Asal Usul dan Perkembangan Suku Toraja

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Asal Usul dan Perkembangan Suku Toraja

Bentuk Pulau Sulawesi memilki empat semenanjung yang disebabkan oleh deretan pegunungan yang membujur ke empat jurusan dari pusat pulai tersebut. Semenanjung selatan secara geigrafis terdiri dari suatu rangkaian gunung berapi yang sudah mati yang dikelilingi oleh daratan-daratan sepanjang pantai. Gunung yang tertinggi kurang lebih 3000 m dan jarak antara garis pantai dan timur kira- kira 150 KM. Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan , Indonesia . Populasinya diperkirakan sekitar 650.000 jiwa, dengan 450.000 diantaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja . Kata Toraja dibentuk dari dua kata yang berasal dari bahasa daerah, yaitu To yang berarti orang dan Ri Aja berarti dari gunung. Berdasarkan mitologi, orang Toraja meyakini bahwa mereka berasal dari 2 dua nenek moyang yaitu To Lembang dan To Manurung. To Lembang artinya orang perahu yaitu orang yang datang dengan menggunakan perahu lalu berkembang dan beranakpinak di daerah Toraja, sedangkan To Manurung artinya orang yang diturunkan dari langit untuk mengatur tata kehidupan To Lembang yaitu digunakan sebagai pengganti kata Desa meskipun pada prinsipnya aturan- aturan yang berlaku di Lembang sama persis dengan tata pemerintahan yang berlaku untuk Desa Hetty Nooy-Palm dalam Hans J.Daeng, 2000. To Manurung kemudian menikah dengan seorang Dewi Air Sundiwai yang melahirkan anak bernama Padada. Dari sinilah asal usul kelas bangsawan Toraja muncul dan melahirkan berbagai adat istiadat, termasuk Rambu Solo’. Sistem orang Toraja didominasi oleh kelompok kekerabatan yang disebut Marapuan atau Parapuan yang berorientasi kepada satu kakek moyang pendiri Tongkonan, yaitu rumah komunal sekaligus menjadi pusat kekerabatan dan kehidupan sosial serta religi para anggotanya. Kelompok Marapuan terdiri atas kerabat dari 3-5 generasi. Karena orang Toraja menganut pola kekerabatan yang bilateral sifatnya, maka seseorang bisa menjadi anggota dari beberapa buah Tongkonan. Sebelum abad ke-20, suku Toraja belum tersentuh oleh dunia luar sehingga masih menganut kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo yaitu Kepercayaan yang disertai dengan perilaku-perilaku tertentu. Misalnya ; seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, maka pantang baginya untuk makan nasi dan lauk pauk hanya makanan tertentu yang boleh hingga suaminya dipestakan. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma . Baik mereka yang masih memegang kepercayaan animisme maupun telah memiliki keyakinan beragama, ada prinsip dasar yang masih dipegang teguh untuk mengatur tata kehidupan hubungan antar sesama manusia orang Toraja yaitu prinsip penggarontosan ; Misa Ada Dipotuo Pantan Kada Dipomate Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Mati, Sipakaele-Disirapai Saling Menghargai dan Musyawarah serta Hidup Bagaikan Ikan Masapi Hidup Bersama Bagaikan Ikan dan Air yang Saling Membutuhkan merupakan semboyan hidup orang Toraja yang mencerminkan hubungan antar sesama manusia yang harus dijunjung tinggi. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Mayoritas suku Toraja kini telah memeluk agama Kristen Protestan, Katolik Advent, sementara sebagian menganut Islam dan sebagian kecil lagi masih tetap pada kepercayaan animismenya. Sejak tahun 1990-an itulah masyarakat Toraja mengalami transformasi budaya yang ditandai dengan pergeseran mata pencaharian dari bercocok tanam hortikultura sederhana menuju agraris lalu berkembang ke sektor pariwisata yang terus meningkat dari masa ke masa.

3.2 Kebudayaan Rambo Solo