi siswa tentang pentingnya kesehatan gigi dan mulut.

2. Kepada pengelola program Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) agar dapat lebih meningkatkan lagi peran guru dalam UKGS dari segi pencegahan dan


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Nuramaniah. Hubungan faktor manajemen dan tenaga pelaksana UKGS dengan cakupan pelayanan UKGS serta status kesehatan gigi dan mulut murid

sekolah dasar di Kab. Aceh Tamiang. Tesis. Medan : Bagian Ilmu Kesehatan

Masyarakat FKM USU, 2009 :1-3.

2. Pintauli S. Analisis hubungan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut

terhadap status kesehatan gigi dan mulut siswa SD dan SMP di Medan. J

Pendidikan dan Kebudayaan 2010 ; 16(4) : 376-89

3. Octiara E, dan Rosnawi Y. Karies gigi, oral higiene dan kebiasaan membersihkan gigi pada anak-anak panti Karya Pungai di Binjai. Dentika Dental J 2001;6(1):18-23.

4. Damanik S, dan Tandikin H. Pola penyelenggaraan upaya kesehatan gigi sekolah (UKGS) tingkat sekolah dasar pada Puskesmas di Kotamadya Medan 1989-1990. Laporan penelitian : 2-4.

5. Khoirurrijal. Kedudukan dan Peran Guru di Sekolah dan Masyarakat.


(4)

6. Anonymous. Pendidikan dan Masyarakat. Peran Guru dalam Pendidikan.

7. Al-Zaera B, Nazeer K, Al-Mansour. Dental caries, hygiene, fluorosis, and oral health knowledge of primary school teachers of Riyadh, Saudi Arabia. J Saudi Dental 2001;13 (5) :128-32.

8. Almas K, Al-Malik TM, Al-shehri M, Skaug N. The knowledge of oral hygiene methods and attendance pattern among school teachers in Riyadh, Saudi Arabia. J Saudi Medical 2003 ; 24 (4) : 1087-91.

9. Sondang P, Taizo H. Menuju gigi dan mulut sehat, pencegahan dan pemeliharaan. Medan : USU Press, 2008: 69-89.

10.Departemen Kesehatan RI. Pedoman pelaksanaan usaha kesehatan gigi sekolah, Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1996.

11. Mwangosi, Nyandidndi, Matee M. Participation of primary school teachers in oral health education in Rungwe District, Tanzania. J East African Medical 2001; 78 (4) :662-65.

12. Ioan D, Adina E, Petersen PE, Salavastaru C, Stan A. Oral health- teachers behavior change - a major factor of progress. J Preventive Medicine 2005 ;13 (8) : 108-15.


(5)

13.Petersen P.E, Esheng Z. Dental caries and oral health behaviour situation of children, mothers and schoolteachers in Wuhan, People’s Republic of China. J International Dental 1998 ; 48 (6) :210-16.

14.Conrado C.A, Maciel S.M, Oliviera M.R. A school based oral health educational program : the experience of Maringa, Brazil. J Appl Oral Sci 2004 ; 12 (7) : 27-33

15.Emmanuel A, Chang’endo E. Oral health behavior, knowledge, attitudes and

beliefs among secondary school students in Iringa Municipality. J

Dar-es-salam Medical Students Sept 2010 ; (7) : 24-30.

16.Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2003: 127-34.

17.Anonymous. WHO Fact sheet, What is oral health

18.Debnath T. Ashok’s public health and preventive dentistry. 2nd ed, Delhi ; AITBS Publishers & Distributors , 2002 :114-48.


(6)