Teori Fiscal Federalism Landasan Teori dan Konsep

16 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Teori Fiscal Federalism

Teori Fiscal Federalism menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan dapat tercapai melalui pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal diartikan sebagai pelimpahan kewenangan terkait dengan pengambilan keputusan kepada pemerintah tingkat rendah Akai Sakata, 2002. Bodman et al. 2009 menyatakan bahwa secara teoritis desentralisasi fiskal merupakan devolusi tanggung jawab fiskal dan kekuasaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang dapat meningkatkan atau mengurangi ekonomi pertumbuhan. Fungsi utama dari desentralisasi fiskal yaitu meningkatkan efisiensi sektor publik dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang Faridi, 2011. Menurut Bahl 1999, dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip rules money should follow function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan. Artinya, setiap pelimpahan wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif dari kebijakan otonomi daerah, pelimpahan sebagian wewenang pemerintah dari pusat ke daerah. Artinya, semakin banyak wewenang yang dilimpahkan, maka kecenderungan semakin besar biaya yang dibutuhkan 17 oleh daerah. Namun, dalam pengelolaan pembiayaan tugas desentralisasi, prinsip efisiensi juga menjadi suatu ketentuan yang harus dilaksanakan. Teori Fiscal Federalism terbagi dalam dua perspektif yakni teori tradisional atau teori generasi pertama First Generation Theories dan teori perspektif baru atau teori generasi kedua Second Generation Theories. Hayek 1945 mengemukakan bahwa teori tradisional menekankan keuntungan alokatif dari desentralisasi. Dalam pandangan teori tradisional terdapat dua pendekatan yang menekankan keuntungan alokatif desentralisasi. Pertama, adalah tentang penggunaan knowledge in society, yang menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan yang terdesentralisasi akan dipermudah dengan penggunaan informasi yang efisien karena pemerintah daerah lebih dekat dengan masyarakat. Dalam konteks keuangan publik, pemerintah daerah mempunyai informasi yang lebih baik dibanding pemerintah pusat tentang kondisi daerah masing-masing, sehingga pemerintah daerah akan lebih baik dalam pengambilan keputusan penyediaan barang dan jasa publik dibanding penyediaan hal tersebut oleh pemerintah pusat. Keadaan ini disebut alloocative efficiency. Kedua, Tiebout 1956 memperkenalkan dimensi persaingan dalam pemerintah dan kompetisi antar daerah tentang alokasi pengeluaran publik memungkinkan masyarakat memilih berbagai barang dan jasa publik yang sesuai dengan selera dan keinginan mereka. Hal ini tidak terjadi jika pemerintah pusat sebagai penyedia barang dan jasa publik yang seragam. Teori generasi kedua yang dikenal dengan teori perspektif baru yang dikemukakan oleh Musgrave 1959 dan Oates 1972 lebih menekankan 18 pentingnya revenue dan expenditure assignment antar level pemerintahan. Teori ini menjelaskan bagaimana desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap perilaku pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah mempunyai kewenangan membuat peraturan tentang ekonomi lokal, maka campur tangan pemerintah pusat dalam perekonomian daerah dibatasi. Menurut Mardiasmo 2002, desentralisasi fiskal menuntut tiap-tiap daerah memiliki kemandirian fiskal yang tinggi dengan mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dari pemerintah pusat. Desentralisasi fiskal dikatakan menawarkan sejumlah manfaat bagi tata kelola sektor publik, termasuk pertumbuhan, akuntabilitas, dan responsivitas para pejabat pemerintah terhadap tuntutan lokal dan kebutuhan Amagoh Amin, 2012. Desentralisasi fiskal dapat dibagi menjadi dua luas kategori, yaitu: i otonomi fiskal pemerintah daerah, dan ii pentingnya fiskal pemerintah daerah. Otonomi fiskal pemerintah daerah berkaitan dengan transfer fiskal antar pemerintah. Pinjaman daerah dan tanggung jawab untuk penyediaan barang dan jasa publik, sedangkan kepentingan fiskal terhubung langsung dengan tingkat tanggung jawab pengeluaran pemerintah daerah terhadap tingkat dari seluruh pengeluaran pemerintah Aristovnik, 2012. Desentralisasi fiskal memberikan struktur insentif yang lebih besar bagi pemerintah untuk lebih efisien dalam mengalokasikan sumber daya keuangannya, namun itu tidak selalu mengaruh pada pertumbuhan yang kuat karena meningkatknya kesenjangan antar daerah terutama di tingkat kapasitas pembangunan dan sumber daya Tirtosuharto, 2010. 19 Menurut Penthury 2011, dalam desentralisasi fiskal pemerintah daerah harus mampu memberikan fasilitas pelayanan publik dengan baik untuk seluruh masyarakat lokal. Infrastuktur merupakan kunci dari pertumbuhan ekonomi, dengan menyiapkan infrastuktur yang baik maka akan meningkatkan produktivitas Modebe et al, 2012. Pemberian pelayanan publik kepada masyarakat sangat penting mengingat masyarakat telah memberikan sumber daya kepada daerah berupa pembayaran pajak-pajak yang mampu meningktakan penerimaan daerah. Untuk mencapai salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal, yakni meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat maka pemerintah daerah dituntut untuk mengelola keuangan daerahnya dengan baik dan mengalokasikan pengeluaran yang lebih besar untuk belanja langsung, khususnya belanja modal Irwanti, 2014.

2.1.2 Pendapatan Asli Daerah PAD

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

7 91 72

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 90 92

Pengaruh Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau

12 97 86

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah di Provinsi Aceh

1 50 99

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

4 50 84

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Tahun 2009-2012

1 17 161

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

0 1 12

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11