Spektrum Gelombang Elektromagnetik Redaman Hujan SST

8 Gambar 2.2 Polarisasi gelombang radio 2. Polarisasi non linier yaitu bila arah garis gaya listriknya melingkar. Polarisasi ini terbagi menjadi dua : a. Polarisasi non linier positif, yaitu bla arah garis gaya listriknya melingkar searah jarum jam. b. Polarisasi non linier negatif, yaitu bila arah garis gaya listriknya melingkar berlawanan arah jarum jam

2.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Spektrum gelombang elektromagnetik dapat dikelompokkan berdasarkan rentang frekuensi dan panjang gelombang. Tabel 1.1 menunjukkan pengelompokan pita frekuensi yang umum digunakan berdasarkan rentang frekuensi dan panjang gelombang [5]. Universitas Sumatera Utara 9 Tabel 1.1 Pita-pita frekuensi Pita Rentang frekuensi Panjang gelombang ELF Extremely low frequency 30 – 300 Hz 10.000 – 1000 km VF voice frequency 300-3000 Hz 1000 – 100 km VLF very low frequency 3 – 30 KHz 100 – 10 km LF low frequency 30 – 300 KHz 10 – 1 km MF medium frequency 300 – 3000 KHz 1000 – 100 m HF high frequency 3 – 30 MHz 100 – 10 m VHF very high frequency 30 – 300 MHz 10 – 1 m UHF ultra high frequency 300 – 3000 MHz 100 – 10 cm SHF super high frequency 3 – 30 GHz 10 – 1 cm EHF extremely high frequency 30 – 300 GHz 10 – 1 mm Inframerah 300 GHz – 400 THz 1 mm – 770 nm Lebar pita frekuensi yang digunakan untuk gelombang mikro dan milimeter adalah dari 500 MHz – 300 GHz. Namun yang telah diberikan nama secara internasional adalah pada rentang 500 MHz – 40 GHz seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 [6]. Universitas Sumatera Utara 10 Tabel 1.2 Pita frekuensi gelombang mikro Frekuensi Penamaan pita gelombang mikro Old New 500 -1000 MHz VHF C 1 – 2 GHz L D 2 -3 GHz S E 3 – 4 GHz S F 4 – 6 GHz C G 6 – 8 GHz C H 8 – 10 GHz X I 10 – 12.4 GHz X J 12.4 – 18 GHz Ku J 18 – 20 GHz K J 20 – 2.5 Ghz K K 26.5 – 40 GHz Ka K Hubungan antara panjang gelombang dan frekuensi dinyatakan sebagai berikut [4]: λ = cf 2.1 dimana : λ = panjang gelombang m f = Frekuensi Hz c = Kecepatan gelombang radio di udara mdetik = 3x10 8 Universitas Sumatera Utara 11

2.3 Mekanisme Dasar Perambatan Gelombang Elektromagnetik

Ada beberapa mekanisme dasar perambatan gelombang elektromagnetik yang dikenal antara lain refleksi, scattering, refraksi, dan difraksi.

2.3.1 Refleksi Pemantulan

Refleksi terjadi ketika gelombang elektromagnetik mengenai obyek yang memiliki dimensi lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal dari pemancar gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Refleksi terjadi pada permukaan bumi, bangunan, tembok, dan penghalang yang lain. Ketika gelombang radio mengenai bahan dielektrik sempurna, sebagian dari energinya ditransmisikan ke medium kedua, dan sebagian lagi dipantulkan kembali ke medium pertama sehingga tidak ada kehilangan energi karena penyerapan. Jika medium kedua adalah konduktor yang sempurna, maka semua energinya terpantul kembali ke medium pertama tanpa kehilangan energi. Gambar 2.3 Refleksi pemantulan Gelombang Elektromagnetik [7] Universitas Sumatera Utara 12

2.3.2 Scattering HamburanPenyebaran

Scattering terjadi ketika medium dimana gelombang merambat mengandung obyek yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang sinyal gelombang tersebut dan jumlah obyek perunit volume sangat besar. Gelombang tersebar dihasilkan dari permukaan kasar, benda kecil, atau obyek seperti tiang lampu dan pohon seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Scattering hamburan Gelombang Elektromagnetik [7]

2.3.3 Refraksi Pembiasan

Refraksi digambarkan sebagai pembelokan gelombang radio yang melewati medium yang memiliki kepadatan yang berbeda. Dalam ruang hampa udara, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan sekitar 300.000 kmdetik. Ini adalah nilai konstan c, yang umum disebut dengan kecepatan cahaya tetapi sebenarnya merujuk kepada kecepatan cahaya dalam ruang hampa. Dalam udara, air, gelas, dan media transparan, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan yang lebih rendah dari c. Ketika suatu gelombang elektromagnetik merambat dari satu medium ke medium lain dengan kepadatan berbeda maka kecepatannya akan berubah. Universitas Sumatera Utara 13 Akibatnya adalah pembelokan arah gelombang pada batas kedua medium tersebut. Jika merambat dari medium yang kurang padat ke medium yang lebih padat, maka gelombang akan membelok ke arah medium yang lebih padat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Refraksi Pembiasan [7]

2.3.4 Difraksi Lenturan

Difraksi terjadi ketika garis edar radio antara pengirim dan penerima dihambat oleh permukaan yang tajam atau dengan kata lain kasar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Pada frekuensi tinggi, difraksi tergantung pada ukuran objek yang menghambat, amplitudo, fase, dan polarisasi dari gelombang pada titik difraksi. Gambar 2.6 Difraksi Lenturan [7] Universitas Sumatera Utara 14

2.4 Sistem Komunikasi Gelombang Milimeter

2.4.1 Pendahuluan

Sistem komunikasi gelombang milimeter dapat diterapkan untuk jaringan transmisi backbone atau backhaul berupa lintasan point-point antara dua node dalam sebuah jaringan, misal antara dua BTS, atau untuk jaringan akses nirkabel bagi pelanggan ke suatu layanan pita lebar, seperti akses internet. Gambar 2.7 memberikan ilustrasi implementasi jaringan akses nirkabel milimeter untuk terminal pelanggan yang terpasang di gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, maupun perumahan. Antena BTS tidak selalu memerlukan menara, tetapi dapat juga dipasang pada dinding luar atau atap gedung bertingkat. Gambar 2.7 Ilustrasi jaringan akses nirkabel pita lebar [2] Universitas Sumatera Utara 15 Jaringan akses gelombang milimeter juga dapat diimplementasikan di dalam gedung untuk menyediakan akses intranet dan internet pita lebar bagi pengguna layanan multimedia. Bagi suatu jaringan akses nirkabel yang beroperasi pada gelombang milimeter, biasanya dalam rentang 20 – 60 GHz, kendala dan tantangan terbesar muncul dari karakteristik propagasi gelombang. Redaman lintasan yang besar, rugi-rugi pantulan dan difraksi yang tinggi, serta efek penghaburan oleh hujan merupakan faktor-faktor kendala alami yang perlu diatasi.

2.4.2 Propagasi Gelombang Milimeter

Karena frekuensinya relatif sangat tinggi, yaitu dalam rentang 20 – 60 GHz, ekivalen dengan panjang gelombang dalam rentang 0.5 – 1.5 cm, maka beberapa mekanisme propagasi gelombang milimeter radio menjadi dominan. Panjang gelombang yang relatif kecil menyebabkan hampir semua benda memberikan pengaruh signifikan. Mulai dari dinding tembok, kerangka logam, jalinan kawat kasa, dedaunan basah, sampai titik hujan, semuanya menyebabkan pemantulan, penghamburan, ataupun difraksi gelombang. Oleh sebab itu, agar suatu gelombang milimeter dapat merambat tanpa adanya perubahan arah atau kerapatan daya selain yang disebabkan oleh proses radiasi gelombang ke segala arah, maka elipsoida zona Fresnel pertama dengan antena pemancar dan antena penerima sebagai kedua fokusnya tidak boleh ditempati oleh obyek-obyek seperti gedung, tiang, pohon, dan sebagainya. Jari-jari zona Fresnel pertama F 1 , yaitu jarak tegak lurus antara garis penghubung kedua antena dengan permukaan elipsoida zona Fresnel pertama, Universitas Sumatera Utara 16 dapat dihitung dengan persamaan umum untuk jari-jari Fresnel [4] : 2.2 dimana : F 1 = radius daerah Fresnel pertama m f = frekuensi kerja GHz d 1 = jarak antara Tx dengan halangan km d 2 = jarak antara Rx dengan halangan km d = d 1 + d 2 = jarak antara Tx dan Rx km Untuk daerah Fresnel pertama di tengah lintasan d = d 1 + d 2 , dan d 1 = d 2 =12 d, sehingga: 2.3 Di daerah yang dekat dengan antena, misal d 1 dari antena : 2.4 Gambar 2.8 Pemetaan daerah-daerah Fresnel Sedangkan untuk radius daerah Fresnel kedua, daerah Fresnel ketiga, dan seterusnya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7, dinyatakan dengan rumusan Universitas Sumatera Utara 17 berikut: 2.5 Atau secara singkat dinyatakan: 2.6 dimana F 1 = radius daerah Fresnel pertama m n = 1,2,3, ….. Jika zona Fresnel pertama terbebas dari obyek pengganggu, maka lintasan radio antara pemancar dan penerima dapat dianggap sebagai lintasan line of sight atau LOS. Namun, apabila sebuah obyek terdapat di dalam zona Fresnel pertama, maka gelombang radio akan mulai mengalami efek difraksi. Jika obyek menghalangi separuh penampang zona Fresnel pertama maka hanya separuh intensitas medan elektromagnetik yang sampai pada penerima sehingga hanya seperempat daya gelombang yang terdeteksi oleh penerima dibandingkan kondisi ruang bebas [2]. Efek penurunan daya ini akan semakin signifikan ketika seluruh zona Fresnel pertama mulai tertutup oleh obyek, bahkan lebih parah lagi ketika jari-jari penampang obyek penghalang jauh lebih besar dibandingkan jari-jari zona fresnel pertama. Besarnya redaman yang terjadi akibat difraksi dapat diperkirakan dengan mengasumsikan bawa obyek penghalang berbentuk seperti layar. Difraksi yang terjadi dapat digambarkan seperti pembelokan gelombang radio pada titik-titik di sepanjang tepi layar, dalam literatur sering disebut sebagai knife-edge diffraction Universitas Sumatera Utara 18 KED. Jadi, pada sistem komunikasi gelombang milimeter, kondis LOS adalah syarat mutlak [2]. Untuk sistem nirkabel gelombang milimeter yang bekerja di luar gedung, hujan juga memberikan masalah tersendiri dan merupakan salah satu tantangan terbesar bagi implementasi di daerah tropis dengan curah hujan yang sangat besar. Efek peredaman hujan terhadap gelombang radio mulai pada frekuensi di atas 10 GHz, ekivalen dengan panjang gelombang kurang dari 3 cm. Untuk gelombang radio dengan panjang gelombang dalam rentang tersebut, efek penghamburan oleh titik-titik hujan yang berdiameter maksimum sekitar 6 mm mulai terasa. Redaman hujan yang disebabkan oleh hamburan titik-titik hujan yang jatuh tersebar dalam ruang berbentuk kubus berukuran 1 m 3 biasa dinyatakan dalam bentuk redaman spesifik γ atau Y yaitu redaman dalam dB per satuan jarak dalam km. Dengan demikian redaman hujan total sepanjang suatu lintasan radio dapat dihitung sebagai berikut [2]: A= dB 2.7 dengan l menyatakan posisi dalam kilometer sepanjang lintasan yang menghubungkan antena pemancar dan penerima, sedangkan L menyatakan panjang lintasan dalam km. Berdasarkan penjabaran di atas, redaman total dalam dB yang terjadi sepanjang suatu lintasan radio secara umum dapat dituliskan sebagai berikut [2]: L tot = L fs + L dif + A dB 2.8 Sedangkan daya yang diterima dalam skala decibel dBm atau dBW adalah [1]: P R = P T + G T + G R –L tot dBm 2.9 Universitas Sumatera Utara 19 Formulasi yang lengkap untuk persamaan 2.9 harus melibatkan pula rugi-rugi transmisi, konektor, ketidaktepatan arah antena dan sebagainya.

2.5 Intensitas Hujan dan Redaman Hujan

2.5.1 Pendahuluan

Redaman pada sistem komunikasi yang menggunakan gelombang radio pada frekuensi gelombang mikro dan milimeter redaman merupakan efek yang paling berpengaruh pada sistem komunikasi yang mana dengan semakin tinggi frekuensi yang digunakan maka redaman yang ditimbulkan semakin besar. Redaman tersebut dapat berasal dari rugi-rugi free space dan zat-zat yang terdapat pada atmosfer seperti oksigen, uap air, awan kabut, salju, dan hujan yang dapat menurunkan performansi sistem komunikasi [8].

2.5.2 Intensitas Hujan

Hujan merupakan fenomena yang menjadi bagian dari siklus air yang berlangsung secara alamiah. Sebagai akibat dari penguapan air di permukaan bumi, uap yang terkumpul bersama-sama pada ketinggian tertentu akan mengalamai kondensasi dan jatuh kembali ke permukaan bumi sebagai hujan. Berdasarkan proses terjadinya hujan, terdapat beberapa kategori penting dari hujan. Masing-masing memiliki karakteristik intensitas, ruang, dan waktu yang berbeda yang berpengaruh terhadap kinerja sistem komunikasi gelombang milimeter. Jenis-jenis hujan tersebut adalah: 1. Hujan stratiform, yaitu hujan yang berawal dari lapisan-lapisan bentangan awan stratus yang terbentuk dengan terangkatnya uap air atau kabut dari Universitas Sumatera Utara 20 permukaan. Hujan stratiform ditandai oleh hujan merata dengan rentang waktu dan ruang yang luas dengan intensitas hujan rendah sampai sedang, dapat berlangsung sangat lama pada daerah yang luas. 2. Hujan konvektif diawali oleh awan konvektif atau cumulus yang umumnya memiliki dimensi vertikal yang besar dengan batas horizontal yang jelas, terjadi karena naiknya udara hangat sampai pada ketinggian udara yang cukup dingin sehingga terjadi kondensasi melalui proses konveksi. Jika awan cumulus mencapai ketinggian titik beku air, maka hujan lokal dengan rentang waktu dan ruang yang sempit, namun memiliki intensitas yang relatif tinggi. Hujan stratiform dapat terjadi bersamaan dengan hujan pada wilayah yang bersambungan. 3. Hujan orografis adalah hujan yang terjadi di daerah pegunungan yang perlu dibedakan dari dua jenis hujan lainnya karena proses kejadiannya yang berbeda. Angin membawa uap air dari dataran rendah naik ke atas gunung sehingga terjadi proses pendinginan adiabatik, kondensasi, dan akhirnya hujan. Berbagai besaran yang mengkuantifikasi fenomena hujan sangat terkait dengan distribusi ukuran titik hujan. Jika diasumsikan bahwa buir titik hujan berbentuk bola sempurna, maka volume bola titik hujan dapat dinyatakan oleh diameternya. Distribusi diameter titik hujan DSD atau drop size distribution menyatakan jumlah titik-titik hujan yang memiliki diameter mm di dalam suatu rentang tertentu per m 3 volume ruang yang diamati, sehingga seringkali dinyatakan dalam satuan butirm 3 mm. Universitas Sumatera Utara 21 Setelah melalui tahap pembentukan titik hujan, ukuran titik-titik hujan yang jatuh ditentukan oleh proses menyatunya titik-titik hujan menjadi titik hujan tunggal yang berukuran lebih besar, serta pecahnya titik hujan berukuran besar yang tidak stabil menjadi titik-titik hujan yang berukuran lebih kecil. Butir titik hujan mulai tidak stabil dan akan pecah menjadi butir-butir yang lebih kecil ketika diameternya mencapai sekitar 6 mm [9]. Beberapa besaran penting yang mengkuantifikasi sebuah peristiwa hujan di antaranya adalah intensitas hujan atau curah hujan, kandungan air, faktor reflektifitas radar, dan redaman gelombang radio. Dua besaran yang sering dibahas secara umum adalah intensitas hujan dan redaman gelombang radio. Intensitas hujan atau curah hujan menyatakan ketinggian air yang terkumpul akibat hujan per satuan waktu, biasanya dinyatakan dalam mmjam. Dengan asumsi bahwa titik – titik hujan tersebar dalam ruang secara seragam, besarnya curah hujan tidak tergantung kepada luas permukaan datar untuk menampung air hujan. Intensitas hujan R mmjam pada suau titik lokasi pada suatu saat tertentu dapat diperoleh dari DSD yang terukur di tempat dan waktu tersebut dengan persamaan berikut [2]: R = 6 x 10 -4 vD 2.13 dengan vD menyatakan kecepatan jatuh titik hujan dengan diameter ekivalen sebesar D mm [2]: 28D 2 D ≤ 0.075 mm 4.5D – 0.18 0.075 mm D ≤ 0.5 mm vD = 4.0 + 0.07 0.5 mm D ≤ 1.0 mm 2.14 -0.425 + 3.695D + 0.8 1.0 mm D ≤ 3.6 mm Universitas Sumatera Utara 22 Variasi curah hujan terjadi pada beberapa dimensi. Pertama, pada sebuah peristiwa hujan, curah hujan berubah terhadap waktu dalam orde menit atau jam. Demikian pula frekuensi terjadinya hujan beserta tingkat intensitas hujan bergantung kepada musim. Kedua, curah hujan juga bervariasi dlam ruang, baik vertikal maupun horizontal. Secara horizontal, terdapat variasi skala kecil, menengah, dan besar. Variasi skala kecil terjadi dalam radius beberapa kilometer, terlihat terutama pada hujan konvektif yang lebat, bersifat lokal, dan berlangsung relatif singkat. Sedangkan jenis hujan stratiform cenderung memiliki curah hujan yang relatif kecil dengan jangka waktu yang lama. Variasi skala kecil ini dimanfaatkan untuk menerapka teknik diversity untuk mengatasi efek peredaman hujan yang dapat merusak kualitas sinyal. Variasi skala menengah terjadi pada kawasan yang berorde beberapa puluh atau ratus kilometer, di mana korelasi kejadian hujan antar dua wilayah cukup kecil. Variasi skala menengah biasanya dimanfaatkan untuk menerapkan teknik site diversity pada sistem komunikasi satelit pita Ka dan Ku. Sedangkan variasi skala besar terjadi secara global akibat perbedaan iklim. Sebagai contoh, wilayah Indonesia yang beriklim tropis maritime cenderung beriklim basah yang ditandai oleh seringnya terjadi hujan lebat, sangat berbeda dengan daerah subtropis dan sekitar kutub yang memiliki curah hujan lebih rendah. Sifat daerah tropis maritim dengan curah hujan tinggi inilah yang mendasari perlunya dirancang metode khusus untuk menjaga kinerja sistem komunikasi nirkabel gelombang milimeter. Universitas Sumatera Utara 23

2.5.3 Redaman Hujan

Peredaman gelombang radio oleh hujan atau sering disebut redaman hujan, adalah besarnya rasio daya yang sampai di penerima pada kondisi cuaca cerah dan pada kondisi hujan. Redaman hujan dalam desibel yang terjadi pada lintasan sepanjang 1 km, dengan asumsi intensitas hujan yang seragam sepanjang lintasan tersebut, disebut sebagai redaman spesifik. Redaman spesifik Y dBkm merupakan nilai yang berlaku pada suatu titik lokasi tertentu pada suatu waktu tertentu pula dan dapat dikaitkan dengan DSD pada titik tersebut sebagai berikut [2]: Y VH = Im [ ] dD 2.15 dengan λ menyatakan panjang gelombang dalam meter, f VH D menyatakan forward scattering amplitude dalam satuan meter untuk butir titik hujan dengan diameter ekivalen D mm, Im [.] menyatakan bagian imajiner dari argumen, sedangkan subskrip V atau H menyakan polarisasi gelombang radio. Karakterisitik statistik curah hujan pada suatu wilayah tertentu tergambar dari fungsi distribusi kumulati CDF atau cumulative distribution function atau komplemennya CCDF atau complementary cumulative distribution function. Fungsi distribusi tersebut biasanya diperoleh dari hasil pengukuran selama beberapa tahun. Dari kurva CCDF yang dinyatakan dalam grafik semilogaritmik dapat diperoleh estimasi persentil ke – p, R p , yang didefinisikan sebagai berikut [2]: Pr R Rp = p 2.16 Persentil untuk nilai-nilai p tertentu biasa dipakai dalam estimasi persentil redaman hujan untuk desain sistem komunikasi. Universitas Sumatera Utara 24 Pada sistem komunikasi dengan menggunakan gelombang radio dengan frekuensi di atas 10 GHz redaman yang disebabkan oleh partikel-partikel di udara sangat berpengaruh adalah redaman yang disebabkan oleh hujan dan salju. Untuk daerah tropis yang mempunyai curah hujan tinggi maka redaman yang sangat berpengaruh adalah redaman disebabkan oleh hujan atau disebut dengan redaman hujan. Pada sistem transmisi pada kondisi hujan, antena transmitter akan memancarkan elektromagnetik yang bertabrakan dengan titik hujan sehingga akan terjadi beberapa fenomena seperti redaman, depolarisasi gelombang dan scattering. Fenomena tersebut mempunyai efek yang dapat menurunkan performansi sistem komunikasi atau mengurangi kualitas dari komunikasi. Hal ini disebabkan karena adanya absorbsi dan scattering atau hamburan oleh titik hujan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Gambar 2.9 Hamburan oleh titik hujan Semakin besar intensitas hujan, semakin banyak pula butir-butir titik hujan yang berpotensi menghamburkan dan menyerap gelombang elektromagnetik pada pita milimeter. Untuk mendesain sistem komunikasi yang lebih reliable atau Universitas Sumatera Utara 25 sistem yang tahan terhadap efek redaman hujan maka perlu untuk mengetahui parameter-parameter dari hujan sehingga dapat mengkompensasi redaman hujan. Redaman spesifik adalah redaman yang terjadi pada satu titik pada ruang sepanjang lintasan dengan hubungan antara redaman spesifik Y dBkm dan curah hujan R mmh sebagai fungsi frekuensi dengan menggunakan persamaan 2.23 berikut [10]: Yx = aR b x, 2.10 dengan : a dan b = parameter yang tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang radio. Redaman hujan pada lintasan dari suatu lintasan propagasi dengan panjang L km dapat dinyatakan [10]: A= , 2.11 dengan: A = redaman hujan dB Rz = curah hujan mmh pada suatu titik a dan b = parameter yang tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang radio Nilai parameter a dan b ditunjukkan pada Tabel 1.3 [11]. Universitas Sumatera Utara 26 Tabel 1.3 Parameter k dan α terhadap frekuensi dan polarisasi Frequency GHz k H k V α H α V 1 2 4 6 7 8 10 12 15 20 25 30 35 40 45 50 60 70 80 90 100 120 150 200 300 400 0.0000387 0.000154 0.000650 0.00175 0.00301 0.00454 0.0101 0.0188 0.0367 0.0751 0.124 0.187 0.263 0.350 0.442 0.536 0.707 0.851 0.975 1.06 1.12 1.18 1.31 1.45 1.36 1.32 0.0000352 0.000138 0.000591 0.00155 0.00265 0.00395 0.00887 0.0168 0.0335 0.0691 0.113 0.167 0.233 0.310 0.393 0.479 0.642 0.784 0.906 0.999 1.06 1.13 1.27 1.42 1.35 1.31 0.912 0.963 1.121 1.308 1.332 1.327 1.276 1.217 1.154 1.099 1.061 1.021 0.979 0.939 0.903 0.873 0.826 0.793 0.769 0.753 0.743 0.731 0.710 0.689 0.688 0.683 0.880 0.923 1.075 1.265 1.312 1.310 1.264 1.200 1.128 1.065 1.030 1.000 0.963 0.929 0.897 0.868 0.824 0.793 0.769 0.754 0.744 0.732 0.711 0.690 0.689 0.684

2.6 Sistem Komunikasi Yang Menggunakan Kanal Gelombang Milimeter

2.6.1 Local Multipoint Distribution Service LMDS

Local Multipoint Distribution Service LMDS adalah sistem komunikasi Wireless broadband point-to-multipoint communication yang beroperasi pada frekuensi sekitar 28 GHz sampai 31 GHz tetapi di Eropa bisa mencapai 40 GHz yang dapat membawa informasi video, suara dan data dengan pemanfaatan lebar pita frekuensi sekitar 1 GHz [12]. Untuk penggunaan frekuensi LMDS tergantung standar pada tiap negara. Sistem LMDS menggunakan sistem seluler untuk arsitektur jaringannya dengan sisi penerimanya tetap, tidak bergerak seperti pada Universitas Sumatera Utara 27 system mobile communication. Untuk bandwidth LMDS dialokasikan untuk mengirimkan layanan broadband dengan konfigurasi point-to-point atau point-to- multipoint yang digunakan untuk pelanggan perumahan maupun komersial [11]. Penggunaan frekuensi yang relatif sangat tinggi yaitu pada pita gelombang milimeter kondisi line of sight LOS harus dipenuhi sehingga pada sistem komunikasi LMDS sel yang terlingkupi pada umumnya berjarak sekitar 1 – 5 km. Jarak tempuhnya yang terbatas ini pada umumnya disebabkan karakteristik propagasi sinyal pada frekuensi tinggi mengalami banyak redaman, akibatnya sangat rentan terhadap kondisi lingkungan, terutama akibat hujan. Besarnya alokasi spektrum yang digunakan memampukan sistem LMDS untuk mendukung layanan-layanan broadband. Jenis layanan yang disediakan oleh sistem LMDS antara lain [13] : 1. Layanan Data Berkecepatan Tinggi. a. Peer to peer Symetric services b. Clientserver asymetric services Jaringan bisa terbentuk sendiri atau umum. Kecepatan data downstream biasanya 15 Mbps sampai 55 Mbps, sedangkan kecepatan upstream dari 64 Kbps sampai 44 Mbps. 2. Layanan suara atau telepon. Kecepatan dari layanan telepon adalah pada ISDN, E1, dan E3. 4. Layanan video. 5. Video on demand. 6. Interaktif video, seperti video conference. Universitas Sumatera Utara 28 7. Broadcast video, yang dapat disediakan dalam bentuk analog PAL maupun digital MPEG. Pada Gambar 2.9 ditunjukkan layanan-layanan yang disediakan oleh LMDS. Gambar 2.10 Arsitektur Sistem LMDS [12] Untuk membangun sebuah sistem LMDS perlu diperhatikan beberapa parameter. Parameter ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pembangunan sistem yang nyata. Adapun parameter tersebut adalah seperti prediksi pelanggan, link budget berupa redaman, kualitas transmisi, daya pancar, level sinyal terima, EIRP dan site planning [13]. Pada perhitungan link budget LMDS rugi-rugi lintasan redaman tidak hanya disebabkan oleh rugi-rugi ruang bebas melainkan telah dipengaruhi oleh redaman hujan dan penyerapan oleh gas seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.12 [13]. Hal ini disebabkan karena pada penggunaan frekuensi di atas 10 GHz terjadi efek scattering dan absorbtion yang disebabkan oleh partikel hujan sehingga dapat menurunkan kualitas komunikasi. Universitas Sumatera Utara 29 P T = CN - G T - G R – 204 + L TX + L RX + L FS + L hujan + NF +10 log BW + FM 2.12 P T = Daya pancar L TX = Redaman saluran pada pemancar L RX = Redaman saluran pada penerima L FS = Redaman lintasan redaman ruang bebas L hujan = Redaman hujan G T = Gain pada pemancar G R = Gain pada penerima CN = Nilai perbandingan antara sinyal yang diterima dengan noise yang diterima. FM = Fading Margin . 2.6.2 Komunikasi Point to Point LTE Long Term Evolution LTE adalah sebuah nama yang diberikan kepada suatu proyek dalam The Third Generation Partnership Project 3GPP untuk mengembangkan standar komunikasi bergerak Universal Mobile Telecommunication System UMTS dalam mengatasi kebutuhan mendatang. Menurut standar, LTE memberikan kecepatan uplink hingga 50 megabit per detik Mbps dan kecepatan downlink hingga 100 Mbps [14]. Perhitungan link budget LTE ada beberapa jenis antara lain link budget uplink, link budget downlink dan link budget point to point. Perhitungan link budget yang telah memperhitungkan nilai redaman hujan sepanjang link dan arah link adalah link budget point to point. Universitas Sumatera Utara 30 Pada teknologi LTE yang dimaksud dengan komunikasi point to point adalah komunikasi antara dua eNode-B. Parameter yang digunakan pada komunikasi point to point ini adalah sebagai berikut [14] : 1. Lokasi eNodeB 2. Frekuensi kerja yaitu : 8GHz, 13GHz, 15GHz dan 22GHz 3. Jarak antar eNode-B 4. Penguatan Antena dB 5. EIRP 6. Rugi – rugi lintasan 7. Free Space Loss dB 8. Redaman Hujan dB 9. Receive Signal Level –RSL dBm 10. Fresnel Zone Adapun parameter masukan dan keluaran perhitungan link budget pada komunikasi point to point LTE dapat dilihat pada Lampiran D. Universitas Sumatera Utara 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Alur jalannya penelitian Mulai Data Cuaca kota Medan di tiga titik lokasi: - Padang Bulan - Polonia - Sampali Perhitungan redaman hujan SST untuk tiga titik lokasi pada link Timur, Timur Laut, Utara, Barat Laut, dan Barat dengan titik acuan Timur Perhitungan distribusi kumulatif redaman hujan SST Selesai Nilai redaman hujan SST Universitas Sumatera Utara 32

3.1.1 Data Cuaca

Adapun langkah-langkah untuk memperoleh data cuaca adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh sampel curah hujan dilakukan pengamatan di daerah Padang Bulan, Polonia, dan Sampali Medan yakni periode September 2012 – November 2012 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2 Gambar 3.2 Peta lokasi pengambilan sampel 2. Pengukuran Intensitas Hujan dilakukan dengan menggunakan Hellman sedangkan untuk arah dan kecepatan angin menggunakan anemometer mangkok seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4. Sehingga diperoleh data cuaca kecepatan angin v kmjam, arah angin θ , dan intensitas hujan R mmh untuk daerah Padang Bulan, Polonia, dan Sampali Medan. Universitas Sumatera Utara 33 Gambar 3.3 Anemometer mangkok Gambar 3.4 Penakar hujan jenis hellman Penakar hujan jenis Hellman ini merupakan suatu alat penakar hujan berjenis recording atau dapat mencatat sendiri. Pengamatan dengan menggunakan alat ini dilakukan setiap hari pada jam-jam tertentu meskipun cuaca dalam keadaan baikhari sedang cerah. Alat ini mencatat jumlah curah hujan yang terkumpul dalam bentuk garis vertikal yang tercatat pada kertas pias. Alat ini memerlukan perawatan yang cukup intensif untuk menghindari kerusakan- kerusakan yang sering terjadi pada alat ini. Universitas Sumatera Utara 34 Cara kerja penakar hujan jenis Hellman ini, jika hujan turun maka air hujan masuk melalui corongnya yang kemudian terkumpul dalam tabung tempat pelampung. Air hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau naik keatas. Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakkannya selalu mengikuti tangkai pelampung. Gerakkan pena dicatat pada pias yang ditakkandigulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan bantuan tenaga per. Jika air dalam tabung hampir penuh dapat dilihat pada lengkungan selang gelas, pena akan mencapai tempat teratas pada pias. Setelah air mencapai atau melewati puncak lengkungan selang gelas, maka berdasarkan sistem siphon otomatis sistem selang air, air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian ujung selang dalam tabung. Bersamaan dengan keluarnya air, tangki pelampung dan pena turun dan pencatatannya pada pias merupakan garis lurus vertikal. Jika hujan masih terus-menerus turun, maka pelampung akan naik kembali seperti diatas. Dengan demikian jumlah curah hujan dapat dihitung atau ditentukan dengan menghitung garis-garis vertikal.

3.1.2 Perhitungan Redaman

Untuk menghitung redaman hujan dapat dilakukan melalui pengukuran curah hujan secara langsung dan penggunaan data cuaca serta pertimbangan arah dan kecepatan angin menggunakan metode statistik Synthetic Storm Technique SST. Metode ini mendeskripsikan suatu intensitas curah hujan sebagai fungsi dari panjang lintasanlink km dimana hujan tersebut bergerak sepanjang lintasan karena adanya pergerakan angin dengan kecepatan tertentu. Konfigurasi perhitungan redaman hujan SST multi link ditunjukkan pada Gambar 3.5 Universitas Sumatera Utara 35 Gambar 3.5 Konfigurasi link [15] Dari besarnya kecepatan angin dan arah angin maka diperoleh kecepatan angin dalam lintasan v r . Alat ukur yang digunakan yaitu Hellman. Redaman hujan yang terjadi pada lintasan terrestrial dari suatu lintasan propagasi sepanjang sumbu horizontal dengan panjang L km dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan berikut [16]: Ax = a 3.1 dengan : Ax = redaman hujan dB Rx = curah hujan mmh pada suatu titik a dan b = parameter yang tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang radio Dengan metode SST maka suatu lintasan radio sepanjang L km dapat dibagi ke dalam N segmen, masing-masing dengan panjang yang merupakan hasil kali antara kecepatan pergeseran sel hujan dengan periode sampling. Langkah-langkah pengolahan data statistik perhitungan redaman hujan untuk multilink dengan metode Synthetic Storm Technique SST menggunakan asumsi- asumsi sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 36 1. Lokasi link referensi L1 berada di timur dengan link yang lai L N dengan N = 2,3,4,5 dengan arah berlawanan jarum jam seperti pada Gambar 3.5. 2. Panjang link masing-masing adalah 1 km, 2 km, 3 km, dan 4 km dengan sudut antar link adalah 45 , 90 135 , dan 180 terhadap L 1 . 3. Data kecepatan angin kmdetik dan arah angin dari Padang Bulan, Sampali, dan Polonia menggunakan kecepatan rata-rata per hari dan arah yang terbanyak. Langkah-langkah estimasi redaman hujan dengan SST multilink adalah sebagai berikut: 1. Kecepatan angin di link dijelaskan sebagai berikut [11]: v r = 3.2 dengan : v r = kecepatan angin pada link Ψ = sudut antar link 45 , 90 135 , dan 180 . Ө = sudut kedatangan angin 2. Jumlah segmen Jumlah segmen adalah banyaknya sekat yang terdapat sepanjang link. Persamaan untuk menghitung jumlah segmen ini adalah sebagai berikut [2]: N= [L cos Ө V r T] 3.3 dengan : N = Jumlah segmen L = panjang link km Ө = sudut kedatangan angin Universitas Sumatera Utara 37 v r = kecepatan angin pada link T = waktu sampling 60 detik 3. Kecepatan angin pada link digunakan untuk memperoleh nilai panjang segmen untuk masing-masing link [11]: Δ L = v r T 3.4 dengan: v r = kecepatan angin pada link, T = waktu sampling 60 detik 4. Redaman hujan pada masing-masing link diperoleh sebagai berikut [11]: = Δ L n 3.5 dengan: A k = redaman hujan untuk k=1,2,…,n Δ L = panjang segmen, R = intensitas hujan mmh, a,b = koefisien ITU-R Berikut contoh perhitungan redaman hujan SST pada titik A pada link timur 1 km. Dari hasil pengukuran diperoleh 3 sampel intensitas hujan yaitu R 1 , R 2 , dan R 3 ketiga intensitas hujan dianggap terjadi secara kontiniu dengan kecepatan angin 7 knot dan arah angin dari timur laut Ө = 45 dan time sampling adalah 60 detik atau 1 menit. Contoh data hujan dan angin dapat dilihat pada Lampiran A. Universitas Sumatera Utara 38 1. Kecepatan angin pada link Kecepatan angin dalam 7 knot dikonversi menjadi 0.0035 kmdetik. Maka dengan menggunakan persamaan 3.2 diperoleh kecepatan angin pada link timur adalah 0.005 kmdetik. 2. Jumlah segmen Dalam metode SST panjang link 1 km dibagi ke dalam beberapa segmen. Dengan mengunakan persamaan 3.3 diperoleh jumlah segmen yaitu 2 segmen. 3. Panjang segmen Dengan menggunakan persamaan 3.4 diproleh panjang segmen yakni 0.3 km maka panjang link akan terbagi menjadi 2 panjang segmen dengan masing- masing panjang segmen Δ L 1 = 0.3 km dan Δ L 2 = 0.7 km. 4. Untuk ilustrasi perhitungan redaman hujan yang terjadi pada link timur 1 km dengan catatan intensitas hujan yang diukurditampung setiap jam dibagi waktu samplingnya t R menjadi 60 detik atau 1 menit. Sehingga total waktu sampling sebanyak 181, dimana intensitas hujan R 1 terjadi pada waktu sampling 1–61, intensitas hujan R 2 terjadi pada waktu sampling 61-121, dan intensitas hujan R 3 terjadi pada waktu 121-181. a. Pada t R1 =1 waktu sampling pada menit pertama. Kecepatan dan arah angin dari timur laut akan menyebabkan hujan dengan intensitas hujan R 1 60 akan mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman sebesar: A1 = aR 1 60 b Δ L 1 Universitas Sumatera Utara 39 b. Pada t R1 = 2 waktu sampling pada menit ke-2. Intensitas hujan R 1 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 2R 1 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 2 = a2R 1 60 b Δ L 1 + aR 1 60 b Δ L 2 c. Pada t R1 = 3 waktu sampling pada menit ke-3. Intensitas hujan 2R 1 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 3R 1 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 3 = a3R 1 60 b Δ L 1 + a2R 1 60 b Δ L 2 d. Pada t R1 = 4 waktu sampling pada menit ke-4 Intensitas hujan 3R 1 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 4R 1 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 4 = a4R 1 60 b Δ L 1 + a3R 1 60 b Δ L 2 e. Pada t R1 = 5 waktu sampling pada menit ke-5. Intensitas hujan 4R 1 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 5R 1 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 5 = a5R 1 60 b Δ L 1 + a4R 1 60 b Δ L 2 f. Pada t R1 = 6 waktu sampling pada menit ke-6. Intensitas hujan 5R 1 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 6R 1 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : Universitas Sumatera Utara 40 A 6 = a6R 1 60 b Δ L 1 + a5R 1 60 b Δ L 2 g. Pada t R1 = 7 waktu sampling pada menit ke-7. Intensitas hujan 6R 1 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 7R 1 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 7 = a7R 1 60 b Δ L 1 + a6R 1 60 b Δ L 2 h. Pada t R1 = 8 waktu sampling pada menit ke-8. Intensitas hujan 7R 1 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 8R 1 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 8 = a8R 1 60 b Δ L 1 + a7R 1 60 b Δ L 2 i. Pada t R1 = 9 waktu sampling pada menit ke-9. Intensitas hujan 8R 1 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 9R 1 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 9 = a9R 1 60 b Δ L 1 + a8R 1 60 b Δ L 2 j. Pada t R1 = 10 waktu sampling pada menit ke-10. Intensitas hujan 9R 1 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 10R 1 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 10 = a10R 1 60 b Δ L 1 + a9R 1 60 b Δ L 2 k. Prosedur yang sama dilakukan sampai t R1 = 61 waktu sampling pada menit ke- 61. Pada keadaan ini, intensitas hujan R 1 akan bergerak Universitas Sumatera Utara 41 ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan R 2 60 sudah mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 61 = aR 1 b Δ L 2 + aR 2 60 b Δ L 1 Setelah keadaan ini intensitas hujan R 1 sudah tidak mengenai segmen lagi atau intensitas hujan R 1 telah selesai dan waktu sampling menit pertama untuk intensitas hujan R 2 t R2 = 1 . l. Pada t R2 = 62 waktu sampling menit ke-2 untuk intensitas hujan R 2 . Pada keadaan ini, intensitas hujan R 2 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 2R 2 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 dengan catatan intensitas hujan R 1 telah selesai tidak mengenai segmen sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 62 = a2R 2 60 b Δ L 1 + aR 2 60 b Δ L 2 m. Pada t R2 = 63 waktu sampling ke-3 untuk intensitas hujan R 2 . Intensitas hujan 3R 2 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 2R 2 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 63 = a3R 2 60 b Δ L 1 + a2R 2 60 b Δ L 2 n. Pada t R2 = 64 waktu sampling ke-4 untuk intensitas hujan R 2 . Intensitas hujan 4R 2 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 3R 2 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 64 = a4R 2 60 b Δ L 1 + a3R 2 60 b Δ L 2 Universitas Sumatera Utara 42 o. Pada t R2 = 65 waktu sampling ke-5 untuk intensitas hujan R 2 . Intensitas hujan 3R 2 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 2R 2 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 65 = a5R 2 60 b Δ L 1 + a4R 2 60 b Δ L 2 p. Pada t R2 = 66 waktu sampling ke-6 untuk intensitas hujan R 2 . Intensitas hujan 6R 2 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 5R 2 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 66 = a6R 2 60 b Δ L 1 + a5R 2 60 b Δ L 2 q. Prosedur yang sama dilakukan sampai t R2 = 121 waktu sampling pada menit ke-121. Pada keadaan ini, intensitas hujan R 2 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan R 3 60 sudah mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 121 = aR 2 b Δ L 2 + aR 3 60 b Δ L 1 Setelah keadaan ini intensitas hujan R 2 sudah tidak mengenai panjang segmen lagi atau intensitas hujan R 1 telah selesai dan waktu sampling menit pertama untuk intensitas hujan R 3 t R3 = 1. r. Pada t R3 = 122 waktu sampling menit ke-2 untuk intensitas hujan R 3 . Pada keadaan ini, intensitas hujan R 3 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 2R 3 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 dengan catatan intensitas hujan R 1 Universitas Sumatera Utara 43 telah selesai tidak mengenai segmen sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 122 = a2R 3 60 b Δ L 1 + aR 3 60 b Δ L 2 s. Pada t R3 = 123 waktu sampling ke-3 untuk intensitas hujan R 3 . Intensitas hujan 3R 3 60 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 dan intensitas hujan 2R 3 60 mengenai panjang segmen yang pertama Δ L 1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 123 = a3R 3 60 b Δ L 1 + a2R 3 60 b Δ L 2 t. Prosedur yang sama dilakukan sampai t R3 = 181 waktu sampling pada menit ke-61. Pada keadaan ini, intensitas hujan R 3 akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L 2 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A 181 = aR 3 b Δ L 2 Setelah keadaan ini intensitas hujan R 3 sudah tidak mengenai segmen lagi. Setelah itu, sampel redaman hujan yang diperoleh dari perhitungan di atas akan digunakan untuk menghitung nilai redaman hujan sepanjang link menggunakan persamaan 3.5 dan untuk source code programnya dapat dilihat pada Lampiran B.

3.1.3 Nilai Redaman Hujan

Pengukuran intensitas hujan menggunakan Hellman di daerah Padang Bulan, Polonia, dan Sampali Medan pada periode September – November 2012 menghasilkan intensitas hujan dalam satuan mmh. Semua hasil perhitungan redaman hujan pada masing-masing event hujan akan dikumpulkan dalam satu Universitas Sumatera Utara 44 matrik kemudian dikonversi dalam satu tahun diplot sebagai fungsi Complement Cumulatif Distribution Function CCDF atau kurva distribusi redaman hujan absolut [11]. PAA p = [z365.25 x 24 x 60] 3.5 dengan : z = jumlah sampel redaman hujan Universitas Sumatera Utara 45

BAB IV PERHITUNGAN REDAMAN HUJAN PADA KANAL GELOMBANG

MILIMETER

4.1 Redaman Hujan SST

Pada pengukuran intensitas hujan dengan menggunakan Hellman akan dihasilkan data hujan harian yang merepresentasikan intensitas hujan R mmh sebagai fungsi waktu sedangkan hasil pengukuran kecepatan dan arah angin diambil rata-rata tiap hari. Dari hasil pengukuran intensitas hujan, kecepatan angin dan arah angin digunakan untuk menghitung redaman hujan sepanjang lintasan. Dengan asumsi letak link seperti pada Gambar 3.5 maka perhitungan redaman hujan dengan metode SST dengan memperhatikan kecepatan angin rata-rata per hari dan arah angin terbanyak. Redaman hujan yang terjadi pada masing-masing link tidak sama tergantung pada besarnya intensitas hujan, kecepatan angin, letak link, dan arah angin. Sebagai contoh event hujan pada tanggal 9 Oktober 2012 untuk daerah polonia dengan kecepatan angin 6 knot dengan arah angin dari timur untuk panjang link 1 km. Pada link timur dan link barat kecepatan angin dengan arah angin dari timur akan membentuk sudut 0 terhadap link dengan catatan link timur akan mengalami redaman hujan lebih dahulu dibandingkan link barat. Sedangkan pada link timur laut dan link barat laut kecepatan angin dengan arah angin dari timur akan membentuk sudut 45 terhadap link dan link timur laut akan mengalami redaman hujan lebih dahulu dibandingkan link barat laut. Hasil perhitungan SST diperoleh redaman hujan pada link utara yang memiliki redaman Universitas Sumatera Utara 46 hujan paling besar dibandingkan link yang lain. Hal ini disebabkan pada link utara dan kecepatan angin dengan arah dari timur sehingga tegak lurus terhadap link utara maka intensitas hujan akan langsung masuk sepanjang link sehingga diperoleh redaman hujan paling besar. Hasil pengukuran intensitas hujan dengan Helman dan data kecepatan angin rata-rata pada periode September – November 2012 di daerah Polonia, Sampali, dan Padang Bulan Medan akan digunakan untuk perhitungan redaman hujan SST multi link pada masing-masing event hujan dengan panjang link 1 km, 2 km, 3 km dan 4 km. Semua hasil perhitungan redaman hujan pada masing - masing event hujan akan dikumpulkan dalam satu matrik kemudian dikonversi dalam satu tahun diplot sebagai fungsi CCDF atau kurva distribusi redaman hujan absolut menggunakan persamaan 3.5.

4.2 Perhitungan Redaman Hujan Untuk Daerah Padang Bulan