STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 8
4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur
Dari komposisi penduduk di Provinsi Lampung berdasarkan kelompok umur tahun 2007 dapat diketahui bahwa gambaran pertumbuhan penduduk mengikuti pola piramida usia
muda, yaitu jumlah penduduk usia muda lebih banyak dibandingkan usia dewasa dan tua Gambar 3.2 . Hal ini merupakan gambaran dinamika penduduk yang biasanya memang
terjadi di negara sedang berkembang. Berdasarkan pendekatan yang digunakan BPS, yaitu batasan umur 15 tahun ke atas dari
semua penduduk yang dikenal dengan istilah penduduk usia kerja, maka penduduk usia kerja di Provinsi Lampung pada tahun 2008 berjumlah 4.967.910 jiwa. Sedangkan penduduk
yang termasuk bukan angkatan kerja berjumlah 2.423.221 jiwa. Kelompok umur 10-14 merupakan jumlah terbanyak Tabel 3.7.
Gambar 3.2 Piramida Penduduk Provinsi Lampung tahun 2008
Sumber: www.datastatistik-indonesia.com
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 9 Tabel 3.7 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Provinsi Lampung 2008
Jenis Kelamin Kelompok Umur
Laki-laki Perempuan
Jumlah
0-4 394.290
376.225 770.515
5-9 412.671
387.587 800.258
10-14 438.697
413.751 852.448
15-19 424.692
393.383 818.075
20-24 347.906
369.449 717.355
24-29 342.002
348.983 690.985
30-34 295.142
285.574 580.716
35-39 269.308
264.353 533.661
40-44 229.228
199.924 429.152
45-49 177.241
148.905 326.146
50-54 133.362
113.703 247.065
55-59 94.900
83.129 178.029
60-64 92.105
81.265 173.370
65-69 56.739
52.731 109.470
70-74 50.604
41.068 91.672
74 + 39.984
32.230 72.214
Nilai minimum 39.984
32.230 72.214
Nilai maksimum 438.697
413.751 852.448
Sumber: BPS Provinsi Lampung 2009
5. Status Pendidikan
Status pendidikan masyarakat di suatu wilayah menunjukkan tingkat kemajuan yang telah dicapai dalam pembangunan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat berkorelasi
erat dengan status pembangunan manusia di wilayah tersebut. Pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi Lampung telah menganggarkan Rp. 64.119.683.932,00 untuk
pembangunan di bidang pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk di Provinsi Lampung pada tahun 2007 mengalami peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagian besar penduduk di Provinsi Lampung memiliki tingkat pendidikan tamat SD dan tidakbelum tamat SD. Hanya sebagian kecil 3,8
penduduk di Provinsi Lampung yang memiliki jenjang pendidikan di atas SLTA.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 10 Tabel 3.8 Persentase pendidikan yang ditamatkan penduduk berumur 10 tahun ke atas
menurut jenis kelamin di Provinsi Lampung tahun 2006-2007
2006 2007
Jenjang Pendidikan yang Ditamatkan
L P
L + P L
P L + P
Tidakbelum tamat SD 33,0
36,5 34,7
27,9 33,8
30,7 SD
30,2 30,5
30,3 30,4
30,8 30,6
SLTP 18,8
17,7 18,3
20,4 18,5
19,5 SLTA
15,2 12,8
14,1 17,5
13,2 15,4
Di atas SLTA 2,8
2,4 2,6
3,8 3,7
3,8 Sumber: Susenas 2006-2007
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 11
PEMUKIMAN
Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Karena itu pengadaan perumahan merupakan tujuan fundamental
yang kompleks dan tersedianya standar perumahan merupakan isu penting dari kesehatan masyarakat. Perumahan yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan
sehingga penghuninya tetap sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan prasarana dan sarana yang terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi pembuangan
sampah, transportasi, dan tersedianya pelayanan sosial. Pada tahun 2008 Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Lampung melakukan identifikasi spasial
kawasan kumuh di Provinsi Lampung. Identifikasi pemukiman tersebut mencakup rumah- rumah penduduk yang berada di bantaran sungai, di bawah jaringan sutet, dan kondisi
rumah yang dikategorikan kumuh. Kota Bandar Lampung memiliki pemukimkan kumuh yang cukup besar hingga mencapai 6.362 rumah dengan 6.779 KK yang tersebar di semua
kecamatan. Sebagian besar pemukiman kumuh tersebut terdapat di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung dalam bentuk rumah tancap yang dibangun di atas permukan laut. Selain
Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Utara dan Tanggamus juga memiliki pemukiman kumuh yang relatif besar, yaitu masing-masing 2.133 dan 1.292 rumah.
Kabupaten Tulang Bawang memiliki rumah yang terletak di bantaran sungai yang paling banyak dibandingkan dengan kabupaten lainnya, yaitu 3.070 rumah. Data selengkapnya
tertera pada Tabel 3.9. Tabel 3.9 Jumlah rumah dan KK di bantaran sungai, di bawah sutet, dan pemukiman
kumuh di Provinsi Lampung tahun 2008.
Bantaran Sungai Di bawah Sutet
Pemukiman Kumuh No
Kabupaten Kota Rumah
KK Rumah
KK Rumah
KK
1
Lampung Barat
413 405
-- --
-- --
2
Tangamus
1.852 1.763
142 124
1.292 1.404
3
Lampung Selatan
350 257
109 89
180 203
4
Lampung Timur
287 252
-- --
775 866
5
Lampung Tengah
-- --
-- --
-- --
6
Lampung Utara
240 240
1 1
2.133 2.217
7
Way Kanan
539 539
15 15
214 233
8
Tulang Bawang
3.070 2.001
4 4
250 505
9
Bandar Lampung
1.619 1.518
96 106
6.362 6.779
10
Metro
-- --
-- --
-- --
11 Pesawaran
137 133
4 4
197 197
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Lampung 2008 Keterangan:
ņ tidak ada data; data diolah kembali.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 12 Di Kota Bandar Lampung, rumah-rumah tak layak huni dengan mudah didapati di sudut-
sudut kota yang terletak di pinggiran atau di bantaran sungai, di lokasi-lokasi yang padat penduduk dan di sepanjang rel kereta api ke arah Pelabuhan Panjang. Demikian juga
dengan rumah-rumah tancap yang banyak terdapat di tepi pantai di kawasan Gudang Lelang, Kelurahan Sukaraja, Kunyit, Karang Maritim, dan Srengsem. Rumah-rumah tak
layak huni membentuk lingkungan binaan sebagai lingkungan pemukiman kumuh yang mengurangi nilai keindahan dan kebersihan kota. Banyaknya keluarga yang tinggal di
rumah-rumah tak layak huni di Kota Bandar Lampung diduga merupakan para pendatang dari desa yang berurbaninssi ke Kota Bandar Lampung.
Salah satu masalah yang berat adalah sanitasi. Rumah-rumah tak layak huni tentunya tidak manusiawi. Rumah tersebut tidak mempunyai sarana MCK, sumber air bersih dan tempat
pembuangan sampah. Kebiasaan di desa untuk membuang air besar di mana-mana dilakukan pula di sini. Demikian pula dalam kebiasaan membuang sampah, sementara
pelayanan sanitasi di kota terbatas, sehingga terjadi kerusakan lingkungan biofisik dapat menyebabkan banjir dan masalah-masalah lainnya.
Gambar 3.3 Pemukiman kumuh sekitar pesisir Kota Bandar Lampung Kajian mengenai gambaran kondisi perumahan di Provinsi Lampung pernah dilakukan oleh
BPS Provinsi Lampung pada tahun 2005. Indikator yang diukur untuk menilai kondisi pemukiman tersebut antara lain luas lantai, penggunaan air bersih, jarak sumber air minum
ke tempat penampungan tinja, serta penggunaan fasilitas tempat buang air besar. Menurut BPS Provinsi Lampung 2006 penduduk rata-rata luas Iantai yang dihuni rumah
tangga di Provinsi Lampung pada tahun 2005 sebesar 66,60 m
2
. Pada kajian ini luas lantai
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 13 per rumah tangga dibagi menjadi tiga kelompok yaitu luas Iantai per rumah tangga yang
kurang dari 20 m
2
, antara 20 dan 99 m
2
dan Iebih dan atau sama dengan 100 m
2
. Secara lengkap, sebaran persentase kondisi rumah tangga berdasarkan luas lantai di masing-
masing kabupatenkota disajikan pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10 Persentase luas lantai rumah tangga per kabupatenkota tahun 2005
Persentase Luas lantai No.
Kabupaten kota 20 m
2
20-99 m
2
100m
2
Rata-rata luas lantai rumah tanga m
2
1 Lampung Barat
3,05 90,21
6,74 54,33
2 Tangamus
1,33 88,29
10,38 67,86
3 Lampung Selatan
1,79 90,71
7,51 61,95
4 Lampung Timur
0,00 92,91
7,09 66,24
5 Lampung Tengah
2,50 87,60
9,89 66,25
6 Lampung Utara
0,31 89,91
9,78 70,55
7 Way Kanan
0,87 96,52
2,61 52,45
8 Tulang Bawang
5,19 8,85
5,95 56,51
9 Bandar Lampung
4,91 66,82
28,27 89,51
10 Metro
2,99 77,47
19,54 89,05
Provinsi Lampung 2,25
87,32 10,43
6,60
Sumber: BPS Provinsi Lampung 2006 Fasilitas air bersih merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk kelayakan tempat
tinggal. Sedangkan ketersediaan air ledeng relatif terbatas. Hal ini disebabkan terbatasnya dana dan jangkauan jaringan perusahaan air ledeng yang dikelola oleh PAM maupun
PDAM. Sebagai dampaknya banyak rumah tangga yang sumber air minumnya berasal dan sumur dan mata air. Berdasarkan Susenas 2007 di daerah perkotaan dan pedesaan di
Provinsi Lampung sebagian besar penduduknya menggunakan sumber air bersih yang berasal dari sumur. Sekitar 57,1 rumah tangga di perkotaan menggunakan air sumur, baik
terlindung maupun tidak terlindung, sedangkan untuk daerah pedesaan sebesar 83,1. Rumah tangga yang mengunakan air ledeng dan pompa masing-masing sebesar 15,9 dan
12,2 di daerah perkotaan, sedangkan di pedesaan masing-masing sebesar 1,0 yang menggunakan ledeng dan 2,7 yang menggunakan pompa.
Berdasarkan fasilitas tempat buang air besar, sebagian besar rumah tangga di perkotaan di Provinsi Lampung sudah memiliki fasilitas tempat buang air besar yang berupa tangkiSPAL
70,5, sedangkan di pedesaan fasilitas tersebut baru mencapai 27,6. Rumah tangga di pedesaan yang tidak mempunyai fasilitas tempat buang air besar berupa SPAL umumnya
menggunakan lubang tanah 54,4, memanfaatkan perairan, ataupun membuang air besar di pinggir pantai, lapangan, dan kebun.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 14 Tabel 3.11 Persentase rumah tangga menurut penggunaan sumber air bersih di Provinsi
Lampung 2007
Daerah tempat tinggal No.
Fasilitas air bersih Perkotaan
Pedesaan Kota + Desa
1 Air dalam kemasan
12,5 2,1
4,3 2
Ledeng 15,9
1,0 4,1
3 Pompa
12,2 2,7
4,6 4
Sumur terlindung 39,5
43,9 43,0
5 Sumur tak terlindung
17,6 39,2
34,7 6
Mata air terlindung 1,4
2,4 2,2
7 Mata air tak terlindung
0,8 3,7
3,1 8
Air sungai 2,9
2,3 9
Air hujan 1,9
1,5 10
Lainnya 0,2
0,3 0,3
Sumber: Susenas 2007
Tabel 3.12 Persentase rumah tangga menurut fasilitas tempat buang air besar tahun 2007
Fasilitas tempat buang air besar
Perkotaan Pedesaan
Kota + Desa
TangkiSPAL 70,5
27,6 36,5
Kolamsawah 1,8
3,7 3,4
Sungaidanaulaut 10,0
11,9 11,5
Lubang tanah 16,0
54,4 46,4
Pantailapangankebun 1,7
2,4 2,2
Sumber: Susenas 2007
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 15
KESEHATAN
1 Usia Harapan Hidup
Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat
kesehatan pada khususnya. Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk
dari suatu daerah. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu
memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya
akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya.
Angka harapan hidup di Provinsi Lampung pada tahun 2008 secara jelas disajikan pada Tabel 3.13. Dari Tabel tersebut diketahui bahwa angka harapan hidup penduduk Provinsi
Lampung tahun 2008 adalah 69,00. Artinya bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 2008 akan dapat hidup sampai usia 69 tahun. Bila dibandingkan dengan data tahun sebelumnya
2007 maka terjadi kenaikan 0,2 tahun. Angka harapan hidup terendah 6,52 terdapat di Kabupaten Lampung Barat, sedangkan yang tertinggi 72,1 dimiliki oleh Kota Metro.
Kota Metro memiliki Angka Harapan Hidup yang cukup tinggi dibandingkan kabupatenkota lainnya, bahkan melebihi Angka Harapan Hidup Provinsi Lampung. Gambaran mengenai
angka harapan hidup eo di sepuluh kabupatenkota memperlihatkan bahwa secara umum ada 7 kabupaten yang nilai eo-nya berada di bawah angka harapan hidup provinsi, yakni
Kabupaten Lampung Barat, Tangamus, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara, Pesawaran, dan Tulang Bawang. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah
harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program
pemberantasan kemiskinan. Angka harapan hidup bersama-sama dengan angka melek huruf, rata-rata lama sekolah,
dan pengeluaran per kapita merupakan indikator-indikator yang menentukan Indeks Pembangunan Manusia IPM, Nilai IPM kabupatenkota di Provinsi Lampung pada tahun
2008 tertera pada Tabel 3.14.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 16 Tabel 3.13 Angka Harapan Hidup menurut KabupatenKota di Propinsi Lampung 2002-2008
Angka Harapan Hidup tahun KabupatenKota
2002 2005
2007 2008
Lampung Barat 63,8
65,2 66,3
66,52 Tangamus
66,0 67,7
68,2 68,51
Lampung Selatan 65,2
67,4 67,8
67,97 Lampung Timur
68,1 69,4
69,7 69,81
Lampung Tengah 67,2
68,5 68,8
68,92 Lampung Utara
65,4 66,9
67,4 67,52
Way Kanan 66,3
68,5 68,9
69,07 Tulang Bawang
64,7 67,3
68,1 68,33
Pesawaran ---
--- ---
68,20 Bandar Lampung
67,8 69,9
69,8 70,13
Metro ---
71,9 72,1
72,22
Provinsi Lampung 66,1
68.0 68,8
69,00
Nilai Min 63,8
65,2 66,3
66,52 Nilai Maks
68,1 71,9
72,1 72,22
Rata-rata 66,06
68,27 68,71
68,90 Sumber: BPS Provinsi Lampung, data diolah kembali.
Tabel 3.14 Nilai IPM kabupatenkota di Provinsi Lampung dan peringkatnya tahun 2008
Peringkat KabupatenKota
IPM Provinsi
Nasional
Lampung Barat 68,21
11 349
Tangamus 70,19
3 247
Lampung Selatan 68,79
9 327
Lampung Timur 69,68
5 277
Lampung Tengah 69,93
4 260
Lampung Utara 69,40
6 296
Way Kanan 68,98
8 315
Tulang Bawang 69,14
7 307
Pesawaran 68,73
10 330
Bandar Lampung 74,86
2 65
Metro 75,71
1 46
Provinsi Lampung 70,30
--- 20
Nilai Min 68,21
Nilai Maks 75,71
Rata-rata 70,33
Sumber: BPS Provinsi Lampung 2007
Pada tahun 2008 status pembangunan manusia di Provinsi Lampung menduduki peringkat ke-20 dari seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan nilai IPM. Nilai IPM Provinsi Lampung
sebesar 70,30 menunjukkan bahwa status pembangunan manusia di Provinsi Lampung termasuk kategori menengah atas. Kota Metro, yang merupakan peringkat pertama IPM di
Provinsi Lampung, secara nasional menduduki peringkat 46 dengan nilai IPM 75,71 menengah atas; sedangkan Kota Bandar Lampung berada pada posisi 65 dari seluruh
kabupatenkota di Indonesia dengan nilai IPM 74,86.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 17
2 Angka Kelahiran
Fertilitas merupakan salah satu komponen demografi di samping migrasi dan mortalitas yang dapat mempengaruhi perubahan demografi. Fertilitas diartikan sebagai hasil
reproduksi nyata seorang wanita atau sekelompok wanita, yaitu menyangkut banyaknya anak yang dilahirkan dalam jangka waktu tertentu. Fertilitas atau kelahiran merupakan salah
satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk. Kelahiran bayi membawa konsekuensi pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang bayi tersebut, termasuk pemenuhan
gizi dan kecukupan kalori, perawatan kesehatan. Pada gilirannya, bayi ini akan tumbuh menjadi anak usia sekolah yang menuntut pendidikan, lalu masuk angkatan kerja dan
menuntut pekerjaan. Bayi perempuan akan tumbuh menjadi remaja perempuan dan perempuan usia subur yang akan menikah dan melahirkan bayi.
Tingkat kelahiran di masa lalu mempengaruhi tingginya tingkat fertilitas masa kini. Jumlah kelahiran yang besar di masa lalu disertai dengan penurunan kematian bayi akan
menyebabkan bayi-bayi tersebut tetap hidup dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di saat kematian bayi masih tinggi. Lima belas tahun
kemudian bayi-bayi ini akan membentuk kelompok perempuan usia subur. Ukuran yang biasa dipakai untuk mengetahui tingkat fertilitas antara lain adalah total
fertilization rate TFR. Untuk mengetahui angka kelahiran yang diekspresikan melalui TFR
perlu diketahui Age Specific Fertility Rate ASFR, yaitu angka kelahiran menurut umur wanita. Berdasarkan data BPS Indonesia diketahui bahwa nilai TFR tahun 2000 di Provinsi
Lampung adalah 2.42. Nilai TFR Provinsi Lampung ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai TFR Indonesia yang nilainya 2.27. Berdasarkan nilai ASFR diketahui bahwa penduduk
wanita yang berumur 20-24 tahun merupakan golongan yang banyak melahirkan. Dari Tabel 3.15 diketahui bahwa Kabupaten Tanggamus memiliki nilai TFR yang tertinggi dibandingkan
dengan kabupatenkota lainnya di Provinsi Lampung, yaitu 2,66; sedangkan Kota Metro memiliki angka kelahiran yang paling rendah dengan nilai TFR 1,93.
Pengetahuan tentang fertilitas atau kelahiran dan KB serta indikator-indikatornya sangat berguna bagi para penentu kebijakan dan perencana program untuk merencanakan
pembangunan sosial terutama kesejahteraan ibu dan anak. Di kabupaten atau kota yang masih mempunyai tingkat fertilitas tinggi atau yang KB-nya kurang berhasil, jumlah bayi
yang lahir tiap tahunnya akan lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten atau kota yang program KB-nya berhasil menurunkan tingkat fertilitas. Kabupaten atau kota yang masih
mempunyai jumlah kelahiran yang besar akan menghadapi konsekuensi pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar atas kelahiran bayi-bayi ini, saat ini dan seterusnya sampai
bayi-bayi ini mendapatkan perkerjaan dan menjadi ibu yang melahirkan generasi penerus.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 18 Tabel 3.15 Nilai ASRF dan TFR di kabupatenkota di Provinsi Lampung tahun 2000
ASFR No.
KabupatenKota 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
TFR
1 Lampung Barat
78 154
128 82
49 15
12 2.59
2 Tanggamus
57 142
131 100
59 33
9 2.66
3 Lampung Selatan
59 127
132 93
60 23
3 2.48
4 Lampung Timur
57 129
109 71
44 20
3 2.17
5 Lampung Tengah
59 129
118 84
56 23
4 2.36
6 Lampung Utara
48 147
129 92
55 24
5 2.50
7 Way Kanan
62 140
134 79
51 30
13 2.54
8 Tulang Bawang
65 141
125 93
53 23
7 2.54
9 Kota Bandar Lampung
24 112
133 107
57 19
3 2.28
10 Kota Metro 21
95 106
84 57
18 5
1.93
Provinsi Lampung 54
131 125
90 55
24 6
2.42
Sumber: BPS Indonesia www.datastatistik-indonesia.com berdasarkan data Susenas 2003, 2004, 2005
3 Angka Kematian
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari tiga komponen demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk.
Organisasi Kesehatan Dunia WHO mendefinisikan kematian sebagai suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap
saat setelah kelahiran hidup. Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan
dengan masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan. Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun lokal dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kematian dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif,
kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas ISPA dan diare, yang
merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular, sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya
kematian bayi dan balita di sesuatu daerah. Faktor sosial ekonomi, seperti pengetahuan tentang kesehatan, gizi dan kesehatan
lingkungan, kepercayaan, nilai-nilai, dan kemiskinan merupakan faktor individu dan keluarga, mempengaruhi mortalitas dalam masyarakat. Tingginya kematian ibu merupakan
cerminan dari ketidaktahuan masyarakat mengenai pentingnya perawatan ibu hamil dan pencegahan terjadinya komplikasi kehamilan.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 19 Indikator mortalitas atau angka kematian yang umum dipakai adalah Angka Kematian Kasar
AKK atau Crude Death Rate CDR. Definisi Angka Kelahiran Kasar Crude Birth RateCBR adalah angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran pada tahun tertentu per
1.000 penduduk pada pertengahan tahun yang sama. Angka ini disebut kasar sebab belum memperhitungkan umur penduduk. Penduduk tua mempunyai resiko kematian yang lebih
tinggi dibandingkan dengan penduduk yang masih muda. Angka kematian kasar adalah indikator sederhana yang tidak memperhitungkan pengaruh umur penduduk. Akan tetapi
kalau tidak ada indikator kematian yang lain angka ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada suatu tahun yang bersangkutan. Apabila
dikurangkan dari angka kelahiran kasar akan menjadi dasar perhitungan pertumbuhan penduduk alamiah. Indikator angka kematian lainnya adalah: Angka Kematian Bayi IMR
dan Angka Harapan Hidup E atau Life Expectancy.
Proyeksi beberapa indikator angka kematian di Provinsi Lampung yang dilakukan oleh BPS Indonesia untuk periode 2000, 2005, dan 2010 tertera pada Tabel 3.16 Berdasarkan tabel
tersebut diketahui bahwa CDR atau angka kematian kasar di Provinsi Lampung pada tahun 2005 adalah 4,8 yang artinya adalah dari 1.000 penduduk terjadi kematian sebanyak 4-5
orang. Jumlah kematian pada tahun 2005 diprediksi sekitar 34.800 jiwa, sedangkan pada tahun 2010 nanti diperkirakan jumlah kematian sekitar 37.500 jiwa.
Tabel 3.16 Indikator-indikator angka kematian di Provinsi Lampung tahun 2000, 2005, dan 2010
No. Indikator Angka Kematian
2000 2005
2010
1 Angka Harapan Hidup E
Laki-laki 66.0
68.2 69.9
2 Angka Harapan Hidup E
Perempuan 70.0
72.1 73.9
3 E
Laki-laki dan Perempuan 67.9
70.1 71.8
4 IMR Laki-laki
41.7 32.6
25.9 5
IMR Perempuan 31.5
24.1 18.7
6 IMR Laki-laki dan Perempuan
36.7 28.5
22.4 7
CDR 5.2
4.8 4.8
8 Jumlah kematian 000
35.1 34.8
37.5 Sumber: BPS Indonesia www.datastatistik-indonesia.com, berdasarkan proyeksi.
4 Pola Penyakit yang Banyak Diderita
Gambaran kesehatan masyarakat di suatu wilayah erat kaitannya dengan lingkungan tempat mereka tinggal yang dipengaruhi berbagai faktor, seperti tingkat kesejahteraan, sanitasi
lingkungan, pencemaran, penyebaran penyakit, dan lain-lain. Pola penyakit yang banyak diderita oleh penduduk di Provinsi Lampung pada tahun 2007 tertera pada Tabel 3.17.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 20 Tabel 3.17 Banyaknya penderita baru rawat jalan di puskesmas dan rumah sakit menurut
jenis penyakit di Propinsi Lampung tahun 2007
JENIS PENYAKIT PUSKESMAS
RUMAH SAKIT
JUMLAH 1. Difteria Defteria
7 10
17 0,00
2. Batuk Rejan Whooping cough 523
75 598
0,05
3. Tetanus Tetanus 20
29 49
0,00
4. Poliomylitis Akut Acute Poliomylitis -
10 10
0,00
5. Campak Measies 734
164 898
0,08
6. Kolera Cholera -
124 124
0,01
7. Disentri Diare Berdarah Dysentri 25.695
- 25.695
2,36
8. Diare Diarhea 69.087