Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA PADA KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
RIVA UBAR HARAHAP
087017070/Akt
S
E K
O L A
H
P A
S C
A S A R JA N
A
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA PADA KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RIVA UBAR HARAHAP
087017070/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(3)
Judul Tesis : PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PADA KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Riva Ubar Harahap
Nomor Pokok : 087017070
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Prof. Dr. Erlina, SE., M.Si., Ak) (Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 03 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Erlina SE, M.Si, Ak
Anggota 1. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, SE, MAFIS, MBA, Ak 3. Iskandar Muda, SE, M.Si, Ak
(5)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PADA KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA”.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, September 2010 Yang membuat Pernyataan,
(6)
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, pengujian metode dengan analisis regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel dalam penelitian ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai variabel independen dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai variabel dependen. Sampel penelitian adalah 25 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Data DAU, DAK, dan DBH diperoleh dari situs www.djpkd.depkeu.go.id. Data Indeks Pembangunan Manusia diperoleh dari Badan Pusat Statistik.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa DAU, DAK, dan DBH secara simultan berpengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan hipotesis penelitian. DAU, DAK dan DBH secara parsial tidak berpengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan hipotesis penelitian.
Kata Kunci: Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Indeks Pembangunan Manusia.
(7)
ABSTRACT
The purpose of this study is to identify and analyze whether General Allocation Fund (DAU), Special Allocation Fund (DAK) and Profit Sharing Fund (DBH) influence simultaneously and partially to Human Development Index (IPM).
The analytical method used is multiple regressions by doing classic assumption test method prior to gather the best model research. These variabel research such as the General Allocation Fund, Special Allocation Fund and Profit Sharing Fund are independent variables and Human Development Index is dependent variable. Research sample is 25 district/city in North Sumatera Province. DAU, DAK and DBH obtained from www.djpkd.depkeu.go.id. The data of Human Development Index obtained from Indonesia Statistics Centre Institution.
The results of this study concluded that the General Allocation Fund, Special Allocation Fund and Profit Sharing Fund influence simultaneously to the Human Development Index. The result consistent with research hypothesis. General Allocation Fund, Special Allocation Fund and Profit Sharing Fund have no effect partially to the Human Development Index. The result consistent with research hypothesis.
Keywords: General Allocation Fund, Special Allocation Funds, Profit Sharing Fund, the Human Development Index.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara”.
Tesis ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak selaku Ketua Program Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan bertindak sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan hingga selesainya tesis ini.
4. Ibu Tapi Anda Sari Lubis, SE, M.Si, Ak selaku Sekretaris Program Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan bertindak sebagai Dosen Pembanding.
(9)
5. Ibu Prof. Dr. Erlina, SE, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk menyusun tesis ini.
6. Bapak Drs. M. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk menyusun tesis ini.
7. Bapak Iskandar Muda, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembanding, yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini.
8. Ayahanda Alm. Rahman Naposo Harahap dan Ibunda Hanifah Harahap yang telah memberikan kasih sayang dan pendidikan serta senantiasa mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana. Juga terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Papa (Sukemi) dan Ibunda (Nani Muryani) yang senantiasa mendoakan penulis.
9. Istri (Elvi Sufiani, SE) dan anakku tersayang (Elisya Rahman Harahap), yang banyak memberikan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. 10. Saudara-saudara penulis, Alm. Kak Tatiana Hrp, Kak Linda Nora Hrp, Bang Rudi
Lantosan Hrp, Bang Nanang, Adinda Gaharani Rumambe Hrp, Fauzul Azim, Wiwin dan Agus, terima kasih atas dukungannya.
11. Teman-temanku seperjuangan di Kantor Akuntan Publik: Bang Fauzi, Bang Amri, Adinda Enda, Adinda Wan, dan teman-teman yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu.
(10)
12. Teman-temanku seperjuangan Angkatan XV Program Magister Akuntansi USU Bang Syahril, Bang Ewin, Adinda Agus yang telah banyak membantu pada masa perkuliahan dan teman-teman yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu.
13. Bapak dan Ibu tata usaha Sekolah Pascasarjana Fakultas Ekonomi USU-MEDAN. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Rabbal Alamin...
(11)
RIWAYAT HIDUP
Da
ta
Prib
adi
Nama : Riva Ubar Harahap
Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 10 September 1976 Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jln. Platina IV Gg. Keluarga Titi Papan Medan Telp/HP : 081361796250
Pendidikan
Tamatan Sekolah Dasar Negeri 142427 Padangsidimpuan tahun 1989.
Tamatan Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Padangsidimpuan tahun 1992. Tamatan Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Padangsidimpuan tahun 1995.
Tamatan Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara tahun 2001.
Tamatan Pendidikan Profesi Akuntansi Universitas Sumatera Utara tahun 2008.
Pengalaman Kerja
Bekerja di Kantor Akuntan Publik Paul Hadiwinata, Hidadjat, Arsono, Ade Fatma dan Rekan sebagai staf Auditor.
Staf Pengajar di Politeknik Poliprofesi Medan.
Staf Pengajar di Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I).
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I PENDAHULUAN………. 1
1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.5. Manfaat Penelitian... 9
1.6. Originalitas ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 11
2.1. Uraian Teori ... 11
2.1.1. Dana Alokasi Umum ... 11
2.1.2. Dana Alokasi Khusus ... 15
2.1.3. Dana Bagi Hasil ... 19
2.1.4. Indeks Pembangunan Manusia ... 21
2.2.Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 30
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS... 32
(13)
BAB IV METODE PENELITIAN... 35
4.1. Jenis Penelitian ... 35
4.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 35
4.3. Populasi dan Sampel ... 35
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 37
4.5. Definisi Operasional Variabel ... 37
4.6. Model Analisis Data ... 39
4.6.1. Pengujian Outlier... 40
4.6.2. Pengujian Asumsi Klasik ... 40
4.6.2.1. Uji Normalitas ... 40
4.6.2.2. Uji Multikolinearitas ... 41
4.6.2.3. Uji Autokorelasi ... 41
4.6.2.4. Uji Heteroskedastisitas ... 42
4.6.3. Pengujian Hipotesis ... 42
4.6.3.1. Koefisien Determinasi (R2) ... 42
4.6.3.2. Uji Statistik F ... 43
4.6.3.3. Uji Statistik t ... 43
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 44
5.1. Hasil Penelitian... 44
5.1.1. Statistik Deskriptif ... 44
5.1.2. Uji Asumsi Klasik ... 48
5.1.2.1. Uji Normalitas ... 48
5.1.2.2. Uji Multikolinearitas ... 49
5.1.2.3. Uji Autokorelasi... 51
5.1.2.4. Uji Heterokedastisitas ... 51
5.1.3. Pengujian Hipotesis ... 52
(14)
5.1.3.3. Uji Statistik T... 54
5.2. Pembahasan ... 54
5.2.1. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia ... 55
5.2.2. Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia ... 56
5.2.3. Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Indeks Pembangunan Manusia ... 56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 58
6.1. Kesimpulan ... 58
6.2. Keterbatasan ... 58
6.3. Saran ... 59
(15)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Daftar Tinjauan atas Peneliti Terdahulu ... 31
4.1. Data Sampel Kabupaten dan Kota ... 36
4.2. Definisi Operasional Variabel... 39
5.1. Data Jumlah Kabupaten dan Kota ... 44
5.2 Statistik Variabel ... 45
5.3. Nilai Koefisien Korelasi ... 50
5.4. Nilai Tolerance dan VIF ... 50
5.5. Hasil Uji Autokorelasi ... 51
5.6. Nilai Koefisien Determinasi ... 53
5.7. Hasil Pengujian Hipotesa Uji F ... 53
(16)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1. Kerangka Konseptual ... 31
5.1. Histogram Uji Normalitas ... 48
5.2 Normal P - P Plot ... 49
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
I Hasil Regresi Berganda... 63 II Data Penelitian ... 69
(18)
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, pengujian metode dengan analisis regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel dalam penelitian ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai variabel independen dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai variabel dependen. Sampel penelitian adalah 25 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Data DAU, DAK, dan DBH diperoleh dari situs www.djpkd.depkeu.go.id. Data Indeks Pembangunan Manusia diperoleh dari Badan Pusat Statistik.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa DAU, DAK, dan DBH secara simultan berpengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan hipotesis penelitian. DAU, DAK dan DBH secara parsial tidak berpengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan hipotesis penelitian.
Kata Kunci: Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Indeks Pembangunan Manusia.
(19)
ABSTRACT
The purpose of this study is to identify and analyze whether General Allocation Fund (DAU), Special Allocation Fund (DAK) and Profit Sharing Fund (DBH) influence simultaneously and partially to Human Development Index (IPM).
The analytical method used is multiple regressions by doing classic assumption test method prior to gather the best model research. These variabel research such as the General Allocation Fund, Special Allocation Fund and Profit Sharing Fund are independent variables and Human Development Index is dependent variable. Research sample is 25 district/city in North Sumatera Province. DAU, DAK and DBH obtained from www.djpkd.depkeu.go.id. The data of Human Development Index obtained from Indonesia Statistics Centre Institution.
The results of this study concluded that the General Allocation Fund, Special Allocation Fund and Profit Sharing Fund influence simultaneously to the Human Development Index. The result consistent with research hypothesis. General Allocation Fund, Special Allocation Fund and Profit Sharing Fund have no effect partially to the Human Development Index. The result consistent with research hypothesis.
Keywords: General Allocation Fund, Special Allocation Funds, Profit Sharing Fund, the Human Development Index.
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh Program Pembangunan PBB atau UNDP sejak tahun 1990 dalam seri laporan tahunan yang diberi judul “Human Development Report”. Indeks ini disusun sebagai salah satu dari indikator alternatif, selain pendapatan nasional per kapita, untuk menilai keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara. Indeks Pembangunan Manusia ini meranking semua negara dengan skala 0 (nol) sampai 1 (satu). Angka nol menyatakan tingkat pembangunan manusia yang paling rendah dan angka 1 menyatakan tingkat pembangunan manusia yang paling tinggi.
Ada tiga indikator yang dijadikan tolok ukur untuk menyusun Indeks Pembangunan Manusia. Pertama, usia panjang yang diukur dengan rata-rata lama hidup penduduk atau angka harapan hidup di suatu negara. Kedua, pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang bisa membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga). Ketiga, penghasilan yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan daya belinya untuk tiap-tiap negara. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia yang telah disusun, maka bisa ditetapkan tiga kelompok negara. Pertama, negara dengan tingkat pembangunan manusia yang rendah bila IPM-nya berkisar antara 0 sampai
(21)
0,5. Negara yang masuk kategori ini sama sekali atau kurang memperhatikan pembangunan sumber daya manusia. Kedua, negara dengan tingkat pembangunan manusia sedang jika IPM-nya berkisar antara 0,51 sampai 0,79. Negara yang masuk dalam kategori ini mulai memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya. Ketiga, negara dengan tingkat pembangunan manusia tinggi jika IPM-nya berkisar antara 0,80 sampai 1. Negara yang masuk dalam kategori ini sangat memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya.
Selain ditampilkan sebagai indikator tunggal, IPM biasanya juga ditampilkan bersama-sama dengan ranking pendapatan per kapita, hasilnya bisa bervariasi. Ada negara yang ranking pendapatan per kapitanya masuk ranking atas, tetapi IPM-nya masuk ranking rendah. Ini artinya hasil pembangunan yang tampak dari pendapatan per kapita tinggi tidak dipakai untuk mengembangkan sumber daya manusia. Ada negara yang pendapatan per kapitanya masuk ranking bawah tetapi IPM-nya masuk ranking yang tinggi. Artinya, meskipun masuk ke dalam negara yang miskin, tetapi dengan pendapatan yang kecil itu negara atau pemerintah memakainya untuk mengembangkan sumber daya manusia. Ada lagi yang konsisten antara ranking atau urutan IPM dengan ranking atau urutan pendapatan per kapitanya. IPM-nya ranking atas dan pendapatan per kapitanya juga ranking atas.
Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah pendapatan perkapita. Peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan bukti keberhasilan pembangunan yang merupakan salah satu tugas pemerintah. Pendapatan perkapita menunjukkan
(22)
rata-rata tingkat pendapatan masyarakat pada suatu daerah. Pemerintah pusat dalam rangka desentralisasi kewenangannya memberikan dana transfer kepada pemerintah daerah (pemda). Salah satu kegunaan dari pendapatan perkapita adalah turut menentukan seberapa besar jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) yang akan diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Nilai DAU menggunakan pendapatan perkapita sebagai salah satu komponen penghitungannya. Hal ini dapat dilihat pada bagian penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan. Selain DAU, pemerintah juga menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai sarana untuk menyediakan sarana dan prasarana bagi masyarakat.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada bagian penjelasan Pasal 28 ayat (2) menyebutkan bahwa jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap daerah. Oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui lebih lanjut seberapa besar pengaruh keuangan daerah terhadap indeks pembangunan manusia.
PADA tahun 2004 ini, Indonesia menempati urutan ke 111 dalam Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) dari 177 negara yang diperingkat oleh Program Pembangunan PBB atau United Nations Development Program (UNDP). Di antara negara Asia Tenggara yang maju, posisi Indonesia berada di paling bawah. Urutan paling atas adalah Singapura, disusul berturut-turut:
(23)
Brunei, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Negara yang berada di bawah peringkat Indonesia masing-masing secara berturut-turut adalah Vietnam, Kamboja, Myanmar, Laos, dan Timor Timur (Suara Merdeka, 16 Juli 2004).
Bila dilihat dari potensi sumber daya alam urutan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia seharusnya jauh lebih baik. Persebaran Sumber Daya Alam Hayati terdiri dari sumber daya alam hewani dan nabati yang tersebar di darat dan laut selain hutan yang luas, Indonesia memiliki perkebunan dan pertanian tersebar hampir di seluruh Indonesia. Jumlah dan kualitas sumber daya alam sangat banyak dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia selain itu kualitasnya pun sangat bagus sehingga dapat diekspor di berbagai negara sehingga dapat memenuhi devisa negara.
Pemanfaatan Sumber Daya Alam Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai modal dasar, sumber daya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya tetapi dengan cara yang tidak merusak. Oleh karena itu, cara-cara yang dipergunakan harus dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agar modal dasar tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan di masa datang.
Jumlah penduduk miskin dan angka pengangguran di Sumatera Utara yang masih tinggi, dinilai perlu untuk terus ditekan persentasenya pada 2011. Sebab, bila dua hal ini tidak segera ditangani, dampaknya bisa menyebabkan kerawanan sosial dan terjadinya instabilitas di tingkat lokal. Dari akhir Desember 2009 hingga April 2010, sebaran penduduk yang menganggur masih menumpuk di perkotaan, dan
(24)
sebaran penduduk miskin masih tetap dominan di pedesaan. Dengan kondisi seperti ini, Sumut perlu melakukan tekanan terhadap kinerja untuk mengentaskan dua hal tersebut. Karena dua hal ini memang jadi prioritas untuk dilakukan Sumut, yakni dengan mengarahkan program pembangunan ke kecamatan dan desa-desa miskin, serta dilakukan dengan pola padat karya. Dengan pola seperti ini, pelaksanaan program pembangunan Sumut yang diselaraskan dengan program nasional bisa mampu meningkatkan ketersediaan dan perbaikan serta pemeliharaan prasarana dan
sarana fisik yang ada. Disebutkannya, jumlah pengangguran terbuka tahun 2009 di Sumut masih tercatat sekitar 521 ribu jiwa (8,3 persen) dari total angkatan kerja.
Sebaran jumlah pengangguran ini banyak terdapat di perkotaan. Sedangkan di pedesaan sebaran penduduk miskinnya masih besar yang pada 2009 mencapai 1,5
juta jiwa (11,51 persen).
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, menekankan perlu juga dipacu pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,3-6,8 persen per tahun, dengan inflasi yang dapat dikendalikan pada kisaran 4-6 persen per tahun pada 2011. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui Dirjen Pembangunan Daerah Kemendagri, Syamsul Arif juga menekankan agar Sumut bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 6,50 persen pada 2011. Karena pertumbuhan itu bisa menekan angka penduduk miskin bisa mencapai 1.379.140 jiwa. Kemudian meningkatkan angka melek huruf hingga mencapai 98,21 persen, dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi 79,50 (Batakpos, http;//tnp2k.wapresri.go.id).
(25)
Pembangunan di Indonesia pada daerah kabupaten dan kota sampai saat ini masih bergantung pada dana transfer dan pemerintah pusat. Kabupaten/kota baru berdiri yang berasal dari pemekaran pada awal pemerintahan bergantung kepada dana perimbangan dari pemerintah pusat. Menurut Simanjuntak (2001) dalam Ndadari dan Adi (2008) walaupun otonomi sudah berjalan di tiap kabupaten dan kota namun pemerintah daerah belum sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat salah satunya dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah.
Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), DAU, dan Dana Alokasi Khusus.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketiga bagian tersebut mempunyai peranan dalam meningkatkan pembangunan di kabupaten/kota.
Menurut Adi dan Ndadari (2008) permasalahan yang terjadi saat ini adalah pemerintah daerah terlalu menggantungkan alokasi DAU untuk membiayai belanja modal dan pembangunan tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Saat alokasi DAU yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar pada
(26)
periode berikutnya DAU yang diperoleh tetap. Hal ini menunjukkan bahwa DAU merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung dalam peningkatan kemakmuran masyarakat di daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, pemerintah pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari DAU, DAK, dan bagian daerah dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam (Maimunah, 2006). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa DAK merupakan bantuan pemerintah pusat kepada pemda dalam rangka pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar untuk membantu percepatan pembangunan daerah. Jenis pelayanan yang termasuk dalam pelayanan dasar tersebut diantaranya adalah pendidikan, kesehatan, jalan, irigasi, dan air minum sebagai prasarana dasar (http://balitbang.depkominfo.go.id).
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Mardiasmo menyatakan bahwa DAK merupakan dana yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, terutama untuk membantu membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Daerah yang akan mendapatkan alokasi DAK adalah daerah-daerah yang memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kebijakan alokasi DAK antara lain
(27)
di bawah rata-rata nasional dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar yang sudah merupakan urusan daerah; menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di wilayah pesisir dan kepulauan, perbatasan darat dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, serta termasuk daerah ketahanan pangan; mendorong penyediaan lapangan kerja, mengurangi jumlah penduduk miskin, serta mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan sel-sel pertumbuhan di daerah; menghindari tumpang tindih kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran kementerian/lembaga; serta mengalihkan kegiatan-kegiatan yang didanai dari dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang telah menjadi urusan daerah secara bertahap ke DAK (http://www.perbendaharaan.go.id).
Abdullah dan Halim (2004) dalam Maimunah (2006) menggunakan lag dalam meneliti pengaruh DAU dan PAD terhadap belanja pemerintah. Belanja pemerintah adalah salah satu sarana untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. Abdullah dan Halim (2004) pada penelitian yang lain juga menggunakan data change perubahan belanja modal dan belanja pemeliharaan dari tahun 2003 ke tahun 2004. Berdasar pada hal tersebut peneliti juga menggunakan time lag dalam penelitian ini sebab DAK, DAU, dan PAD tidak langsung memberikan efek pertumbuhan ekonomi kepada masyarakat pada tahun anggaran yang sama.
Penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda-beda mengenai pengaruh DAK, DAU terhadap belanja pemerintah, oleh sebab itu peneliti ingin meneliti lebih lanjut untuk mengetahui apakah akan didapat hasil yang sama atau
(28)
berbeda. Penelitian sebelumnya lebih banyak menggunakan variabel belanja pemerintah sedangkan penelitian ini menggunakan variabel dependen Indeks Pembangunan Manusia pada kabupaten/kota di Sumatera Utara.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini apakah DAK, DAU, dan DBH berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap indeks pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Sumatera Utara?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh DAK, DAU, dan DBH baik secara simultan dan parsial terhadap indeks pembangunan manusia.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkan, yaitu:
1. Peneliti, sebagai pengetahuan atas pemahaman terhadap akuntansi sektor publik. 2. Pemerintah daerah kabupaten/kota, sebagai informasi untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja dalam keuangan daerah yang dapat mempengaruhi indeks pembangunan manusia.
(29)
3. Akademis, sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dan memberi masukan pada perkembangan akuntansi sektor publik.
1.5. Originalitas
Penelitian ini mereplikasi Budi D. Sinullingga (2009) yang berjudul “Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan)” Kesimpulan penelitian ini bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Selama tahun penelitian 1995-2005 sektor-sektor pengurangan kesenjangan ini anggarannya sangat kecil sekali dibandingkan dengan sektor-sektor infrastruktur. Sektor-sektor infrastruktur pemukiman memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM. Sektor transportasi dan pembangunan daerah juga mempunyai pengaruh terhadap IPM melalui pertumbuhan ekonomi dan besarnya belum termasuk dalam penelitian ini. Sektor yang secara langsung menangani komponen peningkatan IPM, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan kurang efektif meningkatkan IPM.
(30)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Teori
Penelitian mengenai akuntansi sektor publik di Indonesia sampai saat ini masih terbatas. Salah satu penyebabnya adalah masih berlanjutnya perubahan-perubahan dalam peraturan perundang-undangan pada sektor publik. Oleh sebab itu tinjauan teori yang mendukung penelitian ini agak sulit diperoleh.
2.1.1. Dana Alokasi Umum
Untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara Pusat dan Daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah dengan kebijakan bagi hasil dan Dana Alokasi Umum (DAU) minimal sebesar 25% dari Penerimaan Dalam Negeri. Dengan perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan kepastian bagi Daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu Daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep Fiscal Gap, di mana kebutuhan DAU suatu Daerah ditentukan atas kebutuhan Daerah (fiscal needs) dengan potensi Daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU
(31)
digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan Daerah melebihi dari potensi penerimaan Daerah yang ada.
Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Dengan konsep ini sebenarnya daerah yang fiscal capacitynya lebih besar dari fiscal needs hitungan DAUnya akan negatif.
Variabel-variabel kebutuhan Daerah dan potensi ekonomi Daerah. Kebutuhan Daerah paling sedikit dicerminkan dari variabel jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografi, dan tingkat pendapatan masyarakat dengan memperhatikan kelompok masyarakat miskin. Sementara potensi ekonomi Daerah dicerminkan dengan potensi penerimaan Daerah seperti potensi industri, potensi SDA, potensi SDM, dan PDRB.
Menghindari kemungkinan penurunan kemampuan Daerah dalam membiayai beban pengeluaran yang sudah menjadi tanggung jawabnya, maka perhitungan DAU di samping menggunakan formula Fiscal Gap juga menggunakan Faktor Penyeimbang (sesuai PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan sebagaimana telah direvisi dengan PP Nomor 84 Tahun 2001). Dengan adanya Faktor Penyeimbang, alokasi DAU kepada Daerah ditentukan dengan perhitungan formula Fiscal Gap dan Faktor Penyeimbang.
(32)
Untuk formula dan perhitungan DAU Tahun Anggaran (TA) 2001 (berdasarkan PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan) telah dialokasikan DAU TA 2001 kepada masing-masing Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan Keppres Nomor 181 Tahun 2000 (dalam tabel terlampir). Formulasi dan perhitungan DAU TA 2001 dianggap mengandung banyak kelemahan terutama menyangkut keadilan antar Daerah. Hal ini dapat dimaklumi mengingat proses tersebut merupakan proses awal/tahun pertama dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal.
Dalam rangka perhitungan DAU untuk TA 2002 dan tahun-tahun selanjutnya sudah ada komitmen bersama antara Pemerintah dan Panitia Anggaran DPR-RI untuk mengkaji ulang sekaligus mereformulasi DAU TA 2002, agar dihasilkan perhitungan dan distribusi DAU TA 2002 yang lebih baik dan mencerminkan rasa keadilan antar Daerah. Formula DAU TA 2002 merupakan rekomendasi dari Tim Independen yang
terdiri dari 4 (empat) universitas terkemuka yang selama ini terlibat dalam kajian di bidang keuangan Daerah (UI, UGM, UNAND, dan UNHAS) kepada Pemerintah.
Formula DAU tersebut telah disetujui oleh Pemerintah telah ditetapkan dengan PP Nomor 84 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan. Namun demikian, dalam perhitungan DAU TA 2002 berdasarkan plafon DAU dalam APBN TA 2002 (Rp. 69,1 triliun) dengan formula tersebut terdapat daerah-daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang mengalami penurunan penerimaan DAU TA 2002 dibandingkan dengan DAU TA
(33)
2001. Hal ini cukup logis mengingat formula DAU yang baru dianggap lebih baik dan dapat mengoreksi hasil perhitungan DAU TA 2001 bagi daerah-daerah yang diuntungkan dalam perhitungan pada waktu itu.
Sesuai dengan pembahasan perhitungan DAU TA 2002 dengan Panitia Anggaran telah disepakati bahwa hasil akhir perhitungan DAU TA 2002 menggunakan formula DAU sebagaimana dimaksud di atas dengan dilakukan beberapa penyesuaian dengan tujuan tidak ada Daerah yang menerima DAU TA 2002 lebih kecil dari DAU TA 2001 ditambah Dana Kontinjensi 2001 bagi Daerah yang menerima. Untuk tujuan tersebut telah ada tambahan dana untuk DAU (bukan dari plafon) yang disebut dengan Dana Penyeimbang sebesar Rp. 2.054,72 miliar yang perhitungannya bersamaan dengan perhitungan DAU.
Keberadaan Dana Penyeimbang juga dimaksudkan untuk menambah penerimaan DAU Provinsi, di mana dengan 10% dari total DAU secara nasional untuk penerimaan DAU Provinsi dirasa masih kurang dibandingkan dengan kebutuhan DAU seluruh Provinsi. Dalam TA 2002, penerimaan DAU seluruh Provinsi sebesar Rp. 6,91 triliun, sementara penerimaan DAU TA 2001 ditambah Dana Kontinjensi untuk Provinsi sebesar Rp. 7,47 triliun.
Alokasi DAU TA 2002 untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota telah ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 131 Tahun 2001 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2002 tertanggal 31 Desember. Selanjutnya pada tanggal yang sama telah pula ditetapkan Keputusan
(34)
Menteri Keuangan Nomor 685/KMK.07/2001 tentang Penetapan Rincian Dana Penyeimbang Tahun Anggaran 2002 Kepada Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Rincian alokasi DAU TA 2002 dan Dana Penyeimbang untuk masing-masing Daerah dapat dilihat dalam tabel terlampir.
Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Darwanto dan Yustikasari, 2007). Lebih lanjut menurut Darwanto dan Yustikasari (2007) hal tersebut menunjukkan terjadi transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting.
2.1.2. Dana Alokasi Khusus
Pada hakikatnya pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus. Pengalokasian DAK ditentukan dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas.
(35)
Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999, yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah (i) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan Daerah lain, misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi/prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer, dan saluran drainase primer; dan (ii) kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Implementasi konsep DAK di Indonesia mencakup pula alokasi dana untuk kegiatan penghijauan dan reboisasi, di mana pembiayaannya berasal dari penerimaan Dana Reboisasi (DR) dalam APBN yang diberikan 40%-nya kepada Daerah penghasil. Pembiayaan dari DAK-DR sejalan dengan keinginan Pemerintah untuk melibatkan PemerintahDaerah penghasil DR dalam kegiatan penghijauan dan reboisasi kawasan hutan di Daerahnya, dimana kegiatan tersebut merupakan salah satu kegiatan yang menjadi prioritas nasional. Pedoman Umum Pengelolaan DAK-DR untuk Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2001 diatur dalam Surat Edaran Bersama Departemen Keuangan, Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, dan Bappenas Nomor: SE-59/A/2001, Nomor: 720/MENHUT-II/2001, Nomor: 2035/D.IV/05/2001, dan Nomor: SE-522.4/947/5/BANGDA.
Adapun untuk DAK TA 2001 hanya dialokasikan dari Dana Reboisasi yang berasal dari 40% penerimaan Dana Reboisasi dan diberikan kepada Daerah
(36)
Penghasil. Berdasarkan penyesuaian APBN TA 2001, alokasi DAK-Dana Reboisasi (DAK-DR) semula sebesar Rp. 900,6 milyar dan menjadi Rp. 700,6 milyar (revisi APBN TA 2001) yang pengalokasiannya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 491/KMK.02/2001 tanggal 6 September 2001. Provinsi yang tidak mendapatkan alokasi DAK-DR TA 2001 adalah Daerah bukan penghasil yang meliputi provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa, Provinsi Lampung, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Keputusan Menteri Keuangan tersebut, dan penetapan alokasi oleh Gubernur kepada Daerah serta Rencana Definitif yang disampaikan Gubernur, Dirjen Anggaran telah menerbitkan Daftar Alokasi DAK-DR (DA-DAK-DR) yang berlaku untuk kabupaten/kota dalam wilayah 21 provinsi penghasil.
Sesuai dengan APBN TA 2002 yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, DAK TA 2002 masih dialokasikan dari DR yang ditetapkan sebesar Rp. 817,3 milyar. Untuk itu, akan dilakukan koordinasi dengan pihak Departemen
Kehutanan agar segera menyusun ancar-ancar pengalokasian DAK-DR TA 2002 untuk daerah penghasil sesuai dengan DAK-DR yang telah ditetapkan dalam APBN, dan diharapkan secepatnya dapat mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam Daftar Alokasi DAK-DR TA 2002.
DAK ini akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik antara lain seperti pembangunan rumah sakit, jalan, irigasi, dan air bersih. DAK ini bisa disamakan dengan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk mendanai
(37)
peningkatan kualitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasarana publik (Ndadari dan Adi, 2008). DAK digunakan sepenuhnya sebagai belanja modal oleh pemerintah daerah. Belanja modal kemudian digunakan untuk menyediakan aset tetap. Menurut Abdullah dan Halim (2004) aset tetap yang dimiliki dari penggunaan belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemda. Lebih lanjut Abdullah dan Halim (2006) menjelaskan bahwa biasanya setiap tahun pemda melakukan pengadaan aset tetap sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial.
Menurut Abimanyu (2005) yang dikutip oleh Harianto dan Adi (2007) infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut.
Transfer pemerintah pusat ke pemda diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Meskipun demikian, menurut Ndadari dan Adi (2008) bahwa dapat juga terjadi keganjilan di mana terjadi flypaper effect yaitu saat pemda mendapat transfer dari pemerintah pusat justru pendapatan masyarakat tidak meningkat karena transfer tersebut digunakan sepenuhnya untuk kegiatan belanja pemerintah tanpa diimbangi dengan peningkatan PAD. Menurut Maimunah (2006) seharusnya dana
(38)
transfer dari pemerintah pusat diharapkan untuk digunakan secara efektif dan efisien oleh pemda untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, selain itu kebijakan penggunaan dana tersebut harus transparan dan akuntabel.
2.1.3. Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA) (http://www.djpk.depkeu.go.id/document.php/ document/article/108/69).
Dasar hukum dana bagi hasil adalah Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, yaitu:
1. UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua;
2. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
3. UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; 4. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; dan
5. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak dilaksanakan seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah sejak adanya Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang
(39)
-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Alokasi DBH Pajak yang telah didistribusikan adalah Realisasi DBH Pajak dalam bentuk lampiran PMK:
1. Lampiran PMK No. 05 Tahun 2007, tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Bagian Pemerintah Pusat yang dibagikan kepada Seluruh Kabupaten dan Kota Tahun Anggaran 2007. PMK No.05 tahun 2007.
2. Lampiran PMK No. 03 Tahun 2007, tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Bagian Daerah Tahun Anggaran 2007. PMK No.141 tahun 2006.
3. Lampiran PMK No. 127 Tahun 2006, tentangPenetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sementara Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 Tahun Anggaran 2007.PMK No. 127 Tahun 2006.
Sedangkan jenis-jenis penerimaan DBH sumber daya alam adalah sebagai berikut:
1. Kehutanan, berasal dari:
a. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH); b. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH); dan c. Dana Reboisasi.
(40)
2. Pertambangan Umum, berasal dari: a. Iuran Tetap (Landrent); dan
b. Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi (royalty). 3. Perikanan, berasal dari:
a. Pungutan Pengusahaan Perikanan; dan b. Pungutan Hasil Perikanan.
4. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, berasal dari:
a. Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada pemerintah daerah sebesar 15,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya serta bagian Pemerintah Pusat sebesar 84,5%; dan
b. Penerimaan Negara dari pertambangan gas bumi dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada pemerintah daerah sebesar 30,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya serta bagian Pemerintah Pusat sebesar 69,5%.
5. Pertambangan Panas Bumi, berasal dari: a. Setoran Bagian Pemerintah; atau b. Iuran Tetap dan Iuran Produksi.
2.1.4. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, buta huruf, pendidikan dan
(41)
standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan sejak itu dipakai oleh Program Pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasannya. indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan, dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya.
HDI mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia:
1. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran.
2. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).
(42)
3. Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic product/produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity dalam Dollar AS
2.1.4.1. Komponen penyusunan IPM
Pada tahun 1996 BPS dan UNDP untuk pertama kali menerbitkan Indeks Pembangunan Manusia antar provinsi untuk tahun 1990 dan 1993. Karena data survey ekonomi sosial tidak ada sebelum 1990, maka indeks ini tidak bisa dibuat untuk tahun sebelumnya. Karena lintas data yang dibuat barulah IPM belum indeks lainnya. Pada dasarnya metode yang digunakan selalu mengikuti yang dibuat UNDP dalam membuat IPM 1994. Beberapa modifikasi terpaksa dibuat berkaitan dengan pembuatan standar kehidupan di provinsi. UNDP menggunakan GDP riil perkapita yang disesuaikan sebagai ukuran pendapatan, sedangkan Indonesia membuat pengeluaran riil yang disesuaikan (rata-rata propinsi), diperoleh dari hasil susenas dan dihitung atas dasar harga konstan tahun 1988/1989. Tetapi maksimum pendapatan diambil dari tingkat target rata-rata tahun 2018 (akhir PJP II), dan batas bawah disesuaikan dengan situasi Indonesia. Edisi revisi yang paling lengkap dipublikasikan tahun 1997, yaitu revisi tentang IPM tahun 1990 dan 1996. Publikasi ini juga turut mencakup GDI (Gender Development Indeks) dan GEM untuk 1990 dan 1996 juga HPI untuk tahun 1990 dan 1995.
Gambaran IPM dalam IHDR 2004 tak dapat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena adanya perubahan metodologi, yaitu tentang tahun-tahun dasar
(43)
yang digunakan untuk menghitung pengeluaran riil perkapita yang disesuikan publikasi sebelumnya tahun 1988/1989 sebagai tahun dasar, sedangkan publikasi tahun 1997 menggunakan tahun 1993 sebagai tahun dasar. Sebagai bagian dari pilot proyek untuk pengembangan IPM dan pemakaiannya kepada perencanaan regional pada Juni 1999, BPS dan Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri mengeluarkan gambaran tingkat daerah untuk tahun 1990 dan 1996.
Pada IPM 1996 (dipublikasikan tahun 1997) menunjukkan gambaran yang sedikit berbeda dengan IPM tahun 1999 dan dalam IHDR tahun 2004. Pada publikasi tahun 1997, umur harapan hidup adalah kurang akurat karena didasarkan atas sensus penduduk 1971, 1980 dan 1990, sedangkan dipublikasi tahun 1999 telah memasukkan data-data survey penduduk tahun 1995 antara sensus dan survey sosial ekonomi tahun 1996. Juga penting dicatat bahwa harapan hidup tahun 1999 dari Indonesia HDR 2004 adalah taksiran berdasarkan trend sebelumnya dan belum memperhitungkan dampak dari krisis ekonomi yang terakhir.
IHDR 2004 memakai data sensus penduduk tahun 2000 yang diekstrapolasikan ke tahun 2002. Metode yang dipakai dalam Indonesia HDR 2004 juga sama dengan metode UNDP sebanyak mungkin, untuk memastikan hasilnya dapat dibandingkan dengan gambaran internasional. Walau bagaimanapun juga berkaitan dengan ketersediaan data dan juga untuk alasan beberapa substansi maka beberapa modifikasi dari metode global juga dipublikasikan.
(44)
Sebagian dari perbedaan itu adalah pengukuran pencapaikan pendidikan dalam komponen IPM seperti yang disebutkan sebelumnya, setelah tahun 1995, laporan dunia telah menggantikan angka rata-rata lama sekolah menjadi kontribusi angka partisipasi kasar pendidikan dasar, sekunder dan tertier. Indonesia HDR 2004 masih menggunakan angka rata-rata lama sekolah dengan alasan tertentu. Pertama, untuk perbandingan time series, karena data angka partisipasi kasar pada tahun sebelum tersedia. Kedua angka ratio sekolah selalu dianggap lebih baik sebagai indikator dampak dari pada angka partisipasi kasar yang merupakan indikator proses. Jadi rata-rata lama sekolah akan lebih stabil dari tingkat partisipasi kasar yang merupakan indikator proses. Jadi rata-rata lama sekolah akan lebih stabil dari tingkat partisipasi yang cenderung berfluktuasi. Hal lain yang berbeda dengan laporan dunia l (global report) ialah pemakaian database untuk menggambarkan pendapatan. Laporan dunia memakai GDP per kapita, sedangkan Indonesia HDR 2004 memakai pengeluaran per kapita.
2.1.4.2. Metode Indeks Pembanguan Manusia (IPM) di Indonesia
IPM ini merupakan rata-rata sederhana dari ketiga komponen, yaitu: IPM = 1/3 (Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3)
X1, X2 dan X3 adalah lamanya hidup, tingkat pendidikan dan tingkat kehidupan yang layak.
Indeks X(i, j) – X(i – min)) / (X(i – max) X(i – min)) X(i, j) : Indikator ke i dari daerah j
(45)
X(i – min) : Nilai minimum dari Xi (X(i – max) : Nilai maksimum dari Xi
Untuk setiap komponen IPM, masing-masing indeks dapat dihitung dengan ketentuan umum berikut:
A. Usia Hidup
Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup waktu lahir (life expectancy at birth) yang dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup (live births) dan rata-rata anak yang masih hidup (still living) per wanita usia 15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahunan. Pada komponen angka umur harapan hidup, angka tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah adalah 25 tahun.
B. Pengetahuan
Untuk mengukur dimensi pengetahuan penduduk digunakan 2 indikator yaitu rata-rata lama sekolah (mean year schooling) dan angka melek huruf. Angka rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Sedangkan angka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Proses penghitungannya, kedua indikator tersebut digabung setelah masing-masing diberi bobot. Rata-rata lama sekolah diberi bobot sepertiga dan angka melek
(46)
huruf diberi bobot dua pertiga. Untuk penghitungan indeks, batas maksimum untuk angka melek huruf dipakai 100 dan minimum 0 (nol), yang menggambarkan kondisi 100 persen atau semua masyarakat mampu membaca dan menulis dan nilai 0 mencerminkan sebaliknya.
C. Standard Hidup Layak
Angka standard hidup layak bisa menggunakan indikator GDP perkapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) atau menggunakan indikator rata-rata pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan (adjusted real per capita expenditure). Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 dengan kategori sebagai berikut:
Tinggi : IPM lebih dari 80,0 Menengah Atas : IPM antara 66,0 – 79,9 Menengah Bawah : IPM antara 50,0 – 65,9 Rendah : IPM kurang dari 50,0
2.1.4.2. Pengalaman Indonesia dalam melakukan pembangunan manusia
Sebelum krisis tahun 1998 Indonesia berhasil membangun hak-hak dasar manusia, mentransfer pertumbuhan ekonomi yang tinggi kepada pembangunan manusia. Dimulai dari tingkat rendah pada tahun 1960, akhirnya Indonesia berhasil melewati tingkat perkembangan yang dicapai oleh negara-negara tetangga se-Asia Tenggara. Sebagai hasilnya dalam bidang pembangunan manusia, rangking global
(47)
Indonesia sama dengan rangking pendapatan per perkapitanya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pembangunan manusia adalah dalam tingkat rata-rata dengan tingkat perkembangan ekonomi, tidak dibawah dan tidak di atas IHDR (2004).
Kemajuan ini dicapai sebagai hasil dari kombinasi pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan penurunan laju pertumbuhan penduduk, yang menyebabkan pertumbuhan yang substansial pada standar kehidupan dan laju penurunan angka kemiskinan. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan penurunan kemiskinan cukup kuat karena selama masa itu tidak ada pertambahan kesenjangan: distribusi pendapatan tetap stabil IHDR (2004).
Di samping jalan ini, berbagai dimensi pembangunan manusia memiliki hubungan yang bersinergi dan saling memperkuat satu sama lain. Sangat penting untuk mengadakan dukungan pemerintah dalam berbagai bidang, dan hal ini tidak mudah tetapi dengan pendekatan yang serius akan dapat ditangani. Hal ini memerlukan partisipasi aktif dari pada pemerintah dan masyarakat. Di Indonesia porsi pengeluaran publik sebagai bagian dari GDP adalah rendah. Pengeluaran publik dalam pelayanan bidang ini cukup rendah dibandingkan dengan rata-rata negara berkembangan. Walaupun satu faktor kompensasi ialah bahwa pengeluaran ini dipusatkan kepada pelayanan dasar, dengan jumlah yang berarti kepada pemenuhan pelayanan kesehatan dasar dan pendidikan dasar.
Pengeluaran pemerintah yang rendah ini harus diimbangi dengan pengeluaran swasta yang lebih tinggi. Hal ini sangat jelas pada sektor kesehatan, di mana
(48)
pengeluaran swasta mencapai 80%, sedangkan pemerintah hanya sekitar 20%. Pengeluaran pemerintah untuk pelayanan dasar kesehatan terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat untuk semua kelas sedangkan pengeluaran swasta hanya cenderung untuk golongan.
Seperti dalam sektor kesehatan, dalam sektor pendidikan juga terdapat pembagian kelas. Walaupun kurang nyata seperti pada sektor kesehatan. Hasil dari pada pendidikan pada tingkat tertentu akan tergantung kepada pengaruh keluarga, terutama tentang tingkat pendidikan orang tua dan dengan keluarga untuk meninggalkan sekolah dalam rangka bekerja.
Dalam hal pendidikan, pengeluaran pemerintah cenderung memiliki efek yang sama karena sebagian besar tingkat pendidikan dasar dan tingkat menengah diselenggarakan oleh pemerintah. Sebagai hasilnya maka hampir tidak ada perbedaan angka partisipasi antara golongan pendapatan yang rendah. Walaupun demikian terdapat perbedaan yang nyata untuk tingkat menengah. Angka partisipasi 20% golongan kaya adalah 72%, sedangkan untuk 20% golongan miskin 50%. Banyak pula yang drop out sebelum menyelesaikan pendidikan tingkat dasar. Perbedaan ini juga nampak pada kemampuan baca tulis untuk tahun 2002 golongan miskin mencapai 87% sedangkan golongan kaya 98%.
(49)
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tinjauan penelitian yang berhubungan dengan Indeks Pembangunan Manusia saat penelitian ini dilaksanakan belum ada. Berikut ini adalah tinjauan atas penelitian terdahulu yang berhubungan dengan akuntansi sektor publik:
a. Budi D. Sinullingga (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan)” dengan metode expost facto (Sugiyono, 2004) karena meneliti sesuatu yang telah terjadi yaitu peningkatan IPM Kota Medan tahun 1995 sampai dengan 2005, yang dipengaruhi oleh sektor anggaran pembangunan pemerintah kota tahun 1995 sampai dengan 2005. Variabel dependen pada penelitian ini adalah IPM yang dinilai dengan nilai IPM sedangkan variabel independennya yaitu sektor pendidikan (X1), sektor kesehatan (X2), sektor transportasi (X3), sektor pembangunan daerah (X4), sektor perumahan (X5), sektor industri (X6) dan sektor tenaga kerja (X7). Kesimpulan penelitian ini bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Selama tahun penelitian 1995-2005 sektor-sektor pengurangan kesenjangan ini anggarannya sangat kecil sekali dibandingkan dengan sektor-sektor infrastruktur. Sektor-sektor infrastruktur pemukiman memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM, dan diantara sektor infrastruktur ini yang paling kecil pengaruhnya ialah sektor
(50)
perumahan. Sektor transportasi dan pembangunan daerah juga mempunyai pengaruh terhadap IPM melalui pertumbuhan ekonomi dan besarnya belum termasuk dalam penelitian ini. Sektor yang secara langsung menangani komponen peningkatan IPM, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan kurang efektif meningkatkan IPM. Untuk tahap penelitian ini, dikemukakan yang menjadi penyebabnya adalah kecilnya anggaran sehingga kurang efektif mengimbangi kondisi perekonomian yang dilanda krisis.
Tabel 2.1. Daftar Tinjauan Peneliti Terdahulu
Nama Judul
Penelitian
Variabel Hasil Penelitian
Budi D. Sinullingga (2009) Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan)
Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah, Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia
Kesimpulan penelitian ini bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Selama tahun penelitian 1995-2005 sektor-sektor pengurangan kesenjangan ini anggarannya sangat kecil sekali dibandingkan dengan sektor-sektor infrastruktur. Sektor-sektor infrastruktur pemukiman memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM, dan diantara sektor infrastruktur ini yang paling kecil pengaruhnya ialah sektor perumahan. Sektor transportasi dan pembangunan daerah juga mempunyai pengaruh terhadap IPM melalui pertumbuhan ekonomi dan besarnya belum termasuk dalam penelitian ini. Sektor yang secara langsung menangani komponen peningkatan IPM, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan kurang efektif meningkatkan IPM, yang menjadi penyebabnya adalah kecilnya anggaran sehingga kurang efektif mengimbangi kondisi perekonomian yang dilanda krisis.
(51)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori dan penjelasan pada bab sebelumnya maka kerangka konseptual yang dibentuk adalah sebagai berikut:
Variabel independen Variabel dependen DAU (X1)
DAK (X2)
DBH (X3)
IPM (Y)
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan penjelasan literatur dan hasil penelitian sebelumnya peneliti membentuk kerangka konseptual yang menggambarkan hubungan antara variabel dependen dan independen. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu DAU, DAK dan DBH yang diduga akan berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap variabel dependen yakni IPM. Tanda panah menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen diduga berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap variabel dependen.
DAU adalah dana yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka desentralisasi.
(52)
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu Daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity).Darwanto dan Yustikasari (2007) menyatakan bahwa pemberian DAU kepada pemda merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemda. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemda, dan pemda secara leluasa dapat menggunakan DAU apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat sehingga akan menciptakan hidup yang sehat dan harapan hidup lebih panjang, meningkatkan kualitas pendidikan dan standard kehidupan masyarakat.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa DAK merupakan dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang digunakan untuk menjalankan pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik di kabupaten/kota. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan
(53)
dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. DAK sepenuhnya digunakan untuk belanja modal untuk peningkatan fasilitas publik dengan kata lain tidak ada bagian DAK yang digunakan untuk biaya operasional pembangunan seperti biaya perjalanan dinas dan sebagainya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Jika fasilitas publik dapat terpenuhi maka masyarakat merasa nyaman dan dapat menjalankan usahanya dengan efisien dan efektif sehingga pada akhirnya akan menciptakan hidup yang sehat dan harapan hidup lebih panjang, meningkatkan kualitas pendidikan dan standard kehidupan masyarakat.
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). Dengan tingginya dana bagi hasil yang diterima suatu daerah diharapkan akan hidup yang sehat dan harapan hidup lebih panjang, meningkatkan kualitas pendidikan dan standard kehidupan masyarakat.
(54)
3.2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan kerangka konseptual yang telah digambarkan dan dijelaskan sebelumnya maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: DAU, DAK dan DBH berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap IPM.
(55)
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hubungan kausal untuk membuktikan secara empiris pengaruh DAU, DAK dan DBH terhadap IPM. Penelitian ini dilakukan dengan cara menguji variabel-variabel penelitian melalui pembentukan model analisis dengan prosedur statistik kemudian diambil intepretasi untuk dijadikan dasar pengambilan kesimpulan.
4.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, waktu yang direncanakan untuk melakukan penelitian adalah bulan Desember 2009 sampai dengan selesai.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari 33 kabupaten/kota. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dengan kriteria sampel yang dipilih adalah data DAU, DAK, DBH dan IPM yang lengkap dan pemekaran kab/kota di bawah tahun 2007. Data DAU, DAK, DBH merupakan data tahun 2005, 2006, 2007
(56)
sedangkan data IPM merupakan data tahun 2006, 2007, 2008. Dari kriteria sampel yang dipilih hanya 25 kabupaten/kota yang menjadi sampel, yaitu:
Tabel 4.1. Data Sampel Kabupaten dan Kota
Populasi Kriteria Sampel
Tidak Lengkap
Sampel
1. Kab. Asahan 2. Kab. Dairi
3. Kab. Deli Serdang 4. Kab. Tanah Karo 5. Kab. Labuhan Batu 6. Kab. Langkat
7. Kab. Mandailing Natal 8. Kab. Nias
9. Kab. Simalungun 10.Kab. Tapanuli Selatan 11.Kab. Tapanuli Tengah 12.Kab. Tapanuli Utara 13.Kab. Toba Samosir 14.Kota Binjai
15.Kota Medan
16.Kota Pematang Siantar 17.Kota Sibolga
18.Kota Tanjung Balai 19.Kota Tebing Tinggi 20.Kota Padang Sidempuan 21.Kab. Pakpak Bharat 22.Kab. Nias Selatan 23.Kab. Humbang
Hasundutan
24.Kab. Serdang Berdagai 25.Kab. Samosir
26.Kab. Batubara 27.Kab. Padang Lawas
Utara
28.Kab. Padang Lawas 29.Labuhan Batu Selatan 30.Labuhan Batu Utara 31.Nias Utara
32.Nias Barat
Pemekaran Pemekaran Pemekaran Pemekaran Pemekaran Pemekaran Pemekaran Pemekaran
1. Kab. Asahan 2. Kab. Dairi
3. Kab. Deli Serdang 4. Kab. Tanah Karo 5. Kab. Labuhan Batu 6. Kab. Langkat
7. Kab. Mandailing Natal 8. Kab. Nias
9. Kab. Simalungun 10.Kab. Tapanuli Selatan 11.Kab. Tapanuli Tengah 12.Kab. Tapanuli Utara 13.Kab. Toba Samosir 14.Kota Binjai
15.Kota Medan
16.Kota Pematang Siantar 17.Kota Sibolga
18.Kota Tanjung Balai 19.Kota Tebing Tinggi 20.Kota Padang Sidempuan 21.Kab. Pakpak Bharat 22.Kab. Nias Selatan 23.Kab. Humbang
Hasundutan
24.Kab. Serdang Berdagai 25.Kab. Samosir
(57)
33.Gunung Sitoli Pemekaran
4.4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk data panel (pooled data) dari 25 kabupaten/kota. Data DAU, DAK dan DBH diperoleh melalui situs www.dipkd.depkeu.go.id, sedangkan IPM diperoleh melalui buku terbitan Badan Pusat Statistik (BPS) dan situs www.bps.go.id.
4.5. Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen dan satu variabel dependen. Definisi operasional variabel pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. DAU merupakan variabel independen yaitu dana yang bersumber dari APBN
yang dialokasikan kepada kabupaten/kota untuk melaksanakan desentralisasi. Data DAU merupakan nilai total yang diterima pemda dan diperoleh langsung dari situs www.dipkd.depkeu.go.id sehingga tidak lagi dilakukan penghitungan. Variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio.
2. DAK merupakan variabel independen yaitu dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada kabupaten/kota dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi prioritas nasional dan dilaksanakan oleh daerah. Data DAK diperoleh langsung dari situs www.dipkd.depkeu.go.id sehingga tidak lagi dilakukan penghitungan. Penelitian ini menggunakan nilai total DAK non dana
(58)
reboisasi dan tidak memisahkan DAK untuk alokasi perbidang. Variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio.
3. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil merupakan pengalihan dari pendapatan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang memainkan peranan penting dalam menentukan tingkat sosial sehingga dalam jangka panjang dapat mengembangkan perekonomian negara. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala rasio, yaitu realisasi transfer Pemerintah Pusat yang diperoleh dari masing-masing APBD Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara.
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
(59)
Tabel 4.2. Definisi Operasional Variabel Nama Variabel Indikator Variabel Definisi Operasional
Parameter Skala
Ukuran Variabel Independen Variabel Dependen Index Pembangunan Manusia DAK DAU DBH
pengukuran perbandingan dari Harapan, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada kabupaten/kota eoleh daerah. Data DAK diperoleh langsung dari situs www.dipkd.depkeu.go.id sehingga tidak lagi dilakukan penghitungan.
Merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada kabupaten/kota untuk melaksanakan desentralisasi.
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil merupakan pengalihan dari pendapatan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang memainkan peranan penting dalam menentukan tingkat sosial sehingga dalam jangka panjang dapat mengembangkan perekonomian negara.
Nilai IPM Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara
Penelitian ini menggunakan nilai total DAK non dana reboisasi dan tidak memisahkan DAK untuk alokasi perbidang.
Data DAU merupakan nilai total yang diterima pemda dan diperoleh langsung dari situs www.dipkd.depkeu.go.id
sehingga tidak lagi dilakukan penghitungan.
Realisasi transfer Pemerintah Pusat
Rasio
Rasio
Rasio
(60)
4.6. Model Analisis Data
Model analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini adalah regresi linier berganda (Multiple Regression Analysis) dengan persamaan sebagai berikut:
Y
=
β
0+
β
1X
1+
β
2X
2+
β
2X
3+
ε
Y = Indeks Pembangunan Manusia
X1 = Dana Alokasi Umum
X2 = Dana Alokasi Khusus
X3 = Dana Bagi Hasil
a = Konstanta
b1, b2, b3 = Koefisien Variabel
e = Error Term
4.6.1. Pengujian Outlier
Menurut Erlina dan Mulyani (2007) uji ini berguna untuk melihat apakah ada data yang outlier, yaitu data yang mempunyai nilai sangat menyimpang dari nilai data lainnya. Salah satu sebab terjadi distribusi tidak normal karena ada yang outlier yaitu karena ada data ekstrim yang tidak bisa dihindari keberadaannya. Selanjutnya menurut Hair et.al. (1998) dalam Erlina (2008) cara untuk mengatasi data yang outlier dengan cara trimming yaitu membuang data outlier yang mempunyai nilai absolut skor Z (standardizedscore)sama atau melebihi 3.
(61)
4.6.2. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik diperlukan sebelum dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan yaitu uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.
4.6.2.1. Uji normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel independen dan dependen memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik apabila distribusi data normal atau mendekati normal (Ghozali, 2005). Uji normalitas dideteksi dengan melihat penyebaran data pada sumbu diagonal dari grafik atau dapat juga dengan melihat histogram dari resudalnya. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, begitu juga sebaliknya.
4.6.2.2. Uji multikolinearitas
Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2005). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Pengujian multikolinearitas pada penelitian ini dilakukan dengan uji collinierity statistic. Menurut (Ghozali, 2005) dalam melakukan uji multikolinearitas harus terlebih dahulu diketahui Variance Inflation Factor (VIF). Pedoman untuk mengambil suatu keputusan adalah sebagai berikut:
(62)
1. Jika Variance Inflation Factor (VIF) > 10, maka artinya terdapat persoalan multikolinieritas diantara variabel bebas.
2. Jika Variance Inflation Factor (VIF) < 10, maka artinya tidak terdapat persoalan multikolinieritas diantara variabel bebas.
4.6.2.3. Uji autokorelasi
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain (Hanke dan Reitsch, 1998 dalam Kuncoro, 2001). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW) dengan melihat model regresi linear berganda. Jika nilai Durbin-Watson berada di bawah angka 2 maka model tersebut terbebas dari autokorelasi (Lubis et.al, 2007). 4.6.2.4. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variasi dari data pengamatan yang satu ke pengamatan yang lain. Salah satu cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas ini adalah dengan melihat pola sebaran pada grafik scatter plot. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas dan jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).
(63)
4.6.3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis yang dilakukan meliputi uji F (uji signifikansi simultan) dan uji t (uji signifikansi parameter individual).
4.6.3.1. Koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) atau Adjusted R2 bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai R2 atau Adjusted R2 adalah di antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen dan sebaliknya jika mendekati nol. 4.6.3.2. Uji statistik F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Adapun langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji F adalah sebagai berikut:
Ho : β = 0, maka DAK, DAU dan DBH tidak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap IPM.
Ha : β≠ 0, maka DAK, DAU dan DBH berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap IPM.
Kriteria pengujian adalah:
P Value (sig) < 0,05 = H0 ditolak
(64)
4.6.3.3. Uji statistik t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Adapun langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji t adalah sebagai berikut:
Ho : β = 0, maka DAK, DAU dan DBH tidak berpengaruh secara parsial terhadap IPM.
Ha : β≠ 0, maka DAK, DAU dan DBH berpengaruh secara parsial terhadap IPM. Kriteria pengujian adalah:
P Value (sig) < 0,05 = H0 ditolak
(65)
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode statistik diperoleh hasil-hasil sebagai berikut:
5.1.1. Statistik Deskriptif
Setelah diteliti lebih lanjut dari populasi 33 kab/kota terdapat beberapa kab/kota yang tidak berhasil diperoleh secara lengkap baik salah satu atau lebih dari data DAU, DAK, DBH dan IPM. Oleh sebab itu data DAU, DAK, DBH, dan IPM dari tiap kabupaten/kota yang memenuhi syarat untuk diuji adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1. Data Jumlah Kabupaten dan Kota Kab. Asahan
34. Kab. Dairi 35. Kab. Deli Serdang 36. Kab. Tanah Karo 37. Kab. Labuhan Batu 38. Kab. Langkat
39. Kab. Mandailing Natal 40. Kab. Nias
41. Kab. Simalungun 42. Kab. Tapanuli Selatan 43. Kab. Tapanuli Tengah 44. Kab. Tapanuli Utara 45. Kab. Toba Samosir 46. Kota Binjai 47. Kota Medan
48. Kota Pematang Siantar 49. Kota Sibolga
50. Kota Tanjung Balai 51. Kota Tebing Tinggi 52. Kota Padang Sidempuan 53. Kab. Pakpak Bharat 54. Kab. Nias Selatan
55. Kab. Humbang Hasundutan 56. Kab. Serdang Berdagai 57. Kab. Samosir
(66)
Tabel 5.2 berikut ini menyajikan deskriptif statistik atas variabel-variabel yang terlihat dalam penelitian ini.
Tabel 5.2. Statistik Variabel
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DAU 75 43.40 748.71 282.1023 157.77219
DAK 75 4.00 65.82 24.8223 16.55381
DBH 75 8.55 255.05 37.1629 43.22890
IPM 75 64.50 76.95 72.3867 2.70615
Valid N (listwise) 75
Rata-rata DAU 25 kab/kota di Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 282.102.000.000 dan standard deviasinya sebesar 157,77219. Pemerintah
Kabupaten dan Kota yang memiliki DAU minimum adalah Rp. 43.400.000.000 yaitu berada di Kabupaten Pakpak Barat, sedangkan DAU paling tinggi berada di Kota Medan sebesar Rp. 748.710.000.000.
Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu Daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep Fiscal Gap, di mana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas kebutuhan daerah (fiscal needs) dengan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada.
(1)
terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Sedangkan Sektor-sektor infrastruktur memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM, Selama tahun penelitian 1995-2005 sektor-sektor pengurangan kesenjangan ini anggarannya sangat kecil sekali dibandingkan dengan sektor-sektor infrastruktur.
(2)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis sehingga diketahui pengaruh DAU, DAK, dan DBH terhadap IPM. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengujian secara simultan menunjukkan bahwa DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap IPM.
2. Secara parsial DAU, DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan penelitian Budi Sinulingga (2007) bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Sedangkan sektor-sektor infrastruktur memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM.
6.2. Keterbatasan
1. Keterbatasan penelitian ini yaitu data DAU, DAK, dan DBH yang digunakan belum terinci dengan baik. Hal ini disebabkan karena data tidak diperoleh secara lengkap serta rentang waktu yang pendek yaitu tahun 2005-2007. Data DAU yang digunakan tidak memisahkan bagian untuk pelayanan publik dengan bagian untuk
(3)
pelaksanaan pemerintahan sehingga tidak diketahui secara rinci seberapa besar DAU yang dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat. Data DAK yang digunakan juga tidak memisahkan alokasi perbidang sehingga tidak diketahui bidang apa saja yang berperan dalam peningkatan IPM.
2. Penelitian menggunakan model regresi dengan lag setahun sehingga tidak dapat diketahui apakah DAU, DAK, dan DBH dalam jangka lebih panjang semakin berpengaruh dalam peningkatan IPM atau malah terjadi penurunan.
6.3. Saran
1. Penelitian berikutnya disarankan menggunakan data yang lebih lengkap dan rentang waktu yang lebih panjang sehingga besarnya pengaruh DAU, DAK, dan DBH terhadap IPM lebih teruji. Data DAK sebaiknya dilakukan pemisahan alokasi perbidang sehingga dapat diketahui mana saja yang memiliki peranan jangka pendek dan jangka panjang terhadap peningkatan IPM.
2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan model regresi dengan lag lebih dari setahun sehingga dapat diketahui apakah DAU, DAK, dan DBH dalam jangka lebih panjang semakin berpengaruh dalam peningkatan IPM atau malah terjadi penurunan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy dan Abdul Halim. 2004. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Yogyakarta: Jurnal Ekonomi STE1No.2/Th. XIII/25/ April-Juni 2004: 90-109.
Abimanyu, Anggito. 2005. Format Anggaran Terpadu Menghilangkan Tumpang Tindih. Bapekki Depkeu.
Adi, Priyo Hari. 2006. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa Bali). Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik Volume 08, No. 01, February 2007. Page 1450 -1465.
Darwanto dan Yulia Yustikasari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makasar 26 - 28 Juli 2007.
Departemen Keuanangan. http://www.djpk.depkeu.go.id/ document. php/document/article/ 108/69/
Departemen Komunikasi dan Indormasi. 2008. Dana Alokasi Khusus untuk Bantu Daerah dalam Pembangunan.
http://balitbang.depkominfo.go.id/?mod=CLDEPTKMF_BRT01&view=l&id =BRT080212142301&mn=BRT0100%7CCLDEPTKMF_BRT01.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan Republik Indonesia. 2006. Sosialisasi Kebijakan dan Perhitungan Dana Perimbangan Tahun 2007. http://www.perbendaharaan.go.id/perben/modul/kegiatan/index.php?id=1860. Erlina dan Sri Mulyani. 2007. Metodologi Penelitian untuk Akuntansi dan
Manajemen. USU Press. Medan.
Erlina. 2008. Pengaruh Set Kesempatan Investasi terhadap Nilai Perusahaan: Peran Kebijakan Perusahaan dan Kepemilikan Manajerial. USU Press. Medan. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan
(5)
Hair, J.F., Anderson RE., Rolph, Tatham, R.L., dan Black, W.C. 1998. Mutivariate Data Analysis. 5th edition. Prentice-Hall Int.,Inc. NJ.
Harianto, David dan Priyo Hari Adi. 2007. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita.
Simposium Nasional Akuntansi X. Unhas Makasar 26-28 Juli 2007.
Irawan, Ari. 2009. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Transfer Pemerintah Pusat dan Belanja Modal terhadap Pendapatan Perkapita Masyarakat di Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana USU. Medan. (tidak dipublikasikan).
Lubis, Ade Fatma, Arifin Akhmad, dan Firman Syarif 2007. Aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Soutions) untuk Penyusunan Skripsi dan Tesis. USU Press. Medan.
Maimunah, Mutiara. 2006. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Simposium Nasional Akuntansi 9 Packing 23-26 Agustus 2006.
Ndadari, Laras Wulan dan Priyo Hari Adi. 2008. Perilaku Asimetris Pemerintah Daerah terhadap Transfer Pemerintah Pusat. The 2nd National Conference UKWMS Surabaya, 6 September 2008.
Nurlina. 2004. Analisis Pengaruh Anggaran Belanja Rutin dan Anggaran Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nanggroe Aceh Darussalam.
Tesis. Program PascasarjanaUSU. Medan. (tidak dipublikasikan).
Rahmansyah, Armin. 2004. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Propinsi-propinsi di Indonesia. Tesis. Program Pascasarjana USU. Medan. (tidak dipublikasikan).
Ramzuhri. 2008. Pengaruh Pertumbuhan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten di Sumatera Utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana USU. Medan. (tidak dipublikasikan).
Republik Indonesia. 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan.
. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
(6)
. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Simanjuntak, Robert. 2001. Kebijakan Pungutan Daerah di Era Otonomi, Domestic Trade, Decentralization and Globalization: A One Day Conference. LPEM-UI. Jakarta.
Sinullingga, Budi D. 2009. Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan).
Solin, Jonni Feber. 2007. Pengaruh Anggaran Sektor Pertanian, Pendidikan, Kesehatan, Transportasi dan Sektor Lainnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi. Tesis. Sekolah Pascasarjana USU. Medan. (tidak dipublikasikan).
Walidi. 2009. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Perkapita, Belanja Modal sebagai Intervening Variabel (Studi Kasus di Propinsi Sumatera Utara).