Dinamika Penyelenggaraan Kebudayaan Rambo Solo

5. Penguburan : Penurunan jenazah dari tongkonan dan menggotong jenazah ketempat peristirahatan terakhir ma’palao. Iring-iringan yang sama pada saat pemindahan jenazah dari rumah ke tongkonan juga terjadi di sini, ditambah dengan atraksi adu kaki sisemba’ hingga sampai ke tempat pemakaman. Tempat pemakaman ada 2 dua jenis yaitu di gua-gua liang yang terdapat di tebing-tebing dan patane’ kuburan dari kayu semen berbentuk rumah adat. Masing-masing kelompok kerabat memiliki lokasi pemakaman yang tidak boleh sembarang orang menggunakannya karena hal ini juga terkait dengan status sosial kelompok kerabat yang ada. Lokasi tebing menandakan bersatunya berkumpulnya tulang- tulang para kerabat di satu tempat. Menurut falsafah ajaran Aluk Todolo bahwa manusia itu sama saja pada waktu hidup dan matinya, jika semasa hidup berkumpul di rumah Tongkonan maka setelah mati berkumpul tulang belulang di dalam satu Liang atau Kuburan. Semakin tinggi gualiang maka akan semakin mudah menggapai nirwana. Bagi bangsawan dalam kelompok kekerabatan, dibuatkan patane’ agar tidak bercampur dengan strata sosial yang dibawahnya. Di patane’ tersebut hanya boleh ada 2 dua jenazah yaitu sepasang suami isteri. 6. Setelah prosesi penguburan selesai maka tiba waktu para kerabat untuk mengucap syukur pada sang pencipta sebagai tanda bahwa rangkaian acara telah berakhir.

3.2.2 Dinamika Penyelenggaraan

Kemeriahan pesta dapat dilihat dari berapa lama pesta diselenggarakan, areal pelaksanaan acara dan berapa banyak jumlah hewan yang dikorbankan. Segala macam hewan yang dikorbankan diyakini akan menjadi bekal perjalanan si arwah menuju alam keabadian. Semakin banyak binatang kerbau babi disembelih, semakin baik dan lancar perjalanan arwah. Selain itu, semakin lama pesta dilaksanakan serta banyaknya hewan yang dikorbankan, juga menandakan semakin tinggi status sosial si arwah beserta keluarga intinya. Perbedaan status sosial masyarakat setempat mengacu pada tingkatan masyarakat adat Toraja. Berikut stratifikasi sosial masyarakat adat Toraja dari yang terendah hingga tertinggi dalam pelaksanaan rambu solo’ : 1. Dipasang Bongi : Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam 1 hari saja. Hewan yang disembelih biasanya hanya babi dengan jumlah kurang dari sepuluh ekor. 2. Dipatallung Bongi : Upacara pemakaman yang berlangsung selama 3 hari dan dilaksanakan di rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan. Hewan yang disembelih adalah kerbau tidak ada juga tidak masalah dan babi dalam jumlah yang tidak banyak. 3. Dipalimang Bongi : Upacara pemakaman yang berlangsung selama 5 hari dan dilaksanakan di sekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan dengan jumlah kerbau yang disembelih 8 ekor ditambah 50 ekor babi. 4. Dipapitung Bongi : Upacara pemakaman yang berlangsung selama 7 hari yang diselenggarakan di lapangan dan setiap harinya dilakukan pemotongan hewan dengan jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor ditambah dengan puluhan hingga ratusan babi. Namun demikian, stratifikasi sosial pada masyarakat adat Toraja tersebut mulai bergeser. Yang tadinya berdasarkan garis keturunan dan kedudukan keturunan bangsawan, tokoh adat penguasa atau hanya masyarakat biasa, kini seiring dengan perkembangan ekonomi dan pendidikan, banyak masyarakat biasa yang memiliki kemapanan ekonomi bisa menyelenggarakan pesta rambu solo’ seperti kelas bangsawan.

3.3 Fungsi dan Peran Ternak