205
Bab 6 Pengaruh Barat terhadap Perubahan Kehidupan Ekonomi dan Sosial ....
D. PERKEMBANGAN MASYARAKAT INDONESIA
PADA MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL HINDIA BELANDA
Dengan dibubarkannya VOC, Indonesia secara resmi berada langsung di bawah kekuasaan kerajaan Belanda dengan nama
Hindia Belanda. Sebelumnya, pada tahun 1795, Belanda sendiri telah menjadi jajahan Perancis di bawah Kaisar Napleon Bonaparte,
dan yang menjadi penguasa Belanda adalah adiknya Napoleon yaitu Louis Napoleon yang berkuasa sejak 1806. Jadi, secara tidak
langsung, Indonesia berada di bawah kekuasaan Perancis.
1. Pemerintahanan Daendels 1808 – 1811 dan Akibat yang
Ditimbulkan pada Bidang Sosial-Ekonomi dan Administrasi Pemerintahan Khususnya di Jawa
Tujuan dikirimnya Gubernur Jenderal Daendels ke Jawa adalah untuk memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis melawan Inggris
di Samudera Hindia. Daendels adalah seorang pemuja prinsip-prinsip revolusioner ala Revolusi Prancis. Napoleon Bonaparte adalah
idolanya. Usahanya dalam membangun Pulau Jawa salah satunya adalah dengan jalan memberantas ketidakefisienan, penyelewengan,
dan korupsi yang menyelimuti administrasi di pulau tersebut.
Dalam rangka mempertahankan Jawa dari serangan Inggris, Daendles membuat beberapa kebijakan, di antaranya:
a Membuat Grote Postweg Jalan Raya Pos dari Anyer Banten
sampai Panarukan Jawa Timur; jalan ini didirikan agar di setiap kotakabupaten yang dilaluinya terdapat kantor-kantor
pos; dengan adanya pos-pos ini maka penyampaian berita akan lebih cepat sehingga berita apa pun akan lebih cepat diterima.
b Mendirikan benteng-benteng pertahanan sebagai antisipasi terhadap serangan dari tentara Inggris yang juga ingin
menguasai Jawa. c Membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung
Kulon. d Menambah jumlah pasukan dari 4.000 orang menjadi 18000
orang, yang sebagian besar orang-orang Indonesia dari Maluku, Jawa.
e Mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya. Selain itu, Daendels juga mengubah sistem pemerintahan
tradisional dengan sistem pemerintahan Eropa. Pulau Jawa di bagi menjadi sembilan prefektur keresidenan, yang dikepalai oleh
seorang residen yang membawahkan beberapa bupati kabupaten. Para bupati ini diberi gaji tetap dan tidak diperkenanan meminta
upeti kepada rakyat. Dampaknya kewibawaan para bupati
Sumber: Indonesian Heritage 3
Gambar 6.22 Herman Willem Daendels
1762-1818
Kata Kunci kantor pos, prefektur, pajak,
partikelir, tanam paksa, preanger stelsel, rodi, ekspor, surplus,
liberal, undang-undang agraria, gubernur jenderal, tiras politika,
edukasi
Di unduh dari : Bukupaket.com
206
Sejarah SMAMA Program IPS Jilid 2 Kelas XI
dihadapan rakyatnya menjadi merosot, karena bupati adalah pegawai pemerintah yang harus tunduk kepada keinginan
pemerintah.
Rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang sangat hebat. Selain dituntut untuk membayar pajak-pajak pemerintah, mereka
juga diharuskan terlibat dalam kerja paksa rodi pelaksanaan pembangunan Jalan Raya Pos. Untuk menutupi biaya
pembangunan, tanah-tanah rakyat dijual kepada orang-orang partikelir Belanda dan Tionghoa. Penjualan tanah juga termasuk
penduduk yang mendiami wilayah tersebut, sehingga penderitaan rakyat kecil semakin bertambah akibat dari tindakan sewenang-
wenang para pemilik tanah. Ribuan rakyat Indonesia meninggal dalam pembuatan Jalan Raya Pos dikarenakan kerja yang sangat
berat sedangkan mereka tidak dibayar dan diberi makan dengan layak.
Pada bulan Mei 1811 kedudukan Daendels digantikan oleh Willem Janssens. Janssens tidak lama memerintah di Indonesia,
karena pada tanggal 18 September 1811 Janssens menyerah kepada Inggris di dekat Salatiga, setelah gagal dalam menahan serangan
Inggris di Semarang bersama dengan Legiun Mangkunegara, pecahan Mataram.
Pada tahun 1811 Belanda, Prancis menyerah kalah kepada Inggris di daerang Tuntang, daerah sekitar Salatiga Jawa Tengah.
Pemerintah kolonial Belanda terpaksa menandatangani perjanjian yang disebut Kapitulasi Tuntang tahun 1811, yang berisi:
1.
Pulau Jawa dan daerah sekitarnya yang dikuasai Belanda diserahkan kepada Inggris.
2. Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris.
3. Orang-orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan
Inggris.
2. Masa Sistem Tanam Paksa
Cultuur Stelsel
Pada masa awal ke-19 pemerintahan Belanda mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membiayai peperangan di Eropa maupun
di Indonesia, sehingga kerajaan Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar. Kesulitan ekonomi semakin parah
dengan terjadinya pemisahan Belgia 1830 dari Belanda, yang berakibat Belanda banyak kehilangan bisnis industrinya. Maka
dari itu, muncul pemikiran Van den Bosch dalam rangka menyelamatkan negerinya. Ia menyatakan bahwa daerah jajahan
merupakan tempat mengambil keuntungan bagi negeri induknya atau seperti dikatakan Baud “gabus tempat Belanda
mengapung”, artinya bahwa Jawa dianggap sebagai sapi perahan.
Antara tahun 1830-1870 giliran kaum konservatif Belanda yang mendominasi Indonesia yang memberlakukan sistem tanam
Sumber: Tempo
Gambar 6.23 Van den Bosch
Di unduh dari : Bukupaket.com
207
Bab 6 Pengaruh Barat terhadap Perubahan Kehidupan Ekonomi dan Sosial ....
paksa atau cultuur stelsel. Sistem tanam paksa didasarkan atas prinsip wajib atau paksa dan prinsip monopoli. Cultuur stelsel
diberlakukan oleh Gubernur Jenderal van den Bosch dengan tujuan memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu
singkat. Pemerintah kolonial mengerahkan tenaga rakyat tanah jajahan untuk mengusahakan tanaman-tanaman komoditas dunia.
Berikut ini beberapa pokok kebijakan cultuur stelsel yaitu: 1 Rakyat wajib menyediakan seperlima lahan garapannya untuk
ditanami tanaman wajib tanaman berkualitas ekspor. 2 Lahan yang disediakan untuk tanaman wajib dibebaskan dari
pembayaran pajak tanah. 3 Hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial.
Kelebihan hasil panen dibayarkan kembali kepada rakyat; 4 Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap
tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi.
5 Mereka yang tidak memiliki tanah wajib bekerja selama 66 hari setahun di perkebunan milik pemerintah.
6 Penggarapan tanaman wajib di bawah pengawasan langsung penguasa pribumi. Pegawai-pegawai Belanda mengawasi
jalannya penggarapan dan pengangkutan. Prinsip yang pertama dipergunakan menurut model yang telah
lama berjalan di Priangan, terkenal dengan Preanger-Stelsel atau seperti yang dipakai oleh VOC penyerahan wajib. Dalam sistem ini
pungutan dari rakyat tidak berupa uang tetapi berupa hasil tanaman yang dapat diekspor. Aturan yang digunakan yaitu, seperlima tanah
garapan rakyat yang ditanami padi di desa, wajib ditanami dengan jenis tanaman ekspor dengan memakai tenaga yang tidak melebihi
tenaga untuk menggarap tanah untuk padi. Bagian tanah itu bebas dari pajak. Surplus dari hasil penjualan diserahkan kembali kepada
desa. Kegagalan panen akan menjadi tanggung jawab pemerintah.
Gambar 6.24 Para petani Priangan Jawa
Barat pada abad ke-19 tengah memetik teh sebagai wujud
sistem Preanger Stelsel
Sumber: Tempo
Di unduh dari : Bukupaket.com
208
Sejarah SMAMA Program IPS Jilid 2 Kelas XI
Namun, dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan luar biasa. Rakyat justru sangat terbebani, karena mereka diharuskan
bekerja dengan waktu lebih lama untuk mengurus tanaman ekspor daripada mengurus padi, ditambah dengan adanya kewajiban kerja
rodi. Apabila dianggap lalai para petani akan menerima hukuman cambuk. Akibatnya terjadi bahaya kelaparan seperti yang terjadi
di Cirebon pada tahun 1843. Selain itu selisih atau surplus penjualan tidak pernah dikembalikan ke desa dan tidak sedikit
tanah untuk lahan pertanian dijadikan bagian untuk tanaman ekspor.
Sistem tanam paksa yang diberlakukan sejak tahun 1830 secara resmi berakhir pada tahun 1870 tetapi di beberapa daerah
seperti Priangan baru berakhir pada awal tahun 1917. Walaupun sangat menguntungkan Belanda, seperti dalam sebuah laporan
yang menyebutkan sejak tahun 1831 hingga tahun 1877 perbendaharaan Kerajaan Belanda telah menerima 832 juta gulden,
sistem tanam paksa tetap dihapuskan, setelah kemenangan golongan liberal di parlemen Belanda yang menentang
pelaksanaan sistem tanam paksa yang dianggap menyengsarakan rakyat negara terjajah. Sebagaimana yang diungkap dalam sebuah
buku novel berjudul Max Havelaar, yang ditulis oleh Eduar Douwes Dekker
1820–1887 dengan nama samaran Multatuli.
Buku ini mengungkapkan keadaan pemerintah kolonial yang bersifat menindas dan korup di daerah Lebak, Banten.
3. Undang-Undang Agraria 1870
Pada tahun 1870, pemerintahan Hindia Belanda memasuki masa ekonomi-liberal, yaitu dengan disahkannya Undang-Undang
Agraria Agrarische Wet yang dikeluarkan Parlemen Belanda. Tokoh yang mengeluarkan undang-undang ini adalah de Waal,
Menteri Jajahan dan Perniagaan Belanda. Secara umum, Undang- Undang Agraria 1870 bertujuan melindungi hak milik petani atas
tanahnya dan penguasaan pemodal asing, memberi peluang pada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia,
dan membuka kesempatan kerja pada penduduk Indonesia, terutama buruh pekerjaan.
Dalam Undang-Undang Agraria 1870 secara jelas disebutkan bahwa gubernur jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah
pemerintah. Tanah dapat disewakan paling lama 75 tahun. Yang disebutkan sebagai tanah milik pemerintah adalah hutan yang
belum dibuka, tanah yang berada di luar wilayah desa dan penghuninya, dan tanah milik adat. Sedangkan tanah penduduk
adalah semua sawah, ladang, dan sejenisnya yang dimiliki langsung oleh penduduk. Tanah semacam itu dapat disewa oleh
pihak asing selama lima tahun. Pengusaha swasta diperkenanan
Sumber: Indonesian Heritage 3
Gambar 6.25 Sampul Buku Max havelaar
karya Multatuli
Di unduh dari : Bukupaket.com
209
Bab 6 Pengaruh Barat terhadap Perubahan Kehidupan Ekonomi dan Sosial ....
seluas-luasnya untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Hanya orang
Indonesialah yang berhak memiliki tanah, tetapi orang-orang asing diperbolehkan untuk menyewa dari pemerintah sampai selama
tujuh puluh lima tahun. Masa ini dikenal dengan istilah “Politik Pintu Terbuka” atau “Open Door Policy”.
Jenis perkebunan yang dibuka misalnya gula, tebu, kopi, tembakau, teh, kina, kopra, dan sebagainya. Untuk kelancaran
produksi tanaman ekspor pemerintah Hindia Belanda membangun waduk-waduk, saluran irigasi, jalan kereta api dan dermaga
pelabuhan. Untuk pekerjaan ini kembali pemerintah Belanda mengerahkan tenaga rakyat dengan kerja rodi. Hal ini tentu
membawa kesengsaraan bagi rakyat. Lebih-lebih setelah tahun 1885 harga-harga komoditas ekspor menurun di pasaran karena daerah-
daerah di Eropa mulai menanam dan memproduksi gula, sama dengan produksi lainnya mengalami penurunan. Karena itu pada
tahun 1885–1900 disebut masa krisis perkebunan. Kemudian pada akhir abad ke-19 muncullah kritik-kritik yang tajam terhadap
pemerintah Hindia Belanda dan praktik liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan rakyat jajahan.
Sumber: Budaya Bahari, 2005
Produksi Penghasil Tanaman Pertanian
Daerah Pemasok Komoditas Ekspor ke India, Cina, Eropa Tengah dan
Timur
Hasil Pertanian
Daerah Penghasil
Jenis Komoditas Ekspor
Daerah
Beras Sumatera, Jawa,
Bali Beras
Sumatera Kopi
Sumatera, Jawa Kayu cendana
Jawa Tembakau
Jawa Jaour barus
Timor Gula
Jawa Rempah–rempah
lada, meerica, cengkeh, pala,
bunga pala Jawa, Maluku,
Banda Aceh
Lada, merica Sumatera,
Kailimantan cengkeh
Ambon Pala, bunga
pala Banda Aceh
Tabel Hasil Pertanian dan Jenis Komoditas Indonesia yang Diekspor pada Masa Kolonial
Di unduh dari : Bukupaket.com
210
Sejarah SMAMA Program IPS Jilid 2 Kelas XI
4. Lahirnya Pendidikan ala Barat Akibat Politik Balas-Budi
Van Deventer Keuntungan yang diperoleh bangsa Belanda dari hasil mengeruk
kekayaan alam bangsa Indonesia digunakan untuk membangun bangsa Belanda hingga bisa mencapai kemakmuran dalam segala
hal. Sebaliknya bangsa Indonesia mengalami kesengsaraan, kemiskinan, dan kemelararatan yang amat sangat. Bangsa
Indonesia terjebak dalam lingkaran kebodohan, kemiskinan dan ketrebelakangan karena tidak mendapatkan pendidikan yang
layak. Akibatnya hanya sedikit penduduk Indonesia yang sadar akan peranannya sebagai sebuah bangsa tersendiri.
Kesengsaraan rakyat pribumi banyak diketahui oleh orang- orang Belanda yang moderat. Salah satu di antara tokoh moderat
tersebut adalah Baron Van Houvel yang bergerak dalam parlemen Belanda. Houvel menyerukan kepada pemerintah kolonial untuk
lebih memperhatikan nasib kaum pribumi. Selain itu, tokoh lain yang memperjuangkan kepentingan pribumi adalah Van
Deventer
, seorang Belanda yang mempunyai perhatian yang besar terhadap negeri jajahan. Dia menulis dalam sebuah majalah
Belanda De Gids, dengan judul “Een Ereschuld” Utang Budi, yang di dalmnya mengkritik pemerintah Belanda yang telah
memperoleh berjuta-juta goulden dari keuntungan yang dihasilkan dari menjajah Indonesia, sehingga ia menyerukan agar
dilakukan sedikit perhatian khusus guna memajukan negeri jajahan. Ia lalu mengeluarkan gagasan tentang proses memajukan
negeri jajahan itu yang terdiri dari tiga poin utama yang sering disebut Trias Politika Van Deventer, yaitu:
a irigasi, yaitu melakukan perbaikan dan pengembangan dalam
bidang pengairan; b emigrasi, yaitu proses perbaikan dalam hal kependudukan;
c edukasi
, yaitu perbaikan dan pengembangan dalam bidang pendidikan.
Gambar 6.26 Perkebunan tembakau
Sumber: Indonesian Heritage 3
Di unduh dari : Bukupaket.com
211
Bab 6 Pengaruh Barat terhadap Perubahan Kehidupan Ekonomi dan Sosial ....
Faktor paling berpengaruh bagi perkembangan bangsa Indonesia dari ketiga gagasan tersebut adalah dalam bidang
pendidikan edukasi. Melalui pendidikan bangsa Indonesia mulai mengalami perkembangan pemikiran sebagai pondasi bagi lahirnya
ide tentang nasionalisme. Pemikiran tentang nasionalisme nantinya merupakan landasan untuk mengantarkan Bangsa Indonesia
mencapai kemerdekaan.
Sebelum abad ke-20, masalah pendidikan sudah mulai dikembangkan seperti yang dilakukan oleh Menteri Tanah Jajahan
Belanda, Frans Van de Putte yang memperkenalkan sistem pendidikan Barat sekitar tahun 1884. Tujuan pengembangan ini
adalah untuk menghasilkan tenaga administrasi Belanda yang terampil, terdidik, dan murah. Namun semenjak diberlakukannya
Politik Etis yang digagas oleh Van Deventer pemerintah Belanda lebih terdorong untuk mendirikan sekolah-sekolah secara
berjenjang. Selain karena tuntutan Van Deventer, hal ini juga bertujuan untuk mengarahkan pendidikan bagi masyarakat
Indonesia agar terbebas dari kebodohan sehingga mampu menyediakan tenaga ahli dan terdidik dalam segala bidang.
Perkembangan sekolah yang ada di Indonesia pada awalnya tentu tidak sebaik dan sebebas seperti sekarang. Banyak perbedaan
yang sangat mendasar antara sekolah jaman Belanda dengan sekolah jaman sekarang. Walaupun demikian, sekolah yang
pertama kali didirikan di Indonesia, jenjangnya hampir sama dengan sekolah yang ada pada saat ini, di antaranya adalah:
a ELS Europese Lagere School khusus untuk anak-anak Eropa
dan HIS Holands Inlandse School untuk anak-anak pribumi priyayi. Adapula sekolah dasar bagi pribumi yang dibedakan
antara sekolah kelas satu untuk golongan bangsawan dan kelas dua untuk golongan rakyat biasa.
Sumber: Indonesian Heritage 10
Gambar 6.27 Murid-murid Kelas empat
Kweek School Sekolah Guru di Probolinggo
Di unduh dari : Bukupaket.com
212
Sejarah SMAMA Program IPS Jilid 2 Kelas XI
b MULO Meer Uitgebreid Lagere Onderwijk yang dilanjutkan ke AMS Algemeene Middelbare School, yang lainnya ada HBS
Hogere Burger School dan KS Kweek School atau sekolah keguruan, merupakan sekolah setingkat SMP dan SMA.
c OSVIA Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren,
merupakan sekolah bagi para calon pegawai negeri, STOVIA School Toot Opleiding van Indische Artsen untuk sekolah
kedokteran, THS Technische Hogere School sebagai sekolah tinggi tehnik yang sekarang bernama ITB Institut Teknologi
Bandung; merupakan sekolah setingkat perguruan tinggi.
Dalam perkembangan selanjutnya, sekolah-sekolah ini telah memunculkan sekelompok intelektual muda berbakat yang sangat
berpengaruh. Dalam sejarah Indonesia selanjutnya mereka adalah orang-orang yang menjadi pelopor pencerahan bagi seluruh rakyat
Indonesia supaya timbulnya perasaan persatuan dan nasionalisme kebangsaan sehingga mengantarkan Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan walaupun dari sana masih perlu menempuh waktu yang relatif panjang.
Untuk menumbuhkan rasa ingin tahu, lakukanlah kegiatan berikut ini. Kalian tahu bahwa pada masa pemerintahan Hindia Belanda, banyak perlawanan yang dilakukan rakyat
Indonesia yang bersifat sosial, di antaranya peristiwa “pemberontakan” petani di Cilegon dan Banten sekitarnya pada tahun 1888, perlawanan kaum petani di Cirebon, serta yang
lainnya, sebagai akibat penerapan sistem tanam paksa dan usaha swasta. Kalian dapat mencari bahan sumbernya dari ensiklopedi, internet, media cetak, atau buku referensi
lainnnya. Tulislah kembali peristiwa tersebut pada kertas kosong. Kumpulkan pada gurumu. Selamat bekerja
KEGIATAN 6.4
E. PERKEMBANGAN MASYARAKAT INDONESIA