2.5 Klasifikasi Aluminium
2.5.1 Aluminium Murni
Aluminium 99 tanpa tambahan logam paduan apapun dan dicetak dalam keadaan biasa,
hanya memiliki kekuatan tensil sebesar 90 MPa, terlalu lunak
untuk penggunaan yang luas sehingga seringkali aluminium dipadukan dengan logam lain.
2.5.2. Aluminium Paduan
Elemen paduan yang umum digunakan pada aluminium adalah silikon, magnesium, tembaga, seng, mangan, dan juga lithium sebelum tahun 1970. Secara
umum, penambahan logam paduan hingga konsentrasi tertentu akan meningkatkan kekuatan tensil dan kekerasan, serta menurunkan titik lebur. Jika
melebihi konsentrasi tersebut, umumnya titik lebur akan naik disertai meningkatnya kerapuhan akibat terbentuknya senyawa, kristal, atau granula dalam
logam. Namun, kekuatan bahan paduan aluminium tidak hanya bergantung pada konsentrasi logam paduannya saja, tetapi juga bagaimana proses perlakuannya
hingga aluminium siap digunakan, apakah dengan penempaan, perlakuan panas, penyimpanan, dan sebagainya.
2.5.3 Pengelompokan Jenis Paduan Aluminium 2.5.3.1 Paduan Aluminium-Silikon
Paduan aluminium dengan silikon hingga 15 akan memberikan kekerasan dan kekuatan tensil yang cukup besar, hingga mencapai 525 MPa pada
aluminium paduan yang dihasilkan pada perlakuan panas. Jika konsentrasi silikon lebih tinggi dari 15, tingkat kerapuhan logam akan meningkat secara drastis
akibat terbentuknya kristal granula silika.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Fase paduan Al-Si, temperatur vs persentase paduan
2.5.3.2 Paduan Aluminium-Tembaga
Paduan aluminium-tembaga juga menghasilkan sifat yang keras dan kuat, namun rapuh. Umumnya, untuk kepentingan penempaan, paduan tidak boleh
memiliki konsentrasi tembaga di atas 5,6 karena akan membentuk senyawa CuAl2 dalam logam yang menjadikan logam rapuh.
Gambar 2.11 Diagram Fase Al-Cu, temperatur vs persentase paduan
Universitas Sumatera Utara
2.5.3.3 Paduan Aluminium-Magnesium
Keberadaan magnesium hingga 15,35 dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660 oC hingga 450 oC. Namun, hal ini
tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada
suhu di atas 60 oC. K eberadaan
magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami
failure pada temperatur tersebut.
Gambar 2.12 Diagram fase Paduan Al-Mg, temperatur vs persentase Mg
2.5.3.4 Paduan Aluminium-Mangan
Penambahan mangan memiliki akan berefek pada sifat dapat dilakukan pengerasan tegangan dengan mudah work-hardening sehingga didapatkan logam
paduan dengan kekuatan tensil yang tinggi namun tidak terlalu rapuh. Selain itu, penambahan mangan akan meningkatkan titik lebur paduan aluminium.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Diagram fase Al-Mn, temperatur vs konsentrasi Mn
2.5.3.5 Paduan Aluminium-Seng
Paduan aluminium dengan seng merupakan paduan yang paling terkenal karena merupakan bahan pembuat badan dan sayap pesawat terbang. Paduan ini
memiliki kekuatan tertinggi dibandingkan paduan lainnya, aluminium dengan
5,5 seng dapat memiliki kekuatan tensil sebesar 580 MPa dengan elongasi sebesar 11 dalam setiap 50 mm bahan. Bandingkan dengan aluminium dengan
1 magnesium yang memiliki kekuatan tensil sebesar 410 MPa namun memiliki elongasi sebesar 6 setiap 50 mm bahan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 Diagram fase Al-Zn, temperatur vs persentase Zn
2.5.3.6 Paduan Aluminium-Lithium
Lithium menjadikan paduan aluminium mengalami pengurangan massa jenis dan peningkatan modulus elastisitas; hingga konsentrasi sebesar 4 lithium,
setiap penambahan 1 lithium akan mengurangi massa jenis paduan sebanyak 3 dan peningkatan modulus elastisitas sebesar 5. Namun aluminium-lithium tidak
lagi diproduksi akibat tingkat reaktivitas lithium yang tinggi yang dapat meningkatkan biaya keselamatan kerja.
2.5.3.7 Paduan Aluminium-Skandium
Penambahan skandium ke aluminium membatasi pemuaian yang terjadi pada paduan, baik ketika pengelasan maupun ketika paduan berada di lingkungan
yang panas. Paduan ini semakin jarang diproduksi, karena terdapat paduan lain yang lebih murah dan lebih mudah diproduksi dengan karakteristik yang sama,
yaitu paduan titanium. Paduan Al-Sc pernah digunakan sebagai bahan pembuat pesawat tempur Rusia, MIG, dengan
konsentrasi Sc antara 0,1-0,5 Zaki, 2003, dan Schwarz, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3.8 Paduan Aluminium-Besi
Besi Fe juga kerap kali muncul dalam aluminium paduan sebagai suatu kecelakaan. Kehadiran besi umumnya terjadi ketika pengecoran dengan
menggunakan cetakan besi yang tidak dilapisi batuan kapur atau keramik. Efek kehadiran Fe dalam paduan adalah berkurangnya kekuatan tensil secara
signifikan, namun diikuti dengan penambahan kekerasan dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam paduan 10 silikon, keberadaan Fe sebesar 2,08
mengurangi kekuatan tensil dari 217 hingga 78 MPa, dan menambah skala Brinnel dari 62 hingga 70. Hal ini terjadi akibat terbentuknya kristal Fe-Al-X,
dengan X adalah paduan utama aluminium selain Fe.
2.5.4 Teori Mikrostruktur Aluminium-Magnesium
Paduan aluminium dibuat dari 5 unsur sebelumnya dilebur sehingga menghasilkan 3 macam ingot Al-7075. Masing-masing paduan setelah itu dicetak.
Ingot hasil peleburan ini dihomogenisasi pada suhu 500 C dilanjutkan dengan
annealing pada suhu yang bervariasi. Selanjutnya 3 macam ingot Al-7075 yaitu jenis A, B dan C dikenai pencelupan dalam air quenching. Pasca perlakuan
tersebut logam paduan Al-7075 dianalisis struktur mikro atau microstructure test menggunakan mikroskop optik dengan metode Jenco guna mengetahui efek
perlakuan terhadap sifat mekanik masing-masing khususnya grain size.
Bahasan sekilas mengenai analisis struktur mikro logam paduan aluminium merupakan suntingan dari tesis Hadijaya Kabid Pengembangan IT-
IKAUT yang berjudul : “Pengaruh Komposisi unsur dan Perlakuan Panas Terhadap Karakteristik Mekanik Logam Paduan Aluminium Sebagai Material
Tabung Roket”.
Paduan logam dalam bentuk dua fasa atau lebih yang dipanaskan pada suhu tertentu maka senyawa fasa akan larut-padat dalam satu fasa lain yang relatif
homogen. Fasa yang relatif homogen tersebut bila didinginkan secara cepat akan membentuk fasa larut-padat super jenuh. Fasa larut-padat super jenuh akan
Universitas Sumatera Utara
mengalami aging sehingga terbentuk presipitat berupa partikel endapan fasa kedua yang halus dan tersebar merata yang mengakibatkan bahan menjadi keras.
Pengerasan presipitasi akan menurun kekuatannya bila mengalami suhu overaging. Penguatan logam tanpa pengaruh suhu overaging dapat dilakukan
dengan metode dispersi.
Pengerasan dispersi merupakan pengerasan melalui proses memasukkan partikel-partikel dispersi dalam bentuk serbuk yang tercampur secara homogen.
Partikel dispersi yang digunakan merupakan partikel yang sama sekali tidak larut dalam matriknya. Campuran serbuk logam tersebut dikenai proses kompaksi dan
sintering dengan suhu pemanasan sampai mendekati titik cair logam matrik sehingga mengakibatkan terjadi ikatan yang kuat. Partikel dispersi tersebut
merupakan rintangan bagi gerakan dislokasi dan semakin banyak partikel akan semakin banyak terjadinya dislokasi. Dislokasi yang semakin banyak
mengakibatkan dislokasi semakin rapat dan semakin sulit bergerak sehingga bahan akan semakin keras. Penguatan dengan cara penghalusan butir grain
refining terjadi melalui struktur butir. Butir logam merupakan kumpulan sel- satuan yang berorientasi sama. Polikristal memiliki butir-butir yang orientasinya
berbeda satu dengan yang lain. Pada saat deformasi terjadi, dislokasi akan bergerak pada bidang slip dan berusaha mencapai permukaan luar.
Oleh karena orientasi setiap butir berbeda dengan yang lain, orientasi bidang slip pada butir-butir juga akan berbeda-beda. Sebagai akibatnya
pergerakan dislokasi akan terhambat. Gerakan dislokasi yang akan menyeberangi batas butir memerlukan tegangan yang lebih besar sehingga dengan demikian
batas butir akan menjadi penghalang dan penghambat gerakan dislokasi. Struktur butir memiliki batas-batas butir yang merupakan rintangan bagi pergerakan
dislokasi. Butir yang semakin halus cenderung akan semakin memperbanyak batas butir. Batas butir yang banyak akan mengakibatkan gerakan dislokasi
semakin sukar karena semakin banyak rintangan.
Universitas Sumatera Utara
Penghalusan butir dapat dilakukan melalui proses pembekuan dan proses rekristalisasi. Penguatan tekstur merupakan peningkatan kekuatan atau kekerasan
melalui orientasi kristal. Logam dapat ditingkatkan kekuatannya dengan mengubah orientasi kristalnya. Pembentukan kristal logam agar memiliki orientasi
pada arah tertentu dapat dilakukan dengan cara deformasi plastis misalnya dengan pengerolan rolling.
Pengukuran diameter butir dilakukan langsung menggunakan metode Jenco. Metode Jenco merupakan aplikasi program komputer dimana kamera yang
terpasang pada mikroskop optik model Nikon dihubungkan dengan komputer. Hasil pemotretan di-transfer ke komputer untuk selanjutnya analisis struktur
mikro khususnya diameter butir dapat diselesaikan. Analisis struktur mikro logam A-7075 dilakukan berdasarkan tampilan tofografi gambar foto menggunakan
mikroskop optik melalui pembesaran magnifikasi 50x. Foto-foto struktur mikro A-7075 tersebut mewakili material A, B dan C yang dibuat dengan perbedaan
komposisi unsur-unsur pemadunya.
Pada pengetsaan logam problema yang biasanya dialami adalah dalam hal mendapatkan gambar butir-butir kontras yang membedakan butiran satu dengan
lainnya. Tampilan gambar kontras yang diamati melalui mikroskop akan sangat membantu interpretasi kualitatif maupun kuantitatif yang berkaitan dengan
keberhasilan dalam peng¬analisaan bahan. Metode pengetsaan yang dilakukan adalah metode kimia. Dalam teknik etching larutan pengetsa bereaksi dengan
permukaan cuplikan oleh adanya pelarutan selektif sesuai dengan karakteristik elektrokimia yang dimiliki oleh masing-masing area per¬mukaan bahan. Selama
pengetsaan, ion-ion positif dari logam meninggalkan permukaan bahan uji lalu berdifusi kedalam elektrolit ekivalen dengan sejumlah elektron yang ter-dapat
dalam bahan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses etching secara langsung, apabila ion metal tersebut meninggalkan permukaan bahan lalu bereaksi dengan ion-ion non logam dalam
elektrolit sehingga membentuk senyawa tak larut, maka lapisan presipitasi akan terbentuk menempel pada permukaan bahan dengan berbagai jenis ketebalan.
Ketebalan lapisan ini sebagai fungsi dari komposisi dan orientasi struktur mikro yang lepas kedalam larutan. Lapisan ini dapat menampilkan interferensi corak
warna disebabkan karena variasi ketebalan lapisan dan ditentukan oleh mikrostruktur logam yang ada dibawahnya.
Gambar 2.15 Gambar perlakuan panas pada produk logam Al-7075 Tampilan tofografi umum mengenai pengaruh perlakuan panas pada
produk logam Al-7075 kode A pasca peleburan casting sampai pasca perlakuan panas heat treatment seperti pada gambar 2.15. Pada foto-foto tersebut
tampak bahwa Al-7075 A setelah dilebur dan membeku pada kondisi tanpa perlakuan namun tidak memperlihatkan bentuk dendrit Ao. Butir logam dengan
bentuk dendrit biasanya memiliki banyak ruang-ruang kosong diantara butir yang
Universitas Sumatera Utara
dapat menyebabkan ikatan intermetalik logam lemah. Butir dendrit tidak terbentuk pada Al-7075 A karena efek solidifikasi cepat yang menggunakan air
sebagai media pendingin logam tuang sehingga sebagian besar Al-7075 A mengalami pembentukan butir kolumnar. Pada pemanasan 100
C A-100 pembentukan butir kolumnar tidak tampak kontras karena proses etsa yang
dilakukan kurang beberapa detik. Perlakuan panas yang diikuti dengan pendinginan mendadak di-quenching dengan air mengakibatkan butir kolumnar
menjadi pecah dan lebih halus pada pemanasan 250 C A-250. Butiran halus
dapat tersusun melalui proses annealing pada suhu pemanasan yang sedikit lebih tinggi dibawah titik lebur yaitu 400
C A-400 akan tetapi kerapatan susunan butir tampak belum baik. Foto dengan kode A-550 menampakkan struktur mikro
Al-7075 A belum memiliki kesergaman bentuk butir terutama pada area tengah material hal ini lebih disebabkan oleh pendinginan yang kurang efektif sehingga
efek laju pembekuan cepat hanya berlangsung dibagian tepi cetakan saja.
Gambar 2.16 Gambar struktur mikro logam A-7075 dengan komposisi jenis B
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.16 tampak struktur mikro logam A-7075 yang dibuat dengan komposisi unsur jenis B. Foto dengan kode B-0 mengindikasikan bahwa
efek pembekuan secara cepat menyebabkan terbentuk butir kolumnar butir besar. Pemanasan selama 2 Jam pada suhu 100
C B-100 kurang memberikan pengaruh yang berarti terhadap diameter butir. Pemanasan sampel B pada suhu
250 C B-250 menunjukkan batas butir yang cukup baik namun belum seragam.
Sampel dengan kode B-400 kurang lama proses etsanya sehingga tofografi mikrostruktur tidak terlihat jelas. Pemanasan sample B pada suhu 550
C B-550 menunjukkan bentuk butir memanjang, relatif seragam namun masih terdapat
porositas pada batas butir.
Gambar 2.17 Gambar struktur mikro logam A-7075 dengan komposisi jenis C
Pada Gambar 2.17 tampak struktur mikro logam A-7075 yang dibuat dengan komposisi unsur jenis C. Sampel berkode C-0 tanpa perlakuan kontrol
menunjukkan butir kolumnar. Sampel kode C-100 batas butir terlihat kurang kontras hal disebabkan karena kurang lama proses pengetsaan. Pemanasan pada
suhu 250 C juga belum memberikan hasil yang baik pada Al-7075 C yaitu belum
Universitas Sumatera Utara
diperoleh pembentukan struktur butir yang seragam C-250. Pembentukan butir dengan batas yang cukup kontras terjadi pada pemanasa 400
C akan tetapi porositas masih banyak terdapat pada batas butir. Pemanasan pada suhu 550
C menunjukkan batas butir yang cukup jelas dan lebih seragam dibandingkan
dengan pemanasan pada suhu yang lebih rendah.
Gambar 2.18 Gambar struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis A, B dan C tanpa perlakuan panas
Pada Gambar 2.18 tampak struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis A, B dan C pada kondisi tanpa perlakuan panas kontrol. Masing-masing tidak
diberi perlakuan panas variabel kontrol. Oleh sebab itu memiliki bentuk butir besar. Pembentukan butir pada sampel B-0 tampak sedikit lebih baik
dibandingkan dengan sampel A-0 dan C-0, hal ini disebabkan pengambilan area atau pencuplikannya mengambil posisi agak dibagian tepi coran.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.19 Gambar struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis A, B dan C doberikan perlakuan panas
Pada Gambar 2.19 tampak struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis A, B dan C diberikan perlakuan panas pada suhu 100
C. Masing-masing diberi perlakuan panas pada suhu 100
C namun pembentukan batas butir kontras hanya diperoleh pada sampel B-100. Sedangkan sampel A-100 dan C-100 mengalami
kegagalan saat dilakukan proses etsa. Butir yang terbentuk oleh pemanasan suhu yang relatif rendah tersebut masih kolumnar.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Material Komposit 2.6.1 Pengertian Material Komposit
Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama
lainnya baik itu sifat kimia maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut bahan komposit. Dengan adanya perbedaan dari material
penyusunnya maka komposit antar material harus berikatan dengan kuat, sehingga perlu adanya penambahan wetting agent.
Gambar 2.20 Salah satu pengguna material komposit
2.6.2. Tujuan Pembuatan Material Komposit
Berikut ini adalah tujuan dari dibentuknya komposit, yaitu sebagai berikut : • Memperbaiki sifat mekanik danatau sifat spesifik tertentu
• Mempermudah design yang sulit pada manufaktur • Keleluasaan dalam bentukdesign yang dapat menghemat biaya
• Menjadikan bahan lebih ringan
2.6.3. Penyusun Komposit
Komposit pada umumnya terdiri dari 2 fasa: 1.
Matriks Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi
volume terbesar dominan.
Universitas Sumatera Utara