BAB IV KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI MENYELESAIKAN BISNIS
YANG MENGANDUNG KLASUL ARBITRASE
A. Pelaksanaa Putusan Arbitrase Nasional
Dalam UU No. 30 Tahun 1999 tidak dirumuskan pengertian putusan arbitrase nasional, yang ada rumusan pengertian putusan arbitrase internasional. Di
dalamnya disebutkan, putusan arbitrase internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut
ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.
Secara penafsiran argumentum a contrario dapat dirumuskan bahwa putusan arbitrase nasional adalah putusan yang dijatuhkan di wilayah hukum Republik
Indonesia berdasarkan ketentuan hukum Republik Indonesia. Sepanjang putusan tersebut dibuat berdasarkan dan dilakukan di Indonesis, maka putusan arbitrase ini
termasuk dalam putusan arbitrase nasional. Untuk menentukan apakah putusan arbitrase itu merupakan putusan arbitrase
nasional atau internasional, didasarkan prinsip kewilayahan territory dan hukum yang digunakan dalam penyelesaian sengketa arbitrase tersebut. Di samping
berdasarkan tempat dijatuhkan putusan arbitrase, juga didasarkan hukum yang digunakan para pihak dalam menyelesaikan sengketa arbitrase tersebut. Jika
mempergunakan hukum asing sebagai dasar penyelesaian sengketanya, walaupun putusannya dijatuhkan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, putusan arbitrase
tersebut tetap merupakan putusan arbitrase internsional. Sebaliknya, walaupun para
Universitas Sumatera Utara
pihak yang bersengketa itu bukan berkewarganegaraan Indonesia, tetap memprgunakan hukum Indonesia sebagai dasar penyelesaian sengketanya
arbitrasenya, maka putusan arbitrase yang demikian merupakan putuasn arbitrase nasional, bukan putusan arbitrase internasional. Konvensi New York melalui Pasal l
menentukan patokan yang demikian untuk mengklasifikasikan putusan arbitrase sebagai putusan arbitrase dalam negeri.
55
Ciri putusan arbitrase asing yang didasarkan pada faktor teritorial, tidak menggantungkan syarat perbedaan kewarganegaraan maupun perbedaan tata hokum.
Meskipun pihak-pihak yang terlibat dalam putusan terdiri dari orang-orang Indonesia, dan sama-sama warga negara Indonesia, jika putusan dijatuhkan di luar
wilayah hukum Republik Indonesia, dengan sendirinya menurut hukum, putusan Dalam UU No. 30 Tahun 1999 telah dirumuskan pengertian putusan
arbitrase internasional yang merupakan penegasan lebih Ianjut dari Peraturan Mahkamah Agung PEMA No. 1 Tahun 1990 tentang fata Cara Pelaksanaan
Putusan Arbitrase Asing. Pasal 2 dari peraturan tersebut menegaskan, yang dimaksud dengan putusan arbitrase asing adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu
badan arbitrase ataupun arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai putusan arbitrase asing, yang berkekuatan hukum tetap.
Dari rumusan yang ada, suatu putusan arbitrase akan dikualifikasikan sebagai putusan arbitrase internasional atau asing, jika putusan arbitrase tersebut dijatuhkan
di luar teritorial hukum Republik Indonesia. Sepanjang putusan arbitrase tersebut diputuskan di luar wilayah Republik Indonesia, maka putusan itu dikualifikasikan
sebagai bagian dari wilayah hukum negara yang bersangkutan.
55
M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa. PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
tersebut dikualifikasikan menjadi putusan arbitrase asing. Dalam hal ini, faktor teritorial mengungguli maupun kesamaan tata hukum yang berlaku terhadap para
pihak, tunduk sepenuhnya kepada faktor teritorial. Asal putusan dijauhkan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, sudah pasti tergolong dan disebut putusan
arbitrase asing.
56
Dalam Konvensi New york 1958 tersebut, prinsip teritorial langsung dikaitkan dengan permintaan pengakuan dan eksekusi. Artinya untuk menegaskan
apakah suatu putusan termasuk putusan arbitrase asing, apabila pengangkutan dan eksekusi yang dijatuhkan di luar teritorial suatu negara pengangkutan dan eksekusi
kepada negara tersebut. Pengkaitan ini memang logis. Walaupun suatu putusan arbitrase dijatuhkan di luar wilayah dia itu putusan arbitrase asing atau tidak, apabila
ada permintaan kepada Pengadilan Negeri agar putusan itu diakui dan dieksekusi. Pengertian yang sama juga dianut oleh Konveni New York 1958. Pasal 1
ayat 1 merumuskan pengertian putusan arbitrase asing dengan kata-kata : arbiral awards made in the territory of a state other then the state where the recognition
and enforcement ofsuch awards are sough, and arising out of differences between persons whether physical of legal .
Dan bunyi pasal tersebut, dapat diketahui kalau prinsip territory yang dijadikan dasar mengkualitikasikan suatu putusan arbitrase itu
dijatuhkan di luar teritorial Republik Indonesia, maka putusan arbitrasenya dinamakan dengan putusan arbitrase asing atau internasional bilamana diputuskan di
luar wilayah dari negara yang diminta pengakuan recognition dan eksekusi enforcement.
56
lbid, hal. 75.
Universitas Sumatera Utara
Selama belum ada permintaan pengakuan dan eksekusi, kita akan perlu repot-repot untuk mengetahui dan meneliti setiap putusan yang dijauhkan diluar teritorial kita.
57
Syarat permintaan pengakuan dan eksekusi pada dasarnya merupakan suatu kesatuan dengan pprinsip teritorial. Prinsip teritorial baru eksekusinya diminatkan
kepada negara itu juga, dia tidak tergolong arbitrase asing, tapi termasuk putusan arbitrase domestik atau nasional.
58
Pasal 59 UU No. 30 Tahun 1999 menentukan batas waktu penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase nasional tersebut, yaitu dilakukan dalam waktu paling
lama 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan oleh arbiter atau Pengaturan pelaksanaan putusan arbitrase diatur sekaligus dalam suatu paket,
agar UU No. 30 Tahun 1999 dapat dioprasikan sampai pelaksanaan putusan, baik yang menyangkut masalah arbitrase nasional maupun internasional dan hal ini
secara system hokum dibenarkan. Pelaksanaan putusan arbitrase nasional harus dilaksanakan oleh para pihak secara sukarela. Jika para pihak tidak bersedia
memenuhi pelaksanaan putusan arbitrase nasional tersebut secara sukarela, maka putusan arbitrase nasional tersebut dilaksanakan secara paksa. Supaya putusan
arbitrase nasional dapat dilaksanakan, putusan tersebut harus dideponir ini dilakukan dengan cara menyerahkan dan mendaftarkan lembar asli atau salinan autentik
putusan arbitrase nasional oleh arbiter atau kuasanya kepada penitera Pengadilan Negeri. Penyerahan dan pendaftaran dimaksud dilakukan dengan pencatatan dan
penandatanganan bersama-sama pada bagian akhir atau kuasanya yang menyerahkan. Selanjutnya, catatan tersebut menjadi dan merupakan akta
pendaftaran pututsan arbitrase nasional.
57
lbid, hal. 39.
58
lbid, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
majelis arbitrase. Bila tindakan deponis terhadap putusan arbiter nasional tidak dipenuhi, maka berakibat putusan arbitrase nasional yang bersangkutan tidak dapat
dilaksanakan. Tindakan deponis putusan arbitrase nasional bukan hanya meupakan
tindakan pendaftaran yangbersifat administrasi belaka, tetapi telah bersifat konstitutif, dalam arti merupakan satu rangkaian dalam mata rantai proses arbitrase,
dengan resiko tidak dapat dieksekusi putusan jika tidak dilakukan pendeponiran tersebut.
59
59
Munir Fuady, Op.. cit, hal. 162.
Putusan arbitrase nasional yang telah dicatat dalam akta pendaftaran di kepaniteraan Pengadilan Negeri harus sudah dilaksanakan secara sukarela paling
lambat 30 tiga puluh hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri. Jika dalam waktu tersebut, putusan arbitrase nasional
belum dieksekusi, maka dilakukan pelaksanaan secara paksa ini diberikan ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersangketa. Putusan
arbitrase nasional yang telah dibubuhi perintah ketua Pengadilan Negeri, dapat dilaksanakan secara paksa, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan
putusan dalam perkara pardata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat, sehingga ketua
Pengadilan Negeri tidak diperkenankan untuk memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional. Kewenangan memeriksa alasan atau pertimbangan
dari putusan arbitrase nasional. Kewenangan memeriksa yang dipunyai ketua Pengadilan Negeri, terbatas pada pemeriksaan secara formal terhadap putusan
arbitrase nasional yang dijatuhkan oleh arbiter atau mejelis arbitrase. Pasal 62 ayat 2 UU No. 30 Tahun 1999 menegaskan bahwa ketua Pengadilan Negeri
Universitas Sumatera Utara
sebelum memberikan perintah pelaksanaan, memeriksa terlebih dahulu apakah putusan arbitrase nasional jika terdapat alasan-alasan, sebagai berikut :
60
Dari uraian di atas terlihat bahwa penolakan eksekusi oleh Pengadilan Negeri terhadap suatu putusan arbitrase hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan yang
sangat terbatas dan khusus. Karena itu, penolakan eksekusi tersebut oleh Pengadilan Negeri oleh hukum sendiri di harapkan tidak akan menimbulkan distorsi terhadap
sifat “final” dan “mengikat”nya suatu putusan arbitrase. Perintah pelaksanaan eksekusi ketua Pengadilan Negeri tadi ditulis pada lembar ash dan salinan autentik
putusan arbitrase nasional uang dikeluarkan. 1. putusan dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbiter yang tidak berwenang untuk
memeriksa, mengadili dan memutus perkara sengketa arbitrase yang bersangkutan.
2. putusan dijatuhkan melebihi batas kewenangan arbiter atau majelis arbitrase yang diberikan oleh para pihak yang bersengketa.
a. sengketa yang diputus bukan sengketa di bidang perdagangan yang menjadi wewenang lembaga arbitrase untuk menyelesaikannya.
b. sengketa yang diputus bukan mengenai hak vang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa. c. Sengketa yang diputus ternyata termasuk sengketa yang menurut peraturan
perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian. 3. putusan yang dijatuhkan ternyata bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum.
61
60
Huala Adolf, Arbitrase Dagang Internasional, Rajawali Press, Jakarta, 1994, hal.
61
Munir Fuady, Op.cit, hal. 165.
Universitas Sumatera Utara
B. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
1. Prinsip Final dan Binding
Putusan arbitrase internasional yang diakui dan dapat dijalankan di Indonesia, dianggap sebagai “suatu putusan arbitrase internasional yang
berkekuatan hukum tetap” dari putusan arbitrase Internasional di Indonesia. Demikian isi Pasal 68 ayat 1 UU No. 30 tahun 1999 yang menentukan
bahwa terhadap putusan arbirase Internasional, tidak dapat diajukan banding atau kasasi. Sebelumnya, Pasal 2 PEMA No. I Tahun 1990 juga menegaskan
hal yang sama. Demikian pula Pasal III New York Convention 1958 antara lain menyatakan “each contracting state sha recognize arbitral awards as binding
and enforce them”. Demikian jelaslah bahwa setiap anggota konvensi
berkewajiban shall mengakui putusan arbitrase internasional sebagai suatu putusan yung mengikat binding mempunyai kekuatan eksekusi terhadap para
pihak.
62
Dengan adanya penegasan pengakuan putusan arbitrase internasional yang diajukan permintaan eksekutoral kepada pengadilan, sama halnya sebagai
putusan yang berkekuatan hukum tetap, tidak ada alasan lagi untuk menolak atau menyatakan pemberian eksekutornya tidak dapat diterima, kecuali putusan
62
Huala Adolf, Arbitrase Dagang Internasional, Op. cit, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
melanggar asas-asas yang ditentukan. Di samping itu, dengan adanya penegasan ini, pengadilan tidak berwenang untuk mempermasalahkan materi
putusan. Tugas pokoknya dalam menjalankan fungsi eksekutor, hanya meneliti apakah ada dilanggar asas-asas yang dilarang maupun penggaran atas aturan
formal yang bersifat serius atau fundamental Bila tidak ada, dia harus memberi eksekutor. Bila ada, dia menolak memberi pemberian eksekutor.
63
Pasal 66 UU No. 30 Tahun 1999 antara lain menegaskan, putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik
Indonesia bila putusan tersebut dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase disuatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral
maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Demikian pula sebelumnya, Pasal 3 PEMA No. 1 Tahun 1990
2. Prinsip Resiproritas
Pengadilan dalam memberikan eksekutor juga harus berlandaskan pada prinsip resiproritas, yang berarti tidak semua putusan arbitrase Internasional dapat
diakui dan dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia. Indonesia hanya akan mengakui dan mengeksekusi putusan arbitrase Internasional tersebut juga
mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase Indonesia. Untuk itu, dipersyaratkan adanya ikatan secara bilateral maupun multiteral dengan Indonesia mengenai
pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Inilah yang dimaksud dengan asas atau prinsip resiproritas atau timbal balik.
63
M. Yahya Harahap, Op. cit, hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
menentukan syarat pengakuan dan pekasanaan putusan arbitrase asing didasarkan atas asas timbal balik resiprositas. Prinsip resiprositas ini pun juga diakui oleh
hukum internasional. Pasal 1 ayat 3 New York Convention 1958 antara lain menyatakan : any state may on the basis of reciprocity declare that it will apply the
Convention to the Recognition and Enforcement of awards only in the territory of another Contrating Stage“
. Dengan merujuk bunyi pasal 1 ayat 3 New York Convention
1958 dideklarasikan pernyataan prinsip resiprositas ini dalam Keputusan Presiden No.34 Tahun 1981, bahwa “the Government of Republic of Indonesia
declares that it will apply the Convencation on the basis of reciprociyy”. Sikap negara Indonesia yang berpegang teguh pada prinsip resiprositas
mengenai pengakuan dan pengeksekusian putusan arbitrase internasional, merupakan landasan atas prinsip kedaulatan negara dan hukum maupun pengadilan
negara dan bangsa Indonesia. Asas ini berpegang teguh pada prinsip saling hormat- menghormati diantara sesama bangsa dan negara lain. Kita akan menghormatinya
apabila secara timbal balik dia juga menghormati kita. Kita akan mengakui dan mengeksekusi putusan arbitrase yang dijatuhkan di suatu negara. Penegasan ini
bukan didasarkan atas sikap eksekusi. Tidak pula didasarkan atas sikap sempit dan ekstrim. Penegasan asas tersebut, didasarkan atas nilai-nilai hukum internasional
yang secara universal telah berlaku sejak dulu dalam semua bidang kehidupan antar bangsa. Prinsip resiprositas yang terjalin sejak dulu antar kehidupan bangsa,
meliputi semua aspek, termasuk bidang hukum.
64
Putusan arbitrase internasional yang diakui dan dapat dilaksanakan di Indonesia, selain harus memenuhi syarat diatas, juga harus putusan yang menurut
64
Huala Adolf, Hukum Arbitrase Komersial, Rajawali Press, Jakarta, 1993, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
hukum Indonesia termasuk dalam kasus atau ruang linkup hukum dagang atau perdagangan atau ekonomi. Sepanjang putusan arbitrase internasional itu termasuk
dalam ruang lingkup hukum perdagangan, maka dapat dilaksanakan pula di Indonesia.
Pembatasan ini dengan tegas disebutkan dalam pasal 66 UU No. 30 Tahun 1999 yang antara lain menyatakan, putusan arbitrase internasional yang diakui dan
dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas dalam ruang lingkup hukum perdagangan. Demikian juga pengaturan yang sama dapat dijumpai sebelumnya dalam Pasal 3
PEMA No. 1 Tahun 1990, yang menegaskan bahwa putusan-putusan arbitrase asing yang dapat diakui dan dieksekusi di Indonesia hanyalah terbatas pada putusan-
putusan yang menurut hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum dagang.
Baik Pasal 66 UU No. 30 Tahun 1999 maupun Pasal 3 PEMA No. 1 Tahun 1990 tidak lain adalah nasionalisasi bunyi Pasal 1 ayat 3 New York Convention
1958 maupun pernyataan yang di cantumkan dalam Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981. Pasal 1 ayat 3 New York Convention 1958 antara lain menyatakan :it
may also declare that it will apply the Convention onlv to differences arising out of legal telationships whether contractual or not, which are considered as commercial
inder the national law of state making .such declaration . Sedangkan dalam lampiran Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 antara
lain menyatakan : and that it will aplyy the Convention only to coA nsidered as commercial under the Indonesia law .
Berdasarkan ketentuan tersebut, jelaslah bahwa putusan arbitrase internasional yang dapat diakui dan dieksekusi oleh
pegadilan di Indonesia hanya terbatas pada putusan yang berhubungan dengan
Universitas Sumatera Utara
sengketa atau perselisihan di bidang hukum dagang atau ekonomi dalam artian yang luas.
Pembatasan inilah yang harus dijadikan sebagai salah satu patokan dalam penelitian pemberian eksekutor terhadap putusan arbitrase Internasional. Namun,
dalam hal ini jangan sampai terjebak kepada pemahaman hukum dagang yang terlampau sempit. Tetapi harus dipahami secara luas. Ke dalamnya termasuk nilai-
nilai globalisasi maupun kebiasaan-kebiasaan yang ada di atas asas-asasnya dalam hukum dagang Indonesia maupun dalam asas-asas hukum perjanjian.
Beberapa jenis bentuk bisnis yang dapat dimasukkaan kedalam ruang lingkup commercial
yang tidak diatur dalam hukum dagang Indonesia, sehingga merupakan hal baru dalam praktik hukum di lingkungan pengdilan. Namum
secara konkreto dia tergolong salah satu bentuk bidang bisnis. Dia dianggap sebagai salah satu aspek komersial.
3. Prinsip Ketertiban Umum
Putusan arbitrase Internsional hanya diakui dan dieksekusi di Indonesia bila putusan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum openbaar
orde menurut hukum di Indonesia. Dengan sendirinya permohonan eksekutor
akan ditolak jika putusan arbitrase yang dimintakan pengakuan dan pengeksekusian tersebut bertentangan dengan sendi-sendi asasi dari seluruh
sistem hukum dan masyarakat di Indonesia. Pasal 66 UU No. 30 Tahun 1999 antara lain dengan tegas mengakui prinsip ini.
dikatakan bahwa putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di Indonesia. Jika putusan dimaksud tidak bertentangan dengan
Universitas Sumatera Utara
etertiban umum. Sebelumnya, syarat yang demikian juga dicantumkan dalam Pasal V ayat 2 huruf b New York Cinvention 1985 yang menyatakan :”the
recognition; of enforcennt of the award would be country to the public policy of the country.
65
1. asli atau salinan autentik putusan arbitrase Internasional dengan disertai
naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia.
4. Pendoporian Putusan Arbitrase Internasional
Putusan arbitrase Internasional hanya dapat dieksekusi jika sebelumnya telah dideponir di kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tata caranya diatur
dalam Pasal 67 sd 69 UL1 No. 30 Tahun 1999, sebagai pembaruan ketentuan yang sama yang diatur dalam PEMA No. 1 Tahun 1990.
Pendeponiran putusan arbitrase Internasional dilakukan di kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, setelah arbiter atau kuasanya menyerahkan
dokumen-dokumen yang akan dideponir tersebut, meliputi :
2. asli atau salinan oientik perjanjian yang menjadi dasar putusan arbitrase
dengan disertai naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia. 3.
surat keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat putusan arbitrse Internasioanl ditetapkan, yang menyatakan bahwa
negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multiteral denga snegara Republik Indonesia perihal pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Permohonan pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase Internasional disampaikan
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan putusan yang isinya
65
Yahya Harahap, Op.cit, hal.45.
Universitas Sumatera Utara
menerima atau menolak untuk mengakui dan mengeksekusi suatu putusan arbitrase Internasional. Apabila putusan arbitrase internasional, maka putusannya bersifat
final, sehingga tidak dapat diajukan upaya banding atau kasasi. Sebaliknya, apabila putusan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak untuk mengakui dan
melaksanakan suatu putusan arbitrase Internasional, maka terhadapnya dapat diupayakan kasasi ke Mahkamah Agung. Selanjutnya dalam jangka waktu paling
lama 90 sembilan puluh hari setelah permohonan kasasi tersebut diterima, Mahkamah Agung akan mempertimbangkan serta memutuskannya untuk menerima
atau menolak pengajuan kasasi dimaksud. Putusan Mahkamah Agung ini juga bersifat final, karenanya tidak dapat diajukan upaya perlawanan apapun.
5. Syarat-Syarat Pelaksanaan Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional.
Tidak semua putusan arbitrase Internsional dapt diakui dan dilaksanakan eksekusinya di negara kita. Untuk dapat diakui dan dilaksanakan eksekusinya di
Indonesia harus memenuhi persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar suatu putusan arbitrase internasional dapat diakui dan dilaksanakan eksekusinya di
wilayah hukum Republik Indonesia, yaitu :
66
66
Komar Kantaatmadja, Beberapa Hal Tentang Arbitrase, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, 1989, hal. 11.
a. putusan dijtuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terkait pada perjanjian. baik secara bilateral maupun
Internasional, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase Internasional.
Universitas Sumatera Utara
b. putusan dimaksud terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
c. putusan dimaksud hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
d. putusan arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekutor dari ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
e. Putusan arbitrase Internasional dimaksud yang menyangkut negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan
setelah memperoleh eksekutor dari Mahkamah Agung yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terhadap putusan Agung
yang menerima atau menolak mengakui dan mengeksekusi arbitrase Internasional, tidak dapat diajukan upaya perlawanan apapun.
Suatu putusan arbitrase Internasional baru dapat dilaksanakan eksekusinya dengan putusan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam bentuk perintah
eksekutor. Pada dasarnya, pihak yang berwenang melaksanakan eksekusi putusan arbitrase Internasional tersebut kepada ketua Pengadilan Negeri lainnya sesuai
dengan kewenangan relatifnya untuk.
67
Pelaksanaan eksekusi terhadap putusan arbitrase Internasional dapat dilakukan dengan melakukan sita eksekusi atas harta kekayaan serta milik termohon
tata caranya mengikuti tata cara sebagaimana ditentukan dalam hukum acara perdata. Demikian pula dengan tata cara pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase
nasional mengikuti tata cara sebagaimana ditentukan dalam hukum acara perdata.
67
Erman Rajagukguk,Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan, Chandra Pratama, Jakarta, 2001, hal 39.
Universitas Sumatera Utara
C. Keterkaitan Arbitrase dan Pengadilan