STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 66 Curah hujan yang tinggi pada saat musim hujan bulan Desember tahun 2007 diperkirakan
dipengaruhi oleh fenomena La-Nina. Berdasarkan grafik pola hujan di Provinsi Lampung Gambar 2.17 rata-rata curah hujan di bulan Desember 257,4 mm; dan yang terjadi pada
Desember 2007 curah hujan mencapai 450,7 mm atau meningkat hampir 75
2. Suhu Udara
Suhu udara rata-rata di Provinsi Lampung dalam 15 tahun terakhir berdasarkan data 1992- 2007 mengalami peningkatan dan penurunan, baik suhu udara maksimum maupun suhu
udara minimum. Fenomena tersebut menurut Diposaptono dkk 2009 adalah variabilitas iklim, yaitu naik turunnya suhu udara dari waktu ke waktu akibat posisi jarak matahari-bumi
yang selalu berubah-ubah. Ketika posisi matahari-bumi berada pada jarak terdekat mengakibatkan suhu permukaan bumi di berbagai wilayah tropis mengalami kenaikan tajam.
Demikian juga sebaliknya jika bumi menjauhi matahari maka suhu permukaan bumi akan menurun lagi.
Namun demikian jika mencermati trend kecenderungan naik turunnya suhu udara tersebut ternyata terjadi kecenderungan suhu udara yang semakin meningkat. Hal ini terlihat jelas
pada grafik suhu udara minimum. Terkait dengan permasalahan pemanasan global yang melanda seluruh dunia, Diposaptono dkk 2009 menjelaskan bahwa fenomena pemanasan
global telah menyebabkan perubahan temperatur rata-rata muka bumi menjadi semakin panas. Dalam waktu 70 tahun sejak 1940 suhu udara rata-rata di muka bumi mengalami
kenaikan sekitar 0,5 °C.
Gambar 2.18 Suhu udara rata-rata°C di Provinsi Lampung tahun 1992-2007
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 67 Pada tahun 2007 sebaran suhu udara di Provinsi Lampung rata-rata berkisar antara 22,9
min dan 32,4 maks. Pada bulan Agustus suhu udara minimum mencapai 21,3 °C dan ini merupakan suhu udara minimum yang terendah pada tahun 2007. Suhu udara maksimum
tertinggi terjadi pada bulan Oktober dengan hasil pengukuran 34°C. Tabel 2.40 Suhu udara di Provinsi Lampung tahun 2007
Suhu Udara °C BULAN
minimum maksimum
Januari 23,4
32,0 Februari
23,3 31,5
Maret 23,3
31,9 April
23,7 32,2
Mei 23,6
32,4 Juni
22,9 31,5
Juli 22,2
31,9 Agustus
21,3 31,9
September 21,8
33,6 Oktober
22,8 34,0
November 23,1
33,3 Desember
23,3 32,2
RATA-RATA 22,9
32,4
Sumber: BPS Provinsi Lampung 2009 Keterangan: tidak tersedia data 2008
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 68
BENCANA ALAM
1 Banjir
Bencana banjir merupakan salah satu bencana yang timbul akibat fenomena alam. Bencana banjir merupakan bencana yang memiliki pola tersendiri dan menghantam daerah yang
sama secara periodik. Bencana banjir di Provinsi Lampung seringkali diikuti oleh tanah longsor, terutama di daerah rawan longsor, dan keduanya terjadi setelah turun hujan yang
cukup deras dan lama. Secara umum, penyebab banjir di Provinsi Lampung terbagi atas : Makin meluasnya kerusakan hutan akibat perambahan hutan, penebangan liar illegal
logging , dan kebakaran hutan di bagian hulu dan tengah DAS menyebabkan koefisien
run off meningkat, sehingga aliran permukaan dan erosi meningkat. Hal ini
menyebabkan sedimentasi meningkat dan selanjutnya mengakibatkan kapasitas sungai menurun, sehingga terjadi banjir.
Pertanian lahan kering tanpa tindakan konservasi tanah dan air bersamaan dengan kerusakan hutan telah menimbulkan lahan kritis yang semakin luas. Akibat usaha tani
pada lahan miring tanpa tindakan konservasi tanah dan air yang memadai telah menyebabkan aliran permukaan dan erosi meningkat, sehingga sedimentasi meningkat
dan mengakibatkan kapasitas sungai menurun. Meluapnya sungai akibat terjadinya hujan di hulu bersamaan dengan pasang air laut,
sehingga air yang berasal dari sungai tidak bisa leluasa mengalir ke laut dan menggenangi daerah sekitarnya di bagian hilir. Hal ini sering dialami oleh kecamatan-
kecamatan di wilayah pesisir di Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Pesawaran, dan Kabupaten Lampung Timur.
Kesalahan perencanaan drainase wilayah, sehingga sistem drainase tidak mampu menampung limpasan air saat hujan deras.
Hilangnya fungsi resapan dari kolam-kolam resapan dan rawa di bagian hilir akibat pembangunan perumahan dan industri.
Hilangnya fungsi penyaring filter sempadan sungai, terutama pada bagian tengah dan hilir DAS, sebagai akibat usaha tani, industri dan pemukiman.
Relatif padatnya permukiman di bagian hilir, dengan kondisi topografi wilayah yang berada pada daerah cekungan.
Selama tahun 2008-2009 tercatat kejadian banjir di Provinsi Lampung seperti yang tertera pada Tabel 2.41.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 69 Tabel 2.41 Kejadian bencana banjir di Provinsi Lampung periode Januari 2008-Maret 2009
NO. KABUPATEN KOTA
WAKTU KERUSAKANKERUGIAN
Lampung Timur : Desa Pasir Sakti, Kec. Pasir
Sakti 10 November 2008
3 rumah rusak berat x Kec. Jabung
x Kec. Waway Karya 19 Desember 2008
x 350 rumah tergenang air x 750 ha sawah tergenang air
x 114 ha kebun jagung tergenang air x 10 ha kebun ubi tergenang air
1
Kec. Sukadana 18 Februari 2009
x 70 rumah terendam x 6 ha sawah terndam
x 4 ha ladang terendam x ¼ ha kolam ikan meluap
Lampung Tengah : 2
Kec. Seputih Surabaya Februari 2008
x 30 rumah rusak berat; x 70 rumah rusak sedang; 15 rumah rusak
ringan
Lampung Selatan : 3
x Kec. Sragi x Kec.Candi Puro
19 Desember 2008 x 140 rumah dan 3 masjid tergenang air
x 1.475 ha lahan pertanian tergenang air x 140 petak tambak meluap
Bandar Lampung : 4
x Tanjungkarang Pusat x Tanjungkarang Timur
x Telukbetung Selatan x Kotakarang
x Panjang x Telukbetung Barat
x Kedaton 18 Desember 2008
x 1 orang meninggal dunia, x 82 rumah rusak berat
x 127 rumah rusak sedang x 1.025 rumah rusak ringan
Lampung Barat : 5
Pekon Tugu Ratu dan Sumber Agung, Pemangku
Ketapang Jaya, Kec. Suoh 3 November 2008
Kerugian diperkirakan Rp8.054.450.000 6
Tanggamus : Desa Siring Betik, Kec.
Wonosobo 28 September 2008
x 1 orang meninggal dunia x 2 orang luka ringan
Kec. Semaka, Bandar Negeri Semuong, dan
Wonosobo 6 November 2008
x 10.190 ha sawah terendam x 65 ha sawah rusak ringan
x 24 ha sawah rusak berat x 14 SD dan 1 SMA rusak ringan
x 1 jembatan putus x 2 rumah tertimbun longsor
x Jalan desa tertutup luapan Sungai Semuong
Pesawaran : 7
x Kec. Gedong Tataan x Kec. Way Lima
23 Desember 2008 x 3 rumah rusak berat
x 1 ekor sapi hanyut Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Lampung 2009
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 70 Banjir yang melanda ibukota Provinsi Lampung Bandar Lampung pada 18 Desember 2008
merupakan banjir terbesar dalam 23 tahun terakhir ini. Banjir ini merendam permukiman dan rumah sakit, serta melumpuhkan transportasi dalam kota. Luapan air merendam
pemukiman di Tanjungkarang Pusat, Tanjungkarang Timur, Telukbetung Selatan, Kotakarang, Panjang, Telukbetung Barat, dan Kedaton. Walaupun banjir ini tidak terlalu
lama, namun memakan korban jiwa 1 orang meninggal dunia. Banjir bandang yang terjadi di Way Kerap dan Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten
Tanggamus pada 3 Oktober 2009 telah menyebabkan empat orang tewas dan tiga orang hilang. Selain menelan korban jiwa dan merusak permukiman warga, banjir bandang juga
telah mengakibatkan satu ekor gajah di Bukit Barisan Selatan mati akibat terseret arus longsor dan tertimpa pepohonan. Gajah yang mati tersebut diperkirakan berumur 10 tahun
dan merupakan bagian dari kawanan gajah yang terdapat di kawasan Bukit Barisan Selatan yang tepat berada tidak jauh dari lokasi. Banjir bandang yang disertai tanah longsor ini juga
telah menyebabkan terputusnya transportasi dari Kota Agung ke Krui Lampung Barat dan menyebabkan sekitar 10 kendaraan truk terjebak.
Berdasarkan Peta Rawan Banjir Provinsi Lampung yang dibuat oleh Bakosurtanal diketahui bahwa daerah rawan banjir sebagian besar terdapat di Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung Timur, Lampung Tengah, dan Lampung Selatan Gambar 2.19. Untuk menanggulangi banjir Pemerintah Provinsi Lampung sebenarnya sudah sejak lama
melakukan tindakan pencegahan, antara lain melalui programkegiatan konservasi tanah dan air, baik melalui carametode vegetatif maupun mekanik. Metode vegetatif yang umum
dilakukan adalah reboisasi pada kawasan hutan negara, penghijauan pada hutan rakyat dan areal pertanian, dan penerapan agroforestri. Metode mekanik yang dilakukan adalah
pembuatan cek dam pada berbagai wilayah hulu DAS, program terrasering pada lahan petani, pembuatan sumur resapan, pembuatan embung, normalisasi sungai perbaikan
saluran, pengerukan sedimen, pembersihan sungai dari sampah, penanaman vegetasi pada sempadan sungai, dan lain-lain.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 71 Gambar 2.19 Peta rawan banjir Provinsi Lampung
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 72
2 Longsor
Gerakan tanah tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya masa tanah dan batuan ke tempatdaerah yang
lebih rendah. Gerakan masa ini dapat terjadi pada lereng-lereng yang hambat geser tanahbatuannya lebih kecil dari berat masa tanahbatuan itu sendiri. Pemicu dari terjadinya
gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi serta kelerengan tebing. Zona kerentanan tanah longsor di Provinsi Lampung, terutama terdapat Kabupaten
Lampung Barat, Tanggamus, Lampung Selatan, dan Pesawaran. Sebagian besar daerah rawan longsor berada di sekitar kawasan perbukitan. Hampir di setiap musim hujan tahunan
terjadi gerakan tanah tanah longsor bahkan telah menimbulkan korban harta-benda dan jiwa manusia penduduk yang bermukim di kawasan tersebut. Adakalanya kejadian tanah
longsor disertai dengan banjir bandang, seperti yang melanda Kabupaten Tanggamus pada 4 Oktober 2009. Secara umum, penyebab terjadinya tanah longsor adalah sebagai berikut:
Vegetasi penutup di areal perbukitan yang semula hutan, telah berubah menjadi ladang dan semak belukar akibat adanya permukiman penduduk.
Terbentuknya lahan kritis akibat gangguan manusia terutama di sekitar struktur patahan. Tidak tersedianya bangun-bangunan penahan longsor di kawasan permukiman yang
berlokasi di perbukitan Tidak terlindunginya lapisan tanah penutup dari aliran drainase dan air hujan sehingga
tembus sampai ke dasar batuan. Meningkatnya jumlah permukiman di kaki kawasan perbukitan.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Lampung, sepanjang tahun 2008 terjadi bencana longsor di berbagai wilayah di Lampung, seperti di Bandar Lampung
Kecamatan Panjang dan Lampung Barat Kecamatan Suoh dan Kecamatan Balik Bukit. Sedangkan longsor yang terjadi pasca banjir bandang di Kabupaten Tanggamus pada 3
Oktober 2009 telah menyebabkan terputusnya jalur lalu lintas dari Kota Agung menuju Krui. Tabel 2.42 Bencana tanah longsor di Provinsi Lampung selama 2008
NO. KABUPATEN KOTA
WAKTU KERUSAKANKERUGIAN
Bandar Lampung: 1
Kec. Panjang, Kel. Pidada 6 Agustus 2008
x 7 orang meninggal x 27 orang luka berat
x 13 luka ringan
Lampung Barat : Pekon Tugu Ratu dan
Sumber Agung, Pemangku Ketapang Jaya, Kec. Suoh
3 November 2008 Kerugian diperkirakan Rp8.054.450.000
2
Pekon Sebarus dan Kubu Perahu, Kec. Balik Bukit
12 Desember 2008 x 1 rumah terbawa arus
x 1 jembatan rusak x Pemakaman umum rusak
x 1 mesjid di Kubu Perahu terbawa arus Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Lampung 2009
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 73 Gambar 2.20 Kejadian tanah longsor di sekitar jalur lintas Krui-Liwa 15 Oktober 2008
Gambar 2.21 Ruas jalan di tanjakan Sedayu Kabupaten Tanggamus yang penuh
material tanah dan bebatuan akibat longsor setelah banjir bandang 3 Oktober 2009 Sumber: Tribun Lampung 7 Oktober 2009
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 74
3 Kekeringan
Bencana kekeringan yang melanda Indonesia, termasuk juga di Provinsi Lampung, pada dasarnya merupakan akibat dari pemanasan global. Salah satu pengaruh utama iklim di
Indonesia adalah El-Nino Southern Oscillation ENSO yang setiap beberapa tahun memicu berbagai cuaca ekstrim. Pada saat terjadi El-Nino, biasanya terjadi musim kemarau yang
panjang. Perubahan pola curah hujan akibat variabilitas iklim maupun perubahan musiman disertai
dengan peningkatan temperatur juga telah menimbulkan dampak yang signifikan pada cadangan air berupa kelangkaan air, yang menimbulkan berbagai dampak lanjutan yang
merugikan. Dampak lanjutan akibat kelangkaan air antara lain terjadinya kekeringan dan menyebabkan aktivitas pertanian terganggu, sehingga produksi pertanian menurun tajam.
Bencana kekeringan di Provinsi Lampung sepanjang tahun 2008 tercatat 53.227 ha. lahan pertanian, baik untuk komoditas padi, jagung, dan kedelai mengalami kekeringan dan puso.
Tanaman padi yang mengalami puso seluas 2.152 ha, sedangkan lahan pertanian jagung yang mengalami puso seluas 598 ha. Walaupun relatif kecil jika dibanding dengan total luas
persawahan di Lampung yang mencapai 469.884 ha, puso dan ancaman kekeringan tersebut berdampak pada berkurangnya produksi padi.
Bencana kekeringan mulai dirasakan sejak bulan April 2008, terutama di Kabupaten Lampung Selatan, dan selanjutnya meluas ke Kabupaten lainnya dan mencapai puncaknya
pada bulan Juli-Agustus 2008. Pada bulan Juli luas lahan padi yang mengalami kekeringan dan puso mencapai 15.507 ha dan menurun pada bulan Agustus menjadi 7.342 ha.
Kekeringan tidak terjadi pada bulan September hingga Desember 2008 seiring dengan turunnya hujan.
Luas lahan pertanian yang mengalami kekeringan dan puso sepanjang tahun 2008 paling banyak terdapat di Kabupaten Lampung Timur, yaitu seluas 17.818 ha atau 33,44 dari
total luas lahan yang mengalami kekeringan dan puso di Provinsi Lampung. Selanjutnya di Lampung Selatan dengan luas 13.477 ha atau sekitar 25,30. Kedua kabupaten tersebut
memang memiliki lahan pertanian yang cukup luas, namun sebagian besar lahan pertaniannya merupakan lahan yang rawan kekeringan.
Dilihat dari luas lahan sawah yang ada, bencana kekeringan yang terjadi di Lampung telah mengurangi produksi padi dan menurunkan ketahanan pangan di Provinsi Lampung. Dalam
kondisi normal, setiap ha sawah di Provinsi Lampung mampu menghasilkan padi 4,5 ton hingga 6 ton. Bila setiap ha sawah non irigasi rata-rata menghasilkan 4,5 ton padi dengan
satu kali musim tanam, dapat diprediksi bahwa dengan luas lahan yang mengalami kekeringan 22.166 ha dan puso 2.152 ha akan mengurangi produksi padi. Jika diasumsikan
sawah yang mengalami kekeringan dengan kategori ringan akan kehilangan produksi padi sekitar 20, kategori sedang 50, kategori berat kehilangan produksi padi 75, dan puso
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 75 sebesar 100, maka selama tahun 2008 Provinsi Lampung mengalami defisit padi sekitar
47.207 ton akibat bencana kekeringan. Tabel 2.43 Luas lahan pertanian yang mengalami kekeringan dan puso di Provinsi
Lampung selama 2008 Satuan: ha
No. KABUPATEN
KOTA R
S B
P J
R S
B P
J R
S B
P J
1 Bandar Lampung
40 5
35 80
2 Lampung Selatan
3.566 388
171 85
4.210 5.125
3.225 831
86 9.267
3 Tanggamus
2.136 810
665 805
4.416 413
289 172
123 997
4 Lampung Tengah
1.693 1.403
1.347 397
4.840 1.167
328 309
69 1.873
26 5
31
5 Lampung Utara
408 157
28 115
708 150
150
6 Tulang Bawang
803 448
876 203
2.330 207
160 367
7 Lampung Barat
200 47
24 271
8 Lampung Timur
3.080 440
28 6
3.554 13.460
399 316
89 14.264
9 Way Kanan
132 110
130 372
10 Metro
8 3
11 68
2 8
78
11 Pesawaran
962 672
1.386 506
3.526 1.387
126 138
231 1.882
50 50
13.028 4.483
4.655 2.152
24.318 21.977
4.529 1.774
598 28.878
50 26
5 81
PADI JAGUNG
KEDELAI
PROVINSI LAMPUNG
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung 2009 Keterangan: R = kekeringan ringan, S=kekeringan sedang, B=kekeringan berat, P=puso, J=jumlah
Gambar 2.22 Lahan pertanian yang mengalami kekeringan di Natar Lampung Selatan
4 Angin Puting Beliung
Angin puting beliung, yaitu angin kencang yang datang secara tiba - tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi dan punah dalam
waktu singkat 3 - 5 menit. Kecepatan angin rata - ratanya berkisar antara 30 - 40 knots. Angin ini berasal dari awan Cumulonimbus Cb yaitu awan yang bergumpal berwarna abu -
abu gelap dan menjulang tinggi. Namun, tidak semua awan Cumulonimbus menimbulkan puting beliung.
Selama tahun 2008 dan Maret 2009 tercatat beberapa bencana angin puting beliung yang terjadi di berbagai daerah di Provinsi Lampung, seperti yang tertera pada Tabel 2.44
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 76 Bencana angin puting beliung tersebut telah menimbulkan kerugian berupa rusaknya rumah
penduduk, gedung sekolah, masjid, dan korban luka-luka. Tabel 2.44 Bencana angin puting beliung di Provinsi Lampung periode Januari 2008-Maret
2009
NO. KABUPATEN KOTA
WAKTU KERUSAKANKERUGIAN
Tulang Bawang: 1
Kec. Gedong Aji 30 Maret 2008
x 7 rumah rusak berat x 35 rumah rusak ringan
x 1 SD rusak ringan
Lampung Tengah : Kampung Beringin Jaya,
Kec. Bandar Surabaya 29 Maret 2008
x 15 rumah rusak sedang x 1 SD rusak sedang
2 Surabaya Ilir, Kec. Bandar
Surabaya 29 Maret 2008
x 1 rumah rusak berat x 54 rumah rusak sedang
x 1 SD rusak sedang
Lampung Selatan :
Dusun Berlendung, Kec. Ketapang
27 Maret 2008 x 1 rumah rusak berat
x 7 rumah rusak ringan x Kerugian diperkirakan Rp23.079.000,-
Desa Sinar Rejeki, Kec. Tanjung Sari
10 April 2008 x 4 rumah rusak berat
x 48 rumah rusak ringan x Kerugian diperkirakan Rp36.000.000,-
3
Desa Jati Baru, Kec. Tanjung Bintang
12 Januari 2009 x 8 rumah rusak sedang
x 1 rumah rusak sedang x 1 unit kandang ayam potong rusak sedang
x 1 warung rusak berat x 1 gudang KUD rusak sedang
x Pagar SMK rusak berat x 3 motor rusak berat
Bandar Lampung : 4
Kec. Kedaton 4 Februari 2008
x 30 rumah rusak atapnya x 1 MTS rusak atapnya
Lampung Utara: 5
Desa Sido Rahayu 15 Februari 2008
x 65 rumah rusak parah x 1 SD rusak
x 1 masjid rusak x 3 orang luka-luka
6 Tanggamus :
Kec. Gading Rejo Pekon Tulung Agung, Pekon
Mataram, Pekon Kediri 10 Maret 2009
x 3 rumah rusak berat x 1 rumah rusak sedang
x 68 rumah rusak ringan
Way Kanan :
x Kec. Kasui x Kec. Banjit
4 April 2008 x 497 rumah rusak ringan
7 x Kec. Negeri Besar
Kampung: Kaliawi, Kaliawi Indah, Tiuh
Balak, Negeri Besar, dan Kiling-Kiling
13 Februari 2009 x 2 Rumah rusak berat
x 26 Rumah rusak sedang x 141 Rumah rusak ringan
x 4 sekolah rusak ringan x 81 ha lahan pertanian rusak
Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Lampung 2009
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 77 Puting beliung dapat terjadi dimana saja, di darat maupun di laut dan jika terjadi di laut
durasinya lebih lama daripada di darat. Pergerakan angin akan lebih cepat sampai ke daratan jika di wilayah daratan memantulkan panas dan bertanah lapang tanpa perbukitan.
Gedung-gedung di perkotaan dan tanah tandus lapang menyumbang terjadinya angin itu. Angin ini umumnya terjadi pada siang atau sore hari, terkadang pada malam hari dan lebih
sering terjadi pada peralihan musim pancaroba. Luas daerah yang terkena dampaknya sekitar 5 - 10 km, karena itu bersifat sangat lokal. Walaupun bencana alam angin puting
beliung bersifat lokal, tapi sanggup mengangkat atap rumah dan memporak-porandakan pemukiman. Hal ini disebabkan karena kecepatannya hingga 120 kmjam, dan berlangsung
antara 1-5 menit. Dampak kerusakan yang ditimbulkan angin puting beliung dapat menyebabkan atap rumah nonpermanen atau rumah yang beratap sengasbes akan
berterbangan.
5 Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan di Pulau Sumatera, termasuk di wilayah Provinsi Lampung, dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk yang makin pesat dan perubahan pemanfaatan lahan
dari semula untuk tujuan subsisten berubah menjadi pemanfaatan untuk hutan tanaman, perkebunan dan industri pertanian lain. Dengan demikian, pengaruh manusia telah diklaim
sangat signifikan bagi terjadinya kebakaran hutan. Sebuah tim peneliti, salah satunya Guido van der Werf dari VU University Amsterdam, telah menganalisis densitas dari asap
selama kebakaran hutan dengan lokasi Pulau Sumatera dan Kalimantan. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa intensitas dari kebakaran hutan berhubungan langsung dengan
kepadatan penduduk dan pemanfaatan lahan. Hasil penelitian ini telah diterbitkan dalam Majalah Nature Geoscience, 22 February 2009.
Di samping pengaruh manusia yang sangat berarti bagi terjadinya kebakaran hutan di Indonesia, para peneliti telah meneliti pengaruh dari fenomena alam lain, seperti halnya
pengaruh El Nino. Pengaruh El Nino terhadap besaranjumlah curah hujan telah diketahui, tetapi pengaruh yang besar dari fenomena Indian Ocean Dipole IOD belum sepenuhnya
diketahui. IOD adalah suatu perubahan osilasi suhu permukaan air laut Samudera Hindia secara periodik yang bergerak antara kondisi positif dan negatif, sehingga berpengaruh
terhadap curah hujan dan kekeringan di daratan Indonesia dan Australia. IOD merupakan bagian dari siklus iklim dunia, sama seperti El Nino di Samudera Pasifik, sehingga penting
untuk diteliti dan dipahami perilakunya. Meskipun kekeringan parah terjadi secara periodik akibat adanya dua fenomena iklim dunia
tersebut dan menjadikan kondisi kondusif bagi terjadinya kebakaran hutan, tetapi pemicu dan penyebab utama kebakaran hutan adalah manusia., seperti untuk land clearing bagi
lahan-lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan. Menurut Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2009, pada tahun 2007 terjadi kebakaran
hutan yang melanda Taman Nasional Way Kambas TNWK dan PT Silva Inhutani Lampung
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 78 PT. SIL dengan luas masing-masing 1.846 ha dan 6,25 ha yang terjadi antara bulan
September-Oktober. Selama tahun 2008 di Provinsi Lampung tidak terjadi kebakaran hutan, sedangkan pada Agustus-September 2009 kembali terjadi kebakaran hutan di TNWK
dan PT. SIL dengan luas masing-masing 30 ha dan 500 ha. Di TNWK umumnya kebakaran hutan terjadi pada semak belukar dan alang-alang, sedangkan di PT .SIL sejumlah tanaman
budidaya, seperti akasia dan karet, yang terbakar. Kebakaran lahan hanya di Provinsi Lampung umumnya terjadi pada daerah-daerah tertentu
dengan intensitas yang tidak terlalu luas, misalnya pada areal perkebunan tebu menjelang dipanen. Hal ini memang sudah umum dilakukan oleh perusahaan pemilik perkebunan tebu
di Lampung. Selain itu, adakalanya masyarakat juga melakukan pembakaran lahan pertanian mereka dengan tujuan untuk membersihkan lahan tersebut dari semak belukar
dengan skala yang tidak terlalu luas. Tidak diperoleh data tentang kondisi kebakaran lahan di Provinsi Lampung selama tahun 2007-2009.
Tabel 2.45 Kebakaran hutan di Provinsi Lampung 2007-2009
No. Waktu
Lokasi Luas ha
Keterangan
TNWK 1.846
Semak belukar dan alang-alang terbakar
1. Sep-Okt 2007
PT. SIL 6,25
Pohon karet dan akasia terbakar 2.
2008 Tidak ada kebakaran hutan
TNWK 30
Semak belukar dan alang-alang terbakar
3. Ags-Sep 2009
PT. SIL 500
Pohon karet dan akasia terbakar Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2009
6 Gempa Bumi
Provinsi Lampung secara geografis dilalui oleh sistem sesar Sumatera. Kondisi ini mengakibatkan zona yang dilalui sistem sesar ini merupakan daerah yang rawan terjadi
kerusakan bila terjadi gempa yang signifikan, seperti di daerah Kabupaten Lampung Barat. Letak Kabupaten Lampung Barat yang berada di jalur Bukit Barisan dan berhadapan dengan
Samudera Hindia merupakan sentra wilayah bencana. Di wilayah pegunungan terdapat zona patahan Semangka Sumatra transform fault zone yang bergerak dengan kecepatan
antara 7-14 cmtahun sesuai dengan gerak sundulan penunjang kerak Sumatera Indonesia- Australia di selatan.
Sistem kegempaan di Provinsi Lampung tidak terlepas dari kegempaan yang terjadi di Selat Sunda. Berdasarkan kondisi geologis, wilayah Selat Sunda berpotensi dilanda gempa bumi,
baik gempa bumi tektonik, vulkanik maupun longsoran. Akan tetapi bencana gempa bumi yang mungkin bersifat merusak dan dominan adalah gempa bumi tektonik. Gempa ini dapat
terjadi pada bagian lempeng kontinen maupun pada lempeng samudra yang menyusup.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 79 Diketahui bahwa pada bagian Lempeng Benua Eurasia overriding plate, khususnya Pulau
Sumatera berkembang Sesar Aktif Semangko yang membujur dari ujung pulau bagian utara ke ujung selatan bahkan menerus ke selatan ujung barat Jawa. Sesar aktif inilah yang
berpotensi menjadi sumber gempa dan bila sumber gempanya terjadi pada bagian sesar aktif yang terdapat di daerah perairan atau laut maka dapat menjadi pemicu terjadinya
tsunami. Selain itu, pada lempeng samudera Hindia-Australia subducting plate di sepanjang jalur subduksi yang terdapat dibagian baratnya, mulai dari sekitar palung terus
mengikuti kedalaman Zona Benioff, juga menjadi tempat sumber gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami.
Di daratan Sumatera, Sesar Sumatera terbentang sepanjang pegunungan Bukit Barisan, mulai dari Teluk Semangko di Selat Sunda sampai dengan wilayah Aceh di utara. Sudah
sekitar 20 gempa besar dan merusak terjadi di sepanjang Patahan Sumatra dalam 100 tahun terakhir. Dengan kata lain, gempa besar di Sesar Sumatera terjadi rata-rata dalam
lima tahun sekali. Jadi, berbeda dengan di zona subduksi Sumatera yang berpotensi untuk mengeluarkan gempa besar dengan magnitudo 8 tapi hanya sekitar 2 - 3 kali dalam 100
tahun, gempa di Sesar Sumatera magnitudo-nya 7.7 tapi sering dan sumbernya lebih dekat dengan populasi penduduk.
Menurut pemantauan BMG, antara tahun 1985 sampai tahun 1990, gempa di kawasan Selat Sunda bervariasi antara 6 - 29 kali gempa per tahun dengan magnitudo di atas 4.0 SR.
Dengan bertambahnya alat monitoring yang Iebih baik, maka sejak tahun 1991 terpantau gempa bumi di kawasan tersebut sebanyak 1.865 gempa, 1992 sebanyak 2.342 gempa,
tahun 1993 sebanyak 1.692 gempa dan tahun 1994 sebanyak 2.456 gem
pa.
Data gempa merusak BMG menunjukkan bahwa sejak tahun 1833 sampai dengan saat ini tidak kurang dari 31 gempa kuat yang dirasakan, dan sebagian bahkan mengakibatkan
korban jiwa dan kerugian harta benda, salah satunya adalah gempa Liwa tahun 1994 yang diakibatkan oleh sesar aktif Semangko dan memakan korban 200-an jiwa dan ratusan
bangunan rusak berat dan roboh. Gempa yang berkekuatan 6,2 skala Richter dengan kedalaman sumber gempa 23 km. Data kejadian gempa di sekitar Selat Sunda antara tahun
1900-2008 yang diperoleh dari USGS 2008 dipetakan pada Gambar 2.23. Selama periode Januari-Juni 2008 Stasiun Geofisika Kotabumi mencatat sedikitnya 225
gempa terjadi di Lampung. Menurut Kepala Stasiun Geofisika Kotabumi, Krismanto dalam Lampung Post,
25 Juni 2008, ratusan gempa yang terjadi selama periode Januari-Juni tersebut berkekuatan 4,0--5,4 pada skala Richter. Konsentrasi pusat gempa berada di
selatan Pulau Enggano, Krui, dan Selat Sunda. Dari 225 kali gempa yang terjadi selama semester I tahun 2008 tersebut, 21 kali gempa dengan tingkat getaran II--III MMI modified
mercalli intensity terjadi di Selat Sunda. Kawasan perairan Selat Sunda memang termasuk
daerah paling rawan gempa karena banyak terdapat pusat gempa di sepanjang perairan tersebut.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 80 Untuk memantau kejadian gempa yang kerap terjadi di Lampung, Stasiun Geofisika
Kotabumi telah memasang lima alat TEWS telemetri early warning system. Peralatan baru yang merupakan bantuan dari China itu, dipasang di Lampung Selatan, Tanggamus, Unila,
Liwa, dan Kotabumi. Selain itu, Stasiun Geofisika Kotabumi juga sudah dilengkapi dengan alat pencatat gempa digital. Dengan dukungan peralatan tersebut, Stasiun Geofisika
Kotabumi tidak hanya memantau gempa di Lampung, tetapi juga mampu memantau gempa di sebagian wilayah Sumatera Selatan, seperti Kabupaten Muara Dua dan Lahat.
Gambar 2.23 Kejadian gempa di sekitar Selat Sunda 1990-2008 Sumber: USGS, 2008
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
II - 81 Tabel 2.46 Beberapa kejadian gempa yang dirasakan di wilayah Lampung 2008-2009
No. Waktu
Kekuatan Gempa
SR Lokasi Sumber
Gempa Dirasakan di
wilayah Lampung
Kerugian
1 6 Januari 2008
5,2 barat daya Bintuhan,
Bengkulu Selatan. Liwa dan Krui
Tidak ada 2
7 Januari 2008 3,3
47 km tenggara Liwa Liwa dan Krui
Tidak ada 3
26 Agustus 2008 6,6
125 km barat laut Ujung Kulon
Bandar Lampung, Krui, Liwa
Tanggamus, Lampung Selatan,
Pesawaran Tidak ada
4 12 Oktober 2009
5,1 283 km barat daya
Krui di laut Tidak ada info
Tidak ada 5
16 Oktober 2009 6,4
42 km barat laut Ujung Kulon
Bakauheni, Kalianda,
Bandarlampung, Tanggamus,
Lampung Barat Tidak ada
6 1 November 2009
5,1 5,052° LS - 102,891°
BT 160 km dari Bengkulu
Liwa Tidak ada
Sumber: Lampung Post 2008-2009
BAB III
TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 1
KEPENDUDUKAN
1 Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi dan distribusi penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Jumlah
penduduk yang besar dapat menjadi potensi, tetapi dapat pula menjadi beban dalam proses pembangunan jika berkualitas rendah.
Berdasarkan hasil estimasi dari data penduduk tahun 2005, penduduk Provinsi Lampung tahun 2007 mencapai 7.289.767 jiwa yang tersebar di beberapa kabupatenkota.
Kabupaten Lampung Selatan memiliki jumlah penduduk terbesar dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya, yaitu 1.341.258 jiwa. Selain Lampung Selatan, kabupatenkota
lainnya yang memiliki jumlah penduduk yang besar adalah Lampung Timur dan Lampung Tengah dengan jumlah penduduk masing-masing 936.734 dan 1.160.221 jiwa. Kabupaten
Lampung Barat, Way Kanan dan Kota Metro memiliki jumlah penduduk yang relatif rendah dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya di Provinsi Lampung Tabel 3.1.
Pertumbuhan penduduk di Provinsi Lampung terus mengalami perubahan yang fluktuatif. Pertumbuhan penduduk pada periode 1971 - 1980 adalah sebesar 5,77 persen per tahun
dan mengalami penurunan pada periode 1980 - 1990 menjadi sebesar 2,67 persen per tahun, sedangkan periode 1990 - 2000 sebesar 1,01
persen. Apabila dilihat laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan
provinsi lainnya baik pada periode 1971-1980 maupun periode 1980-1990. Seperti diketahui secara keseluruhan pertumbuhan penduduk di Indonesia pada periode 1990-2000 adalah
sebesar 1,49 persen per tahun. Berdasarkan data jumlah penduduk antara tahun 1998-2008 maka tingkat pertumbuhan penduduk di Provinsi Lampung mencapai 87.867 jiwa per tahun
atau sebesar 1,24 per tahun. Tingkat kepadatan penduduk di Provinsi Lampung tampak masih timpang atau tidak merata
antar wilayah. Seperti halnya di kabupatenkota lainnya di Indonesia, umumnya tingkat kepadatan penduduk lebih tinggi di kota bila dibandingkan dengan kabupaten. Tingkat
kepadatan penduduk Kota Bandar Lampung pada tahun 2008 mencapai 4.264,51 jiwakm
2
dan Kota Metro mencapai 2.171,26 jiwakm
2
. Walaupun Kota Metro memiliki jumlah penduduk paling sedikit, namun dengan luas wilayah hanya 61,79 km
2
kota ini merupakan kota terpadat kedua di Provinsi Lampung setelah Bandar Lampung. Sementara itu, tingkat
kepadatan penduduk di semua kabupaten masih berada di bawah 500 jiwakm
2
, bahkan Kabupaten Lampung Barat baru mencapai 79,55 jiwakm
2
. Secara keseluruhan, tingkat kepadatan penduduk di seluruh Provinsi Lampung tahun 2008 mencapai 196,93 jiwakm
2
Tabel 3.2.
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 2 Tabel 3.1 Jumlah penduduk Provinsi Lampung berdasarkan kabupaten tahun 1998-2008
Tahun Lampung
Barat Tangga-
mus Lampung
Selatan Lampung
Timur Lampung
Tengah Lampung
Utara Way
Kanan Tulang
Bawang Pesawaran
Bandar Lampung
Metro PROVINSI
LAMPUNG 1 9 9 8
353.413 795.597
1.114.421 860.559
1.028.046 524.104
356.515 643.376
719.659 116.770
6.512.460 1 9 9 9
359.650 797.835
1.123.762 864.984
1.037.074 526.443
357.059 667.160
731.290 117.460
6.582.717 2 0 0 0
366.484 800.211
1.133.124 869.428
1.046.167 530.941
357.604 691.822
742.749 118.448
6.656.978 2 0 0 1
371.891 800.561
1.147.914 874.645
1.055.249 536.980
358.164 702.247
754.892 119.771
6.722.314 2 0 0 2
377.298 800.910
1.162.708 879.863
1.064.330 543.020
358.724 712.671
767.036 121.094
6.787.654 2 0 0 3
382.706 801.260
1.177.505 885.080
1.073.412 549.060
359.284 723.096
779.179 122.417
6.852.999 2 0 0 4
388.113 801.609
1.192.296 890.298
1.082.494 555.099
359.844 733.520
788.937 123.740
6.915.950 2 0 0 5
378.005 821.119
1.281.104 919.274
1.129.352 554.617
359.945 750.672
793.746 128.343
7.116.177 2 0 0 6
380.208 824.922
1.312.527 929.159
1.146.158 559.172
361.810 763.360
803.922 130.348
7.211.586 2 0 0 7
381.439 826.610
1.341.258 936.734
1.160.221 562.314
362.749 774.265
812.133 132.044
7.289.767 2 0 0 8
393.818 845.777
929.702 947.193
1.177.967 567.164
364.778 787.673
420.014 822.880
134.162 7.391.128
Sumber: BPS Provinsi Lampung 2009 Keterangan: Kabupaten Pesawaran merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan
STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9
III - 3 Tabel 3.2 Kepadatan penduduk kabupatenkota di Provinsi Lampung tahun 2008
No. KabupatenKota
Luas km
2
Jumlah Penduduk Kepadatan
jiwakm
2
1 Lampung Barat
4.950,40 393.818
79,55 2
Tanggamus 3.356,61
845.777 251,97
3 Lampung Selatan
3.180,78 929.702
292,29 4
Lampung Timur 4.337,89
947.193 218,35
5 Lampung Tengah
4.789,82 1.177.967
245,93 6
Lampung Utara 2.725,63
567.164 208,09
7 Way Kanan
3.921,63 364.778
93,02 8
Tulang Bawang 7.770,84
787.673 101,36
9 Bandar Lampung
192,96 822.880
4.264,51 10 Metro
61,79 134.162
2.171,26 11 Pesawaran
2.243,51 420.014
187,21
Provinsi Lampung 37.531,86
7.391.128 196,93
Sumber: BPS Provinsi Lampung 2009
2. Pola Migrasi