Kesimpulan Kewenangan Pengadilan Negeri Menyelesaikan Sengketa Bisnis Dalam Hal Adanya Klausul Arbitrase

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dikemukakan di dalam skripsi ini, adalah : 1. Pengertian arbitrase termuat dalam Pasal 1 angka 8 Undang Undang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa No. 30 Tahun 1999 : Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa . Keberadaan arbitrase sebaga salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebenarnya sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan. Arbitrase diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Reglement op de Rechtsvordering RV dan Het Herziene Indonesisch Reglement HIR ataupun Rechtsereglement Bitengewesten RBg, karena semula Arbitrase ini diatur dalam Pasal 615 sd 651 reglement of de rechtvordering. Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak laku lagi dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Kemudian dalam UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan Universitas Sumatera Utara tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin perintah untuk dieksekusi dari Pengadilan. 2. Pasal 3 juncto asal 11 ayat 2 UU No. 30 Tahun 1999 mewajibkan lembagaperadilan untuk menghormati lembaga arbitrase, dinyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang mengadili sengketa yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Selain itu, pengadilan negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan dalam suatu penyelesaian sengekta yang telah ditetapkan melalui arbitrase. Hal itu merupakan prinsip limited court involvement. Dilarangnya campur tangan pengadilan hanya untuk menegaskan bahwa arbitrase adalah sebuah lembaga yang mandiri independen, dan menjadi kewajiban pengadilan untuk menghormati lembaga arbitrase. Namun demikian, Lembaga arbitrase membutuhkan dan masih tergantung pada pengadilan, misalnya dalam pelaksanaan putusan arbitrase. Adanya keharusan putusan arbitrase untuk di daftarkan di pengadilan negeri menunjukkan bahwa lembagaarbitrase tidak mempunyai upaya pemaksa terhadap para pihak untuk menaati putusannya. Dalam UU No. 30 Tahun 1999 banyak diatur peranan pengadilan dalam penyelenggaraan arbitrase, yaitu sejak dimulainya proses arbitrase sampai dilaksanakannya putusan arbitrase. Universitas Sumatera Utara

B. Saran-saran