Kelenturan ductility Derajat kelentingan resilience Derajat ketangguhan Pengerasan regang strain hardening Tegangan sejati,regangan sejati true stress, true strain Komposit Matrik Polimer Polymer Matrix Composites – PMC

o Kekuatan patah breaking strength Pada Gbr. 2.6 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah. o Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan luluh biasanya didefenisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan permanen sebesar 0,2 , regangan ini disebut offset-strain Gbr. 2.7 Gambar 2.8 Penentuan tegangan luluh yield stress untuk kurva tanpa daerah linier Perlu u n ntuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan stress adalah Pa Pascal, Nm 2 dan strain adalah besaran tanpa satuan. 2.4.3 Interpretasi hasil uji tarik:

a. Kelenturan ductility

Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur ductile bila regangan platis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5 bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas brittle.

b. Derajat kelentingan resilience

Derajat kelentingan didefenisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase perubahan elastis. Sering disebut dengan Modulus Kelentingan Modulus of Resilience, dengan satuan strain energy per unit volume Universitas Sumatera Utara Joulem 3 atau Pa. Dalam Gbr. 2.3, modulus kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.

c. Derajat ketangguhan

toughness Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut Modulus Ketangguhan Modulus of Toughness. Dalam Gbr. 2.6, modulus ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.

d. Pengerasan regang strain hardening

Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan setelah memasuki fase plastis.

e. Tegangan sejati,regangan sejati true stress, true strain

Beberapa kasus defenisi tegangan dan regangan seperti yang telah dibahas diatas tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai defenisi tegangan dan regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang bahan secara real time. Detail defenisi tegangan dan regangan sejati ini dapat dilihat pada Gbr. 2.9. Gambar 2.9 Tegangan dan regangan berdasarkan panjang bahan sebenarnya Universitas Sumatera Utara

2.5 Klasifikasi Aluminium

2.5.1 Aluminium Murni

Aluminium 99 tanpa tambahan logam paduan apapun dan dicetak dalam keadaan biasa, hanya memiliki kekuatan tensil sebesar 90 MPa, terlalu lunak untuk penggunaan yang luas sehingga seringkali aluminium dipadukan dengan logam lain.

2.5.2. Aluminium Paduan

Elemen paduan yang umum digunakan pada aluminium adalah silikon, magnesium, tembaga, seng, mangan, dan juga lithium sebelum tahun 1970. Secara umum, penambahan logam paduan hingga konsentrasi tertentu akan meningkatkan kekuatan tensil dan kekerasan, serta menurunkan titik lebur. Jika melebihi konsentrasi tersebut, umumnya titik lebur akan naik disertai meningkatnya kerapuhan akibat terbentuknya senyawa, kristal, atau granula dalam logam. Namun, kekuatan bahan paduan aluminium tidak hanya bergantung pada konsentrasi logam paduannya saja, tetapi juga bagaimana proses perlakuannya hingga aluminium siap digunakan, apakah dengan penempaan, perlakuan panas, penyimpanan, dan sebagainya. 2.5.3 Pengelompokan Jenis Paduan Aluminium 2.5.3.1 Paduan Aluminium-Silikon Paduan aluminium dengan silikon hingga 15 akan memberikan kekerasan dan kekuatan tensil yang cukup besar, hingga mencapai 525 MPa pada aluminium paduan yang dihasilkan pada perlakuan panas. Jika konsentrasi silikon lebih tinggi dari 15, tingkat kerapuhan logam akan meningkat secara drastis akibat terbentuknya kristal granula silika. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.10 Fase paduan Al-Si, temperatur vs persentase paduan

2.5.3.2 Paduan Aluminium-Tembaga

Paduan aluminium-tembaga juga menghasilkan sifat yang keras dan kuat, namun rapuh. Umumnya, untuk kepentingan penempaan, paduan tidak boleh memiliki konsentrasi tembaga di atas 5,6 karena akan membentuk senyawa CuAl2 dalam logam yang menjadikan logam rapuh. Gambar 2.11 Diagram Fase Al-Cu, temperatur vs persentase paduan Universitas Sumatera Utara

2.5.3.3 Paduan Aluminium-Magnesium

Keberadaan magnesium hingga 15,35 dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660 oC hingga 450 oC. Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60 oC. K eberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut. Gambar 2.12 Diagram fase Paduan Al-Mg, temperatur vs persentase Mg

2.5.3.4 Paduan Aluminium-Mangan

Penambahan mangan memiliki akan berefek pada sifat dapat dilakukan pengerasan tegangan dengan mudah work-hardening sehingga didapatkan logam paduan dengan kekuatan tensil yang tinggi namun tidak terlalu rapuh. Selain itu, penambahan mangan akan meningkatkan titik lebur paduan aluminium. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.13 Diagram fase Al-Mn, temperatur vs konsentrasi Mn

2.5.3.5 Paduan Aluminium-Seng

Paduan aluminium dengan seng merupakan paduan yang paling terkenal karena merupakan bahan pembuat badan dan sayap pesawat terbang. Paduan ini memiliki kekuatan tertinggi dibandingkan paduan lainnya, aluminium dengan 5,5 seng dapat memiliki kekuatan tensil sebesar 580 MPa dengan elongasi sebesar 11 dalam setiap 50 mm bahan. Bandingkan dengan aluminium dengan 1 magnesium yang memiliki kekuatan tensil sebesar 410 MPa namun memiliki elongasi sebesar 6 setiap 50 mm bahan. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.14 Diagram fase Al-Zn, temperatur vs persentase Zn

2.5.3.6 Paduan Aluminium-Lithium

Lithium menjadikan paduan aluminium mengalami pengurangan massa jenis dan peningkatan modulus elastisitas; hingga konsentrasi sebesar 4 lithium, setiap penambahan 1 lithium akan mengurangi massa jenis paduan sebanyak 3 dan peningkatan modulus elastisitas sebesar 5. Namun aluminium-lithium tidak lagi diproduksi akibat tingkat reaktivitas lithium yang tinggi yang dapat meningkatkan biaya keselamatan kerja.

2.5.3.7 Paduan Aluminium-Skandium

Penambahan skandium ke aluminium membatasi pemuaian yang terjadi pada paduan, baik ketika pengelasan maupun ketika paduan berada di lingkungan yang panas. Paduan ini semakin jarang diproduksi, karena terdapat paduan lain yang lebih murah dan lebih mudah diproduksi dengan karakteristik yang sama, yaitu paduan titanium. Paduan Al-Sc pernah digunakan sebagai bahan pembuat pesawat tempur Rusia, MIG, dengan konsentrasi Sc antara 0,1-0,5 Zaki, 2003, dan Schwarz, 2004. Universitas Sumatera Utara

2.5.3.8 Paduan Aluminium-Besi

Besi Fe juga kerap kali muncul dalam aluminium paduan sebagai suatu kecelakaan. Kehadiran besi umumnya terjadi ketika pengecoran dengan menggunakan cetakan besi yang tidak dilapisi batuan kapur atau keramik. Efek kehadiran Fe dalam paduan adalah berkurangnya kekuatan tensil secara signifikan, namun diikuti dengan penambahan kekerasan dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam paduan 10 silikon, keberadaan Fe sebesar 2,08 mengurangi kekuatan tensil dari 217 hingga 78 MPa, dan menambah skala Brinnel dari 62 hingga 70. Hal ini terjadi akibat terbentuknya kristal Fe-Al-X, dengan X adalah paduan utama aluminium selain Fe.

2.5.4 Teori Mikrostruktur Aluminium-Magnesium

Paduan aluminium dibuat dari 5 unsur sebelumnya dilebur sehingga menghasilkan 3 macam ingot Al-7075. Masing-masing paduan setelah itu dicetak. Ingot hasil peleburan ini dihomogenisasi pada suhu 500 C dilanjutkan dengan annealing pada suhu yang bervariasi. Selanjutnya 3 macam ingot Al-7075 yaitu jenis A, B dan C dikenai pencelupan dalam air quenching. Pasca perlakuan tersebut logam paduan Al-7075 dianalisis struktur mikro atau microstructure test menggunakan mikroskop optik dengan metode Jenco guna mengetahui efek perlakuan terhadap sifat mekanik masing-masing khususnya grain size. Bahasan sekilas mengenai analisis struktur mikro logam paduan aluminium merupakan suntingan dari tesis Hadijaya Kabid Pengembangan IT- IKAUT yang berjudul : “Pengaruh Komposisi unsur dan Perlakuan Panas Terhadap Karakteristik Mekanik Logam Paduan Aluminium Sebagai Material Tabung Roket”. Paduan logam dalam bentuk dua fasa atau lebih yang dipanaskan pada suhu tertentu maka senyawa fasa akan larut-padat dalam satu fasa lain yang relatif homogen. Fasa yang relatif homogen tersebut bila didinginkan secara cepat akan membentuk fasa larut-padat super jenuh. Fasa larut-padat super jenuh akan Universitas Sumatera Utara mengalami aging sehingga terbentuk presipitat berupa partikel endapan fasa kedua yang halus dan tersebar merata yang mengakibatkan bahan menjadi keras. Pengerasan presipitasi akan menurun kekuatannya bila mengalami suhu overaging. Penguatan logam tanpa pengaruh suhu overaging dapat dilakukan dengan metode dispersi. Pengerasan dispersi merupakan pengerasan melalui proses memasukkan partikel-partikel dispersi dalam bentuk serbuk yang tercampur secara homogen. Partikel dispersi yang digunakan merupakan partikel yang sama sekali tidak larut dalam matriknya. Campuran serbuk logam tersebut dikenai proses kompaksi dan sintering dengan suhu pemanasan sampai mendekati titik cair logam matrik sehingga mengakibatkan terjadi ikatan yang kuat. Partikel dispersi tersebut merupakan rintangan bagi gerakan dislokasi dan semakin banyak partikel akan semakin banyak terjadinya dislokasi. Dislokasi yang semakin banyak mengakibatkan dislokasi semakin rapat dan semakin sulit bergerak sehingga bahan akan semakin keras. Penguatan dengan cara penghalusan butir grain refining terjadi melalui struktur butir. Butir logam merupakan kumpulan sel- satuan yang berorientasi sama. Polikristal memiliki butir-butir yang orientasinya berbeda satu dengan yang lain. Pada saat deformasi terjadi, dislokasi akan bergerak pada bidang slip dan berusaha mencapai permukaan luar. Oleh karena orientasi setiap butir berbeda dengan yang lain, orientasi bidang slip pada butir-butir juga akan berbeda-beda. Sebagai akibatnya pergerakan dislokasi akan terhambat. Gerakan dislokasi yang akan menyeberangi batas butir memerlukan tegangan yang lebih besar sehingga dengan demikian batas butir akan menjadi penghalang dan penghambat gerakan dislokasi. Struktur butir memiliki batas-batas butir yang merupakan rintangan bagi pergerakan dislokasi. Butir yang semakin halus cenderung akan semakin memperbanyak batas butir. Batas butir yang banyak akan mengakibatkan gerakan dislokasi semakin sukar karena semakin banyak rintangan. Universitas Sumatera Utara Penghalusan butir dapat dilakukan melalui proses pembekuan dan proses rekristalisasi. Penguatan tekstur merupakan peningkatan kekuatan atau kekerasan melalui orientasi kristal. Logam dapat ditingkatkan kekuatannya dengan mengubah orientasi kristalnya. Pembentukan kristal logam agar memiliki orientasi pada arah tertentu dapat dilakukan dengan cara deformasi plastis misalnya dengan pengerolan rolling. Pengukuran diameter butir dilakukan langsung menggunakan metode Jenco. Metode Jenco merupakan aplikasi program komputer dimana kamera yang terpasang pada mikroskop optik model Nikon dihubungkan dengan komputer. Hasil pemotretan di-transfer ke komputer untuk selanjutnya analisis struktur mikro khususnya diameter butir dapat diselesaikan. Analisis struktur mikro logam A-7075 dilakukan berdasarkan tampilan tofografi gambar foto menggunakan mikroskop optik melalui pembesaran magnifikasi 50x. Foto-foto struktur mikro A-7075 tersebut mewakili material A, B dan C yang dibuat dengan perbedaan komposisi unsur-unsur pemadunya. Pada pengetsaan logam problema yang biasanya dialami adalah dalam hal mendapatkan gambar butir-butir kontras yang membedakan butiran satu dengan lainnya. Tampilan gambar kontras yang diamati melalui mikroskop akan sangat membantu interpretasi kualitatif maupun kuantitatif yang berkaitan dengan keberhasilan dalam peng¬analisaan bahan. Metode pengetsaan yang dilakukan adalah metode kimia. Dalam teknik etching larutan pengetsa bereaksi dengan permukaan cuplikan oleh adanya pelarutan selektif sesuai dengan karakteristik elektrokimia yang dimiliki oleh masing-masing area per¬mukaan bahan. Selama pengetsaan, ion-ion positif dari logam meninggalkan permukaan bahan uji lalu berdifusi kedalam elektrolit ekivalen dengan sejumlah elektron yang ter-dapat dalam bahan tersebut. Universitas Sumatera Utara Dalam proses etching secara langsung, apabila ion metal tersebut meninggalkan permukaan bahan lalu bereaksi dengan ion-ion non logam dalam elektrolit sehingga membentuk senyawa tak larut, maka lapisan presipitasi akan terbentuk menempel pada permukaan bahan dengan berbagai jenis ketebalan. Ketebalan lapisan ini sebagai fungsi dari komposisi dan orientasi struktur mikro yang lepas kedalam larutan. Lapisan ini dapat menampilkan interferensi corak warna disebabkan karena variasi ketebalan lapisan dan ditentukan oleh mikrostruktur logam yang ada dibawahnya. Gambar 2.15 Gambar perlakuan panas pada produk logam Al-7075 Tampilan tofografi umum mengenai pengaruh perlakuan panas pada produk logam Al-7075 kode A pasca peleburan casting sampai pasca perlakuan panas heat treatment seperti pada gambar 2.15. Pada foto-foto tersebut tampak bahwa Al-7075 A setelah dilebur dan membeku pada kondisi tanpa perlakuan namun tidak memperlihatkan bentuk dendrit Ao. Butir logam dengan bentuk dendrit biasanya memiliki banyak ruang-ruang kosong diantara butir yang Universitas Sumatera Utara dapat menyebabkan ikatan intermetalik logam lemah. Butir dendrit tidak terbentuk pada Al-7075 A karena efek solidifikasi cepat yang menggunakan air sebagai media pendingin logam tuang sehingga sebagian besar Al-7075 A mengalami pembentukan butir kolumnar. Pada pemanasan 100 C A-100 pembentukan butir kolumnar tidak tampak kontras karena proses etsa yang dilakukan kurang beberapa detik. Perlakuan panas yang diikuti dengan pendinginan mendadak di-quenching dengan air mengakibatkan butir kolumnar menjadi pecah dan lebih halus pada pemanasan 250 C A-250. Butiran halus dapat tersusun melalui proses annealing pada suhu pemanasan yang sedikit lebih tinggi dibawah titik lebur yaitu 400 C A-400 akan tetapi kerapatan susunan butir tampak belum baik. Foto dengan kode A-550 menampakkan struktur mikro Al-7075 A belum memiliki kesergaman bentuk butir terutama pada area tengah material hal ini lebih disebabkan oleh pendinginan yang kurang efektif sehingga efek laju pembekuan cepat hanya berlangsung dibagian tepi cetakan saja. Gambar 2.16 Gambar struktur mikro logam A-7075 dengan komposisi jenis B Universitas Sumatera Utara Pada Gambar 2.16 tampak struktur mikro logam A-7075 yang dibuat dengan komposisi unsur jenis B. Foto dengan kode B-0 mengindikasikan bahwa efek pembekuan secara cepat menyebabkan terbentuk butir kolumnar butir besar. Pemanasan selama 2 Jam pada suhu 100 C B-100 kurang memberikan pengaruh yang berarti terhadap diameter butir. Pemanasan sampel B pada suhu 250 C B-250 menunjukkan batas butir yang cukup baik namun belum seragam. Sampel dengan kode B-400 kurang lama proses etsanya sehingga tofografi mikrostruktur tidak terlihat jelas. Pemanasan sample B pada suhu 550 C B-550 menunjukkan bentuk butir memanjang, relatif seragam namun masih terdapat porositas pada batas butir. Gambar 2.17 Gambar struktur mikro logam A-7075 dengan komposisi jenis C Pada Gambar 2.17 tampak struktur mikro logam A-7075 yang dibuat dengan komposisi unsur jenis C. Sampel berkode C-0 tanpa perlakuan kontrol menunjukkan butir kolumnar. Sampel kode C-100 batas butir terlihat kurang kontras hal disebabkan karena kurang lama proses pengetsaan. Pemanasan pada suhu 250 C juga belum memberikan hasil yang baik pada Al-7075 C yaitu belum Universitas Sumatera Utara diperoleh pembentukan struktur butir yang seragam C-250. Pembentukan butir dengan batas yang cukup kontras terjadi pada pemanasa 400 C akan tetapi porositas masih banyak terdapat pada batas butir. Pemanasan pada suhu 550 C menunjukkan batas butir yang cukup jelas dan lebih seragam dibandingkan dengan pemanasan pada suhu yang lebih rendah. Gambar 2.18 Gambar struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis A, B dan C tanpa perlakuan panas Pada Gambar 2.18 tampak struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis A, B dan C pada kondisi tanpa perlakuan panas kontrol. Masing-masing tidak diberi perlakuan panas variabel kontrol. Oleh sebab itu memiliki bentuk butir besar. Pembentukan butir pada sampel B-0 tampak sedikit lebih baik dibandingkan dengan sampel A-0 dan C-0, hal ini disebabkan pengambilan area atau pencuplikannya mengambil posisi agak dibagian tepi coran. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.19 Gambar struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis A, B dan C doberikan perlakuan panas Pada Gambar 2.19 tampak struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis A, B dan C diberikan perlakuan panas pada suhu 100 C. Masing-masing diberi perlakuan panas pada suhu 100 C namun pembentukan batas butir kontras hanya diperoleh pada sampel B-100. Sedangkan sampel A-100 dan C-100 mengalami kegagalan saat dilakukan proses etsa. Butir yang terbentuk oleh pemanasan suhu yang relatif rendah tersebut masih kolumnar. Universitas Sumatera Utara 2.6. Material Komposit 2.6.1 Pengertian Material Komposit Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut bahan komposit. Dengan adanya perbedaan dari material penyusunnya maka komposit antar material harus berikatan dengan kuat, sehingga perlu adanya penambahan wetting agent. Gambar 2.20 Salah satu pengguna material komposit

2.6.2. Tujuan Pembuatan Material Komposit

Berikut ini adalah tujuan dari dibentuknya komposit, yaitu sebagai berikut : • Memperbaiki sifat mekanik danatau sifat spesifik tertentu • Mempermudah design yang sulit pada manufaktur • Keleluasaan dalam bentukdesign yang dapat menghemat biaya • Menjadikan bahan lebih ringan

2.6.3. Penyusun Komposit

Komposit pada umumnya terdiri dari 2 fasa: 1. Matriks Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar dominan. Universitas Sumatera Utara Matriks mempunyai fungsi sebagai berikut : a Mentransfer tegangan ke serat. b Membentuk ikatan koheren, permukaan matrikserat. c Melindungi serat. d Memisahkan serat. e Melepas ikatan. f Tetap stabil setelah proses manufaktur. Gambar 2.21 Salah satu contoh penyusun kompoit 2. Reinforcement atau Filler atau Fiber Salah satu bagian utama dari komposit adalah reinforcement penguat yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit.Secara strukturmikro material komposit tidak merubah material pembentuknya dalam orde kristalin tetapi secara keseluruhan material komposit berbeda dengan material pembentuknya karena terjadi ikatan antar permukaan antara matriks dan filler.Syarat terbentuknya komposit: adanya ikatan permukaan antara matriks dan filler. Ikatan antar permukaan ini terjadi karena adanya gaya adhesi dan kohesi

2.6.4. Klasifikasi komposit

Berdasarkan matrik, komposit dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok 3 besar yaitu: a. Komposit matrik polimer KMP, polimer sebagai matrik b. Komposit matrik logam KML, logam sebagi matrik c. Komposit matrik keramik KMK, keramik sebagai matrik Universitas Sumatera Utara

a. Komposit Matrik Polimer Polymer Matrix Composites – PMC

Komposit ini bersifat : 1 Biaya pembuatan lebih rendah 2 Dapat dibuat dengan produksi massal 3 Ketangguhan baik 4 Tahan simpan 5 Siklus pabrikasi dapat dipersingkat 6 Kemampuan mengikuti bentuk 7 Lebih ringan. Keuntungan dari PMC : 1 Ringan 2 Specific stiffness tinggi 3 Specific strength tinggi 4 Anisotropy Jenis polimer yang banyak digunakan : 1 Thermoplastic Thermoplastic adalah plastic yang dapat dilunakkan berulang kali recycle dengan menggunakan panas. Thermoplastic merupakan polimer yang akan menjadi keras apabila didinginkan. Thermoplastic meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik reversibel kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila didinginkan. Contoh ari thermoplastic yaitu Poliester, Nylon 66, PP,\ PTFE, PET, Polieter sulfon, PES, dan Polieter eterketon PEEK. 2 Thermoset Thermoset tidak dapat mengikuti perubahan suhu irreversibel. Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis melamin. Plastik jenis termoset tidak begitu menarik dalam Universitas Sumatera Utara proses daur ulang karena selain sulit penanganannya juga volumenya jauh lebih sedikit sekitar 10 dari volume jenis plastik yang bersifat termoplastik. Contoh dari thermoset yaitu Epoksida, Bismaleimida BMI, dan Poli-imida PI. Aplikasi PMC, yaitu sebagai berikut : 1 Matrik berbasis poliester dengan serat gelas a Alat-alat rumah tangga b Panel pintu kendaraan c Lemari perkantoran d Peralatan elektronika. 2 Matrik berbasis termoplastik dengan serat gelas = Kotak air radiator 3 Matrik berbasis termoset dengan serat carbon a Rotor helikopter b Komponen ruang angkasa c Rantai pesawat terbang

b. Komposit Matrik Logam Metal Matrix Composites – MMC