KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Prestasi Belajar
1. Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh tiap individutiap orang yang menjadi tanggung jawabnya. Belajar dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan akan pengalaman yang didapat dari kehidupan sehari-hari. Kegiatan belajar diarahkan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Menurut Hilgard dalam Wens Tanlain 2007:6 bahwa ”belajar adalah suatu proses dan melalui proses itu terjadi pendidikan serta proses
ini terjadi dalam diri anak sejak ia lahir”.
2. Prestasi Belajar
Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia, prestasi berarti hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan atau dikerjakan.
Menurut Winkel 1991:162 “prestasi” adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai”. Jadi Prestasi Belajar adalah hasil yang telah dicapai
setelah seseorang melakukan kegiatan tertentu.
B. Pengertian Cooperative Learning
6
Lie 2007:28 mengatakan bahwa falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong adalah falsafah homo hominis socius. Falsafah
ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup.
Tanpa kerja sama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah. Model pembelajaran Cooperative Learning atau gotong royong adalah
sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Dalam
pembelajaran Cooperative Learning siswa bisa juga mengajar dengan sesama siswa yang lainnya. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai
fasilitator. Suasana belajar Cooperative Learning dapat menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian
psikologi yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh persaingan dan memisah-misahkan siswa Johnson johnson, 1989
Roger dan David Johnson dalam Lie 2007:31 mengatakan bahwa ”tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning”. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, perlu diterapakan lima unsur pembelajaran Cooperative Learning Lie, 2007:31. yaitu :
a. Saling Ketergantungan Positif
Dalam pembelajaran Cooperative Learning pengajar perlu menciptakan suasana yang mendorong anak-anak merasa saling
membutuhkan satu sama lain. Pengajar dapat menciptakan kelompok kerja yang efektif yaitu dengan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap
anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
Dalam pembelajaran Cooperative Learning siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka karena
mereka juga memberi sumbangan. Justru mereka akan merasa terpacu untuk meningkatkan usaha mereka dan dengan demikian menaikkan nilai mereka.
Sebaliknya siswa yang lebih pandai juga tidak akan merasa dirugikan karena rekannya yang kurang mampu juga telah memberikan bagian sumbangan
mereka. b. Tanggung Jawab Perorangan
Setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik, jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model
pembelajaran Cooperative Learning. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugas.
Pengajaran yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tuagas selanjutnya dalam kelompok dapat
dilaksanakan. Dalam teknik yang dikembangkan Aronson misalnya, bahan bacaan dibagi menjadi empat bagian dan masing-masing siswa mendapat
dan membaca satu bagian. Dengan cara demikian, siswa yang tidak jelas melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan mudah. Rekan-
rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lain.
c. Tatap Muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk saling bertatap
muka, sehingga mereka dapat saling berdiskusi. Interaksi semacam ini memungkinkan anak-anak dapat saling menjadi sumber belajar. Anak anak
sering merasa lebih mudah belajar dengan teman sesamanya daripada belajar dari guru. Interaksi tatap muka memungkinkan terciptanya sumber
belajar yang bervariasi, sehingga dapat mengoptimalkan pencapaian hasil belajar.
d. Komunikasi Antaranggota
Siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya
untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka mengutarakan pendapat mereka. Proses komunikasi antar kelompok merupakan proses
yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional anak
e. Evaluasi Proses Kelompok Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih
efektif. waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar
terlibat dalam kegiatan pembelajaran Cooperative Learning. Pengelolaan kelas
Cooperative Learning menggunakan
pengelompokan heterogenitas kemacamragaman. Kelompok heterogenitas dapat dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar
belakang agama, sosio ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok terdiri dari orang
berkemampuan akademis tinggi, sedang, dan kurang. Kelompok heterogen
sangat baik diterapkan dalam pembelajaran karena memberi kesempatan pada siswa untuk saling mengajar peer teaching.
Kebebasan memilih teman sering menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen, sehingga tujuan belajar Cooperative Learning tidak
tercapai. Anggota setiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak. Ada tiga macam teknik pengacakan menurut Triantoro dalam MUTU
1998:33 yang dapat digunakan. Ketiga teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Sosiometri Melalui metode ini guru dapat menentukan anak dari yang tergolong
paling disukai teman hingga paling tidak disukai oleh teman. Berdasarkan metode ini guru dapat menyusun kelompok belajar yang didalam tiap
kelompok ada anak yang tergolong banyak teman, anak biasa dan anak yang tidak memiliki teman.
2. Berdasarkan Kesamaan Nomor Jika jumlah anak dalam kelas 20 dan ingin menciptakan 5 kelompok
belajar yang masing-masing beranggotakan 4 anak misalnya, guru dapat menghiting anak dari 1 sampai 4. Anak-anak yang bernomor sama
kemudian dikelompokan sehingga tercipta 5 kelompok yang diharapkan memiliki sifat-sifat yang heterogen.
3. Menggunakan Teknik Acak Berstrata Anak-anak dalam kelas terlebih dahulu dikelompokan secara
homogen. Setelah itu, secara acak anak diambil dari kelompok yang homogen tersebut dan dimasukkan kedalam kelompok belajar Cooperative
Learning. Melalui teknik ini diharapkan dapat tercipata kelompok yang anggotanya heterogen.
Dalam metode pembelajaran Cooperative Learning, penataan ruang kelas perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata
sedemikian rupa sehingga semua siswa bisa melihat gurupapan tulis dengan jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik, dan berada dalam
jangkauan kelompoknya dengan merata. Kelompok bisa dekat satu sama lain, tetapi tidak menggangu kelompok yang lain dan
guru bisa menyediakan sedikit ruang kosong di salah satu bagian kelas untuk kegiatan
lain Lie, 2007:52.
C. Model Cooperative Learning teknik Jigsaw