Program Prioritas: Visi: F I S I K A Kabupaten Way Kanan: Kabupaten Lampung Utara : Kabupaten Lampung Tengah :

STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 I - 5 6 Mengembangkan upaya-upaya pengelolaan sumberdaya alam yang sesuai dengan standar internasional.

B. Program Prioritas:

1 Optimalisasi koordinasi penataan ruang daerah dengan pemerintah pusat, pemerintah kabupatenkota dan antar Provinsi. 2 Peningkatan pengelolaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya alam dan lingkungan. 3 Pengendalian dan rehabilitasi kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan. 4 Konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam dan lingkungan: 5 Kerjasama pemda, masyarakat setempat, LSM, dan lembaga donor internasional untuk pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.. 6 Perencanaan dan pembinaan pengelolaan sumberdaya alam yang mengikuti kaidah-kaidah pelestarian lingkungan sesuai standar internasional. 7 Peningkatan pelayanan dan pemerataan penyediaan energi listrik 8 Penataan sumber potensi dan pemanfaatan energi 9 Peningkatan usaha pertambangan berorientasi pelestarian dan pemulihan lingkungan hidup Dalam upaya mensikapi isu-isu lingkungan yang ada di Provinsi Lampung, maka kebijakan pengelolaan lingkungan yang ditetapkan dalam Renstra Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Bapedalda Provinsi Lampung tahun 2004-2009 adalah sebagai berikut:

A. Visi:

Terwujudnya pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, menjadikan Provinsi Lampung yang unggul dan berdaya saing.

B. Misi:

1 Mengoptimalkan upaya konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. 2 Meningkatkan pengawasan, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup berbasis kerakyatan dan kelestarian lingkungan. 3 Meningkatkan fungsi kelembagaan dan sumberdaya manusia yang berkualitas di bidang lingkungan hidup, dengan peningkatan peranserta masyarakat dalam pemahaman dan penaatan perundang-undangan tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 4 Meningkatkan kerjasama dan koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam jaringan kerja yang efektif, efisien dan sinergis dengan kabupatenkota, dalam rangka menjadikan Provinsi Lampung yang unggul dan berdaya saing. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 I - 6 Isu lingkungan hidup utama yang dipilih dalam Buku SLHD Provinsi Lampung 2009 ini adalah penambangan pasir di Gunung Anak Krakatau GAK. Isu lingkungan hidup lainnya adalah banjir yang melanda Kota Bandar Lampung pada Desember 2008 dan reklamasi pantai oleh PT. SAII pada Agustus 2009. Isu penambangan Pasir di GAK dipilih sebagai isu utama karena masalah tersebut telah berkembang menjadi isu nasional dan sering muncul dalam pemberitaan di media massa, baik lokal maupun nasional. Gunung Anak Krakatau sebagai salah satu cagar alam laut merupakan kawasan konservasi yang telah dikenal luas di dunia internasional dan keberadaannya terancam oleh rencana penambangan pasir yang dilakukan oleh salah satu perusahaan swasta. Hal ini menimbulkan banyak kecaman, terutama dari kalangan pemerintah, LSM pemerhati lingkungan, dan organisasi masyarakat lainnya. Bahkan Menteri Kehutanan perlu mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa penambangan pasir di kawasan GAK adalah illegal. Isu kedua, yaitu masalah banjir yang melanda Kota Bandar Lampung pada 18 Desember 2008, dipilih sebagai isu dalam SLHD Provinsi Lampung 2009 karena isu ini cukup menyita perhatian media massa, masyarakat, dan pemerintahan daerah. Banjir tersebut merupakan banjir terbesar dalam 23 tahun terakhir ini dan merendam beberapa tempat dengan ketinggian air yang cukup tinggi, berbeda dengan kejadian banjir pada musim hujan sebelumnya. Sebagai salah satu kota besar, Bandar Lampung sudah seharusnya menata sistem drainasenya yang dinilai oleh beberapa pakar masih belum mampu mengatasi limpasan air jika curah hujan cukup tinggi. Isu ketiga, yaitu reklamasi pantai yang dilakukan oleh PT. Sarana Agro Industri Indonesia PT. SAII di Kabupaten Pesawaran sekitar Agustus 2009, dipilih sebagai isu dalam SLHD Provinsi Lampung 2009 karena kegiatan ini menimbulkan keresahan masyarakat dan keprihatinan aktivitas lingkungan terhadap kerusakan ekosistem pesisir. Berbagai pemberitaan dalam media massa telah mendorong DPRD Pesawaran untuk mendesak Pemkab Pesawaran menghentikan aktivitas ini. 1 Penambangan Pasir Ilegal di Gunung Anak Krakatau Pasir Gunung Anak Krakatau terancam ditambang dengan dalih melakukan mitigasi bencana gunung berapi. Kegiatan tersebut dilakukan setelah PT Ascho Unggul Pratama PT. AUP mengantungi Surat Keputusan Bupati Lampung Selatan No.5031728III.092008 tanggal 15 Mei 2008. Di dalam surat tersebut, Zulkifli Anwar selaku bupati saat itu memberikan kuasa pengelolaan mitigasi Gunung Anak Krakatau, izin pengangkutan, dan ISU LINGKUNGAN HIDUP STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 I - 7 penjualan. Perusahaan diberi izin selama 25 tahun. Kegiatan tersebut kembali diperkuat dengan SK Bupati Lampung Selatan saat ini Wendy Melfa tanggal 1 Oktober 2009. Surat tersebut berisi tentang persetujuan survey dan pengujian alat dalam rangka mitigasi Gunung Anak Krakatau. Gambar 1.1 Gunung Anak Krakatau Kepala Badan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi BPVMBG Bandung Surono mengatakan, kegiatan perusahaan tersebut hanya untuk mendapatkan pasir Krakatau dengan dalih mitigasi. BPVMBG tidak pernah merekomendasikan cara mitigasi dengan merekayasa sumber hingga mengubah bentang alam, seperti memitigasi gunung berapi yang berada di kawasan cagar alam. Mitigasi dengan mengubah bentang alam di kawasan cagar alam tidak pernah direkomendasikan. Sesuai Undang Undang No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sudah jelas diatur, dalam penanggulangan bencana yang diperhatikan adalah manusia. Dalam hal mitigasi gunung berapi, BPVMBG adalah pihak yang berkepentingan melakukan mitigasi supaya bisa diberikan peringatan dini atau potensi ancaman lain kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah adalah pihak yang kemudian menindaklanjuti peringatan dalam bentuk pengungsian atau evakuasi. Dalam pencegahan, pemerintah daerah pula yang berhak membuat jalur evakuasi serta sosialisasi. PT Ascho Unggul Pratama bersikukuh tidak melakukan penambangan, tetapi hanya melakukan uji coba pemasangan peralatan mitigasi dengan izin Pemkab Lampung Selatan tertanggal 1 Oktober 2009 dan BKSDA Lampung 29 September 2009. Peralatan mitigasi yang dipasang adalah pompa sedot pasir atau sand pump. Menurut PT AUP peralatan pompa sedot pasir dipasang karena merupakan cara mitigasi atau cara mengurangi risiko bencana. Perusahaan hendak membuat dua saluran pembuangan pasir di sebelah utara dan tenggara Gunung Anak Krakatau. Sebanyak dua saluran tersebut direncanakan masing- STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 I - 8 masing memiliki lebar 200 dan 300 meter dengan panjang mengikuti panjang punggungan gunung. Sebanyak dua saluran dibuat sebagai jalan keluar lava, seperti sudetan di Gunung Merapi, DI Yogyakarta. Pembuatan saluran berarti akan mengakibatkan pasir Krakatau terkeruk. Perusahaan mengakui belum tahu akan membawa ke mana pasir kerukan yang dikatakan sebagai pasir limbah tersebut. Perusahaan juga belum memutuskan ke mana akan mengangkut pasir-pasir tersebut . Menurut informasi berbagai sumber Lampung Post 8 November 2009 pasir yang ada di pantai dan lereng bawah Gunung Anak Krakatau termasuk golongan sangat baik. Pasir Krakatau ini memenuhi syarat untuk bahan campuran semen. Kandungan unsur besi Fe mencapai 50 persen. Asumsi ini ditarik dari keterangan produsen semen PT. Semen Baturaja yang membeli pasir luapan Krakatau yang dipungut dari pantai oleh warga sekitar Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan. Soal harga, seorang pelaku industri pasir besi mengatakan harga terendah pasir besi saat ini sekitar Rp. 300kg. Ia memperkirakan pasir besi yang diangkut dengan ponton pada Oktober lalu lebih dari 10 ribu ton. Jadi, bila dihitung secara matematis, nilai pasir besi GAK yang diangkut PT. AUP ini mencapai sekitar Rp. 3 miliar. Potensi besar itu tentu menarik pebisnis untuk mengeruk keuntungan besar. Adalah PT. AUP yang kemudian diduga memperjualbelikan pasir di kawasan Gunung Anak Krakatau tersebut. Menurut Walhi Lampung, ada upaya penyedotan pasir Gunung Anak Krakatau dengan menggunakan kapal besar dan pipa panjang pada minggu ketiga Oktober 2009 oleh kapal milik PT. Ascho Unggul Pratama. Gambar 1.2 Sebuah tongkang parkir di pesisir kawasan Gunung Anak Kratakau untuk menampung pasir dari sebuah mesin penyedot pada 18 Oktober 2009 Sumber: LSM Samudera, dikutip dari Lampost, 29 Oktober 2009 Indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan PT. AUP adalah apabila terbukti adanya aktivitas pengangkutan pasir atau material apapun dari kawasan Gunung Anak Krakatau, yang merupakan kawasan cagar alam. Kawasan cagar alam tersebut seluas 2.405,10 hektare yang meliputi Pulau Krakatau Besar Rakata, Pulau Krakatau Kecil Panjang, dan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 I - 9 Pulau Sertung. Pengelolaan Kawasan Cagar Alam mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998, yang merupakan turunan dari Undang-Undang nomor 5 Tahun 1990, yang menyebutkan tidak dibolehkan adanya kegiatan mengubah bentang alam dan kegiatan eksploitasi seperti penambangan pasir. Kegiatan penambangan ini juga bertentangan dengan UU No. 51990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 231997 tentang Lingkungan Hidup yang diperbaharui menjadi UU No. 322009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 411999 tentang Kehutanan, dan UU No. 272007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Menindaklanjuti temuan dugaan penambangan pasir besi di Gunung Anak Krakatau, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada 31 Oktober 2009 menegaskan bahwa tim dari Departemen Kehutanan segera memastikan dan menyelidiki aktivitas penambangan pasir di Gunung Anak Krakatau. Zulkifli menegaskan bahwa kegiatan penambangan di kawasan cagar alam dilarang dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Tindakan yang sama juga diambil Kepolisian Daerah Lampung. Direktur Reserse Kriminal Direskrim Polda Lampung memastikan, begitu berita penambangan tersebut terungkap dan ramai diberitakan di media massa, Polda Lampung melakukan penyelidikan atas kasus tersebut. Selanjutnya Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan segera mencabut surat izin mitigasi kawasan Gunung Anak Krakatau GAK yang diberikan kepada PT Ashco Unggul Pratama AUP. Sekretaris Kabupaten Lampung Selatan mengatakan surat pencabutan izin itu secepatnya diberikan kepada PT AUP yang dinilai telah menyalahgunakan surat izin mitigasi. Tindakan ini pun didukung oleh sejumlah elemen masyarakat, tokoh adat Rajabasa, tokoh adat Keratuan Darah Putih, tokoh adat Marga Dantaran, LSM Samudera, dan ormas Pemuda Pancasila PP, yang meminta Bupati Lamsel Wendy Melfa segera mencabut surat izin mitigasi PT AUP Lampost, 3 November 2009. 2 Banjir di Kota Bandar Lampung Banjir yang melanda Kota Bandar Lampung pada 18 Desember 2008 merupakan banjir terbesar dalam 23 tahun terakhir ini. Banjir ini merendam permukiman dan rumah sakit, serta melumpuhkan transportasi dalam kota. Luapan air merendam pemukiman di Tanjungkarang Pusat, Tanjungkarang Timur, Telukbetung Selatan, Kotakarang, Panjang, Telukbetung Barat, dan Kedaton. Banjir terparah melanda Kampung Sawah, Palapa belakang Mal Kartini, Jalan Kartini depan Bank Panin, Kaliawi, Pasir Gintung, Pesawahan, Jagabaya, Jalan Diponegoro, jalan di depan rumah dinas Danrem 043Gatam, simpang tiga Gang PU, Pasar Kangkung, Sukaraja, Way Lunik, Ketapang, Talang, Kedamaian, Way Halim, dan Jalan Teuku Umar simpang tiga Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek. Di Tanjungkarang Pusat, Way Sungai STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 I - 10 Awi meluap karena tidak mampu menampung curah hujan. Akibatnya, ratusan rumah di permukiman padat penduduk itu terendam air bercampur lumpur setinggi dua meter. Selain merusak rumah, banjir menyeret perabotan rumah tangga. Puluhan rumah yang terbuat dari kayu di bibir sungai juga terbawa arus. Air bercampur lumpur menggenangi badan jalan protokol setinggi 1,5 meter. Puluhan mobil dan sepeda motor mogok. Jalan Kartini hingga Teuku Umar macet sekitar enam kilometer. Luapan Way Awi juga menjebol tembok pembatas kali dan Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek. Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Lampung banjir tersebut menyebabkan 1 orang meninggal dunia, 82 rumah rusak berat, 127 rumah rusak sedang, dan 1.025 rumah rusak ringan. Gambar 1.3 Banjir melanda Kota Bandar Lampung 12 Desember 2008 1Permukiman warga di Jalan Teuku Umar, depan RSUAM, terendam banjir hingga setinggi atap, 2Jalan Kartini berubah menjadi sungai, 3Tim SAR mengevakuasi warga korban banjir di Pasir Gintung Sumber: Lampung Post, 19 Desember 2008 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 I - 11 Gambar 1.4 Suasana pusat Kota Bandar Lampung saat banjir Sumber: Radar Lampung Fenomena banjir di Kota Bandar Lampung sebenarnya sudah diprediksi oleh para ahli akan terjadi setiap tahun jika akar permasalahannya tidak segera diselesaikan. Setidaknya terdapat tiga hal mendasar yang perlu segera dilakukan, yaitu: normalisasi fungsi sungai, perbaikan drainase, dan mengembalikan fungsi daerah tangkapan air. Normalisasi harus segera dilakukan untuk mengembalikan fungsi sungai sebagai satu-satunya saluran pembuangan air hujan ke laut. Seperti diketahui, saat ini sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Lampung di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung kondisinya sangat memprihatinkan. Selain mengalami pendangkalan, sungai-sungai tersebut juga mengalami penyempitan. Apabila curah hujan tinggi dan pada saat yang sama air laut sedang mengalami pasang, maka akan terjadi genangan air di beberapa tempat. Banjir yang melanda Kota Bandar Lampung kali ini merupakan akibat dari penyempitan Way sungai Awi dan Way Simpur. Kedua badan sungai tersebut mengalami penyempitan hingga kurang dari 2 m, padahal lebar normal sungai di wilayah perkotaan adalah 3-4 m. Selain itu, banyaknya sampah warga yang dibuang ke sungai juga menghambat laju air sungai, sehingga terjadi banjir. Untuk mengantisipasi masalah banjir di Kota Bandar Lampung di masa mendatang, pemerintah kota melalui Dinas PU telah mengusulkan kepada Dinas PU Lampung untuk STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 I - 12 memperbaiki dan menormalisasi sistem drainase yang ada. Beberapa badan sungai di bagian muara telah diperlebar untuk memudahkan air mengalir ke laut. Dinas PU juga melakukan pembongkaran terhadap drainase yang ditutup pelat beton tanpa izin karena menyusahkan pengerukan sedimen. Pemerintah Kota Bandar Lampung juga telah mencanangkan beberapa kegiatan besar, yaitu pembuatan embung yang berfungsi sebagai tampungan limpasan air di Kompleks IAIN Radin Intan dan Perum Ragom Gawi, penataan jaringan drainase kota, revitalisasi sungai, dan normalisasi Way Awi, Way Kunyit, dan Way Simpur. Selain itu, pemkot juga tak henti-hentinya menghimbau kepada warga masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai. 3 Reklamasi Pantai Isu reklamasi pantai kembali mencuat di Provinsi Lampung pada tahun 2009. Permasalahan ini muncul kembali seiiring dengan kebijakan pemerintah untuk menata kembali wilayah pesisir Kota Bandar Lampung sebagai salah satu Water Front City. Kasus reklamasi pantai pada tahun 2009 yang menimbulkan keresahan masyarakat terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Pesawaran yang berbatasan langsung dengan wilayah pesisir Kota Bandar Lampung. Menurut Wiryawan dkk. 2002, reklamasi pantai yang dilakukan di Teluk Lampung sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 1983. Pada awalnya reklamasi pantai bertujuan untuk merancang kembali kawasan pantai Teluk Lampung Bandar Lampung dan Lampung Selatan dengan penimbunan laut sampai dengan kedalaman 3 m, sehingga terbentuk suatu kawasan pantai yang mendukung sistem pengembangan kota pantai yang disebut dengan Water Front City . Sejak tahun 1983 hingga 1990 telah diberikan ijin penimbunan pantai tidak kurang dari 18 perusahaan dan 7 perorangan, dengan luas 650 ha, yang sebagian besar berada di wilayah Bandar Lampung 450 ha. Pada kenyataannya saat ini proses penimbunan pantai tidak dilaksanakan seperti rencana awal, tidak ada lahan bebas sepanjang pantai yang telah ditimbun, yang menurut rencana semula bahwa sepanjang pantai dengan lebar 60 m harus bebas, berupa jalan 20 m, sempadan pantai 30 m, batas jalan dan bangunan 10 m, dan semua bangunan harus menghadap ke pantai, serta setiap masyarakat dapat menikmati keindahan pantai dan laut tanpa harus membayar ke penimbun pantai. Para penimbun pantai dapat memanfaatkan areal timbunannya pada jarak 60 m dari bibir pantai. Kondisi reklamasi pantai saat ini sangat menyedihkan karena bagian-bagian yang telah direklamasi tidak menyatu atau terpotong-potong, muara-muara sungai banyak yang menyempit, tidak ada sempadan sungai, saluran drainase terganggu sehingga dapat menyebabkan banjir atau genangan pada saat hujan turun bersamaan dengan pasang naik air laut Kegiatan reklamasi pantai yang menimbulkan dampak berupa gejolak sosial keresahan masyarakat yang terjadi tahun 2009 adalah yang dilakukan oleh PT Sarana Agro Industri Indonesia PT SAII. PT SAII melakukan aktivitas penimbunan pantai di Dusun Way Kunjir, STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 I - 13 Desa Sukajaya Lempasing, Padang Cermin sekitar Agustus 2009. Izin reklamasi diperoleh PT SAII dari Pemkab Lampung Selatan saat itu Kabupaten Pesawaran belum dimekarkan seluas 1,1 hektare. Selanjutnya PT SAII mengajukan perluasan area yang direklamasi kepada Pemkab Pesawaran menjadi 5,5 ha. Namun, belakangan PT SAII justru mereklamasi melebihi izin. Bahkan, temuan LSM Mitra Bentala berdasarkan hasil pengukuran di lapangan menunjukkan jika luas lahan reklamasi yang dilakukan PT SAII sudah mencapai 10 hektare. Penggelembungan luas wilayah reklamasi ini berdasarkan hasil pengukuran LSM Mitra Bentala dengan menggunakan pengukuran titik koordinat lahan yang telah direklamasi. Pengukuran menggunakan GPS Global Positioning System menunjukkan penimbunan dari pantai ke arah laut sudah mencapai 203 meter. Panjang pantai yang direklamasi mencapai 500 meter dengan ketinggian timbunan mencapai 2 meter, sehingga total luas reklamasi mencapai 10 ha. Proses reklamasi pantai yang dilakukan PT Sarana Agro Industri Indonesia PT SAII diduga menimbulkan banyak kerusakan lingkungan di kawasan pesisir Pantai Mutun, Kabupaten Pesawaran. Berbagai macam indikasi kerusakan ditemukan setelah LSM Mitra Bentala melakukan investigasi terhadap proses reklamasi yang dilakukan perusahaan docking kapal tersebut. Sedikitnya terjadi pelanggaran serius dalam proses reklamasi itu seperti kerusakan ekologis, ancaman terhadap potensi wisata bahari, serta penyimpangan perizinan. Menurut LSM Mitra Bentala, fakta di lapangan menunjukkan PT SAII tidak mempertimbangkan aspek keseimbangan ekologis sehingga terjadi kerusakan terumbu karang yang digunakan sebagai talut dan bahan timbunan. Selain itu, sebagian padang lamun yang berada di sekitarnya ikut tertimbun dan terjadi kekeruhan di sekitar perairan pantai. Reklamasi juga mengancam potensi wisata bahari di Pantai Mutun yang selama ini dikenal sebagai objek wisata dengan angka kunjungan cukup tinggi. Wilayah yang direklamasi merupakan wilayah yang berdekatan dengan tempat wisata Pantai Mutun. Dampaknya, terjadi erosi pada daerah-daerah sekitarnya sehingga air pantai menjadi keruh dan berwarna cokelat. Akibatnya jumlah wisatawan yang mengunjungi Pantai Mutun akan menurun. Sementara aktivitas wisata pantai merupakan bagian terpenting dalam meningkatkan kunjungan wisatawan di Kabupaten Pesawaran. Selain menimbulkan kerusakan lingkungan perairan, kegiatan reklamasi pantai oleh PT SAII juga dikeluhkan warga masyarakat di sekitar areal reklamasi. Warga Desa Sukajaya, Lempasing, Padang Cermin, mengeluhkan adanya debu dan kebisingan dari alat berat yang beroperasi. Proses reklamasi yang menggunakan material dari perbukitan di sisi pantai itu membuat kawasan permukiman yang ada di sekitar lokasi material dipenuhi debu. Dampaknya, sejumlah anak-anak mengalami gangguan pernapasan. Tidak terkecuali, para STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 I - 14 nelayan juga harus kehilangan tempat untuk menyandarkan kapal mereka setelah aktivitas reklamasi PT SAII dilakukan. Menyikapi keresahan masyarakat dan aktivis lingkungan akibat reklamasi pantai oleh PT SAII, DPRD Kabupaten Pesawaran memberikan dukungan dan meminta agar Pemkab Pesawaran bersikap tegas terhadap PT SAII. Bahkan DPRD Pesawaran merekomendasikan agar Pemkab mencabut izin reklamasi untuk PT Sarana Agro Industri Indonesia PT SAII. Menanggapi tuntutan masyarakat, aktivitas lingkungan dan desakan DPRD Kabupaten Pesawaran, akhirnya Pemkab Pesawaran menghentikan aktivitas reklamasi pantai oleh PT SAII. Penghentian reklamasi pantai ini dilakukan setelah Bupati Pesawaran mengeluarkan Surat Bupati Pesawaran No.6152729IV.08X2009 tanggal 19 Oktober 2009. A C B Gambar 1.5 Aktivitas reklamasi pantai oleh PT SAII di Pantai Mutun Dokumentasi Mitra Bentala, 17 Agustus 2009 Keterangan Gambar: A. Kegiatan reklamasi B. Lahan yang telah direklamasi C. Perairan Pantai Wisata Mutun yang keruh akibat adanya reklamasi BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 1 LAHAN DAN HUTAN 1 Kualitas Lahan Secara umum, tanah di Provinsi Lampung termasuk tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut. Sebagian besar tanahnya terbentuk dari bahan induk tufa masam dan intermedier, yang tersebar dari daerah dataran sampai daerah pegunungan. Proses pembentukannya banyak dipengaruhi oleh curah hujan yang cukup tinggi dan hutan tropis. Berdasarkan klasifikasi USDA 1975, jenis-jenis tanah yang mendominasi daerah Lampung berturut-turut adalah Ultisols, Inceptisols, Entisols, dan Alfisols PPT, 1989. Di daerah pegunungan, jenis tanah didominasi oleh Dystropept, Dystrandept, Humitropept, dan Kanhapludult. Tanah-tanah yang masih tergolong muda di dalam perkembangannya mendominasi daerah ini, yaitu ordo Inceptisols seperti Dystropept, Humitropept, dan Dystrandept. Umumnya tanah ini mempunyai kelas kesuburan yang cukup baik, tetapi peka terhadap ancaman bahaya erosi. Selain itu, juga terdapat tanah-tanah yang sudah mempunyai perkembangan lanjut tanah tua, yaitu ordo Ultisols, seperti Kanhapludult. Jenis tanah ini secara umum mempunyai kesuburan tanah yang rendah, sifat kemasaman tanah yang tinggi, dan peka terhadap erosi. Pada daerah volkan, jenis tanah yang dominan adalah dari ordo Inceptisols, yaitu Dystropept dan Humitropept, diikuti oleh ordo Alfisols dan Ultisols, seperti Hapludalf dan Kanhapludult. Ordo Inceptisols dan Alfisols tergolong pada tanah-tanah yang relatif muda sehingga secara umum tanah di daerah ini cukup subur, tetapi peka terhadap erosi. Daerah perbukitan didominasi oleh jenis tanah ordo Inceptisols, yaitu Dystropept dan diikuti oleh ordo Ultisols, yaitu Kanhapludult. Umumnya tanah-tanah yang tergolong dalam ordo Inceptisols memiliki kesu-buran tanah yang relatif baik, tetapi peka terhadap erosi. Tanah- tanah Hapludulf tergolong tanah yang sudah mempunyai perkembangan lanjut dan mempunyai tingkat kesuburan rendah sampai sedang, serta peka terhadap erosi. Selain itu, juga terdapat tanah-tanah yang masih tergolong muda yaitu dari ordo Inceptisols dengan jenis tanah Dystropept dan Tropaquept. Tanah-tanah ini secara umum mempunyai tingkat kesubur-an cukup baik, tetapi peka terhadap erosi. Pada daerah Aluvial di dominasi oleh tanah-tanah muda yang baru berkembang dari ordo Inceptisols, seperti Tropaquept, Eutropept, dan Dystropept. Tanah-tanah ini secara umum mempunyai tingkat kesuburan yang relatif baik. Selain itu, juga terdapat tanah-tanah yang belum berkembang dari ordo Entisols, seperti Sulfaquent dengan kesuburan yang tergolong rendah. Jenis tanah ini ditemukan di daerah-daerah lembah atau daerah depresi yang banyak dipengaruhi oleh air sungai. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 2 Daerah Marin didominasi oleh tanah-tanah yang belum berkembang, yaitu dari ordo Entisols, seperti Tropopsamment, Hydraquent, dan sedikit Sulfaquent yang masih berhubungan dengan air laut. Selanjutnya, diikuti oleh tanah-tanah yang baru berkembang dari ordo Inceptisols, seperti Dystropept, Eutopept, dan Tropaquept. Tanah-tanah ini banyak terdapat pada daerah Teras Marin. Tanah ini mempunyai kesuburan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan tanah-tanah dari ordo Entisols. Pada daerah-daerah yang masih terjangkau pengaruh air laut, salinitas air tanah yang tinggi merupakan kendala yang serius bagi pertumbuhan tanaman. 2 Tutupan Lahan Keadaan penutupan lahan Provinsi Lampung tahun 2008 berdasarkan hasil penafsiran citra yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan diketahui bahwa luas daratan yang masih berupa hutan berhutan adalah sebesar 7,1 atau seluas 236,4 ribu ha dan daratan yang bukan berupa hutan nonhutan sebesar 91,4 atau seluas 3.058,8 ribu ha. Penutupan lahan yang berupa hutan didominasi oleh hutan lahan kering, sedangkan hutan rawa-rawa dan hutan mangrove luasnya relatif lebih kecil. Penutupan lahan nonhutan adalah penutupan lahan selain vegetasi hutan, yaitu berupa semakbelukar, belukar rawa, savana, perkebunan, sawah, lahan pertanian, pemukiman, pemukiman, tambak, tanah terbuka, dan lain-lain. Penutupan lahan di Provinsi Lampung yang termasuk hutan primer hanya 2,5 ribu ha 0,1, hutan sekunder seluas 223,6 ribu ha 6,7 yang terdiri dari hutan lahan kering dan hutan rawa, serta hutan tanaman seluas 10,3 ribu ha 0,3. Hutan mangrove diprediksi hanya seluas 5,1 ribu ha dan itu pun merupakan hutan mangrove sekunder. Penutupan lahan nonhutan lebih didominasi oleh pertanian lahan kering dan semak belukar yang luas keseluruhannya mencapai 2.246,5 ribu ha atau sekitar 73,5; sedangkan penutupan lahan yang berupa perkebunan diprediksi seluas 132,9 ribu ha. Luas areal yang digunakan untuk pemukiman di Provinsi Lampung diprediksi mencapai 232,8 ribu ha STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 3 Tabel 2.1 Luas penutupan lahan di dalam dan di luar kawasan hutan di Provinsi Lampung tahun 2008 ribu ha STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 4 3 Hutan Luas kawasan hutan di Provinsi Lampung pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 2.2. Sejak tahun 2002 fungsi hutan sebagai hutan yang dapat dikonversi ditiadakan, sehingga luasnya hingga tahun 2008 adalah 1.004.735 ha. Bagi Provinsi Lampung setiap fungsi hutan mempunyai peranan yang strategis. Berfungsinya masing-masing kawasan hutan secara optimal sesuai dengan peruntukannya akan menciptakan prakondisi bagi kelangsungan pembangunan di berbagai bidang. Tabel 2.2 Distribusi luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya di Provinsi Lampung 2008 Fungsi Kawasan Luas Ha Persen luas Kawasan Hutan Produksi ± 225.090 ha 22,40 - Hutan Produksi Terbatas HPT ± 33.358 ha 3,32 - Hutan Produksi Tetap HP ± 191.732 ha 19,08 Kawasan Hutan Lindung HL ± 317.615 ha 31,61 Kawasan Hutan Konservasi HSAW ± 462.030 ha 45,99 Luas Keseluruhan ± 1.004.735 ha 100.00 Sumber : BPS Provinsi Lampung 2009 Kawasan Lindung di Provinsi Lampung terdiri dari Hutan Lindung dan Hutan Konservasi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 256Kpts-II2000 tanggal 23 Agustus 2000. Sampai dengan tahun 2008 luas kawasan lindung tersebut adalah 317.615 ha untuk kawasan hutan lindung dan 462.030 ha kawasan hutan konservasi. Hutan Lindung Hutan Lindung di Provinsi Lampung terbagi ke dalam 25 Register Kawasan Hutan yang merupakan hulu sungai-sungai utama yaitu : Way Sekampung, Way Seputih dan Way Tulang Bawang. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 256Kpts-II2000 tanggal 23 Agustus 2000. Kawasan Hutan Lindung di wilayah Provinsi Lampung seluas 317.615,00 ha Karena fungsinya sebagai pengatur tata air dan memelihara kesuburan tanah, maka keberhasilan dan optimalisasi pembangunan pengairan yang menguasai hajat hidup orang banyak, baik yang telah maupun akan dibangun sangatlah tergantung kepada kelestarian Hutan Lindung. Dalam rangka menyiapkan prakondisi pengelolaan berdasarkan pengelompokan kawasan hutan, bobot permasalahan dan aksesibilitas, kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung dibagi menjadi 4 empat wilayah pengelompokan Kesatuan Pemangkuan Hutan Lindung KPHL seperti disajikan pada Tabel 2.3. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 5 Terjadinya kerusakan hutan akibat perambahan hutan, penebangan liar, pencurian kayu dan kebakaran hutan. Kerusakan hutan yang terjadi pada kawasan Hutan Lindung sekitar 83,7. Tabel 2.3 Pengelompokan kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung berdasarkan KPHL No. Register Nama Kawasan Hutan Kabupaten Luas ha Reg : 38 Gunung Balak Lampung Timur 19.680 Reg : 28 Bukit Neba Lampung Timur 13.220 Reg : 21 Perentian Batu Lampung Timur 6.381 Reg : 27 Pematang Sulah Lampung Timur 8.740 Reg : 26 Serkung Peji Lampung Timur 690 Reg : 25 Pematang Tanggang Lampung Timur 3.380 Reg : 20 Pegunungan Kuboato Lampung Timur 4.400 Reg : 17 Batu Serampok Lampung Selatan 7.200 Reg : 06 Way Buatan Lampung Selatan 1.050 KPHL I Reg : 03 Gunung Rajabasa Lampung Selatan 4.900 Jumlah 69.641 Reg : 31 Pematang Arahan Tanggamus 1.505 Reg : 39 Kota Agung Utara Tanggamus 52.117 Reg : 30 Gunung Tanggamus Tanggamus 16.060 KPHL II Reg : 33 Bukit Rendingan Tanggamus 6.960 Jumlah 76.642 Reg : 39 Kota Agung Utara Tanggamus 49.993 Reg : 22 Way Waya Tanggamus 8.515 KPHL III Reg : 34 Tangkit Tebak Tanggamus 27.600 Jumlah 86.108 Reg : 45b Bukit Rigis Lampung Barat 8.295 Reg : 44b Way Tenong Kenali Lampung Barat 13.000 Reg : 43b Krui Utara Lampung Barat 14.030 Reg : 24 Bukit Punggur Lampung Barat 20.851 Reg : 17b Bukit Sararukuh Lampung Barat 1.596 Reg : 48b Palakiah Lampung Barat 1.800 Reg : 41 Saka Lampung Barat 1.200 KPHL IV Reg : 9b Gunung Seminung Lampung Barat 470 Jumlah 61.242 Jumlah I+II+III+IV 293.633 Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2006 Hutan Konservasi Kawasan Konservasi terdiri dari Cagar Alam CA, Suaka Margasatwa SM, Taman Nasional TN, Taman Wisata Alam TWA, Taman Hutan Raya THR dan Taman Buru TB. Hutan Konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Di Provinsi Lampung, Hutan Konservasi yang telah ditunjuk dan ditetapkan adalah 1 unit Cagar Alam Laut, 1 Unit Taman Hutan Raya dan 2 unit Taman Nasional seperti rincian pada Tabel 2.4. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 6 Gambar 2.1 Peta kawasan hutan di Provinsi Lampung Tabel 2.4 Penyebaran dan luas hutan konservasi di Provinsi Lampung No Nama Kawasan Kabupaten Fungsi Luas Ha SK Penetapan 1 Pulau Anak Krakatau Lampung Selatan CA 13.735,10 85Kpts-II90 tanggal 26 Februari1990 2 Wan Abdul Rachman Lampung Selatan THR 22.249,13 408Kpts-II93 tanggal 10 Agustus 1993 3 Way Kambas Lampung Tengah TN 125.621,30 670Kpts-II99 tanggal 25 Agustus 1999 4 Bukit Barisan Selatan Tanggamus, Lampung Barat dan Bengkulu Selatan TN 356.800,01 736MentanX82 tanggal 14 Oktober 1982 5 Taman Nasional BBS - TWD 100,00 415Kpts-II1992 tanggal 30 April 1992 6 Zona Pemanfaatan TN- BBS - WA 100,00 1779Kpts-II1990 tanggal 6 Oktober 1990 Total 518.605,54 Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2008 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 7 Hutan Produksi Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 256Kpts-II2000 tanggal 23 Agustus 2000 kawasan Hutan Produksi di wilayah Provinsi Lampung ditetapkan seluas 225.090 ha dengan rincian: Hutan Produksi Terbatas dengan luas 33.358 ha 14,82 dan Hutan Produksi Tetap seluas 191.732 ha 85,18. Tetapi dengan adanya beberapa perubahan atau pengurangan luas kawasan hutan untuk penggunaan areal lahan lainnya di luar atau non kehutanan, maka luas kawasan hutan produksi di wilayah Provinsi Lampung menjadi seluas 208.631,09 ha dengan rincian sebagai berikut: Hutan Produksi Terbatas dengan luas 33.358 ha 16 dan Hutan Produksi Tetap dengan luas 175.273,09 ha 84. Pengelolaan hutan dengan pihak ketiga, yaitu Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri HP HTI yang masih berjalan saat ini di Provinsi Lampung adalah seluas 146.587 ha dengan perincian sebagai berikut: PT. Inhutani V 57.779 ha, PT. Silva Inhutani Lampung 42.762 ha, PT. Dharma Hutan Lestari 36.446 ha, tidak aktifdiusulkan dicabut hak pengusahaannya, dan PT. Budi Lampung Sejahtera 9.600 ha Untuk lebih jelasnya pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Tetap KHP dan Kawasan Hutan Produksi Terbatas KHPT di wilayah Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini. Tabel 2.5 Hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas di Provinsi Lampung Kawasan Hutan ha Pengelolaan oleh ha Kabupaten Nama Luas PT SIL PT BLS PT Inhutani PT DHL Swakelola Lampung Barat Kelompok HPT Pesisir 33.358,00 - - - - 33.358,00 Lampung Timur KHP Gedung Wani Ds Reg.5,35,37,40 4.483,00 - - - 4.483,00 - Lampung Utara KHP Way Hanakau 177,71 - - 177,71 - - KHP Way Pisang Reg.1 8.795,00 - - - 8.795,00 - Lampung Selatan KHP Pematang Taman Reg.2 906,00 - - - 906,00 KHP Tangkit Titi Bungur 1 Reg.18 1.389,00 - - 1.389,00 - - KHP Gedong Wani Ds. Reg.5, 35, 37, dan 40 25.948,00 - - - 22.262,00 3.686,00 Jumlah 37.038,00 - - - - - Lampung Tengah KHP Way Terusan Reg. 47 12.500,00 - - - - 12.500,00 KHP Giham Tahmi 12.500,00 - - - - 12.500,00 KHP Rebang Reg.42 13.151,50 - - 13.151,50 - - KHP Sungai Muara Dua Reg.44 21.172,58 - - 21.172,58 - - KHP Way Hanakau Reg.46 20.017,29 - 9.600,00 10.417,29 - - Way Kanan Jumlah 66.841,37 KHP Sungai Muara Dua Reg.44 11.470,92 - - 11.470,92 - - Tulang Bawang KHP Sungai Buaya Reg.45 42.762,09 42.762,09 - - - - Jumlah 54.233,01 - - - - - Total 196.131,09 42.762,09 9.600,00 57.779,00 36.446,00 62.044,00 Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2006 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 8 4 Luas Lahan Kritis Kerusakan lahan dapat diindikasikan dengan penurunan luas kawasan bervegetasi, meningkatnya tingkat erosi dan sedimentasi, dapat terjadi di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Kerusakan lahan tersebut selanjutnya menyebabkan makin meluasnya lahan kritis. Penetapan lahan kritis mengacu pada lahan yang telah sangat rusak karena kehilangan penutupan vegetasinya, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim mikro dan retensi karbon. Berdasarkan kondisi vegetasinya, kondisi lahan dapat diklasifikasikan sebagai : sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan kondisi normal. Luas lahan kritis di Provinsi Lampung pada tahun 2008 mencapai 3.332.028,30 ha yang tersebar di 10 kabupatenkota, TN Way Kambas, dan TN Bukit Barisan Selatan. Luas lahan kritis ini meningkat 300,20 ha dibandingkan pada tahun 2007 yang luasnya 3.331.728,10 ha. Kabupaten Tulang Bawang memiliki lahan kritis yang cukup luas dibandingkan kabupatenkota lainnya, yaitu 656.391,50 ha. Lampung Tengah menduduki urutan kedua dengan luas lahan kritis mencapai 461.777,80 ha. Berdasarkan tingkat kekritisannya, 5,26 lahan di Provinsi Lampung tergolong sangat kritis, 10,04 kritis, 35,29 agak kritis, 29,96 kritis, dan hanya 19,45 tergolong tidak kritis. Tabel 2.6 Luas lahan kritis di Provinsi Lampung tahun 2008 Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensi Kritis Tidak Kritis 1 Bandar Lampung 3.950,80 5.177,40 13.231,50 5.353,70 241,60 27.955,00 0,84 2 Metro - 0,20 2.448,30 349,50 3.977,90 6.775,90 0,20 3 Tulang Bawang 37.795,70 4.542,30 267.738,60 184.798,10 161.516,80 656.391,50 19,70 4 Way Kanan 13.706,90 45.457,40 157.413,20 58.362,80 73.908,00 348.848,30 10,47 5 Tanggamus 53.249,60 90.106,80 148.052,50 28.703,00 30.757,10 350.869,00 10,53 6 Lampung Selatan 25.470,90 45.625,30 88.409,10 134.212,00 30.690,70 324.408,00 9,74 7 Lampung Timur 965,80 1.462,70 50.100,10 113.991,00 102.230,10 268.749,70 8,07 8 Lampung Tengah 7.434,10 13.610,70 106.129,80 188.252,70 146.350,50 461.777,80 13,86 9 Lampung Utara 8.663,20 17.191,80 108.336,70 85.694,00 28.641,60 248.527,30 7,46 10 Lampung Barat 23.409,80 87.037,40 109.647,10 34.775,80 15.695,70 270.565,80 8,12 11 BTNWK 3,90 2.730,10 73.453,80 48.058,60 4.123,20 128.369,60 3,85 12 BBTNBBS 546,60 21.705,20 50.972,30 115.610,90 49.955,40 238.790,40 7,17 175.197,30 334.647,30 1.175.933,00 998.162,10 648.088,60 3.332.028,30 100,00 5,26 10,04 35,29 29,96 19,45 100,00 Jumlah Ha Persentase No Lokasi Luas Tingkat Kekritisan Lahan Ha Jumlah Ha Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2008 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 9 KEANEKARAGAMAN HAYATI 1 Gambaran Keanekaragaman Hayati Propinsi Lampung dengan luas daratan 3,5 juta ha memiliki 1,237 juta ha kawasan hutan dan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi seluas 422.500 ha 12,8. Selain kawasan konservasi hutan, Lampung memiliki kawasan konservasi laut, kepulauan, dan beberapa lokasi yang diusulkan sebagai taman buru, suaka marga satwa, dan cagar alam rawa air tawar sebagai habitat berbagai jenis burung air. Berdasarkan letaknya, kawasan-kawasan konservasi tersebut, sebagian arealnya meliputi wilayah pesisir dan berbatasan langsung dengan laut seperti, Taman Nasional dan Cagar Alam Laut Bukit Barisan Selatan di Pantai Barat dan TN Way Kambas di Pantai Tirnur. Di Selat Sunda terdapat Cagar Alam Laut Gugus Kepulauan Krakatau. Berdasarkan data BKSDA Provinsi Lampung 2009 diketahui jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi berdasarkan PP No.71999 pada tahun 2008 masing-masing berjumlah 43 untuk tumbuhan dan 74 untuk satwa liar. Jenis tumbuhan yang dilindungi sebagian besar merupakan kelas Orchidaceae, jenis lainnya adalah dari kelas Nephentaceae dan Dipterocarpaceae. Satwa liar yang dilindungi terdiri dari berbagai jenis satwa yang termasuk dalam kelas mamalia, aves, reptilia, pisces, insekta, crustacea, dan anthozoa. Tabel 2.7 Jumlah jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di Provinsi Lampung 2008 No. Kelompok Kelas Jumlah Jenis Orchidaceae 29 Nephentaceae 1 1. Tumbuhan Dipterocarpaceae 13 Jumlah 43 Mamalia 18 Aves 6 Reptilia 20 Pisces 2 Amphibia Insecta 13 Crustacea 14 2. Satwa liar Anthozoa 1 Jumlah 74 Sumber: BKSDA Provinsi Lampung 2009 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 10 2 Fauna Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2006, jumlah satwa yang dilindungi menurut Undang-Undang pada tahun 2005 yang meliputi Unit Kerja BKSDA II, BTN BBS, BTN Way Kambas dan UPTD Tahura seluruhnya berjumlah 176 ekor seperti yang tertera pada Tabel 2.7. Adapun penyebaran satwa liar di sekitar Tahura Wan Abdul Rachman digambarkan pada Gambar 2.2. Faunasatwa liar yang terdapat di kawasan hutan di Provinsi Lampung tersebar di berbagai habitat yang merupakan wilayah TN Way Kambas, TNBBS, hutan lindung di Lampung Utara, Lampung Barat, Lampung Selatan, dan Tanggamus, hutan pantai, hutan rawa serta di perairan laut. Menurut Wiryawan dkk 2002 jenis-jenis fauna yang terdapat di kawasan konservasi di Provinsi Lampung meliputi berbagai mamalia, aves, reptilia, amfibi dan reptilia seperti yang tertera pada Tabel 2.9. Tabel 2.8 Jumlah satwa yang dilindungi undang-undang menurut unit kerja Satuan ekor Jenis Satwa yang Dilindungi No. Unit Kerja Mamalia Aves Reptilia Amfibia Pisces Incasia Moluska Crustacea 1 BKSDA II 34 34 5 - 2 1 7 2 2 BTN BBS 21 20 5 - - - - - 3 BTN Way Kambas 20 25 2 - - 1 - - 4 UPTD Tahura - - - - - - - - Jumlah 75 79 12 - 2 2 7 2 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2006 Menurut Noor dkk 1994 di sekitar perairan umum di Kabupaten Tulang Bawang terdapat berbagai jenis ikan air tawar. Jenis-jenis tersebut diantaranya ada terancam punah endangered, seperti ikan arwana, pari himantura, dan ketutung. Ada pula yang termasuk dalam IUCN Red List, seperti ikan gejubang atau lebih dikenal dengan nama botia. Ikan-ikan tersebut sebagian besar hidup di perairan umum, baik di sungai ataupun rawa-rawa air tawar yang banyak terdapat di Kabupaten Tulang Bawang. Saat ini keberadaan ikan-ikan air tawar tersebut semakin menurun jumlahnya akibat masih adanya penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti menangkap ikan dengan menggunakan arus listrik dan jaring togok stownet dengan mesh size berukuran kecil. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 11 Tabel 2.9 Jenis-jenis faunasatwa liar yang dilindungi UU dalam kawasan hutan di Provinsi Lampung Sumber : Wiryawan dkk 2002 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 12 Gambar 2.2 Sebaran satwa liar di kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Register 19 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2006 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 13 Tabel 2.10. Jenis-jenis ikan air tawar lokal di Provinsi Lampung Sumber : Noor dkk 1994 Keterangan : --- tidak termasuk IUCN Red List Berbagai jenis satwa liar yang dilindungi mengalami tekanan akibat diburu manusia maupun karena perubahan lingkunganhabitat hidupnya. Perburuan yang dilakukan oleh pemburu terhadap gajah, misalnya, disebabkan permintaan gading gajah di pasar gelap cukup tinggi. Pada 7 Agustus 2009 terjadi pembunuhan gajah jinak di Pusat Latihan Gajah PLG TN Way Kambas dengan tujuan untuk diambil gadingnya. Upaya penyelundupan daging trenggiling yang berhasil digagalkan BKSDA Lampung pada 18 November 2008 juga membuktikan bahwa perburuan satwa liar yang dilindungi masih marak dilakukan oleh pemburu gelap. Daging treggiling yang telah dikuliti ini rencananya akan diselundupkan ke Pulau Jawa. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 14 Gambar 2.4 Penyelundupan daging trenggiling yang digagalkan Polhut dan BKSDA Provinsi Lampung pada 18 November 2008 Dokumentasi BKSDA Provinsi Lampung Gambar 2.3 Pembunuhan gajah di PLG TNWK untuk diambil gadingnya Sumber: Radar Lampung 8 Agustus 2009 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 15 3 Tumbuhan Vegerasi yang terdapat di kawasan hutan di Provinsi Lampung cukup banyak jenisnya, baik di kawasan taman nasional, wisata, hutan lindung maupun hutan produksi. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2006 diketahui bahwa setidaknya terdapat ratusan jenis tumbuhan, mulai dari pohon, liana, vegetasi bawah, dan lain-lain. Beberapa contoh vegetasi yang ada disajikan pada Tabel 2.11. Menurut Wiryawan dkk 2002, di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan terdapat berbagai jenis vegetasi hutan hujan tropika basah yang membentang di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Di dataran tinggi dan dataran rendah TNBBS ini umumnya vegetasi didominasi oleh tumbuhan marga Lauraceae, Dillentaceae, Dipterocapaceae, Myrtaceae dan Fagaceae. Di hutan pantai terdapat bunga bangkai Amorphophalus sp sebagai bunga bangkai tertinggi di dunia dan bunga raflesia Rafflesia arnoldi yang dikenal sebagai bunga terbesar di dunia. Di wilayah TNBBS bagian barat yang berbatasan dengan pemukiman penduduk terdapat zona penyangga berupa hutan damar Shorea javanica yang menghasilkan resin. Resin damar ini memberikan nilai ekonomi bagi mayarakat sekitarnya dan merupakan produk khas Kabupaten Lampung Barat. Berbeda dengan TN BBS, Taman Nasional Way Kambas memiliki berbagai tipe vegetasi rendah seperti hutan pantai, mangrove, hutan gambut dan rawa pasang surut, rawa air asin, serta hutan dataran rendah. Pada hutan pantai berpasir banyak ditumbuhi oleh cemara laut Casuarina equisetifolia , waru Hibiscus tiliaceus, ketapang Terminalia catappa dan pandan duri Pandanus spinosus. Vegetasi hutan mangrove yang terdapat di muara sungai didominasi oleh api-api Avicennia sp, buta-buta Bruguira sp, dan semakin ke hulu dijumpai formasi nipah Nypa sp, nibung Oncosperma tigilaria, palem merah Cyrtostachys lakka, gelam Malaleuca spp, dan rengas Gluta renghas. Pada areal yang lebih tinggi dan relatif tidak berupa rawa terdapat jenis pohon perwakilan dari tipe vegetasi hutan hujan dataran rendah, seperti minyak Dipterocarpus retutus, merawan Hopea sp, meranti Shorea sp, jabon Anthocephalus chinensis , puspa Schima wallichii dan sempur Dillenia excelsa yang membentuk hutan sekunder Wiryawan dkk, 2002. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 16 Tabel 2.11 Beberapa contoh flora di kawasan hutan di Provinsi Lampung Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2006 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 17 AIR 1 Sungai Air permukaan di Provinsi Lampung tersebar pada berbagai tipe, seperti sungai, danau, rawa, waduk, embung, dan lan-lain. Sumberdaya air ini tersebar di lima daerah river basin. Bagian terbesar dari hulu river basin ini berada di Kabupaten Lampung Barat, sebagian Lampung Utara, dan sebagian Tanggamus. Pada beberapa wilayah tertentu kondisinya sudah cukup kritis, hutan sudah semakin terbuka, dan adanya kegiatan budidaya pertanian tanpa konservasi, sehingga akan sangat besar pengaruhnya pada penyimpanan sumberdaya air untuk irigasi di hilirnya. Daerah river basin ini merupakan daerah yang terbesar di sepanjang sungai besar yaitu: 1. Daerah River Basin Tulang Bawang terletak di utara hingga ke arah barat, melewati wilayah Kabupaten Lampung Utara, Way Kanan, hingga Tulang Bawang, seluas 10.150 km 2 dengan panjang 753,5 km dengan 9 cabang anak sungai membentuk pola aliran dendritic, yang merupakan ciri umum sungai-sungai di Lampung. Kepadatan pola aliran sebesar 0,07 dan frekuensi pola aliran 0,0009. 2. Daerah River Basin Seputih terletak di bagian tengah wilayah bagian barat Lampung Tengah ke arah Metro dan Lampung Timur. Luas river basin ini mencapai 7.550 km 2 . Jumlah cabang sungai sebanyak 14 buah dengan kepadatan pola aliran 0,13 dan frekuensi pola aliran 0,0019. 3. Daerah River Basin Sekampung terletak di sebagian besar wilayah Kabupaten Tanggamus, Lampung Tengah, Lampung Selatan bagian Utara, hingga ke arah Timur. Luas river basin ini mencapai 5.675 km 2 dengan panjang 6.223 km dari 12 cabang sungai. Pola aliran mencapai kepadatan 0,11 dan frekuensinya mencapai 0,021. 4. Daerah River Basin Semaka terletak di wilayah Kabupaten Tanggamus bagian Selatan Barat ke arah Pantai Selat Sunda bagian barat. Luas River Basin ini 1.525 km 2 dengan panjang 189 km, density pola aliran 0,12 dan frekuensi pola aliran 0,0052. 5. Daerah River Basin Way Jepara terletak di Kabupaten Lampung Timur, dengan luas 800 km 2 panjang seluruh sungai 108.5 km, jumlah cabang sungai 3 buah dan pola aliran dengan kepadatan 0,14 serta frekuensinya 0,0038. Daerah River Basin ini sebagian besar dimanfaatkan sebagai daerah pengembangan sawah irigasi teknis seluas hampir 295.544 ha areal potensial 285.376 ha, areal baku 264.768 ha, STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 18 dan areal fungsional 190.959 ha. Wilayah yang sedang dikembangkan adalah di River Basin Mesuji Tulang Bawang, yang sebagian areal irigasinya berada di Sumatera Selatan Irigasi Komering yang mampu mengairi areal sawah seluas 120.000 ha. Untuk Sumatera Selatan 75.000 ha, sedangkan Provinsi Lampung memperoleh manfaat untuk luas 45.000 ha yang tersebar di Kabupaten Way Kanan dan Tulang Bawang. Dilihat dan ratio debit musim hujan dan musim kemarau, hampir seluruh daerah aliran sungai mencatat angka fluktuasi debit air yang tinggi dari 61,08 hingga 429,77, kecuali Way Semangka 6,7 dan Way Rarem 23,24. Kondisi ini menyebabkan kekurangan air pada musim kemarau, tetapi kelebihan air pada musim hujan. Penyebab utamanya adalah rusaknya fungsi hidrologis kawasan hutan lindung dan kondisi tanah setempat yang relatif porous . Perbedaan debit air sungai pada musim hujan dan musim kemarau yang cukup besar memberikan dampak terhadap ketersediaan air untuk irigasi, khususnya pada musim kemarau. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan pengendalian tata air yang memungkinkan pemanfaatan curah hujan secara optimal bagi kebutuhan air pada musim kemarau, yang antara lain dapat diupayakan melalui pembangunan waduk atau embung. Di Provinsi Lampung terdapat 5 sungai besar dan sekitar 33 sungai kecil, yang membentuk 5 Daerah Aliran Sungai DAS utama, yaitu: DAS Sekampung, DAS Mesuji, DAS Semangka, DAS Seputih dan DAS Tulangbawang. Lima sungai besar tersebut ditetapkan menjadi 3 tiga Satuan Wilayah Sungai SWS oleh Departemen Pekerjaan Umum, yaitu: SWS Mesuji-Tulang Bawang, SWS Seputih-Sekampung, dan SWS Semangka. Luas ketiga SWS tersebut sama dengan luas daratan Provinsi Lampung yang menyimpan potensi sumberdaya air dari hulu sampai ke hilir. Ketiga satuan wilayah sungai tersebut merupakan rangkaian beberapa daerah aliran sungai DAS yang dibatasi oleh garis ketinggian yang memisahkan aliran jatuhnya curah hujan pada setiap wilayahnya. Jumlah luasan dan potensi ketersediaan air permukaan di Provinsi Lampung tertera pada Tabel 2.12. Sekitar 80 sungai-sungai di wilayah Lampung mengalir ke arah timur dan bermuara di Laut Jawa, seperti Way Mesuji, Way Tulang Bawang, Way Seputih, dan Way Sekampung; sedangkan Way Semangka bermuara di Teluk Semangka. Sebagian besar sungai-sungai di Lampung memiliki debit air yang kecil, kecuali Way Sekampung, Way Tulangbawang, dan Way Mesuji yang memiliki debit lebih besar dari 100 m 3 detik. Tabel 2.12 Potensi sumberdaya air permukaan di Provinsi Lampung No. Satuan Wilayah Sungai SWS Luas km 2 Potensi Air juta m 3 thn 1 Mesuji-Tulang Bawang 16.610 14.168 2 Seputih-Sekampung 14.650 11.851 3 Semangka 6.083 7.323 Jumlah 37.343 33.342 Sumber: Bappeda 2000 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 19 Gambar 2.5 Peta DAS-DAS Utama di Provinsi Lampung Sumber: Wiryawan dkk., 2002 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 20 Sungai-sungai di Pantai Timur berkaitan erat dengan 207.800 hektare rawa dan paya-paya yang pernah ada. Sebagian besar rawa dan paya-paya ini telah diubah menjadi lahan pertanian utau perkebunan dalam program transmigrasi besar-besaran. Sungai-sungai di wilayah Teluk Lampung dan Pantai Barat umumnya memiliki daerah tangkapan air yang sempit, karena daerahnya yang terjal atau berlereng pengaruh pegunungan Bukit Barisan. Semua sungai, kecuali beberapa di Pantai Barat Lampung, mempunyai variasi debit air yang nyata. Ini menunjukan besarnya pengaruh musim terhadap sungai-sungai tersebut. Tabel 2.13. Luas daerah tangkapan dan debit air beberapa sungai utama di Provinsi Lampung No. Nama Sungai Luas daerah tangkapan ha Kisaran debit m 3 dtk 1 Mesuji Sebagian besar di Sumsel 155 2 Tulang Bawang 1.015.000 80-360 av.200 3 Seputih 755.000 3-48 av. 26 4 Way Jepara 88.000 36 5 Way Kambas 44.000 10 6 Sekampung 567.000 216 7 Semangka 152.500 0,18-247 av.67,5 8 Krui 66.000 40 9 Pemerihan 33.000 13 Sumber: Wiryawan dkk 2002 Daerah tangkapan sungai-sungai besar yang mengalir ke timur dalam kondisi kritis. Tingkat kekeruhan air bertambah tinggi karena erosi tanah lebih dan 60 hutan lindung telah dikonversi menjadi perkebunan oleh para perambah. Kegiatan reboisasi tidak dapat mengimbangi laju penggundulan hutan. Lahan kritis dijumpai di seluruh Lampung. Total lahan kritis kurang lebih 647.747,05 hektar. Hanya sedikit yang sudah diketahui dampak degradasi pada sungai-sungai dan morfologi pesisir debit, endapan, erosi pantai, dan pelumpuran. Way Tulang Bawang, Way Seputih, Way Jepara, dan Way Sekampung membawa komponen tanah yang besar. Dari Way Seputih saja terangkut sekitar 10,5 juta ton endapan ke laut setiap tahunnya. Sungai sangat penting dalam pengelolaan kewilayahan karena fungsi-fungsinya untuk transportasi, sumber air bagi masyarakat, perikanan, pemeliharaan hidrologi rawa, dan lahan basah. Sebagai alat angkut, sungai membawa sedimen lumpur, pasir, sampah, dan limbah serta zat hara, melalui wilayah pemukiman ke terminal akhirnya, yaitu laut. Dampaknya adalah terciptanya dataran berlumpur, pantai berpasir, dan bentuk pantai lainnya. Seandainya debit sungai berkurang dan beban penggunaannya makin banyak, maka kualitas air semakin menurun sampai titik resiko yang membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan. Daerah tangkapan catchment area yang telah mengalami kerusakan menyebabkan kuantitas air sungai makin menurun. Hal ini ditunjukkan oleh fluktuasi debit air sungai yang besar antara musim hujan dan musim kemarau. Apabila perbandingan antara debit minimal dan debit maksimal lebih besar dari 1 : 20, maka daerah tangkapan air tersebut STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 21 sudah mengalami kerusakan. Selain disebabakan erosi dan sedimentasi, penurunan kualitas air juga disebabkan pencemaran air oleh limbah industri dan rumah tangga. Sebagai gambaran rusaknya daerah tangkapan, ditunjukkan oleh debit sungai, seperti yang tertera pada Tabel 2.14. Tabel 2.14 Debit air sungai pada beberapa stasiun pengukuran. Debit sungai Q m 3 det No Sungai utama Anak sungai Q-Min Q-Maks Lokasi stasiun pengukuran 1 Way Sekampung Way Sekampung 6.01 516.00 Pujo Rahayu 2 Way Sekampung Way Sekampung 7.03 110.00 Jurak 3 Way Sekampung Way Sekampung 5.16 266.00 Kunyir 4 Way Sekampung Way Sekampung 0.51 383.00 Kresno Widodo 5 Way Sekampung Way Bulok 0.46 178.00 Dam Gatel 6 Way Sekampung Way Bulok 0.38 198.00 Bulukerto 7 Way Seputih Way Tatayan 0.03 18.70 Sindang Asri 8 Way Seputih Way Pengubuan 2.60 130.00 Terb. Besar 9 Way Seputih Way Terusan 0.87 104.00 Gunung Batin 10 Way Seputih Way Seputih 0.84 302.00 Buyut Udik 11 Way Seputih Pengubuan 0.20 94.60 Blamb. Pagar 12 Way Seputih Batanghari 0.34 62.30 Raman Fajar 13 Way Tl.Bawang Way Pedada 2.27 23.20 Banjar Agung 14 Way Tl.Bawang Way Kanan 9.16 808.00 Pakuan Ratu 15 Way Tl.Bawang Way Abung 1.20 167.00 Ogan Enam 16 Way Tl.Bawang Way Rarem 6.90 549.00 Kota Bumi 17 Way Tl.Bawang Way Giham 4.12 145.00 Rantau Jangkung 18 Way Tl.Bawang Way Besay 4.50 65.10 Suka Jaya 19 Way Mesuji Way Mesuji 3.42 77.60 Labuhan Batin 20 Way Semangka Way Semangka 5.12 84.50 Liwa Sumber : Dinas PU Pengairan Provinsi Lampung, 1999 Di samping itu terdapat pula potensi sumberdaya air untuk pembangkit tenaga listrik. Berdasarkan data PLN 2001 tercatat ada 4 lokasi sungai pontensial dan 1 waduk, yaitu Way Semangka Atas upper dengan potensi 75 MW, Way Semangka Bawah lower dengan potensi 76 MW, Way Semung dengan potensi 216 MW, Batu Tegi 2x25 MW, dan Way Besay dengan potensi 2x45MW. 2 Rawa Lahan basah utama yang terdapat di Lampung adaah Rawa Jitu, Rawa Pitu, dan Rawa Sragi yang sebagian besar ada di wilayah timur dan timur laut Propinsi Lampung Kabupaten Tulang Bawang dan Lampung Timur. Fungsi-fungsi lahan basah ini antara lain: sebagai perikanan air tawar, menahan pasang air laut, sebagai kolam raksasa pencegah banjir, dan tempat suaka aneka burung air. Hingga saat ini sebagian besar rawa-rawa ini telah direklamasi, baik untuk pemukiman, lahan pertanian ataupun yang lainnya, sehingga fungsinya sebagai penyeimbang ekosistem lahan basah telah hilang Tabel 2.15. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 22 Berdasarkan Tabel 2.15 diketahui bahwa luas rawa-rawa yang belum direklamasi sekitar 48.269 ha 43; sedangkan yang telah berubah fungsi lebih banyak lagi, yaitu sekitar 57. Di wilayah Kabupaten Tulang Bawang terdapat areal lahan basah wetland yang cukup luas, yaitu hamparan rawa-rawa air tawar di sepanjang DAS Tulang Bawang bagian hilir. Rawa-rawa di DAS Tulang Bawang terhampar di areal seluas lebih kurang 85.723 ha yang terletak di antara mulut Sungai Tulang Bawang dan Kota Menggala. Pada mulanya hampir 90 persen wilayah ini terdiri dari hutan rawa gelam dan hampir 10 persen berupa hutan mangrove. Karena kondisi alam yang telah menjadi sekunder, rawa telah mengalami penurunan, baik dalam hal flora maupun faunanya. Gambar 2.6 Rawa banjiran di Kabupaten Tulang Bawang yang banyak dimanfaatkan untuk aktivitas penangkapan ikan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 23 Tabel 2.15 Nama dan luas rawa-rawa di Provinsi Lampung KabupatenKota Nama Rawa Luas ha Keterangan Rawa Sragi 2.300 Sudah direklamasi Rawa Sulan 1.000 Belum direklamasi Lampung Selatan Rawa Galih 1.000 Belum direklamasi Jumlah 4.300 Rawa Sragi 2.300 Sudah direklamasi Lampung Timur Rawa Sidorahayu 1.000 Belum direklamasi Jumlah 3.300 Tanggamus Rawa Kijing 1.000 Sudah direklamasi Jumlah 1.000 Rawa Jitu 20.000 Sudah direklamasi Rawa Pitu 11.993 Sudah direklamasi Rawa Mesuji Atas 20.730 Sudah direklamasi Rawa Wiralaga 5.000 Belum direklamasi Rawa Adi Mulya 10.000 Belum direklamasi Rawa Pacing 14.000 Belum direklamasi Tulang Bawang Rawa Terusan 4.000 Belum direklamasi Jumlah 85.723 Rawa Seputih Surabaya 3.200 Sudah direklamasi Rawa Betik 3.000 Belum direklamasi Rawa Pegaduhan 4.000 Belum direklamasi Rawa Tanjung Kramat 2.770 Belum direklamasi Rawa Bumi Nabung 1.100 Belum direklamasi Rawa Lebong 1.160 Belum direklamasi Rawa Kelapa Sawit 65 Sudah ditanami Rawa Karet 15 Penahan air Rawa Kelapa Sawit 200 Lahan Padi Rawa Eman 185 Sawah Rawa Supri 149 Sawah Rawa Katijan 127 Sawah Rawa Sarkim 135 Sawah Rawa Iring 89 Sawah Tirta Gangga 350 Gadu Gentong 50 Sumber air ternak Rawa Aliran Sungai 750 tanaman padi Rawa Bening 450 tanaman padi Beker 2 Belum dimanfaatkan Menjangan 1 Belum dimanfaatkan Kalirejo Wates Agung 120 Belum dimanfaatkan Lampung Tengah Tippo 51 Belum dimanfaatkan Jumlah 17.969 Jumlah Total 112.292 Sumber: Balai Besar Mesuji-Sekampung 2007 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 24

3. Air Tanah

Perhitungan potensi air tanah dapat diprediksi melalui pendekatan jumlah dan kapasitas produksi sumur bor dan curah hujan. Dengan asumsi bahwa rata-rata kapasitas sumur bor 10 literdetik yang merupakan 25 dari inflow air tanah yang ada serta inflow air hujan menjadi air tanah sebesar 10, Dinas Pertambangan Provinsi Lampung 2005 memprediksi potensi air tanah di Provinsi Lampung sebesar 8.474 juta m 3 tahun. Berdasarkan Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Lampung diketahui bahwa cadangan air tanah CAT Kota Bandar Lampung adalah 240 m 3 det Q1 dan 12 m 3 det Q2. Cadangan air tanah Metro-Kotabumi memiliki nilai Q1 1.807 m 3 det dan Q2 35 m 3 det; CAT Kota Agung memiliki nilai Q1 807 m 3 det dan Q2 14 m 3 det. Nilai Q1 dan Q2 cadangan air tanah Talang Padang masing-masing sebesar 315 m 3 det dan 5 m 3 det; sedangkan CAT Gedung Meneng diperkirakan berkisar antara 10 m 3 det Q2 dan 1.090 m 3 det Q1. Untuk wilayah Kota Bandar Lampung diketahui penyebaran potensi air tanah di masing- masing kecamatan, seperti yang tertera pada Gambar 2.8. Potensi air tanah sedang hingga baik terdapat di sekitar Kelurahan Sukarame, Kecamatan Sukarame; potensi air tanah sedang meliputi beberapa kelurahan di wilayah Kecamatan Kedaton, Tanjung Karang Pusat, dan sebagian wilayah Kecamatan Tanjung Karang Barat. Kecamatan Sukarame, Tanjung Karang Timur, Panjang, dan Tanjung Karang Barat memiliki potensi air tanah yang tergoong langka. Beberapa kelurahan di Kecamatan Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, dan Panjang, yang merupakan wilayah pesisir memiliki potensi air tanah yang dipengaruhi air laut. Dari hasil pengukuran kualitas air sumur penduduk di wilayah tersebut memang sudah terjadi intrusi air laut berdasarkan kajian Universitas Lampung pada tahun 2007. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 25 Gambar 2.7. Cekungan air tanah di Provinsi Lampung Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Lampung STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 26 Gambar 2.8. Distribusi potensi air tanah di Kota Bandar Lampung Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Lampung STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 27 4 Kualitas Air Selama tahun 2009 April, Mei, Juni BPLH Provinsi Lampung telah melakukan pengukuran kualitas air pada beberapa sungai, yaitu Way Sekampung, Way Kandis, Way Galih, dan Way Galih Lunik. Pengukuran kualitas air yang dilakukan pada badan sungai Way Sekampung meliputi beberapa titik pengukuran yang mencakup aliran sungai Way Sekampung di Desa Tegineneng Kecamatan Tegineneng, Lampung Selatan, Desa Gunung Pasir Raya dan Desa Gunung Raya Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur, Desa Margo Toto Kecamatan Metro Kibang, Lampung Selatan. Dari hasil analisis STORET untuk masing- masing peruntukan peruntukan golongan mutu air untuk kelas II dan III diketahui bahwa tingkat pencemaran antara tercemar ringan hingga sedang. Bila dibandingkan dengan hasil pengukuran tahun 2008, ternyata kualitas air beberapa sungai tersebut mengalami perbaikan. Misalnya, untuk stasiun pengukuran SK-01 Way Sekampung di tahun 2008 tercemar sedang dengan skor -14 mengalami perbaikan di tahun 2009 dengan -6 tercemar ringan. Way Kandis SK-02 dan Way Galih SK-03 di Kabupaten Lampung Selatan yang pada tahun 2008 tercemar berat, saat ini 2009 kondisinya mengalami perubahan menjadi tercemar sedang. Tabel 2.16 Perbandingan status mutu air sungai kelas II di daerah pengaliran sungai DPS Way Sekampung tahun 2008 dan 2009 Tahun 2008 Tahun 2009 Kabupaten Nama Sungai Skore STORET Status Pencemaran Skore STORET Status Pencemaran Lampung Selatan W. Sekampung SK-01 -14 Cemar sedang -6 Cemar ringan Lampung Sekampung Way Kandis SK-02 Way Galih SK-03 Way Galih Lunik SK-04 -36 -36 -20 Cemar berat Cemar berat Cemar berat -20 -18 -20 Cemar sedang Cemar sedang Cemar sedang Lampung Timur W. Sekampung SK-05 W. Sekampung SK-06 W. Sekampung SK-07 -20 -26 -26 Cemar sedang Cemar sedang Cemar sedang -18 -20 -20 Cemar sedang Cemar sedang Cemar sedang Sumber: BPLH Provinsi Lampung 2009 Hasil pengukuran kualitas air secara lengkap pada tahun 2009 untuk masing-masing sungai disajikan pada Tabel 2.17 hingga Tabel 2.23 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 28 Tabel 2.17 Kualitas air Sungai Way Sekampung SK-01 tahun 2009 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 1 pH --- 7,22 6,78 6,08 7,22 6,08 6,6933333 6-9 6-9 5-9 2 Suhu o C 29 30,2 29,8 30,2 29 29,666667 Dev 3 Dev 3 Dev 5 3 Salinitas 0,01 0,01 0,01 0,0066667 - - - 4 Daya Hantar Listrik uscm 75,7 110 127,2 127,2 75,7 104,3 - - - 5 Oksigen Terlarut mgL 5,74 5,03 5,47 5,74 5,03 5,4133333 4,0 3,0 6 Padatan TerlarutTDS mgL 36 52 60 60 36 49,333333 1000 1000 2000 7 Kekeruhan NTU 42,2 298 300 300 42,2 213,4 - - - 8 BOD mgL 3,24 2,7 2,44 3,24 2,44 2,7933333 3 -2 6 12 9 COD mgL 5,0002 15,882 13,752 15,88 5 11,544733 25 50 100 10 Sianida CN mgL 0,005 0,01 0,017 0,017 0,005 0,0106667 0,02 0,02 - 11 Nitrat Nitrogen NO3 - N mgL 0,4931 0,8388 0,7101 0,839 0,493 0,6806667 10 20 20 12 Nitrit Nitrogen NO2 - N mgL 0,072 0,081 0,0147 0,081 0,015 0,0559 0,06 -2 0,06 -2 - 13 Sulfat SO4 mgL 10,329 3,5044 58,866 58,87 3,504 24,233133 400 - - 14 Padatan tersuspensiTSS mgL 26 40,2 14 40,2 14 26,733333 50 400 400 15 Amoniak NH3 - N mgL 1,1614 0,4819 0,34 1,161 0,34 0,6611 - - - 16 Minyak Lemak mgL - - - 17 MBAS mgL - - - 18 Posfat mgL 0,0691 0,167 0,308 0,308 0,069 0,1813667 0,2 -2 1 5 19 Phenol mgL - - - -6 -2 Hasil Perhitungan STORET dan Kesimpulan Peruntukan Golongan Mutu Air Masing-masing Kelas Peruntukan Gol CEMAR RINGAN Peruntukan Gol CEMAR RINGAN BMA Mei-09 BMA Nilai Skor Peruntukan Gol Nilai Skor Nilai Storet Nilai Storet Nilai Storet Nilai Skor Maks Rata2 BMA BMA Kadar Status Mutu Air utk Kelas II Status Mutu Air utk Kelas III Status Mutu Air utk Kelas IV Unit Jun-09 Parameter No. Apr-09 SK-01 Periode Min. Sumber: BPLH Provinsi Lampung 2009 Keterangan : Lokasi pengukuran di Desa Tegineneng, Kecamatan Tegineneng, Lampung Selatan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 29 Tabel 2.18 Kualitas air Sungai Way Kandis SK-02 tahun 2009 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 1 pH --- 6,73 6,65 5,49 6,73 5,49 6,29 6-9 -2 6-9 -2 5-9 2 Suhu o C 28,3 27,4 27,2 28,3 27,2 27,633333 Dev 3 Dev 3 Dev 5 3 Salinitas 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 - - - 4 Daya Hantar Listrik uscm 149,9 137,2 148,3 149,9 137,2 145,13333 - - - 5 Oksigen Terlarut mgL 4,33 4,96 4,79 4,96 4,33 4,6933333 4,0 3,0 6 Padatan TerlarutTDS mgL 71 64 70 71 64 68,333333 1000 1000 2000 7 Kekeruhan NTU 84,5 182 88,1 182 84,5 118,2 - - - 8 BOD mgL 7,06 6,65 7,41 7,41 6,65 7,04 3 -2 -2 -6 6 -2 -2 -6 12 9 COD mgL 11,161 14,407 10,245 14,41 10,25 11,937667 25 50 100 10 Sianida CN mgL 0,015 0,017 0,005 0,017 0,005 0,0123333 0,02 0,02 - 11 Nitrat Nitrogen NO3 - N mgL 1,8022 1,2571 0,8928 1,802 0,893 1,3173667 10 20 20 12 Nitrit Nitrogen NO2 - N mgL 0,1609 0,1687 0,0505 0,169 0,051 0,1267 0,06 -2 -6 0,06 -2 -6 - 13 Sulfat SO4 mgL 18,324 13,63 22,889 22,89 13,63 18,281 400 - - 14 Padatan tersuspensiTSS mgL 38 40,4 26 40,4 26 34,8 50 400 400 15 Amoniak NH3 - N mgL 0,4049 0,4355 0,203 0,436 0,203 0,3478 - - - 16 Minyak Lemak mgL - - - 17 MBAS mgL - - - 18 Posfat mgL 0,2224 0,1677 0,2104 0,222 0,168 0,2001667 0,2 1 5 19 Phenol mgL - - - -20 -20 Kadar Periode Parameter No. SK-02 Unit Status Mutu Air utk Kelas III Status Mutu Air utk Kelas IV Status Mutu Air utk Kelas II Apr-09 Mei-09 Jun-09 Rata2 BMA Maks Min. Hasil Perhitungan STORET dan Kesimpulan Peruntukan Golongan Mutu Air Masing-masing Kelas Peruntukan Gol Peruntukan Gol Peruntukan Gol Nilai Storet Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor BMA Nilai Storet BMA Nilai Storet CEMAR SEDANG CEMAR SEDANG BMA Sumber: BPLH Provinsi Lampung 2009 Keterangan : Lokasi pengukuran di Desa Trikora, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 30 Tabel 2.19 Kualitas air Sungai Way Galih SK-03 tahun 2009 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 1 pH --- 6,6 6,63 6,09 6,63 6,09 6,44 6-9 6-9 5-9 2 Suhu o C 30,6 29,2 29,5 30,6 29,2 29,766667 Dev 3 Dev 3 Dev 5 3 Salinitas 0,01 0,01 0,01 0,0066667 - - - 4 Daya Hantar Listrik uscm 122,8 80,6 112,5 122,8 80,6 105,3 - - - 5 Oksigen Terlarut mgL 4,32 4,69 4,86 4,86 4,32 4,6233333 4,0 3,0 6 Padatan TerlarutTDS mgL 58 38 53 58 38 49,666667 1000 1000 2000 7 Kekeruhan NTU 38,1 148 154 154 38,1 113,36667 - - - 8 BOD mgL 7,07 7,62 5,46 7,62 5,46 6,7166667 3 -2 -2 -6 6 -2 -6 12 9 COD mgL 14,16 13,047 12,671 14,16 12,67 13,292667 25 50 100 10 Sianida CN mgL 0,005 0,016 0,019 0,019 0,005 0,0133333 0,02 0,02 - 11 Nitrat Nitrogen NO3 - N mgL 1,9818 1,0861 0,6349 1,982 0,635 1,2342667 10 20 20 12 Nitrit Nitrogen NO2 - N mgL 0,2163 0,2163 0,0202 0,216 0,02 0,1509333 0,06 -2 -6 0,06 -2 -6 - 13 Sulfat SO4 mgL 19,161 34,301 18,05 34,3 18,05 23,837333 400 - - 14 Padatan tersuspensiTSS mgL 32 36 34 36 32 34 50 400 400 15 Amoniak NH3 - N mgL 0,588 0,362 0,3382 0,588 0,338 0,4294 - - - 16 Minyak Lemak mgL - - - 17 MBAS mgL - - - 18 Posfat mgL 0,2248 0,1141 0,2197 0,225 0,114 0,1862 0,2 1 5 19 Phenol mgL - - - -18 -16 Apr-09 Mei-09 Jun-09 No. Parameter Unit SK-03 Periode Kadar Status Mutu Air utk Kelas II Status Mutu Air utk Kelas III Status Mutu Air utk Kelas IV Maks Min. Rata2 BMA Nilai Storet Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor BMA Nilai Storet BMA Nilai Storet CEMAR SEDANG CEMAR SEDANG BMA Hasil Perhitungan STORET dan Kesimpulan Peruntukan Golongan Mutu Air Masing-masing Kelas Peruntukan Gol Peruntukan Gol Peruntukan Gol Sumber: BPLH Provinsi Lampung 2009 Keterangan : Lokasi pengukuran di Desa Tegal Sari, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 31 Tabel 2.20 Kualitas air Sungai Way Galih Lunik SK-04 tahun 2009 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 1 pH --- 7,15 6,94 6,47 7,15 6,47 6,8533333 6-9 6-9 5-9 2 Suhu o C 29,7 29,7 28,9 29,7 28,9 29,433333 Dev 3 Dev 3 Dev 5 3 Salinitas 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 - - - 4 Daya Hantar Listrik uscm 184,4 128 167,8 184,4 128 160,06667 - - - 5 Oksigen Terlarut mgL 4,37 4,21 5,4 5,4 4,21 4,66 4,0 3,0 6 Padatan TerlarutTDS mgL 87 61 79 87 61 75,666667 1000 1000 2000 7 Kekeruhan NTU 32,6 89 73 89 32,6 64,866667 - - - 8 BOD mgL 9,08 6,66 6,42 9,08 6,42 7,3866667 3 -2 -2 -6 6 -2 -2 -6 12 9 COD mgL 13,182 10,934 8,6069 13,18 8,607 10,907633 25 50 100 10 Sianida CN mgL 0,008 0,017 0,011 0,017 0,008 0,012 0,02 0,02 - 11 Nitrat Nitrogen NO3 - N mgL 1,3451 1,076 0,8075 1,345 0,808 1,0762 10 20 20 12 Nitrit Nitrogen NO2 - N mgL 1,7653 1,502 0,067 1,765 0,067 1,1114333 0,06 -2 -2 -6 0,06 -2 -2 -6 - 13 Sulfat SO4 mgL 9,195 19,351 19,777 19,78 9,195 16,107667 400 - - 14 Padatan tersuspensiTSS mgL 30 46 24 46 24 33,333333 50 400 400 15 Amoniak NH3 - N mgL 0,6034 0,9371 0,5759 0,937 0,576 0,7054667 - - - 16 Minyak Lemak mgL - - - 17 MBAS mgL - - - 18 Posfat mgL 1,5266 0,3498 0,2033 1,527 0,203 0,6932333 0,2 1 5 19 Phenol mgL - - - -20 -20 No. Parameter Unit SK-04 Periode Kadar Status Mutu Air utk Kelas II Status Mutu Air utk Kelas III Status Mutu Air utk Kelas IV Apr-09 Mei-09 Jun-09 Maks Min. Rata2 Hasil Perhitungan STORET dan Kesimpulan Peruntukan Golongan Mutu Air Masing-masing Kelas Peruntukan Gol Peruntukan Gol Peruntukan Gol BMA Nilai Storet Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor BMA Nilai Storet BMA Nilai Storet CEMAR SEDANG CEMAR SEDANG BMA Sumber: BPLH Provinsi Lampung 2009 Keterangan : Lokasi pengukuran di Desa Kemang, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 32 Tabel 2.21 Kualitas air Sungai Way Sekampung SK-05 tahun 2009 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 1 pH --- 6,72 6,68 6,24 6,72 6,24 6,5466667 6-9 6-9 5-9 2 Suhu o C 30,1 30,2 29,8 30,2 29,8 30,033333 Dev 3 Dev 3 Dev 5 3 Salinitas - - - 4 Daya Hantar Listrik uscm 85,2 73,9 92,5 92,5 73,9 83,866667 - - - 5 Oksigen Terlarut mgL 5,12 5,12 5,29 5,29 5,12 5,1766667 4,0 3,0 6 Padatan TerlarutTDS mgL 41 36 44 44 36 40,333333 1000 1000 2000 7 Kekeruhan NTU 92,6 266 148 266 92,6 168,86667 - - - 8 BOD mgL 4,44 3,69 4,43 4,44 3,69 4,1866667 3 -2 -2 -6 6 12 9 COD mgL 7,1516 11,851 6,9683 11,85 6,968 8,6569667 25 50 100 10 Sianida CN mgL 0,005 0,016 0,009 0,016 0,005 0,01 0,02 0,02 - 11 Nitrat Nitrogen NO3 - N mgL 1,2305 0,8674 0,61 1,231 0,61 0,9026333 10 20 20 12 Nitrit Nitrogen NO2 - N mgL 0,1711 0,1812 0,0178 0,181 0,018 0,1233667 0,06 -2 -6 0,06 -2 -6 - 13 Sulfat SO4 mgL 14,209 50,475 31,311 50,48 14,21 31,998333 400 - - 14 Padatan tersuspensiTSS mgL 36 40 28 40 28 34,666667 50 400 400 15 Amoniak NH3 - N mgL 0,5009 0,327 0,3018 0,501 0,302 0,3765667 - - - 16 Minyak Lemak mgL - - - 17 MBAS mgL - - - 18 Posfat mgL 0,095 0,099 0,1822 0,182 0,095 0,1254 0,2 1 5 19 Phenol mgL - - - -18 -8 Apr-09 Mei-09 Jun-09 No. Parameter Unit SK-05 Periode Kadar Status Mutu Air utk Kelas II Status Mutu Air utk Kelas III Status Mutu Air utk Kelas IV Maks Min. Rata2 BMA Nilai Storet Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor BMA Nilai Storet BMA Nilai Storet CEMAR SEDANG CEMAR RINGAN BMA Hasil Perhitungan STORET dan Kesimpulan Peruntukan Golongan Mutu Air Masing-masing Kelas Peruntukan Gol Peruntukan Gol Peruntukan Gol Sumber: BPLH Provinsi Lampung 2009 Keterangan : Lokasi pengukuran di Desa Raya, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 33 Tabel 2.22 Kualitas air Sungai Way Sekampung SK-06 tahun 2009 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 1 pH --- 6,69 6,7 6,12 6,7 6,12 6,5033333 6-9 6-9 5-9 2 Suhu o C 30,2 30,7 30,1 30,7 30,1 30,333333 Dev 3 Dev 3 Dev 5 3 Salinitas 0,01 0,01 0,0033333 - - - 4 Daya Hantar Listrik uscm 101,8 78,6 100,8 101,8 78,6 93,733333 - - - 5 Oksigen Terlarut mgL 4,68 4,49 5,24 5,24 4,49 4,8033333 4,0 3,0 6 Padatan TerlarutTDS mgL 49 37 48 49 37 44,666667 1000 1000 2000 7 Kekeruhan NTU 71,5 319 155 319 71,5 181,83333 - - - 8 BOD mgL 5,25 4,68 6,42 6,42 4,68 5,45 3 -2 -2 -6 6 -2 12 9 COD mgL 10,705 16,407 9,885 16,41 9,885 12,332333 25 50 100 10 Sianida CN mgL 0,03 0,028 0,005 0,03 0,005 0,021 0,02 -2 0,02 -2 - 11 Nitrat Nitrogen NO3 - N mgL 1,5678 0,9716 0,6629 1,568 0,663 1,0674333 10 20 20 12 Nitrit Nitrogen NO2 - N mgL 0,1662 0,1682 0,0131 0,168 0,013 0,1158333 0,06 -2 -6 0,06 -2 -6 - 13 Sulfat SO4 mgL 12,124 51,844 30,314 51,84 12,12 31,427333 400 - - 14 Padatan tersuspensiTSS mgL 30 40,8 41 41 30 37,266667 50 400 400 15 Amoniak NH3 - N mgL 0,8113 0,5818 0,5239 0,811 0,524 0,639 - - - 16 Minyak Lemak mgL - - - 17 MBAS mgL - - - 18 Posfat mgL 0,1161 0,1467 0,2188 0,219 0,116 0,1605333 0,2 1 5 19 Phenol mgL - - - -20 -12 No. Parameter Unit SK-06 Periode Kadar Status Mutu Air utk Kelas II Status Mutu Air utk Kelas III Status Mutu Air utk Kelas IV Apr-09 Mei-09 Jun-09 Maks Min. Rata2 Hasil Perhitungan STORET dan Kesimpulan Peruntukan Golongan Mutu Air Masing-masing Kelas Peruntukan Gol Peruntukan Gol Peruntukan Gol BMA Nilai Storet Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor BMA Nilai Storet BMA Nilai Storet CEMAR SEDANG CEMAR SEDANG BMA Sumber: BPLH Provinsi Lampung 2009 Keterangan : Lokasi pengukuran di Desa Gunung Raya, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 34 Tabel 2.23 Kualitas air Sungai Way Sekampung SK-07 tahun 2009 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 Maks Min. Rata2 1 pH --- 6,66 6,49 5,66 6,66 5,66 6,27 6-9 6-9 5-9 2 Suhu o C 29,2 27,9 29,3 29,3 27,9 28,8 Dev 3 Dev 3 Dev 5 3 Salinitas - - - 4 Daya Hantar Listrik uscm 95,2 102,2 92,8 102,2 92,8 96,733333 - - - 5 Oksigen Terlarut mgL 5,34 5,85 4,7 5,85 4,7 5,2966667 4,0 3,0 6 Padatan TerlarutTDS mgL 46 48 44 48 44 46 1000 1000 2000 7 Kekeruhan NTU 63,9 309 119 309 63,9 163,96667 - - - 8 BOD mgL 3,63 9,67 5,42 9,67 3,63 6,24 3 -2 -2 -6 6 -2 -6 12 9 COD mgL 6,0107 11,292 12,572 12,57 6,011 9,9582333 25 -2 50 100 10 Sianida CN mgL 0,019 0,007 0,014 0,019 0,007 0,0133333 0,02 0,02 - 11 Nitrat Nitrogen NO3 - N mgL 1,115 1,2169 0,4887 1,217 0,489 0,9402 10 20 20 12 Nitrit Nitrogen NO2 - N mgL 0,1319 0,1319 0,0124 0,132 0,012 0,0920667 0,06 -2 -6 0,06 -2 -6 - 13 Sulfat SO4 mgL 23,292 48,009 27,667 48,01 23,29 32,989333 400 - - 14 Padatan tersuspensiTSS mgL 24 44,2 22 44,2 22 30,066667 50 400 400 15 Amoniak NH3 - N mgL 0,6432 0,2756 0,3206 0,643 0,276 0,4131333 - - - 16 Minyak Lemak mgL - - - 17 MBAS mgL - - - 18 Posfat mgL 0,0974 0,1244 0,1999 0,2 0,097 0,1405667 0,2 1 5 19 Phenol mgL - - - -20 -16 Apr-09 Mei-09 Jun-09 No. Parameter Unit SK-07 Periode Kadar Status Mutu Air utk Kelas II Status Mutu Air utk Kelas III Status Mutu Air utk Kelas IV Maks Min. Rata2 BMA Nilai Storet Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor BMA Nilai Storet BMA Nilai Storet CEMAR SEDANG CEMAR SEDANG BMA Hasil Perhitungan STORET dan Kesimpulan Peruntukan Golongan Mutu Air Masing-masing Kelas Peruntukan Gol Peruntukan Gol Peruntukan Gol Sumber: BPLH Provinsi Lampung 2009 Keterangan : Lokasi pengukuran di Desa Margo Toto, Kecamatan Metro Kibang, Lampung Selatan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 35 UDARA Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota-kota besar di Provinsi Lampung, terutama di Kota Bandar Lampung, telah meningkatkan kegiatan industri dan transportasi yang berkontribusi pada penurunan kualitas udara ambien dan atmosfer. Penurunan kualitas udara ambien ini terjadi karena emisi yang berasal dari industri, transportasi, domestik, ataupun aktivitas lainnya. Emisi yang dihasilkan dari berbagai aktivitas tersebut ada yang bersifat gas rumah kaca, seperti CO 2 , CH 4 , dan N 2 O, yang dapat mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim. Dalam skala mikro, pencemaran udara dalam ruangan juga merupakan ancaman yang perlu mendapat perhatian. Sebagai pusat permukiman dan berbagai aktivitas penduduk, Kota Bandar Lampung juga menjadi pusat berbagai permasalahan. Salah satunya adalah kualitas udara. Dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, maka pemerintah daerah berkewajiban melakukan pengendalian pencemaran udara. Sumber pencemaran udara dapat dibedakan atas sumber bergerak sarana transportasi dan sumber tidak bergerak yang pada umumnya berasal dari kegiatan industri. 1 Kajian Kualitas Udara oleh PPLH Universitas Lampung Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Unila yang diketuai oleh Prof. KES Manik telah melakukan kajian kualitas udara di Kota Bandar Lampung pada Oktober 2008. Berdasarkan hasil penelitian Manik dkk 2008 diketahui beberapa parameter kualitas udara di Kota Bandar Lampung yang meliputi paramater fisik dan kimia. Parameter fisik diantaranya adalah: suhu, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, arah angin, cuaca, debu, dan kebisingan, sedangkan parameter kimia yaitu : NO x, CO, SO x , plumbum, NH 3, dan H 2 S. Hasil pengukuran kualitas udara tersebut tertera pada Tabel 2.24. Hasil penelitian kualitas udara di beberapa titik di Kota Bandar Lampung, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.24 menunjukkan bahwa secara umum keadaan parameter kualitas udara di Kota Bandar Lampung, masih berada di bawah baku mutu lingkungan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-13MENLH31995, tentang: Baku Mutu Emisi Sumber Bergerak, kecuali kebisingan. Di hampir semua titik pengamatan, kebisingan sudah melebihi nilai ambang batas Baku Mutu Lingkugan BML berlaku. Kebisingan tertinggi terjadidi terminal Rajabasa. Kebisingan ini terutama disebabkan oleh kendaraan bermotor. Hasil analisis menunjukkan bahwa angka kebisingan berkorelasi positif dengan banyaknya unit kendaraan SMP dengan mengikuti persamaan dan grafik sebagaimana disajikan pada Gambar 2.10. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 36 Tabel 2.24 Kandungan beberapa variabel kualitas udara di beberapa tempat di Kota Bandar Lampung pada Oktober 2008 Lokasi NO PARAMETER Satuan B M L 1 2 3 4 5 6 7 A PARAMETER FISIK 1. S u h u q C -- 32 33 34 29 32 31 31 2. Kelembaban RH -- 57 60 59 63 58 60 68 3. Kecepatan Angin mdet -- 0,17 0,20 0,08 0,15 0,20 0,18 0,27 4. Tekanan Udara mm Hg -- 760 760 760 760 760 760 760 5. Arah Angin -- B – T B – T B – T B – T B – T T-B B-T 6. Cuaca -- Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah 7. Debu µgNm 3 230 187 195 138 115 164 158 71 8. Kebisingan dBA 70 70–71 72–73 73–74 66–67 74–75 68– 69 46–47 B PARAMETER KIMIA 9. NO x µgNm 3 150 40,35 52,46 51,42 22,46 55,90 42,60 8,65 10. CO µgNm 3 10.000 1750 1900 3100 1200 2300 1500 1100 11. SO x µgNm 3 365 58,42 71,28 60,90 60,35 69,80 60,35 10,20 11. Plumbum µg Nm 3 2 0,015 0,025 0,017 0,006 0,017 0,010 0,005 13. NH 3 mgL 2 0,005 0,006 0,005 0,005 0,006 0,005 0,005 14. H 2 S mgL 0,02 0,005 0,005 0,005 0,005 0,005 0,005 0,005 Sumber: Manik dkk 2008 Keterangan: 1 Jalan Laksamana Malahayati Depan Hotel Sahid 10.05 - 11.05 2 Areal Pelabuhan Panjang Pintu Masuk Pelabuhan 11.15 – 12.15 3 Pasar Bawah Depan Masjid At Taqwa 12.25 – 13-25 4 Pintu Gerbang Unila Jl. Pagar Alam 09.05 – 10.05 5 Terminal Rajabasa Depan Penantian Utama 10.15- 11.15 6 Perempatan Jalan Soekarno-Hatta dengan Jalan Karang Anyar 12.00 – 13.00 7 Batu Putu 14.00 – 15.00 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 37 Gambar 2.9 Lokasi pengukuran kualitas udara di Bandar Lampung pada Oktober 2008 Gambar 2.10 Korelasi antara jumlah unit kendaraan SMP dengan kebisingan dBA STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 38 Di antara kendaraan bermotor, jenis yang memberikan kontribusi terbesar pada kebisingan adalah kelompok angkutan perkotaan angkot dan pickup. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa kelompok kendaraan tersebut tersebut menimbulkan kebisingan dengan mengikuti persamaan dan koefisien determinasi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.11. Dibandingkan dengan kelompok kendaraan lain, kelompok kendaraan tersebut menghasilkan koefisien determinasi tertinggi. y = 35,858x 0,1089 R 2 = 0,6604 10 20 30 40 50 60 70 80 90 200 400 600 800 1000 1200 1400 Jumlah Kendaraan unit Kebis ingan dBA Gambar 2.11 Korelasi antara jumlah unit kendaraan angkot dengan kebisingan dBA Tingginya tingkat kebisingan yang disebabkan oleh angkot diduga selain karena umur angkot umumnya sudah tua juga mesin dan knalpotnya kurang terawat sehingga menghasilkan suara yang keras. Dengan demikian, untuk mengurangi kebisingan yang disebabkan oleh angkot maka diperlukan pengaturan atau pembatasan umur kendaraan dan penggunaan knalpot. Selain kebisingan, kondisi fisik udara kota Bandar Lampung yang menunjukkan kecenderungan menurun adalah kelembaban dan temperatur. Kelembaban di semua titik pengamatan kurang dari 70. Padahal, rata-rata kelembaban udara di Provinsi Lampung dari tahun 2001 sampai 2004 tidak kurang dari 75. Artinya, secara umum di Kota Bandar Lampung mulai terjadi penurunan kelembaban udara Lampung Dalam Angka 2006. Sebaliknya, temperatur tertinggi yang mencapai 34 o C lebih tinggi dari angka rata-rata temperatur di Provinsi Lampung pada bulan Desember yang tidak lebih dari 31 o C – 32,5 o C. Debu merupakan bahan pencemar yang paling banyak ditemukan, terutama di daerah terbuka. Peningkatan kadar debu di atmosfer akan mengganggu kesehatan manusia dan juga dapat masuk ke rumah-rumah sehingga rumah dan perabotan rumah tangga menjadi STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 39 kotor. Tumbuhan yang daunnya tertutup oleh debu akan terganggu pertumbuhannya karena fotosintesis tidak berlangsung dengan baik. Kadar debu akan meningkat di udara, terutama pada musim kemarau. Pencemaran akan semakin berat, jika terjadi angin kencang dan lalu lintas kendaraan cukup padat. Kandungan debu udara yang relatif tinggi terjadi di Jalan Laksamana Malahayati dan di areal Pelabuhan Panjang. Kedua lokasi tersebut terletak di sekitar pantai dan lebih banyak dilalui kendaraan truk besar dibandingkan dengan lokasi lain. Dilihat dari aspek kimia udara, seluruh titik pengamatan menunjukkan angka yang masih berada di bawah BML. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa udara Kota Bandar Lampung relatif masih baik, belum tercemar. Apabila dibandingkan antara satu tempat dengan tempat yang lain, tempat yang kandungan bahan pencemar udaranya relatif tinggi adalah Jalan Laksamana Malahayati depan Hotel Sahid. Kecuali H 2 S, hampir semua gas pencemar NO x , CO, SO x , Plumbum, dan NH 3 di lokasi ini memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan di tempat lain. Di atmosfer, NO x ditemukan dalam bentuk nitrous oksida N 2 O, nitrit oksida NO, dan nitrogen dioksida NO 2 . NO x masuk ke atmosfer melalui proses biologis, terjadinya petir halilintar, dan pembakaran bahan bakar fosil. Di lokasi ini, NO x diduga berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, karena di lokasi ini banyak terdapat kendaraan truk besar yang bongkar muat digudang-gudang. Peningkatan kadar CO di udara terutama bersumber dari bahan bakar yang mengandung karbon dan terjadinya pembakaran yang tidak sempurna pada mesin. Konsentrasi CO 2 tertinggi terjadi di Pasar Bawah. Gas ini diduga bersumber dari pembakaran bahan bakar kendaraan. Lokasi ini merupakan tempat dengan jumlah kendaraan yang melintas paling banyak, mencapai 3.430,9 SMP. Senyawa sulfur belerang yang banyak sebagai bahan pencemar adalah SO 2 , H 2 S, dan sulfat. Sumber utama SO 2 di udara adalah bahan bakar batubara dan industri. Selain itu, SO 2 juga berasal dari H 2 S yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik. Seperti tersirat dalam uraian di atas, di lokasi ini banyak terdapat pergudangan dan pabrik pengolahan yang menggunakan bahan bakar fosil. Selain itu, SO 2 juga bersumber dari proses pembusukan sampah, baik di pantai dan muara sungai. Timah hitam masuk ke atmosfer terutama dari asap indutri dan kendaraan bermotor. Sama halnya dengan gas-gas lainnya, Pb dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna. Pb di udara berdampak negatif terhadap kesehatan manusia melalui pernapasan sehingga terjadi akumulasi Pb di dalam darah. Gangguan kesehatan manusia oleh Pb tergantung pada konsentrasinya di dalam darah. Akumulasi Pb dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf, tekanan darah tinggi, cepat lesu, keguguran janin, dan menurunkan kecerdasan anak-anak. Di areal ini, Pb diduga berasal dari pembakaran bahan bakar kendaraan, terutama kendaraan truk besar yang keluar-masuk gudang dan pabrik. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 40 2 Uji Emisi Kendaraan Bermotor oleh PPLH Regional Sumatera Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup PPLH Regional Sumatera menilai tingkat emisi di Bandar Lampung masih cukup bagus. Hal tersebut diketahui setelah PPLH Regional Sumatera melakukan uji emisi kendaraan roda empat di Terminal Rajabasa pada tanggal 17 Juni 2009. Uji emisi yang dilakukan PPLH Regional Sumatera merupakan bentuk apresiasi kepada Kota Bandar Lampung yang telah mendapat Piala Adipura. Terminal Rajabasa dipilih sebagi lokasi uji emisi karena tempatnya yang leluasa. Terminal Rajabasa juga merupakan salah satu titik penilaian Adipura. Paramater uji emisi yang diukur mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraaan Bermotor. Kadar hidrokarbon HC kendaraan berbahan bakar bensin kurang dari 1.200 ppm untuk kendaraan yang dibuat di bawah tahun 2007. Untuk kendaraan yang dibuat di atas tahun 2007, maka kadar HC tidak lebih dari 200 ppm. Kadar opasitas kendaraan berbahan bakar solar tidak lebih dari 70 persen. PPLH menguji 330 mobil yang melewati Terminal Rajabasa, terdiri dari 160 mobil berbahan bakar bensin dan 170 mobil berbahan bakar solar. Hasil uji menunjukkan bahwa emisi di Bandar Lampung masih cukup bagus. Hal itu dilihat dari banyaknya jumlah kendaraan yang lulus uji. Mobil berbahan bakar bensin yang lulus uji emisi mencapai 105 kendaraan, dan 43 mobil dinyatakan tidak lulus. Sedangkan dua mobil tidak terdeteksi oleh alat uji emisi kendaraan. Untuk kendaraan berbahan bakar solar, sebanyak 110 mobil berbahan bakar solar dinyatakan lulus uji emisi, sedangkan 48 mobil tidak lulus uji emisi. Sementara itu ada 12 mobil yang tidak terdeteksi. Berdasarkan perhitungan PPLH Regional Sumatera, 71 persen mobil lulus uji emisi, 27 persen tidak lulus uji, dan sisanya tidak terdete ksi. Emisi kendaraan yang berupa hidrokarbon dan karbon monoksida CO dapat menimbulkan efek rumah kaca yang berdampak pada pemanasan global. Efek rumah kaca menimbulkan kerusakan pada lapisan ozon. Kerusakan lapisan ozon akan disusul dengan makin panasnya suhu bumi. Sehubungan dengan hal tersebut, kadar emisi kendaraan sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca bisa dikurangi dengan perawatan kendaraan secara rutin, mengurangi perilaku mengemudi dengan putaran mesin tinggi, menggunakan kendaraan seperlunya, dan penggunaan alat yang dapat mereduksi polutan emisi. 3 Data Pasif Sampler 2008 Data pasif sampler kualitas udara di Kota Bandar Lampung yang dilakukan oleh KLH selama tahun 2008 hanya mencakup parameter SO 2 dan NO 2 . Pengukuran dilakukan di tiga tempat, yaitu: Perumahan Villa Citra yang mewakili daerah pemukiman, PT. Semen Batubara yang mewakili kawasan industri, dan sekitar Jl. Teuku Umar di depan Kantor PTPN VII yang mewakili transportasi. Hasil pengukuran SO 2 dan NO 2 dan NO 2 tersebut disajikan pada Tabel 2.25. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 41 Tabel 2.25 Data pasif sampler SO 2 dan NO 2 di Bandar Lampung tahun 2008 Lokasi Pengukuran Pemukiman Industri Transportasi No. Waktu Pengukuran SO 2 NO 2 SO 2 NO 2 SO 2 NO 2 1 Juli --- 38,2 14,2 32,9 9,40 16,7 2 Agustus 6,20 26,9 --- 37,1 7,20 12,8 3 September 4,90 57,5 3,90 54,4 4,70 43,0 4 Oktober 4,40 41,0 9,10 31,2 6,60 470,1 Baku mutu ambien: NO 2 µ gm 3 : 150 SO 2 µ gm 3 : 365 Sumber: KLH 2009 Dari data pasif sampler kualitas udara diketahui bahwa konsentrasi NO 2 dan SO 2 di sekitar pemukiman, industri, dan transportasi di Kota Bandar Lampung tersebut masih berada dalam kondisi aman, kecuali pada bulan Oktober 2008 kandungan NO 2 menunjukkan angka yang cukup tinggi. Pada Oktober 2008 diketahui bahwa konsentrasi gas NO 2 adalah 470,1 µgm 3 dan nilai ini telah melebihi baku mutu ambien yang ditetapkan sekitar 3 kali lipat. Namun demikian, tidak diketahui secara jelas penyebab gas NO 2 tersebut meningkat secara drastis. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Manik dkk. 2008 yang juga dilakukan pada bulan Oktober, maka nilai NOx masih berada di bawah baku mutu dan nilainya berkisar antara 8,65-55,90 µ gm 3 . Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan dengan hasil yang diperoleh pada Tabel 2.25. Perbedaan ini bisa saja disebabkan waktu pengukuran yang berbeda walaupun dalam bulan yang sama, ataupun lokasi pengukuran yang berlainan tempat. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 42 LAUT, PESISIR DAN PANTAI Provinsi Lampung memiliki wilayah pesisir yang luas dengan garis pantai lebih kurang 1.105 km dan 69 pulau-pulau kecil dengan beragam jenis habitat yang berbeda, termasuk lingkungan yang dibuat manusia, seperti tambak udang dan perkotaan. Luas wilayah pesisir sekitar 440.010 ha dan luas perairan laut dalam batas 12 mil adalah 24.820,0 km 2 yang merupakan bagian wilayah Samudera Hindia Pantai Barat Lampung, Selat Sunda Teluk Lampung dan Teluk Semangka, dan Laut Jawa Pantai Timur Lampung. 1 Kualitas Air Laut Kualitas air di wilayah pesisir dan laut di Provinsi Lampung sangat bervariasi dan umumnya dipengaruhi oleh aktivitas manusia disekitarnya. Berdasarkan data-data penelitian maupun kajian sebelumnya diperoleh gambaran tentang kondisi kualitas air laut di masing-masing wilayah laut di Provinsi Lampung. Pada umumnya kualitas perairan Pantai Barat Lampung dan Teluk Semangka masih tergolong baik karena minimnya aktivitas manusia yang berpotensi mencemari lingkungan laut. Sementara di wilayah Teluk Lampung kualitas air laut telah tercemar limbah industri, terutama di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung; sedangkan di wilayah Pantai Timur Lampung terjadi pencemaran yang umumnya disebabkan oleh limbah organik yang berasal dari tambak udang. Pantai Barat Perairan Pantai Barat yang terletak di sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat umumnya memiliki kualitas air yang masih baik. Di samping karena merupakan perairan laut bebas yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang bergelombang besar dan dalam, di wilayah pesisir tersebut juga sangat jarang aktivitas manusia yang berpotensi menimbulkan pencemaran perairan. Menurut Bappeda Lampung Barat 2006, kualitas air di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat masih dalam kondisi yang baik dan tidak ada parameter kualitas air yang tidak sesuai dengan baku mutu. Dengan demikian, perairan pesisir Kabupaten Lampung Barat belum mengalami pencemaran. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 43 Tabel 2.26 Kualitas air di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat Contoh Air Laut No Parameter Satuan Baku Mutu 1 2 3 4 5 6 7 1. Suhu O C Alami 27,0 26,3 27,7 25,9 28,4 25,4 27,7 2. Kecerahan Meter 3 3,4 3,1 3,3 3,1 3,2 3,3 3,0 3. Padatan Tersuspensi mgL 80 25 30 28 27 34 32 36 4. pH - 6-9 8,9 8,52 8,62 8,66 8,95 8,57 8,55 5. Salinitas + 10 Alami 4,57 4,56 4,45 4,59 4,58 4,57 4,58 6. Oksigen Terlarut mgL 4 8,0 7,8 7,4 7,6 8,1 7,3 7,1 7. BOD mgL 45 31 41 37 40 42 38 43 8. H 2 S mgL 0,03 0,017 0,02 0,019 0,022 0,024 0,021 0,026 9. Fenol mgL 0,002 0,0009 0,0011 0,0008 0,0013 0,0012 0,001 0,00014 10. Tembaga mgL 0.06 0,032 0,034 0,031 0,037 0,03 0,031 0,035 11. Timbal mgL 0,01 0,0028 0,0031 0,0029 0,0033 0,003 0,0032 0,0034 Sumber: Bappeda Lampung Barat 2006 Keterangan : Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut Budidaya Perikanan Kep MENLH Nomor : KEP-02MENLHI1998 1 – Lemong Koordinat : S.04.58.879’ ; E.10340.441’ 2 – Pesisir Utara Koordinat : S.04.91.171’ ; E.103.44.493’ 3 – Karya Penggawa Koordinat : S.05.02.013’ ; E.103.47.097’ 4 – Krui Koordinat : S.05.10.977’ ; E.103.55.962’ 5 – Biha Koordinat : S.05.17.774’ ; E.104.00.349’ 6 – Bengkunat BKT Koordinat : S.05.26.169’ ; E.104.06.597’ 7 – KP.Jawa BKT Koordinat : S.05.38.013’ ; E.104.18.168’ Teluk Lampung di Wilayah Kota Bandar Lampung Perairan laut Teluk Lampung pada umumnya memiliki kualitas air yang baik, terutama di wilayah perairan dan di sekitar pulau-pulau kecil yang jauh dari daratan mainland. Namun demikian di beberapa tempat yang dekat dengan daratan dimana terdapat aktivitas manusia yang berpotensi menimbulkan pencemaran, seperti di wilayah Pesisir Kota Bandar Lampung, telah terjadi pencemaran. Hasil pengukuran kualitas air di perairan Teluk Lampung yang merupakan bagian dari wilayah pesisir Kota Bandar Lampung disajikan pada Tabel 2.27. Dari Tabel 2.27 diketahui bahwa perairan laut di wilayah Kota Bandar Lampung telah mengalami pencemaran. Pencemaran yang terjadi tidak terlepas dari aktivitas masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah pesisir, seperti kegiatan rumah tangga, pengolahan ikan, dan industri lainnya yang banyak terdapat di sekitarnya. Selain itu, polutan juga dapat berasal dari sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Lampung serta dari wilayah lainnya Kabupaten Lampung Selatan. Di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Selatan memang banyak dijumpai tambak udang yang cukup luas dan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 44 berpotensi membuang limbahnya ke laut yang pada akhirnya dapat terbawa arus menuju ke wilayah laut Kota Bandar Lampung. Dari hasil pengukuran COD dan BOD dapat dipastikan bahwa perairan laut Kota Bandar Lampung telah mengalami pencemaran bahan organik yang cukup tinggi. Nilai COD di setiap titik pengukuran lebih dari 250 mgl dan beberapa di antaranya melebihi 300 mgl. Demikian pula halnya dengan nilai BOD, walaupun nilainya masih di bawah baku mutu untuk kehidupan biota laut, namun tidak demikian halnya bagi kegiatan wisata bahari. Beberapa lokasi wisata bahari yang saat ini berkembang di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung, yaitu Pantai Puri Gading dan Pulau Kubur, ternyata memiliki nilai BOD di atas baku mutu yang ditetapkan. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa di perairan sekitar Gudang Lelang dan PPP Lempasing nilai oksigen terlarut DO di bawah 5 ppm. Kondisi ini diduga disebabkan adanya limbah bahan organik yang berasal dari pencucian ikan maupun limbah domestik yang masuk ke perairan. Kondisi yang sama juga dapat diamati pada kandungan sulfida yang telah melebihi baku mutunya, baik yang disyaratkan untuk perairan pelabuhan, wisata bahari, maupun untuk kehidupan biota air. Tingginya kandungan sulfida diduga berasal dari sedimen anaerob yang banyak mengandung bahan organik di sekitar lokasi pengukuran. Kandungan logam berat Pb, Hg, Cu dan Cd yang diukur di beberapa tempat menunjukkan keadaan yang bervariasi. Logam Pb terdapat dalam jumlah yang melebihi baku mutu yang ditetapkan untuk biota laut pada lokasi di sekitar perairan laut di depan lahan reklamasi PT. BBS, perairan di sekitar Pelabuhan Peti Kemas Panjang, di sekitar Pulau Kubur, dan pantai Puri Gading. Keberadaan logam berat Hg umumnya masih berada dalam baku mutu yang ditetapkan, bahkan di beberapa tempat tidak terdeteksi, namun di sekitar perairan laut di depan lahan reklamasi PT. BBS terdeteksi dalam jumlah yang telah melebihi baku mutu. Kandungan logam Cu diketahui telah melebihi baku mutu pada beberapa lokasi pengukuran, yaitu di L4, L5, L6, L7, L8, dan L9. Keberadaan logam Cd telah melebihi baku mutu pada lokasi pengukuran L1, L2, L3, dan L8. Di lokasi L1, yaitu di perairan sekitar lahan reklamasi PT. BBS, kandungan Cd telah mencapai 0,026 ppm atau sekitar 26 kali lipat dari baku mutu yang ditetapkan. Sumber pencemaran logam-logam berat ini diperkirakan dapat berasal dari aktivitas pelabuhan, docking kapal, ataupun limbah industri yang berasal dari perkotaan yang terbawa oleh sungai-sungai yang bermuara di sekitar perairan tersebut, seperti sungai Way Belau, Way Sukamaju, Way Keteguhan, dan Way Kunyit. Di wilayah Kecamatan Panjang terdapat aktivitas bongkar muat batubara, yaitu di DUKS milik PT. Bukit Asam. Pada saat bongkar muat cukup banyak debu-debu batubara yang masuk ke perairan laut. Hal ini juga diduga turut menyumbangkan sejumlah besar kandungan logam berat di perairan laut di sekitarnya. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 45 Tabel 2.27 Kualitas air laut di wilayah Pesisir Kota Bandar Lampung B.M NO. PARAME- TER Sat. Pela- buhan Wisata Bahari Biota air L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 A. FISIKA : TDS mgl --- --- 14.300 14.100 14.200 14.500 14.600 14.800 14.300 14.700 14.500 Suhu °C Alami Alami Alami 29,6 29,4 29,9 29,3 29,3 30,4 30,3 31,6 30,5 TSS mgl 80 20 20 3 6 2 1 1 2 7 3 B. KIMIA : DO mgl --- 5 5 7,62 3,75 6,61 6,45 8,79 8,66 4,35 6,01 7,02 COD mgl --- --- --- 327,2 290,8 308,9 327,2 308,9 327,2 327,2 299,9 290,8 BOD mgl --- 10 20 18,61 18,03 18,87 16,38 17,49 15,88 16,73 17,77 18,27 Kesadahan mgl --- --- --- 986,01 933,21 979,96 999,75 987,11 896,37 1.010,75 1.007,45 995,36 Salinitas ‰ Alami Alami Alami 33 32 33 35 35 35 34 34 34 Alkalinitas mgl --- --- --- 11,10 11,38 11,24 11,10 10,96 10,68 10,82 10,53 11,24 pH --- 6,5-8,5 7-8,5 7-8,5 8,21 8,12 8,32 8,14 8,26 8,24 7,96 8,00 8,13 PO 4 mgl --- 0,015 0,015 0,25 0,25 0,50 0,25 0,25 SO 4 mgl --- --- --- 54,11 50,71 51,43 55,28 47,00 54,11 54,11 55,28 53,11 Nitrit mgl --- --- --- 0,05 0,05 0,05 0,05 Nitrat mgl --- 0,008 0,008 0,001 0,0075 0,0055 0,2578 0,0005 0,0082 0,0020 0,1249 0,0556 Besi Fe mgl --- --- --- 0,08 0,1 0,11 0,10 0,08 0,10 0,09 0,12 0,05 Sulfida mgl 0,03 Nihil 0,01 0,046 0,048 0,049 0,048 0,050 0,039 0,029 0,027 0,039 Pb mgl 0,05 0,005 0,008 0,012 0,008 0,009 0,008 0,008 0,009 0,008 0,012 0,006 Hg mgl 0,003 0,002 0,001 0,002 Ttd 0,001 Ttd 0,001 0,001 Ttd 0,001 Ttd Cu mgl 0,05 0,050 0,008 0,002 0,003 0,002 0,013 0,014 0,015 0,013 0,025 0,010 Cd mgl 0,01 0,002 0,001 0,026 0,013 0,014 Ttd 0,001 0,001 Ttd 0,002 Ttd C. BIOLOGI : MPN Coliform Jml100ml 1.000 1.000 1.000 • 240 • 240 • 240 38 38 • 240 240 240 MPN Coli Tinja Jml100ml --- 200 --- • 240 • 240 240 38 38 10 240 240 Sumber Data: Universitas Lampung, Agustus 2007 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 46 Keterangan: Berdasarkan Kep. Men. LH No.51 tahun 2004 L1= Perairan di dekat lahan reklamasi PT BBS S 05° 27’ 25,3” ; E 105° 16’ 12,2” L2= Perairan laut di sekitar Gudang Lelang S 05° 27’ 10,0” ; E 105° 16’ 12,6” L3= Perairan laut di sekitar pelabuhan peti kemas Panjang S 05° 27’ 51,8” ; E 105° 18’ 33,5” L4= Perairan laut di sekitar eks Pelabuhan Feri Srengsem S 05° 29’ 22,8” ; E 105° 19’ 26,9” L5= Perairan tengah laut S 05° 29’ 32,3” ; E 105° 17’ 44,7” L6= Perairan laut di sekitar Pulau Kubur S 05° 29’ 15,3” ; E 105° 15’ 42,9” L7= Perairan laut di sekitar PPP Lempasing S 05° 29’ 14,5” ; E 105° 15’ 12,4” L8= Perairan pantai Puri Gading S 05° 28’ 14,0” ; E 105° 15’ 08,4” L9= Perairan laut di sekitar Pulau Pasaran S 05° 27’ 53,4” ; E 105° 15’ 48,2” Pada tahun 2008 dilakukan pengukuran kualitas air di sekitar perairan laut di Kelurahan Karang Maritim, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung, dalam rangka Studi Amdal Penataan Kawasan Pantai Wilayah Timur Kota Bandar Lampung yang dilakukan oleh PT. Kurnia Agro Industri selaku pemrakarsa dan CV. Spektrum Konsultan selaku penyusun Amdal. Dari hasil analisis kualitas air diketahui bahwa pada umumnya kualitas air laut di lokasi tersebut masih dalam kondisi yang baik, sesuai dengan baku mutu untuk perairan pelabuhan. Tabel 2.28 Kualitas air laut di sekitar Kelurahan Karang Maritim HASIL UJI NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU Lokasi 1 Lokasi 2 METODE A. FISIKA 1 Bau -- Tdk berbau Tdk berbau Tdk berbau Organoleptik 2 T S S mg L 80 0,005 0,005 SNI – 06 - 2004 3 Suhu C Alami 27,30 27,24 SNI – 06 - 2005 4 Lapisam Minyak -- -- Negatif Negatif Visual B KIMIA 1 pH -- 6,5 – 8,5 7,65 7,68 SNI – 06 - 2004 2 Salinitas ‰ Alami 3,54 3,70 SNI 19-1421-1991 3 Amoniak Total NH 3 -N mg L 0,3 0,03 0,01 SNI 19-1421-1989 4 Sulfida H 2 S mg L 0,03 0,002 0,002 Jis tahun 2002 5 Fenol mg L 0,002 0,002 0,002 Std Method 5530 6 M B A S mg L 1,0 0,01 0,01 SNI – 06 - 2004 7 MinyakLemak mg L 5,0 0,10 0,10 SNI 19-1660 -1989 8 Air Raksa Hg mg L 0,003 0,002 0,002 SNI 19-1420-1989 9 Kadmium Cd mg L 0,01 0,002 0,002 SNI 19-1130-1989 10 Tembaga Cu mg L 0,05 0,002 0,002 SNI 19-1421-1989 11 Timbal Pb mg L 0,05 0,002 0,002 SNI 19-13-1989 12 Seng Zn mg L 0,10 0,009 0,003 SNI 19-1137-1989 C Mikrobiologi 1 Total Colyfrom MPN100mL 1000 21 3 SNI 06-4168-1996 Sumber: Manik, dkk 2008 Keterangan : lebih Kecil Baku Mutu menggunakan Kep. 51MENKLH2004 Lampiran I Untuk Perairan Pelabuhan Lokasi 1: Perairan jarak 100 m dari garis pantai Lokasi 2: Perairan jarak 1000 m dari garis pantai STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 47 Teluk Semangka Kualitas perairan di sekitar Teluk Semangka, terutama yang jauh dari aktivitas manusia, masih tergolong cukup baik. Dari hasil pengukuran di sekitar perairan Way Nipah Kec. Pematang Sawa, Teluk Tengor Kec. Cukuh Balak, Teluk Kiluan dan Teluk Kelumbayan Kec. Kelumbayan, diketahui bahwa kualitas air laut masih berada dalam batas baku mutu air laut untuk biota laut sesuai dengan Kep. Men. LH No. 51 Tahun 2004, kecuali untuk lokasi sekitar muara sungai Way Semaka. Pada saat pengukuran di sekitar muara sungai tersebut kondisinya sangat keruh malam sebelumnya turun hujan sehingga kecerahan perairan sekitar 1 m. Demikian juga dengan salinitas yang hanya 16 ppt, karena di sekitar muara sungai memang bersifat payau. Hasil pengukuran kualitas air disajikan pada Tabel 2.29 berikut. Tabel 2.29 Kualitas air laut di wilayah pesisir Tanggamus Teluk Semangka Lokasi pengambilan sample No Parameter Baku mutu Way NIpah Muara W. Semaka Teluk. Kiluan Teluk Kelumbayan Teluk Tengor 1 Kedalaman m - 21 5,3 12 14 5.3 2 Kecerahan m 4 3,8 1,0 6,5 6,0 4,0 3 Suhu °C 28-30 30 30 29,5 29,4 29,7 4 pH 7-8,5 8,15 7,94 7,62 7,61 7,81 5 Salinitas ppt 30-34 33 16 32 32 32 6 DO ppm Min.4 6,42 6,48 6,25 5,97 6,78 7 Nitrit ppm Max 0,5 0,001 0,0021 0,002 0,012 0,005 8 Nitrat ppm Min. 0,008 0,020 0,025 0,020 0,010 0,025 9 Amoniak ppm Max. 0,3 0,080 0,110 0,160 0,180 0,090 10 Phospat ppm Min. 0,015 0,018 0,016 0,020 0,017 0,015 11 Alkalinitas ppm - 121 137 83 78 110 12 H 2 S ppm Max. 0,01 0,002 13 Chlorofil-a µgl 1 0,0168 0,0214 0,0040 0,0061 0,0027 Sumber: Anonimus 2005 Pantai Timur Lampung Data kualitas air laut yang diukur di sekitar perairan Pantai Timur Lampung diperoleh dari Dokumen Amdal Revisi PT. Central Pertiwi Bahari CPB tahun 2006. Walaupun tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi kualitas air laut sepanjang Pantai Timur Lampung, namun setidaknya data ini dapat menggambarkan kondisi kualitas air di sekitar areal pertambakan PT. CPB yang terletak di wilayah pesisir Kabupaten Tulang Bawang. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, diketahui bahwa kualitas air laut di sekitar PT. CPB pada tahun 2006 masih dalam kondisi di bawah kadar maksimum yang ditetapkan berdasarkan Kep-MENLH No. 51 Tahun 2004. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 48 Tabel 2.30 Kualitas air laut di sekitar areal PT. CPB No. Parameter Satuan Kadar Maksimum Hasil Analisis

A. F I S I K A

1. Kecerahan m t 3 3,20 2. Suhu C 28 – 32 28,90 3. T S S mgL 80 9,20 4. Kekeruhan Skala NTU 5 2,40 5 Lapisan Minyak - Nihil Nihil 6 Kebauan - Alami Tidak Berbau

B. K I M I A

5. pH - 7 – 8.5 7,59 6. Salinitas 00 34 37 7. D O mg 5 6,01 8. B O D mgL 20 14 9. Amoniak NH 3 – N mgL 0,3 0,02 10. Posfsat mgL 0,015 0,005 11. Nitrit NO 2 – N mgL 0,008 0,005 12. Sianida CN mgL 0,05 0,002 13. Sulfida H 2 S mgL 0,01 0,002 14. Fenol Total mgL 0,002 0,001 15. Deterjen mgL 1 0,005 16. Minyak Lemak mgL 1 0,005 17. Air Raksa mgL 0,001 0,0001 18. Kromium mgL 0,005 0,001 19. Arsen mgL 0,012 0,002 20. Kadmium mgL 0,001 0,0004 21. Tembaga mgL 0,008 0,0001 22. Timbal mgL 0,008 0,0004 23. Seng mgL 0,05 0,0009 Sumber: Anonimus 2006 Keterangan : - Lokasi Sampling: Air laut - lebih kecil - Kadar Maksimum untuk Biota Laut, menggunakan Kep-MENLH No 51 Tahun 2004 2 Terumbu Karang Kebanyakan terumbu karang di Lampung adalah dan jenis “fringing reef”, dengan luasan relatif 20-60 meter. Pertumbuhan karang berhenti pada kedalaman 10 - 17 meter. Di bawah kedalaman itu terdapat lumpur atau hamparan pasir. Sejumlah terumbu karang tipe “patch reefs” tumbuh dengan baik, dan dapat dijumpai di sepanjang sisi barat Teluk Lampung. Pendataan awal menunjukkan terdapat sekitar 213 jenis karang keras yang berbeda di Selat Sunda Kepulauan Krakatau, Teluk Lampung, Kalianda, pulau-pulau di pesisir barat Pulau Jawa. Hal ini cukup sesuai bila dibandingkan dengan sekitar 139 jenis yang ditemukan di Kepulauan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 49 Seribu. Terumbu Karang di Kepulauan Krakatau menunjukkan total 113 jenis karang besar, sekalipun keanekaragaman jenis rata-rata per lokasi agak rendah yakni 48,6 ± 9.2. Menurut Wiryawan dkk. 2002, hampir di semua lokasi, kecuali di Teluk Lampung, terumbu karang memiliki penutupan karang batu yang rendah 0-10. Khusus untuk kawasan Teluk Lampung, penutupannya cukup besar dan mencapai 75. Di bagian selatan Pantai Timur Lampung, yaitu di Pulau Rimau Balak, Pulau Mundu, Pulau Seram Besar, Pulau Seram Kecil, Pulau Kuali, dan Pulau Panjurit memperlihatkan kisaran penutupan karang yang sangat rendah 0-10. Di Pulau Sebesi dan Sebuku Lampung Selatan tutupan karang batu hidup berkisar antara 15-25. Berbeda dengan kawasan Pantai Timur Lampung dan Teluk Semangka, kawasan Teluk Lampung memiliki kisaran persen penutupan karang batu yang luas 0-75. Dari hasil kajian dengan metode LIT pada 8 pulau memperlihatkan kisaran penutupan karang batu antara 42,12 hingga 91,65 termasuk kategori baik dan sangat baik. Tidak ada perbedaan yang nyata antara kedalaman 3 meter dengan 10 meter. Keanekaragaman berdasarkan bentuk hidup karang batu bervariasi antara 1,67-3,43; karang tipe foliose mempunyai persen penutupan karang yang cukup besar , yaitu 48,8 di Pulau Sulah, 28,53 di Pulau Tangkil, 21,26 di Pulau Balak, 20,65 di Pulau Pahawang, dan 19,1 di Pulau Condong Laut Wiryawan dkk, 2002. Pada tahun 2007 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung melakukan kajian terhadap kondisi terumbu karang di Teluk Lampung. Persentase penutupan karang dari 44 lokasi penyelaman di Teluk Lampung memiliki variasi yang baik hingga buruk Tabel 2.31. Kriteria persentase karang hidup menurut Yap dan Gomes 1988 dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang bahwa kategori kondisi penutupan karang hidup : 75 - 100 sangat baik; 50 – 74.9 baik; 25 – 49.9 sedang; dan 0-24.9 rusakburuk. Berdasarkan kriteria tersebut, persentasi tutupan karang hidup sebagai indikator kerusakan terumbu karang di Teluk Lampung termasuk dalam kriteria buruk rusak sampai baik. Dari 44 lokasi penyelaman di Teluk Lampung, kondisi terumbu karang dalam kondisi baik 4 lokasi, kondisi buruk rusak ditemukan sebanyak 20 lokasi dan kondisi sedang sebanyak 20 lokasi. Terumbu karang dalam kondisi baik terdapat di perairan Pulau Kelagian, Pulau Balak, Tanjung Putus, dan Pantai Ketapang. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 50 Gambar 2.12 Kondisi terumbu karang di Teluk Lampung Sumber: Wiryawan dkk., 2002 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 51 Tabel 2.31 Persen penutupan dan kondisi karang dari beberapa lokasi penyelaman di Teluk Lampung Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung 2007 Sand Rubble Silt 1 Pulau Tangkil Upper Fore Reef 05 30 35 105 16 10.7 30 3 30 2 24 11 33 30 Sedang 2 Teluk Pulau Tegal Upper Fore Reef 05 33 53.40 105 16 43.60 8 38 24 6 8 3 13 46 24 Sedang 3 Pulau Maitem Upper Fore Reef 05 35 33.50 105 16 44.60 20 22,5 12 8 22,5 5 10 42,5 12 Sedang 4 Pulau Kelagian Lower Fore Reef 05 37 08.97 105 13 08.28 16,28 45,63 14,97 5,03 17,09 1,01 61,91 14,97 Baik 5 Pulau Puhawang Lower Fore Reef 05 39 44.10 105 12 27.8 9,18 29,18 11,12 10 5,1 19,39 16,02 38,36 11,12 Sedang 6 Pulau Siuncal Upper Fore Reef 05 48 06 105 18 50.90 5,74 42,01 5,36 1,44 31,87 3,82 9,76 47,75 5,36 Sedang 7 Pulau Legundi Lower Fore Reef 05 47 69.84 105 17 56 10,97 10 3,42 28,77 46,84 10,97 10 Buruk 8 Teluk Selesung Legundi Upper Fore Reef 05 47 23.74 105 17 36.4 1,89 27,82 13 5,25 11,13 40,91 29,71 13 Sedang 9 Pulau Unang-unang Upper Fore Reef 05 47 25.95 105 16 44.03 10,53 25,47 10,53 7,37 4,2 1,58 40,32 36 10,53 Sedang 10 Pulau Seserot Upper Fore Reef 05 47 35.77 105 14 52.12 8,89 26,67 4,44 3,33 7,78 48,89 35,56 4,44 Sedang 11 Teluk Kucangreang Reef Flat 05 46 24.06 105 13 2.65 0,52 2,06 44,33 2,37 25,46 25,26 2,58 44,33 Buruk 12 Pulau Balak Reef Flat 05 45 10.10 105 10 39.70 35 16 9 7 23 10 51 9 Baik 13 Pulau Lok Fore Reef 05 44 42.90 105 10 35.20 11 30 5,5 4,5 14,8 14 20,2 41 5,5 Sedang 14 Gosong Pulau Lok Reef Flat 05 44 31.96 105 10 46.32 6,82 12,16 10 3,41 3,41 45,45 18,75 18,98 10 Buruk 15 Pulau Lunik Reef Flat 05 44 22.25 105 10 26.57 100 Buruk 16 Gosong Lunikan Reef Flat 05 44 26.70 105 10 16.30 9,95 39,3 10,95 1,11 11,46 17,69 9,55 49,25 10,95 Sedang 17 Tajung Putus 1 Reef Flat 05 43 46.94 105 12 40.23 7,14 32,14 35,71 3,57 7,14 14,29 39,28 35,71 Sedang 18 Tanjung Putus 2 Reef Flat 05 43 46.65 105 12 32.83 12 50 8 8 12 10 62 8 Baik 19 Pulau Lelangga Balak Reef Flat 05 43 45.75 105 13 46.31 24,6 10 27 14,4 14 10 34,6 27 Sedang 20 Pulau Lelangga Lunik Upper Fore Reef 05 43 10.40 105 14 32.10 10 14 20 16 24 16 24 20 Buruk 21 Pulau Puhawang Lunik Reef Flat 05 40 35.30 105 14 24.60 2 22 30 5 18 23 24 30 Buruk 22 Pantai Ketapang Reef Flat 05 35 33.50 105 13 59.40 9 50 13 18 5 5 59 13 Baik 23 Pantai Canti Reef Flat 05 48 01.30 105 34 58.2 15,8 16 11 19 22 16,2 15,8 16 Buruk 24 Pulau Tiga Lana Fore Reef 05 48 52.38 105 32 37.15 16 4 12 15 18 35 16 4 Buruk 25 Pulau Tiga Lok Fore Reef 05 48 59.65 105 32 46.30 26 2 4 16 21 31 26 2 Sedang 26 Pulau Tiga Damar Fore Reef 05 49 9.05 105 33 0.96 19 12 12 29 28 19 Buruk 27 Pulau Sebuku Upper Fore Reef 05 50 48.40 105 31 45 13,8 10,13 16,46 1,27 2,66 54,43 1,27 23,93 16,46 Buruk 28 Pulau Elang Sebuku Kecil Reef Flat 05 52 40.11 105 32 29.67 12 72 16 12 72 Buruk 29 Pulau Sebesi Lower Fore Reef 05 55 11.26 105 30 3.18 5,6 15,4 4 7 19 23 26 21 4 Buruk 30 Pulau Umang-umang Reef Flat 05 55 33.99 105 31 57.11 21,6 25,4 12 10 15 8 8 47 12 Sedang 31 Pelabuhan Kaliandak Reef Flat 05 44 39.61 105 35 10.60 2 10 42 46 12 Buruk 32 Pantai Pasir Putih Reef Flat 05 33 32.24 105 22 0.94 23 2 17 27 31 25 Buruk 33 Lokasi Batu Bara Reef Flat 05 31 48.90 105 21 14.37 20 8 20 2 1 8 41 28 20 Sedang 34 Pulau Sulah 1 Upper Fore Reef 05 32 45.22 105 20 44.12 13,5 10,5 7 39 30 24 7 Buruk 35 Pulau Sulah 2 Lower Fore Reef 05 32 48.36 105 20 35.98 29,63 14,81 38,89 7,41 9,26 44,44 38,89 Sedang 36 Pulau Condong Laut Lower Fore Reef 05 33 25.65 105 20 28.87 28,8 12 15,8 12 18 13,4 40,8 15,8 Sedang 37 Pulau Condong Darat Reef Flat 05 33 25 105 20 54.63 27,27 17,27 12,73 4,55 18,18 20 44,54 12,73 Sedang 38 Tanjung Selaki Reef Flat 05 37 23.44 105 24 18.21 36,14 49,57 14,29 36,14 Sedang 39 Merak Belantung 1 Reef Flat 05 40 29.86 105 32 32.95 11 55 26 8 11 Buruk 40 Merak Belantung 2 Reef Flat 05 41 31.45 105 31 59.03 8 15 51 25 1 8 15 Buruk 41 Pantai Puri Gading Back Reef 05 28 9.21 105 15 27.69 87 13 Buruk 42 Gudang Lelang Back Reef 05 27 18.45 105 16 14.20 24 68 8 Buruk 43 Pulau Kubur Back Reef 05 29 14.30 105 15 29.80 33,33 66,67 Buruk 44 Pulau Tegal Lower Fore Reef 05 34 5.53 105 16 7.98 8 39 26 2 9 16 47 26 Sedang Karang Mati Kategori Algae Other Fauna ABIOTIK Karang Hidup Bujur Timur Hard Coral Acropora Hard Coral Non Acropora Dead Scleractinia Kode Lokasi Lokasi Penyelaman Site Description Lintang Selatan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 52 Di wilayah pesisir Pantai Barat Lampung gugusan terumbu karang tersebar hampir di sepanjang perairan pesisir Kabupaten Lampung Barat, mulai dari ujung barat laut Kecamatan Lemong hingga ke tenggara Kecamatan Bengkunat. Terumbu karang yang tersebar di kawasan pesisir pantai Kabupaten Lampung Barat termasuk tipe terumbu karang tepi fringing reef. Tipe terumbu karang tersebut cenderung tampak saling bersusunan dan tidak mudah dipisahkan satu dengan yang lain. Tipe terumbu karang tepi biasanya tak jauh dari daratan dan dibatasi oleh wilayah perairan yang lebih dalam. Sebaran terumbu karang di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Gambar 2.13. Gambar 2.13 Sebaran terumbu karang di sepanjang pesisir pantai Kabupaten Lampung Barat STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 53 Secara umum kondisi terumbu karang di pesisir Lampung Barat dalam kondisi sedang hingga baik sekali. Kondisi masing-masing kecamatan ditunjukkan pada Tabel 2.32. Tabel 2.32 Kondisi Tutupan Terumbu Karang di perairan Lampung Barat No. Kecamatan Daerah Penyelaman Penutupan Kondisi 1. Lemong 1. Teluk Penengahan 2. Pantai Bahari 3. Ujung Walur 26-50 51-75 51-75 Sedang Baik Baik 2. Pulau Pisang 1. Ujung Pulau 2. Labuhan 3. Pasar P.Pisang 51-75 51-75 51-75 Baik Baik Baik 3. Pesisir Tengah 1. Selalaw 2. Labuhan Jukung 3. Walur 26 – 50 26 -50 51 - 75 Sedang Sedang Baik Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Barat 2006 Dari hasil survey yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Barat 2006, diketahui bahwa terumbu karang di Kecamatan Pesisir Selatan merupakan patch reef yang baru pulih. Hal ini ditunjukkan masih banyaknya bentuk encrusting di atas karang mati. Metode survey dengan Manta Tow dilakukan pada tiga titik di Tanjung Setia menghasilkan data sebagai berikut : x Titik pertama, penutupan karang antara 51-75, kondisi karang baik x Titik kedua, penutupan karang antara 51-75, kondisi karang baik x Titik ketiga, penutupan karang antara 76-100, kondisi karang baik sekali Sedangkan pengambilan data terumbu karang di Pulau Pisang Pesisir Utara dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercept Transects LIT. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa penutupan karang hidup yang terukur di Pulau Pisang adalah 65,75, kondisi karang yang baik dengan bentuk yang dominan adalah karang api atau coral milepora CME. Sedangkan genus coral lainnya yang ditemukan pada lokasi survai adalah Acropora sp, Millepora sp , Fungia sp, Ctenatis sp, Montipora sp, Pocillopora sp, Porites sp, Favites sp, Galaxea sp , Pavona sp, Seriatopora sp dan Diploria sp. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 54 3 Mangrove Keanekaragaman mangrove di Lampung rendah. Sebagian besar didominasi oleh Api-api Avicennia alba dan Avicennia marina pada lahan yang baru terbentuk, ditunjang oleh buta-buta Bruguiera parviflora dan Excoecaria agallocha yang lazim dijumpai di daerah muara. Agak ke hulu dijumpai nipah Nypa fruticans , pedada Sonneratia caseolaris, dan Xylocarpus granatum yang menunjukkan adanya pengaruh air tawar. Bakau Rhizophora stylosa terbukti mendominasi mangrove yang berasosiasi dengan terumbu karang. Hal ini terdapat di sepanjang pantai dan pulau-pulau di Teluk Lampung. Ekosistem mangrove di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung terdapat di sekitar Pantai Puri Gading, Pantai Duta Wisata, serta di lahan reklamasi PT. BBS di Kecamatan Teluk Betung Barat. Jika dilihat dari ukuran vegetasinya, sebagian besar ekosistem mangrove tersebut bukan merupakan habitat primer, bahkan di lahan reklamasi PT. BBS didominasi oleh vegetasi tingkat semai yang sedang mengalami proses suksesi. Jenis vegetasi yang dominan di Pantai Puri Gading adalah Sonneratia alba untuk tingkat pohon dan pancang; sedangkan untuk tingkat semaian selain didominasi oleh Sonneratia alba juga jenis Avicennia officinalis. Beberapa jenis mangrove lainnya yang ditemukan adalah sebagai berikut: Rhizophora apiculata, Avicennia marina, Bruguiera silindrica, Excoearia agallocha, Hibiscus tiliaceus, jeruju Achanthus ilicifolius , basang siap Finlaysonia maritima, dan nipah Nypa fruticans. Dari analisis vegetasi diketahui bahwa Indeks Nilai Penting INP vegetasi mangrove tingkat pohon adalah 299,94; INP tingkat pancang adalah 299,96; serta INP tingkat semai adalah 199,96. Saat ini keberadaan ekosistem mangrove tersebut terancam akibat keterbatasan lahan di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung yang sewaktu-waktu dapat menghancurkan habitat mangrove jika lahan tersebut dibangun. Komunitas mangrove di Desa Durian Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran berupa asosiasi multi-species, dengan jenis dominan Rhizophora mucronata. INP berkisar antara 236 hingga 249 dan dengan kerapatan berkisar antara 188 indha hingga 530 indha. Tingkat pertumbuhan pohon di kawasan ini adalah sapihan, tihang, dan pohon. Ketebalan mangrove antara 1 dan 1,5 km. Berbeda halnya dengan komunitas mangrove di Desa Durian, tipe vegetasi di Desa Sidodadi Padang Cermin bertipe konsosiasi, dengan jenis Rhizophora mucronata sebagai jenis yang dominan dan memiliki INP sebesar 300. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 55 Gambar 2.14 Peta sebaran mangrove di Pesisir Lampung Sumber: Wiryawan dkk., 2002 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 56 Gambar 2.15 Keberadaan mangrove di salah satu areal pertambakan di Kabupaten Pesawaran Di wilayah pesisir Kabupaten Tulang Bawang terdapat 2 jenis mangrove yang dominan, yaitu jenis Avicennia marina dan Rhizophora mucronata. Selain kedua jenis dominan tersebut, di kawasan ini terutama di sepanjang sungai dijumpai vegetasi jenis Nypa fruticans. Ketebalan mangrove di sepanjang pantai pesisir Tulang Bawang relatif tipis dan sebagian besar telah dikonversi menjadi tambak udang. Wilayah pesisir di sekitar PT. CPB yang dialokasikan sebagai green belt saat ini pun kondisinya semakin rusak karena dikonversi menjadi tambak tradisional milik masyarakat. Kondisi green belt milik PT. AWS masih lebih baik bila dibandingkan dengan PT. CPB. Di wilayah pesisir Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur ketebalan mangrove relatif tipis, yaitu bervariasi antara 50 hingga 150 meter, kecuali di sekitar Kuala Penet, Desa Margasari. Hamparan mangrove di kawasan ini memiliki luas lebih dari 700 ha yang didominasi jenis api-api Avicennia spp yang tumbuh secara alami dan sebagian kecil Rhizopora spp yang ditanam oleh masyarakat dan pemerintah. Kondisi mangrove di Desa Margasari ini dalam kondisi baik dengan ketebalan sekitar 1.000 m dari pinggir tambak terluar. Hal ini menunjukkan fungsi ekosistem mangrove sebagai ‘sabuk hijau’ masih tetap terjaga. Kawasan mangrove ini dapat terjaga dengan baik karena ada komitmen yang kuat dari masyarakat setempat untuk STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 57 tetap melestarikannya. Hal ini diperkuat dengan adanya peraturan desa yang melarang penduduk setempat maupun dari luar desa mengkorversi dan merusak kawasan mangrove tersebut. Pada mulanya kawasan mangrove tersebut merupakan tambak-tambak udang milik masyarakat. Namun akibat abrasi pantai yang semakin hebat hingga menggerus daratan sejauh 1 km ke arah pemukiman warga dan melenyapkan beberapa tambak, maka masyarakat menjadi sadar dan memulai upaya rehabilitasi. Pada saat daratan mulai terbentuk kembali dalam bentuk tanah timbul dan mulai ditumbuhi mangrove jenis api-api, mereka tidak mengubahnya menjadi tambak kembali, tetapi lahan baru tersebut tetap dibiarkan ditumbuhi mangrove dan dijaga hingga saat ini. Vegetasi yang dominan di Pantai Barat Lampung adalah vegetasi pantai yang berupa formasi pes carpae dan baringtonia. Formasi pes carpae terdapat pada pantai berpasir yang didominasi oleh sejenis tumbuhan menjalar berbunga ungu, yaitu Ipomoea pescarpae. Tumbuhan lainnya yang menyusun formasi pes carpae adalah sejenis legum Canavalia, Cyperus pedunculatus, dan C. stoloniferus, serta rerumputan Thuarea involuta. Formasi baringtonia terdiri dari beberapa jenis tumbuhan, seperti Barringtonia asiatica, nyamplung Calophylum sp, pandan laut Pandanus tectorius, waru laut Hibiscus tiliaceus, dan ketapang Terminalia cattapa. Beberapa lokasi yang dekat dengan muara sungai terdapat komunitas mangrove dalam jumlah yang sedikit. Jenis mangrove yang sering ditemui antara lain adalah : Bakau Rhizopora sp., Api-api Avicennia sp., Pedada Sonneratia sp., dan Tanjang Bruguiera sp.. Secara umum, vegetasi mangrove yang ada di Kabupaten Lampung Barat relative sedikit dan tersebar di 3 tiga wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Lemong, Pesisir Selatan, dan Bengkunat. Vegetasi mangrove di Kecamatan Lemong hanya terkonsentrasi pada daerah sempit di sepanjang pesisir pantai sekitar kawasan Tanjung Jati, Tanjung Sakti, dan Way Batang. Vegetasi mangrove di Kecamatan Pesisir Selatan tersebar secara parsial di pesisir pantai sekitar kawasan Pagar Dalam, Tanjung Setia, Ujung Tapolan, dan Gunung Sari. Vegetasi mangrove di Kecamatan Bengkunat terpusat pada daerah yang lebih luas di pesisir pantai sekitar kawasan Kota Jawa dan Bengkunat. Berdasarkan kajian Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung pada tahun 2007, diketahui bahwa total kerusakan hutan mangrove di Provinsi Lampung mencapai 45.136,75 ha dari luas keseluruhan; sedangkan yang masih dalam kondisi baik sekitar 48.782,97 ha. Mangrove mengalami kerusakan terutama akibat alih fungsi lahan mangrove menjadi pertambakan, pemukiman, pertanian, dan peruntukkan lainnya. Bahkan di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Selatan Kecamatan Penengahan, Ketapang, dan Sragi tidak ada areal mangrove dalam kategori masih baik, karena sebagian besar areal mangrove telah diubah menjadi tambak udang. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 58 Tabel 2.33 Luas dan kondisi mangrove di Provinsi Lampung menurut kabupatenkota tahun 2007 Luas Mangrove ha No Kabupaten Kota Kecamatan Zona Pantai Rusak Baik Jumlah Rawajitu Selatan Pantai Timur 4.207,46 4.436,92 8.644,38 Rawajitu Utara Pantai Timur 7.864,93 3.361,20 11.226,13 Gedungmeneng Pantai Timur 9.188,29 960,20 10.148,49 1 Tulang Bawang Penawartama Pantai Timur 1.589,50 590,16 2.179,66 Labuhan Maringai Pantai Timur 5.894,34 5.587,10 11.481,44 Pasir Sakti Pantai Timur 5.218,06 2.123,47 7.341,53 2 Lampung Timur Sukadana Pantai Timur 3.204,77 28.705,17 31.909,94 Ketapang Pantai Timur 1.628,40 0,00 1.628,40 Penengahan Pantai Timur 176,02 0,00 176,02 3 Lampung Selatan Sragi Pantai Timur 2.788,73 0,00 2.788,73 4 Pesawaran Padang Cermin Teluk Lampung 1.620,00 0,00 1.620,00 5 Bandar Lampung Teluk Betung Teluk Lampung 720,00 480,00 1.200,00 6 Tanggamus Kota Agung Teluk Semangka 800,00 1.200,00 2.000,00 7 Lampung Barat Pesisir Tengah Pantai Barat 236,25 1.338,75 1.575,00 Jumlah 45.136,75 48.782,97 93.919,72 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, dikutip dalam Koran Tribun 21 Agustus 2009 4 Padang Lamun Komunitas padang lamun memiliki peranan yang sama pentingnya dengan ekosistem terumbu karang baik secara ekologis maupun secara ekonomis. Secara ekologis ekosistem padang lamun memiliki fungsi penting bagi wilayah pesisir dan laut seperti: a sebagai produsen detritus dan zat hara yang sangat penting sebagai sumber produktivitas perairan daerah tersebut. Detritus dan zat hara ini dapat juga dimanfaatkan secara langsung oleh berbagai hewan seperti siput gastropoda dan kerang-kerangan bivalva yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh manusia.; b Mengikat sedimen dan menstabilkan subtrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang; c Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini; dan d Sebagai tempat berlindung bagi penghuni komunitas padang lamun dari sengatan cahaya matahari. Kajian tentang lamun masih jarang dilakukan, sehingga tidak diketahui secara jelas statusnya saat ini. Kajian tentang lamun pernah dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bandar Lampung pada tahun 2006 dan 2007. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa di perairan Kota Bandar Lampung masih banyak dijumpai habitat padang lamun sea grass yang secara ekologis memiliki peranan yang tidak kalah penting dengan ekosistem terumbu karang STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 59 dan hutan mangrove sebagai penjaga stabilitas pantai, sumber produktivitas primer perairan sekitarnya, sebagai daerah pemijahan, tempat asuhan dan mencari makan berbagai jenis larva dan juvenil ikan, sehingga keberadaannya sangat penting sebagai daerah buffer dan penunjang tingkat produktivitas perikanan di perairan sekitarnya. Dari hasil kajian tahun 2007 diketahui bahwa di perairan pesisirr Kota Bandar Lampung masih banyak dijumpai habitat padang lamun sea grass yang secara ekologis memiliki peranan yang tidak kalah penting dengan ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove sebagai penjaga stabilitas pantai, sumber produktivitas primer perairan sekitarnya, sebagai daerah pemijahan, tempat asuhan dan mencari makan berbagai jenis larva dan juvenil ikan, sehingga keberadaannya sangat penting sebagai daerah buffer dan penunjang tingkat produktivitas perikanan di perairan sekitarnya. Jenis-jenis lamun yang terdapat di perairan laut Kota Bandar Lampung tidak berbeda dengan jenis-jenis yang ada di wilayah pesisir Indonesia pada umumnya, yaitu Enhalus sp, Thalassia sp, dan Halodule sp. Dari hasil survei lapangan diketahui bahwa sebaran koloni padang lamun tidak merata di seluruh pesisir Bandar Lampung. Di daerah-daerah yang direklamasi keberadaan lamun tidak dijumpai. Demikian pula halnya dengan perairan di sekitar pantai yang memiliki tingkat kekeruhan dan sedimentasi yang tinggi, seperti di perairan Gudang Lelang, perairan Pantai Sukaraja, dan di perairan sekitar PPP Lempasing hingga Pantai Puri Gading. Padang lamun banyak dijumpai di tiga lokasi, yaitu di sekitar perairan Pantai Karang Maritim, Pelabuhan Srengsem, perairan sebelah timur Pulau Pasaran dan perairan Pulau Kubur. Di perairan Gosong Pamunggutan hanya sedikit ditemui komunitas lamun. Di daerah ini lamun merupakan tumbuhan minoritas yang berasosiasi dengan terumbu karang, alga tuff dan komunitas lainnya. Kondisi ini dimungkinkan karena perairan tersebut relatif cukup dalam jika dibandingkan dengan perairan Karang Maritim, perairan sekitar Pulau Pasaran dan perairan sekitar Pulau Kubur. Kondisi yang sama juga terjadi di sekitar perairan dekat pelabuhan peti kemas Panjang hingga Pelabuhan Pertamina. Dari hasil survey diketahui bahwa komunitas lamun di perairan sekitar Pulau Kubur adalah yang paling padat. Pada lokasi pengukuran di koordinat 05°28’02,0” LS 105°15’56,5” BT pada kedalaman 73 cm stasiun 1 ditemukan tiga jenis tumbuhan lamun, yaitu dari jenis Enhalus sp, Thallasia sp, dan Halodule sp., dengan indeks Varian Mean Ratio VMR sebesar 0,9889 yang menunjukkan bahwa komunitas lamun di daerah ini tersebar secara random dan mendekati uniformtersebar merata. Di antara ketiga jenis lamun yang ditemukan di perairan ini lamun jenis Enhalus sp, adalah yang paling dominan. Kondisi sebaran lamun di perairan Pulau Kubur dapat dilihat pada tabel berikut. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 60 Tabel 2.34 Data hasil pengukuran komunitas lamun di perairan sekitar Pulau Kubur St.1 Transek Jenis Lamun Koloni X X 2 Tinggi cm Kepadatan 1 Enhalus sp, 1 1 78 134 2 Enhalus sp.;Thallassia sp. 3 9 82;9 122 3 Enhalus sp. 2 4 89 95 4 Enhalus sp.; Thallassia sp. 2 4 64;8 107 5 Enhalus sp.. 1 1 69 118 6 Enhalus sp,; Thallassia sp.; Halodule sp 4 16 76;11;13 98 7 Enhalus sp, Thallassia sp. 2 4 82;9 123 8 Enhalus sp.; Halodule sp 2 4 72;12 119 9 Enhalus sp. ; Thallassia sp.; Halodule sp 3 9 79;10;14 108 10 Enhalus sp. 1 1 83 107 JUMLAH 21 53 VMR 0,9889 terdistribusi secara random Di lokasi yang sama pada kedalaman 108 cm Stasiun 2 diperoleh gambaran yang tidak berbeda. Koloni lamun masih didominasi oleh jenis Enhalus sp dengan penyebaran secara random nilai VMR=0,7667. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.35. Tabel 2.35 Data hasil pengukuran komunitas lamun di perairan sekitar Pulau Kubur St. 2 Transek Jenis Lamun Koloni X X 2 Tinggi cm Kepadatan 1 Enhalus sp. ;Thallassia sp. 2 4 75 ; 9 59 2 Enhalus sp. 1 1 78 29 3 Enhalus sp. 2 4 68 89 4 Enhalus sp.; Thallassia sp. 2 4 64;11 54 5 Enhalus sp.; Thallassia sp.; Halodule sp 3 9 65 ; 8;10 143 6 Enhalus sp,; Thallassia sp.; Halodule sp 4 16 76 ; 10;11 135 7 Enhalus sp, Thallassia sp. 2 4 82 ; 9 33 8 Enhalus sp.; Halodule sp 2 4 72;13 48 9 Enhalus sp. 2 4 79 106 10 Enhalus sp. 1 1 87 17 JUMLAH 21 51 VMR 0,7667 terdistribusi secara random Perairan pantai Karang Maritim, tepatnya di sekitar eks Pelabuhan Srengsem pada koordinat 05°29’22,8” LS 105°18’33,5” BT, juga masih dapat dijumpai komunitas padang lamun. Di kedalaman 80 cm Stasiun 3 terdapat komunitas lamun yang didominasi oleh Thallasia sp. dan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 61 diselingi oleh Enhalus sp. Tinggi kanopi berkisar antara 67-93 cm untuk jenis Enhalus sp dan antara 8-14 cm untuk jenis Thallasia sp. Tabel 2.36 menggambarkan hasil pengukuran komunitas lamun di perairan Karang Maritim. Dari data tersebut diketahui bahwa penyebaran lamun adalah teragregasi dengan nilai VMR 1,556. Penyebaran teraggregasi yang dimaksud adalah kondisi lamun di daerah ini tersebar tidak merata dan hanya berkelompok di beberapa tempat saja di dalam transek, sementara di beberapa tempat lainnya berupa substrat pasir yang tidak ditumbuhi lamun. Tabel 2.36 Data hasil pengukuran komunitas lamun di perairan Karang Maritim St. 3 Transek Jenis Lamun Koloni X X 2 Tinggi cm Kepadatan 1 Thallassia sp.; Enhalus sp. 3 9 10;67 115 2 Thallassia sp. 1 1 11 89 3 Thallassia sp. 2 4 9 87 4 Thallassia sp. 1 1 10 123 5 Thallassia sp. 1 1 8 121 6 Thallassia sp.; Enhalus sp. 3 9 12;93 187 7 8 Enhalus sp. 3 9 72 211 9 Thallassia sp.; Enhalus sp. 4 16 14;83 126 10 Thallassia sp.; Enhalus sp. 2 4 12;79 101 JUMLAH 20 54 VMR 1,556 terdistribusi secara aggregasi; VMR 1 Pengukuran juga dilakukan di sebelah selatan eks Pelabuhan Srengsem pada koordinat 05°29’34,6” LS 105°19’25,0” BT pada kedalaman 45 cm Stasiun 4 diperoleh gambaran yang tidak berbeda dengan Stasiun 3. Koloni lamun masih didominasi oleh jenis Thalassia sp dengan penyebaran secara aggregasi nilai VMR=1,1556. Lamun di lokasi ini tersebar tidak merata dan hanya berkelompok di beberapa tempat di dalam transek, sementara di beberapa tempat lainnya berupa substrat pasir yang tidak ditumbuhi lamun. Kondisi ini terjadi akibat berbagai tekanan aktivitas manusia di perairan tersebut, mengingat daerah ini sangat dekat dengan lokasi industri dan permukiman penduduk yang dapat menimbulkan dampak pencemaran. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.37 berikut. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 62 Tabel 2.37 Data hasil pengukuran komunitas lamun di perairan Karang Maritim St. 4 Transek Jenis Lamun Koloni X X 2 Tinggi cm Kepadatan 1 Thallassia sp.; Enhalus sp. 3 9 10;77 103 2 Thallassia sp.; Enhalus sp. 3 9 9;83 137 3 Thallassia sp.; Enhalus sp. 3 9 11;81 112 4 Enhalus sp. 1 1 85 89 5 Thallassia sp. 1 1 8 63 6 Thallassia sp.; Enhalus sp. 4 16 11;93 87 7 Thallassia sp. 2 4 9 97 8 Thallassia sp. 3 9 9 110 9 Thallassia sp. 3 9 14 131 10 Thallassia sp. 1 1 11 104 JUMLAH 24 68 VMR 1,1556 terdistribusi secara aggregasi; VMR 1 Pengukuran yang dilakukan di sekitar Pulau Pasaran pada koordinat 05°28’02,0” LS 105°15’56,5” BT pada kedalaman 89 cm Stasiun 5 diperoleh gambaran bahwa lamun menyebar secara aggregasi dengan nilai VMR 1,5667. Seperti halnya dengan kondisi padang lamun di perairan Pantai Karang Maritim, kondisi lamun di perairan sekitar Pulau Pasaran juga mengalami tekanan akibat aktivitas manusia, seperti limbah buangan rumah tangga dari Pulau Pasaran, limbah minyak dan solar dari aktivitas lalu lintas kapal ikan, serta limbah dan air tawar yang berasal dari Sungai Kuripan. Kondisi ini memberikan tekanan ekologis bagi ekosistem lamun di lokasi tersebut. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.38 berikut. Tabel 2.38 Data hasil pengukuran komunitas lamun di perairan Pulau Pasaran St. 5 Transek Jenis Lamun Koloni X X 2 Tinggi cm Kepadatan 1 Enhalus sp. 2 4 68 102 2 Enhalus sp. 1 1 89 91 3 4 Enhalus sp.; Thallassia sp. 4 16 57;14 102 5 Thallassia sp. 2 4 11 113 6 Thallassia sp. 2 4 9 86 7 8 9 Thallassia sp. 1 1 65 93 10 Thallassia sp. 1 1 71 214 JUMLAH 13 31 VMR 1,15667 terdistribusi secara aggregasi; VMR 1 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 63 Gambar 2.16. Sebaran padang lamun di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 64 IKLIM Menurut Winarso 2003 berdasarkan kajian dan pantauan dibidang iklim siklus cuaca dan iklim terpanjang adalah 30 tahun dan terpendek adalah 10 tahun dimana kondisi ini dapat menunjukkan kondisi baku yang umumnya akan berguna untuk menentukan kondisi iklim per dekade. Penyimpangan iklim mungkin akan, sedang atau telah terjadi bila dilihat lebih jauh dari kondisi cuaca dan iklim yang terjadi saat ini. 1 Curah Hujan Secara klimatologis pola hujan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga yaitu pola monson, pola ekuatorial dan pola lokal. Pola monson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal satu puncak musim hujan yaitu sekitar bulan Desember. Secara umum musim kemarau berlangsung dari bulan April sampai September dan musim hujan dari bulan Oktober sampai bulan Maret Boer, 2003. De Boer 1947 dalam Daryono 2002 mengatakan bahwa apabila curah hujan di suatu daerah 150 mmbulan maka daerah tersebut telah memasuki musim hujan, begitupun sebaliknya bila curah hujan 150 mmbulan maka daerah tersebut telah memasuki musim kemarau. Berdasarkan analisis data curah hujan selama 16 tahun 1992-2007 diketahui bahwa pola hujan di Provinsi Lampung mengikuti pola monson. Musim hujan berlangsung antara bulan November hingga bulan April dan puncak musim hujan pada bulan Januari. Curah hujan pada saat bulan Januari rata-rata 317,5 mm. Musim kemarau berlangsung antara bulan Mei hingga Oktober. Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada bulan Agustus dengan curah hujan rata-rata 52,9 mm Gambar 2.17 Data curah hujan di Provinsi Lampung tahun 2007 disajikan pada Tabel 2.39. Selama tahun 2007 curah hujan mencapai 1.941,4 mmtahun dengan rata-rata 161,8 mm per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember, yaitu 450,7 mm; sedangkan terendah terjadi pada bulan September yang hanya 18,2 mm. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 65 Gambar 2.17 Grafik rata-rata curah hujan di Provinsi Lampung 1992-2007 Tabel 2.39 Curah hujan di Provinsi Lampung tahun 2007 Bulan Curah Hujan mm Bulan Curah Hujan mm Januari 344,0 Juli 82,9 Februari 103,1 Agustus 19,0 Maret 202,4 September 18,2 April 303,9 Oktober 50,3 Mei 115,9 November 128,0 Juni 123,0 Desember 450,7 Jumlah dlm setahun : 1.941,4 mm Rata-rata : 161,8 mm Sumber: BPS Provinsi Lampung 2009 Keterangan: tidak tersedia data 2008 Kondisi iklim di Provinsi Lampung secara umum juga dipengaruhi oleh iklim global, seperti fenomena El-Nino dan La-Nina. Fenomena El-Nino dan La-Nina merupakan salah satu akibat dari penyimpangan iklim. Fenomena ini akan menyebabkan penurunan dan peningkatan jumlah curah hujan untuk beberapa daerah di Indonesia. Menurut peneliti Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi seperti yang diungkapkan oleh Irianto 2003 bahwa dampak dari fenomena El-Nino menyebabkan penurunan jumlah curah hujan musim hujan, musim kemarau, awal musim kemarau lebih cepat dan awal musim hujan lebih lambat. Berbeda dengan El-Nino, pada saat fenomena La-Nina berlangsung menurut Effendy 2001 akan meningkatkan jumlah curah hujan tahunan sekitar 50 mm dari curah hujan rata-rata normal, dimana saat bulan Desember, Januari dan Februari curah hujan meningkat sangat nyata. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 66 Curah hujan yang tinggi pada saat musim hujan bulan Desember tahun 2007 diperkirakan dipengaruhi oleh fenomena La-Nina. Berdasarkan grafik pola hujan di Provinsi Lampung Gambar 2.17 rata-rata curah hujan di bulan Desember 257,4 mm; dan yang terjadi pada Desember 2007 curah hujan mencapai 450,7 mm atau meningkat hampir 75

2. Suhu Udara

Suhu udara rata-rata di Provinsi Lampung dalam 15 tahun terakhir berdasarkan data 1992- 2007 mengalami peningkatan dan penurunan, baik suhu udara maksimum maupun suhu udara minimum. Fenomena tersebut menurut Diposaptono dkk 2009 adalah variabilitas iklim, yaitu naik turunnya suhu udara dari waktu ke waktu akibat posisi jarak matahari-bumi yang selalu berubah-ubah. Ketika posisi matahari-bumi berada pada jarak terdekat mengakibatkan suhu permukaan bumi di berbagai wilayah tropis mengalami kenaikan tajam. Demikian juga sebaliknya jika bumi menjauhi matahari maka suhu permukaan bumi akan menurun lagi. Namun demikian jika mencermati trend kecenderungan naik turunnya suhu udara tersebut ternyata terjadi kecenderungan suhu udara yang semakin meningkat. Hal ini terlihat jelas pada grafik suhu udara minimum. Terkait dengan permasalahan pemanasan global yang melanda seluruh dunia, Diposaptono dkk 2009 menjelaskan bahwa fenomena pemanasan global telah menyebabkan perubahan temperatur rata-rata muka bumi menjadi semakin panas. Dalam waktu 70 tahun sejak 1940 suhu udara rata-rata di muka bumi mengalami kenaikan sekitar 0,5 °C. Gambar 2.18 Suhu udara rata-rata°C di Provinsi Lampung tahun 1992-2007 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 67 Pada tahun 2007 sebaran suhu udara di Provinsi Lampung rata-rata berkisar antara 22,9 min dan 32,4 maks. Pada bulan Agustus suhu udara minimum mencapai 21,3 °C dan ini merupakan suhu udara minimum yang terendah pada tahun 2007. Suhu udara maksimum tertinggi terjadi pada bulan Oktober dengan hasil pengukuran 34°C. Tabel 2.40 Suhu udara di Provinsi Lampung tahun 2007 Suhu Udara °C BULAN minimum maksimum Januari 23,4 32,0 Februari 23,3 31,5 Maret 23,3 31,9 April 23,7 32,2 Mei 23,6 32,4 Juni 22,9 31,5 Juli 22,2 31,9 Agustus 21,3 31,9 September 21,8 33,6 Oktober 22,8 34,0 November 23,1 33,3 Desember 23,3 32,2 RATA-RATA 22,9 32,4 Sumber: BPS Provinsi Lampung 2009 Keterangan: tidak tersedia data 2008 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 68 BENCANA ALAM 1 Banjir Bencana banjir merupakan salah satu bencana yang timbul akibat fenomena alam. Bencana banjir merupakan bencana yang memiliki pola tersendiri dan menghantam daerah yang sama secara periodik. Bencana banjir di Provinsi Lampung seringkali diikuti oleh tanah longsor, terutama di daerah rawan longsor, dan keduanya terjadi setelah turun hujan yang cukup deras dan lama. Secara umum, penyebab banjir di Provinsi Lampung terbagi atas : ƒ Makin meluasnya kerusakan hutan akibat perambahan hutan, penebangan liar illegal logging , dan kebakaran hutan di bagian hulu dan tengah DAS menyebabkan koefisien run off meningkat, sehingga aliran permukaan dan erosi meningkat. Hal ini menyebabkan sedimentasi meningkat dan selanjutnya mengakibatkan kapasitas sungai menurun, sehingga terjadi banjir. ƒ Pertanian lahan kering tanpa tindakan konservasi tanah dan air bersamaan dengan kerusakan hutan telah menimbulkan lahan kritis yang semakin luas. Akibat usaha tani pada lahan miring tanpa tindakan konservasi tanah dan air yang memadai telah menyebabkan aliran permukaan dan erosi meningkat, sehingga sedimentasi meningkat dan mengakibatkan kapasitas sungai menurun. ƒ Meluapnya sungai akibat terjadinya hujan di hulu bersamaan dengan pasang air laut, sehingga air yang berasal dari sungai tidak bisa leluasa mengalir ke laut dan menggenangi daerah sekitarnya di bagian hilir. Hal ini sering dialami oleh kecamatan- kecamatan di wilayah pesisir di Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Pesawaran, dan Kabupaten Lampung Timur. ƒ Kesalahan perencanaan drainase wilayah, sehingga sistem drainase tidak mampu menampung limpasan air saat hujan deras. ƒ Hilangnya fungsi resapan dari kolam-kolam resapan dan rawa di bagian hilir akibat pembangunan perumahan dan industri. ƒ Hilangnya fungsi penyaring filter sempadan sungai, terutama pada bagian tengah dan hilir DAS, sebagai akibat usaha tani, industri dan pemukiman. ƒ Relatif padatnya permukiman di bagian hilir, dengan kondisi topografi wilayah yang berada pada daerah cekungan. Selama tahun 2008-2009 tercatat kejadian banjir di Provinsi Lampung seperti yang tertera pada Tabel 2.41. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 69 Tabel 2.41 Kejadian bencana banjir di Provinsi Lampung periode Januari 2008-Maret 2009 NO. KABUPATEN KOTA WAKTU KERUSAKANKERUGIAN Lampung Timur : Desa Pasir Sakti, Kec. Pasir Sakti 10 November 2008 3 rumah rusak berat x Kec. Jabung x Kec. Waway Karya 19 Desember 2008 x 350 rumah tergenang air x 750 ha sawah tergenang air x 114 ha kebun jagung tergenang air x 10 ha kebun ubi tergenang air 1 Kec. Sukadana 18 Februari 2009 x 70 rumah terendam x 6 ha sawah terndam x 4 ha ladang terendam x ¼ ha kolam ikan meluap Lampung Tengah : 2 Kec. Seputih Surabaya Februari 2008 x 30 rumah rusak berat; x 70 rumah rusak sedang; 15 rumah rusak ringan Lampung Selatan : 3 x Kec. Sragi x Kec.Candi Puro 19 Desember 2008 x 140 rumah dan 3 masjid tergenang air x 1.475 ha lahan pertanian tergenang air x 140 petak tambak meluap Bandar Lampung : 4 x Tanjungkarang Pusat x Tanjungkarang Timur x Telukbetung Selatan x Kotakarang x Panjang x Telukbetung Barat x Kedaton 18 Desember 2008 x 1 orang meninggal dunia, x 82 rumah rusak berat x 127 rumah rusak sedang x 1.025 rumah rusak ringan Lampung Barat : 5 Pekon Tugu Ratu dan Sumber Agung, Pemangku Ketapang Jaya, Kec. Suoh 3 November 2008 Kerugian diperkirakan Rp8.054.450.000 6 Tanggamus : Desa Siring Betik, Kec. Wonosobo 28 September 2008 x 1 orang meninggal dunia x 2 orang luka ringan Kec. Semaka, Bandar Negeri Semuong, dan Wonosobo 6 November 2008 x 10.190 ha sawah terendam x 65 ha sawah rusak ringan x 24 ha sawah rusak berat x 14 SD dan 1 SMA rusak ringan x 1 jembatan putus x 2 rumah tertimbun longsor x Jalan desa tertutup luapan Sungai Semuong Pesawaran : 7 x Kec. Gedong Tataan x Kec. Way Lima 23 Desember 2008 x 3 rumah rusak berat x 1 ekor sapi hanyut Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Lampung 2009 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 70 Banjir yang melanda ibukota Provinsi Lampung Bandar Lampung pada 18 Desember 2008 merupakan banjir terbesar dalam 23 tahun terakhir ini. Banjir ini merendam permukiman dan rumah sakit, serta melumpuhkan transportasi dalam kota. Luapan air merendam pemukiman di Tanjungkarang Pusat, Tanjungkarang Timur, Telukbetung Selatan, Kotakarang, Panjang, Telukbetung Barat, dan Kedaton. Walaupun banjir ini tidak terlalu lama, namun memakan korban jiwa 1 orang meninggal dunia. Banjir bandang yang terjadi di Way Kerap dan Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus pada 3 Oktober 2009 telah menyebabkan empat orang tewas dan tiga orang hilang. Selain menelan korban jiwa dan merusak permukiman warga, banjir bandang juga telah mengakibatkan satu ekor gajah di Bukit Barisan Selatan mati akibat terseret arus longsor dan tertimpa pepohonan. Gajah yang mati tersebut diperkirakan berumur 10 tahun dan merupakan bagian dari kawanan gajah yang terdapat di kawasan Bukit Barisan Selatan yang tepat berada tidak jauh dari lokasi. Banjir bandang yang disertai tanah longsor ini juga telah menyebabkan terputusnya transportasi dari Kota Agung ke Krui Lampung Barat dan menyebabkan sekitar 10 kendaraan truk terjebak. Berdasarkan Peta Rawan Banjir Provinsi Lampung yang dibuat oleh Bakosurtanal diketahui bahwa daerah rawan banjir sebagian besar terdapat di Kabupaten Tulang Bawang, Lampung Timur, Lampung Tengah, dan Lampung Selatan Gambar 2.19. Untuk menanggulangi banjir Pemerintah Provinsi Lampung sebenarnya sudah sejak lama melakukan tindakan pencegahan, antara lain melalui programkegiatan konservasi tanah dan air, baik melalui carametode vegetatif maupun mekanik. Metode vegetatif yang umum dilakukan adalah reboisasi pada kawasan hutan negara, penghijauan pada hutan rakyat dan areal pertanian, dan penerapan agroforestri. Metode mekanik yang dilakukan adalah pembuatan cek dam pada berbagai wilayah hulu DAS, program terrasering pada lahan petani, pembuatan sumur resapan, pembuatan embung, normalisasi sungai perbaikan saluran, pengerukan sedimen, pembersihan sungai dari sampah, penanaman vegetasi pada sempadan sungai, dan lain-lain. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 71 Gambar 2.19 Peta rawan banjir Provinsi Lampung STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 72 2 Longsor Gerakan tanah tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya masa tanah dan batuan ke tempatdaerah yang lebih rendah. Gerakan masa ini dapat terjadi pada lereng-lereng yang hambat geser tanahbatuannya lebih kecil dari berat masa tanahbatuan itu sendiri. Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi serta kelerengan tebing. Zona kerentanan tanah longsor di Provinsi Lampung, terutama terdapat Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, Lampung Selatan, dan Pesawaran. Sebagian besar daerah rawan longsor berada di sekitar kawasan perbukitan. Hampir di setiap musim hujan tahunan terjadi gerakan tanah tanah longsor bahkan telah menimbulkan korban harta-benda dan jiwa manusia penduduk yang bermukim di kawasan tersebut. Adakalanya kejadian tanah longsor disertai dengan banjir bandang, seperti yang melanda Kabupaten Tanggamus pada 4 Oktober 2009. Secara umum, penyebab terjadinya tanah longsor adalah sebagai berikut: ƒ Vegetasi penutup di areal perbukitan yang semula hutan, telah berubah menjadi ladang dan semak belukar akibat adanya permukiman penduduk. ƒ Terbentuknya lahan kritis akibat gangguan manusia terutama di sekitar struktur patahan. ƒ Tidak tersedianya bangun-bangunan penahan longsor di kawasan permukiman yang berlokasi di perbukitan ƒ Tidak terlindunginya lapisan tanah penutup dari aliran drainase dan air hujan sehingga tembus sampai ke dasar batuan. ƒ Meningkatnya jumlah permukiman di kaki kawasan perbukitan. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Lampung, sepanjang tahun 2008 terjadi bencana longsor di berbagai wilayah di Lampung, seperti di Bandar Lampung Kecamatan Panjang dan Lampung Barat Kecamatan Suoh dan Kecamatan Balik Bukit. Sedangkan longsor yang terjadi pasca banjir bandang di Kabupaten Tanggamus pada 3 Oktober 2009 telah menyebabkan terputusnya jalur lalu lintas dari Kota Agung menuju Krui. Tabel 2.42 Bencana tanah longsor di Provinsi Lampung selama 2008 NO. KABUPATEN KOTA WAKTU KERUSAKANKERUGIAN Bandar Lampung: 1 Kec. Panjang, Kel. Pidada 6 Agustus 2008 x 7 orang meninggal x 27 orang luka berat x 13 luka ringan Lampung Barat : Pekon Tugu Ratu dan Sumber Agung, Pemangku Ketapang Jaya, Kec. Suoh 3 November 2008 Kerugian diperkirakan Rp8.054.450.000 2 Pekon Sebarus dan Kubu Perahu, Kec. Balik Bukit 12 Desember 2008 x 1 rumah terbawa arus x 1 jembatan rusak x Pemakaman umum rusak x 1 mesjid di Kubu Perahu terbawa arus Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Lampung 2009 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 73 Gambar 2.20 Kejadian tanah longsor di sekitar jalur lintas Krui-Liwa 15 Oktober 2008 Gambar 2.21 Ruas jalan di tanjakan Sedayu Kabupaten Tanggamus yang penuh material tanah dan bebatuan akibat longsor setelah banjir bandang 3 Oktober 2009 Sumber: Tribun Lampung 7 Oktober 2009 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 74 3 Kekeringan Bencana kekeringan yang melanda Indonesia, termasuk juga di Provinsi Lampung, pada dasarnya merupakan akibat dari pemanasan global. Salah satu pengaruh utama iklim di Indonesia adalah El-Nino Southern Oscillation ENSO yang setiap beberapa tahun memicu berbagai cuaca ekstrim. Pada saat terjadi El-Nino, biasanya terjadi musim kemarau yang panjang. Perubahan pola curah hujan akibat variabilitas iklim maupun perubahan musiman disertai dengan peningkatan temperatur juga telah menimbulkan dampak yang signifikan pada cadangan air berupa kelangkaan air, yang menimbulkan berbagai dampak lanjutan yang merugikan. Dampak lanjutan akibat kelangkaan air antara lain terjadinya kekeringan dan menyebabkan aktivitas pertanian terganggu, sehingga produksi pertanian menurun tajam. Bencana kekeringan di Provinsi Lampung sepanjang tahun 2008 tercatat 53.227 ha. lahan pertanian, baik untuk komoditas padi, jagung, dan kedelai mengalami kekeringan dan puso. Tanaman padi yang mengalami puso seluas 2.152 ha, sedangkan lahan pertanian jagung yang mengalami puso seluas 598 ha. Walaupun relatif kecil jika dibanding dengan total luas persawahan di Lampung yang mencapai 469.884 ha, puso dan ancaman kekeringan tersebut berdampak pada berkurangnya produksi padi. Bencana kekeringan mulai dirasakan sejak bulan April 2008, terutama di Kabupaten Lampung Selatan, dan selanjutnya meluas ke Kabupaten lainnya dan mencapai puncaknya pada bulan Juli-Agustus 2008. Pada bulan Juli luas lahan padi yang mengalami kekeringan dan puso mencapai 15.507 ha dan menurun pada bulan Agustus menjadi 7.342 ha. Kekeringan tidak terjadi pada bulan September hingga Desember 2008 seiring dengan turunnya hujan. Luas lahan pertanian yang mengalami kekeringan dan puso sepanjang tahun 2008 paling banyak terdapat di Kabupaten Lampung Timur, yaitu seluas 17.818 ha atau 33,44 dari total luas lahan yang mengalami kekeringan dan puso di Provinsi Lampung. Selanjutnya di Lampung Selatan dengan luas 13.477 ha atau sekitar 25,30. Kedua kabupaten tersebut memang memiliki lahan pertanian yang cukup luas, namun sebagian besar lahan pertaniannya merupakan lahan yang rawan kekeringan. Dilihat dari luas lahan sawah yang ada, bencana kekeringan yang terjadi di Lampung telah mengurangi produksi padi dan menurunkan ketahanan pangan di Provinsi Lampung. Dalam kondisi normal, setiap ha sawah di Provinsi Lampung mampu menghasilkan padi 4,5 ton hingga 6 ton. Bila setiap ha sawah non irigasi rata-rata menghasilkan 4,5 ton padi dengan satu kali musim tanam, dapat diprediksi bahwa dengan luas lahan yang mengalami kekeringan 22.166 ha dan puso 2.152 ha akan mengurangi produksi padi. Jika diasumsikan sawah yang mengalami kekeringan dengan kategori ringan akan kehilangan produksi padi sekitar 20, kategori sedang 50, kategori berat kehilangan produksi padi 75, dan puso STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 75 sebesar 100, maka selama tahun 2008 Provinsi Lampung mengalami defisit padi sekitar 47.207 ton akibat bencana kekeringan. Tabel 2.43 Luas lahan pertanian yang mengalami kekeringan dan puso di Provinsi Lampung selama 2008 Satuan: ha No. KABUPATEN KOTA R S B P J R S B P J R S B P J 1 Bandar Lampung 40 5 35 80 2 Lampung Selatan 3.566 388 171 85 4.210 5.125 3.225 831 86 9.267 3 Tanggamus 2.136 810 665 805 4.416 413 289 172 123 997 4 Lampung Tengah 1.693 1.403 1.347 397 4.840 1.167 328 309 69 1.873 26 5 31 5 Lampung Utara 408 157 28 115 708 150 150 6 Tulang Bawang 803 448 876 203 2.330 207 160 367 7 Lampung Barat 200 47 24 271 8 Lampung Timur 3.080 440 28 6 3.554 13.460 399 316 89 14.264 9 Way Kanan 132 110 130 372 10 Metro 8 3 11 68 2 8 78 11 Pesawaran 962 672 1.386 506 3.526 1.387 126 138 231 1.882 50 50 13.028 4.483 4.655 2.152 24.318 21.977 4.529 1.774 598 28.878 50 26 5 81 PADI JAGUNG KEDELAI PROVINSI LAMPUNG Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung 2009 Keterangan: R = kekeringan ringan, S=kekeringan sedang, B=kekeringan berat, P=puso, J=jumlah Gambar 2.22 Lahan pertanian yang mengalami kekeringan di Natar Lampung Selatan 4 Angin Puting Beliung Angin puting beliung, yaitu angin kencang yang datang secara tiba - tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi dan punah dalam waktu singkat 3 - 5 menit. Kecepatan angin rata - ratanya berkisar antara 30 - 40 knots. Angin ini berasal dari awan Cumulonimbus Cb yaitu awan yang bergumpal berwarna abu - abu gelap dan menjulang tinggi. Namun, tidak semua awan Cumulonimbus menimbulkan puting beliung. Selama tahun 2008 dan Maret 2009 tercatat beberapa bencana angin puting beliung yang terjadi di berbagai daerah di Provinsi Lampung, seperti yang tertera pada Tabel 2.44 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 76 Bencana angin puting beliung tersebut telah menimbulkan kerugian berupa rusaknya rumah penduduk, gedung sekolah, masjid, dan korban luka-luka. Tabel 2.44 Bencana angin puting beliung di Provinsi Lampung periode Januari 2008-Maret 2009 NO. KABUPATEN KOTA WAKTU KERUSAKANKERUGIAN Tulang Bawang: 1 Kec. Gedong Aji 30 Maret 2008 x 7 rumah rusak berat x 35 rumah rusak ringan x 1 SD rusak ringan Lampung Tengah : Kampung Beringin Jaya, Kec. Bandar Surabaya 29 Maret 2008 x 15 rumah rusak sedang x 1 SD rusak sedang 2 Surabaya Ilir, Kec. Bandar Surabaya 29 Maret 2008 x 1 rumah rusak berat x 54 rumah rusak sedang x 1 SD rusak sedang Lampung Selatan : Dusun Berlendung, Kec. Ketapang 27 Maret 2008 x 1 rumah rusak berat x 7 rumah rusak ringan x Kerugian diperkirakan Rp23.079.000,- Desa Sinar Rejeki, Kec. Tanjung Sari 10 April 2008 x 4 rumah rusak berat x 48 rumah rusak ringan x Kerugian diperkirakan Rp36.000.000,- 3 Desa Jati Baru, Kec. Tanjung Bintang 12 Januari 2009 x 8 rumah rusak sedang x 1 rumah rusak sedang x 1 unit kandang ayam potong rusak sedang x 1 warung rusak berat x 1 gudang KUD rusak sedang x Pagar SMK rusak berat x 3 motor rusak berat Bandar Lampung : 4 Kec. Kedaton 4 Februari 2008 x 30 rumah rusak atapnya x 1 MTS rusak atapnya Lampung Utara: 5 Desa Sido Rahayu 15 Februari 2008 x 65 rumah rusak parah x 1 SD rusak x 1 masjid rusak x 3 orang luka-luka 6 Tanggamus : Kec. Gading Rejo Pekon Tulung Agung, Pekon Mataram, Pekon Kediri 10 Maret 2009 x 3 rumah rusak berat x 1 rumah rusak sedang x 68 rumah rusak ringan Way Kanan : x Kec. Kasui x Kec. Banjit 4 April 2008 x 497 rumah rusak ringan 7 x Kec. Negeri Besar Kampung: Kaliawi, Kaliawi Indah, Tiuh Balak, Negeri Besar, dan Kiling-Kiling 13 Februari 2009 x 2 Rumah rusak berat x 26 Rumah rusak sedang x 141 Rumah rusak ringan x 4 sekolah rusak ringan x 81 ha lahan pertanian rusak Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Lampung 2009 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 77 Puting beliung dapat terjadi dimana saja, di darat maupun di laut dan jika terjadi di laut durasinya lebih lama daripada di darat. Pergerakan angin akan lebih cepat sampai ke daratan jika di wilayah daratan memantulkan panas dan bertanah lapang tanpa perbukitan. Gedung-gedung di perkotaan dan tanah tandus lapang menyumbang terjadinya angin itu. Angin ini umumnya terjadi pada siang atau sore hari, terkadang pada malam hari dan lebih sering terjadi pada peralihan musim pancaroba. Luas daerah yang terkena dampaknya sekitar 5 - 10 km, karena itu bersifat sangat lokal. Walaupun bencana alam angin puting beliung bersifat lokal, tapi sanggup mengangkat atap rumah dan memporak-porandakan pemukiman. Hal ini disebabkan karena kecepatannya hingga 120 kmjam, dan berlangsung antara 1-5 menit. Dampak kerusakan yang ditimbulkan angin puting beliung dapat menyebabkan atap rumah nonpermanen atau rumah yang beratap sengasbes akan berterbangan. 5 Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan di Pulau Sumatera, termasuk di wilayah Provinsi Lampung, dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk yang makin pesat dan perubahan pemanfaatan lahan dari semula untuk tujuan subsisten berubah menjadi pemanfaatan untuk hutan tanaman, perkebunan dan industri pertanian lain. Dengan demikian, pengaruh manusia telah diklaim sangat signifikan bagi terjadinya kebakaran hutan. Sebuah tim peneliti, salah satunya Guido van der Werf dari VU University Amsterdam, telah menganalisis densitas dari asap selama kebakaran hutan dengan lokasi Pulau Sumatera dan Kalimantan. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa intensitas dari kebakaran hutan berhubungan langsung dengan kepadatan penduduk dan pemanfaatan lahan. Hasil penelitian ini telah diterbitkan dalam Majalah Nature Geoscience, 22 February 2009. Di samping pengaruh manusia yang sangat berarti bagi terjadinya kebakaran hutan di Indonesia, para peneliti telah meneliti pengaruh dari fenomena alam lain, seperti halnya pengaruh El Nino. Pengaruh El Nino terhadap besaranjumlah curah hujan telah diketahui, tetapi pengaruh yang besar dari fenomena Indian Ocean Dipole IOD belum sepenuhnya diketahui. IOD adalah suatu perubahan osilasi suhu permukaan air laut Samudera Hindia secara periodik yang bergerak antara kondisi positif dan negatif, sehingga berpengaruh terhadap curah hujan dan kekeringan di daratan Indonesia dan Australia. IOD merupakan bagian dari siklus iklim dunia, sama seperti El Nino di Samudera Pasifik, sehingga penting untuk diteliti dan dipahami perilakunya. Meskipun kekeringan parah terjadi secara periodik akibat adanya dua fenomena iklim dunia tersebut dan menjadikan kondisi kondusif bagi terjadinya kebakaran hutan, tetapi pemicu dan penyebab utama kebakaran hutan adalah manusia., seperti untuk land clearing bagi lahan-lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan. Menurut Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2009, pada tahun 2007 terjadi kebakaran hutan yang melanda Taman Nasional Way Kambas TNWK dan PT Silva Inhutani Lampung STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 78 PT. SIL dengan luas masing-masing 1.846 ha dan 6,25 ha yang terjadi antara bulan September-Oktober. Selama tahun 2008 di Provinsi Lampung tidak terjadi kebakaran hutan, sedangkan pada Agustus-September 2009 kembali terjadi kebakaran hutan di TNWK dan PT. SIL dengan luas masing-masing 30 ha dan 500 ha. Di TNWK umumnya kebakaran hutan terjadi pada semak belukar dan alang-alang, sedangkan di PT .SIL sejumlah tanaman budidaya, seperti akasia dan karet, yang terbakar. Kebakaran lahan hanya di Provinsi Lampung umumnya terjadi pada daerah-daerah tertentu dengan intensitas yang tidak terlalu luas, misalnya pada areal perkebunan tebu menjelang dipanen. Hal ini memang sudah umum dilakukan oleh perusahaan pemilik perkebunan tebu di Lampung. Selain itu, adakalanya masyarakat juga melakukan pembakaran lahan pertanian mereka dengan tujuan untuk membersihkan lahan tersebut dari semak belukar dengan skala yang tidak terlalu luas. Tidak diperoleh data tentang kondisi kebakaran lahan di Provinsi Lampung selama tahun 2007-2009. Tabel 2.45 Kebakaran hutan di Provinsi Lampung 2007-2009 No. Waktu Lokasi Luas ha Keterangan TNWK 1.846 Semak belukar dan alang-alang terbakar 1. Sep-Okt 2007 PT. SIL 6,25 Pohon karet dan akasia terbakar 2. 2008 Tidak ada kebakaran hutan TNWK 30 Semak belukar dan alang-alang terbakar 3. Ags-Sep 2009 PT. SIL 500 Pohon karet dan akasia terbakar Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2009 6 Gempa Bumi Provinsi Lampung secara geografis dilalui oleh sistem sesar Sumatera. Kondisi ini mengakibatkan zona yang dilalui sistem sesar ini merupakan daerah yang rawan terjadi kerusakan bila terjadi gempa yang signifikan, seperti di daerah Kabupaten Lampung Barat. Letak Kabupaten Lampung Barat yang berada di jalur Bukit Barisan dan berhadapan dengan Samudera Hindia merupakan sentra wilayah bencana. Di wilayah pegunungan terdapat zona patahan Semangka Sumatra transform fault zone yang bergerak dengan kecepatan antara 7-14 cmtahun sesuai dengan gerak sundulan penunjang kerak Sumatera Indonesia- Australia di selatan. Sistem kegempaan di Provinsi Lampung tidak terlepas dari kegempaan yang terjadi di Selat Sunda. Berdasarkan kondisi geologis, wilayah Selat Sunda berpotensi dilanda gempa bumi, baik gempa bumi tektonik, vulkanik maupun longsoran. Akan tetapi bencana gempa bumi yang mungkin bersifat merusak dan dominan adalah gempa bumi tektonik. Gempa ini dapat terjadi pada bagian lempeng kontinen maupun pada lempeng samudra yang menyusup. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 79 Diketahui bahwa pada bagian Lempeng Benua Eurasia overriding plate, khususnya Pulau Sumatera berkembang Sesar Aktif Semangko yang membujur dari ujung pulau bagian utara ke ujung selatan bahkan menerus ke selatan ujung barat Jawa. Sesar aktif inilah yang berpotensi menjadi sumber gempa dan bila sumber gempanya terjadi pada bagian sesar aktif yang terdapat di daerah perairan atau laut maka dapat menjadi pemicu terjadinya tsunami. Selain itu, pada lempeng samudera Hindia-Australia subducting plate di sepanjang jalur subduksi yang terdapat dibagian baratnya, mulai dari sekitar palung terus mengikuti kedalaman Zona Benioff, juga menjadi tempat sumber gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami. Di daratan Sumatera, Sesar Sumatera terbentang sepanjang pegunungan Bukit Barisan, mulai dari Teluk Semangko di Selat Sunda sampai dengan wilayah Aceh di utara. Sudah sekitar 20 gempa besar dan merusak terjadi di sepanjang Patahan Sumatra dalam 100 tahun terakhir. Dengan kata lain, gempa besar di Sesar Sumatera terjadi rata-rata dalam lima tahun sekali. Jadi, berbeda dengan di zona subduksi Sumatera yang berpotensi untuk mengeluarkan gempa besar dengan magnitudo 8 tapi hanya sekitar 2 - 3 kali dalam 100 tahun, gempa di Sesar Sumatera magnitudo-nya 7.7 tapi sering dan sumbernya lebih dekat dengan populasi penduduk. Menurut pemantauan BMG, antara tahun 1985 sampai tahun 1990, gempa di kawasan Selat Sunda bervariasi antara 6 - 29 kali gempa per tahun dengan magnitudo di atas 4.0 SR. Dengan bertambahnya alat monitoring yang Iebih baik, maka sejak tahun 1991 terpantau gempa bumi di kawasan tersebut sebanyak 1.865 gempa, 1992 sebanyak 2.342 gempa, tahun 1993 sebanyak 1.692 gempa dan tahun 1994 sebanyak 2.456 gem pa. Data gempa merusak BMG menunjukkan bahwa sejak tahun 1833 sampai dengan saat ini tidak kurang dari 31 gempa kuat yang dirasakan, dan sebagian bahkan mengakibatkan korban jiwa dan kerugian harta benda, salah satunya adalah gempa Liwa tahun 1994 yang diakibatkan oleh sesar aktif Semangko dan memakan korban 200-an jiwa dan ratusan bangunan rusak berat dan roboh. Gempa yang berkekuatan 6,2 skala Richter dengan kedalaman sumber gempa 23 km. Data kejadian gempa di sekitar Selat Sunda antara tahun 1900-2008 yang diperoleh dari USGS 2008 dipetakan pada Gambar 2.23. Selama periode Januari-Juni 2008 Stasiun Geofisika Kotabumi mencatat sedikitnya 225 gempa terjadi di Lampung. Menurut Kepala Stasiun Geofisika Kotabumi, Krismanto dalam Lampung Post, 25 Juni 2008, ratusan gempa yang terjadi selama periode Januari-Juni tersebut berkekuatan 4,0--5,4 pada skala Richter. Konsentrasi pusat gempa berada di selatan Pulau Enggano, Krui, dan Selat Sunda. Dari 225 kali gempa yang terjadi selama semester I tahun 2008 tersebut, 21 kali gempa dengan tingkat getaran II--III MMI modified mercalli intensity terjadi di Selat Sunda. Kawasan perairan Selat Sunda memang termasuk daerah paling rawan gempa karena banyak terdapat pusat gempa di sepanjang perairan tersebut. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 80 Untuk memantau kejadian gempa yang kerap terjadi di Lampung, Stasiun Geofisika Kotabumi telah memasang lima alat TEWS telemetri early warning system. Peralatan baru yang merupakan bantuan dari China itu, dipasang di Lampung Selatan, Tanggamus, Unila, Liwa, dan Kotabumi. Selain itu, Stasiun Geofisika Kotabumi juga sudah dilengkapi dengan alat pencatat gempa digital. Dengan dukungan peralatan tersebut, Stasiun Geofisika Kotabumi tidak hanya memantau gempa di Lampung, tetapi juga mampu memantau gempa di sebagian wilayah Sumatera Selatan, seperti Kabupaten Muara Dua dan Lahat. Gambar 2.23 Kejadian gempa di sekitar Selat Sunda 1990-2008 Sumber: USGS, 2008 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 II - 81 Tabel 2.46 Beberapa kejadian gempa yang dirasakan di wilayah Lampung 2008-2009 No. Waktu Kekuatan Gempa SR Lokasi Sumber Gempa Dirasakan di wilayah Lampung Kerugian 1 6 Januari 2008 5,2 barat daya Bintuhan, Bengkulu Selatan. Liwa dan Krui Tidak ada 2 7 Januari 2008 3,3 47 km tenggara Liwa Liwa dan Krui Tidak ada 3 26 Agustus 2008 6,6 125 km barat laut Ujung Kulon Bandar Lampung, Krui, Liwa Tanggamus, Lampung Selatan, Pesawaran Tidak ada 4 12 Oktober 2009 5,1 283 km barat daya Krui di laut Tidak ada info Tidak ada 5 16 Oktober 2009 6,4 42 km barat laut Ujung Kulon Bakauheni, Kalianda, Bandarlampung, Tanggamus, Lampung Barat Tidak ada 6 1 November 2009 5,1 5,052° LS - 102,891° BT 160 km dari Bengkulu Liwa Tidak ada Sumber: Lampung Post 2008-2009 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 1 KEPENDUDUKAN 1 Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi dan distribusi penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi, tetapi dapat pula menjadi beban dalam proses pembangunan jika berkualitas rendah. Berdasarkan hasil estimasi dari data penduduk tahun 2005, penduduk Provinsi Lampung tahun 2007 mencapai 7.289.767 jiwa yang tersebar di beberapa kabupatenkota. Kabupaten Lampung Selatan memiliki jumlah penduduk terbesar dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya, yaitu 1.341.258 jiwa. Selain Lampung Selatan, kabupatenkota lainnya yang memiliki jumlah penduduk yang besar adalah Lampung Timur dan Lampung Tengah dengan jumlah penduduk masing-masing 936.734 dan 1.160.221 jiwa. Kabupaten Lampung Barat, Way Kanan dan Kota Metro memiliki jumlah penduduk yang relatif rendah dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya di Provinsi Lampung Tabel 3.1. Pertumbuhan penduduk di Provinsi Lampung terus mengalami perubahan yang fluktuatif. Pertumbuhan penduduk pada periode 1971 - 1980 adalah sebesar 5,77 persen per tahun dan mengalami penurunan pada periode 1980 - 1990 menjadi sebesar 2,67 persen per tahun, sedangkan periode 1990 - 2000 sebesar 1,01 persen. Apabila dilihat laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya baik pada periode 1971-1980 maupun periode 1980-1990. Seperti diketahui secara keseluruhan pertumbuhan penduduk di Indonesia pada periode 1990-2000 adalah sebesar 1,49 persen per tahun. Berdasarkan data jumlah penduduk antara tahun 1998-2008 maka tingkat pertumbuhan penduduk di Provinsi Lampung mencapai 87.867 jiwa per tahun atau sebesar 1,24 per tahun. Tingkat kepadatan penduduk di Provinsi Lampung tampak masih timpang atau tidak merata antar wilayah. Seperti halnya di kabupatenkota lainnya di Indonesia, umumnya tingkat kepadatan penduduk lebih tinggi di kota bila dibandingkan dengan kabupaten. Tingkat kepadatan penduduk Kota Bandar Lampung pada tahun 2008 mencapai 4.264,51 jiwakm 2 dan Kota Metro mencapai 2.171,26 jiwakm 2 . Walaupun Kota Metro memiliki jumlah penduduk paling sedikit, namun dengan luas wilayah hanya 61,79 km 2 kota ini merupakan kota terpadat kedua di Provinsi Lampung setelah Bandar Lampung. Sementara itu, tingkat kepadatan penduduk di semua kabupaten masih berada di bawah 500 jiwakm 2 , bahkan Kabupaten Lampung Barat baru mencapai 79,55 jiwakm 2 . Secara keseluruhan, tingkat kepadatan penduduk di seluruh Provinsi Lampung tahun 2008 mencapai 196,93 jiwakm 2 Tabel 3.2. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 2 Tabel 3.1 Jumlah penduduk Provinsi Lampung berdasarkan kabupaten tahun 1998-2008 Tahun Lampung Barat Tangga- mus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Bandar Lampung Metro PROVINSI LAMPUNG 1 9 9 8 353.413 795.597 1.114.421 860.559 1.028.046 524.104 356.515 643.376 719.659 116.770 6.512.460 1 9 9 9 359.650 797.835 1.123.762 864.984 1.037.074 526.443 357.059 667.160 731.290 117.460 6.582.717 2 0 0 0 366.484 800.211 1.133.124 869.428 1.046.167 530.941 357.604 691.822 742.749 118.448 6.656.978 2 0 0 1 371.891 800.561 1.147.914 874.645 1.055.249 536.980 358.164 702.247 754.892 119.771 6.722.314 2 0 0 2 377.298 800.910 1.162.708 879.863 1.064.330 543.020 358.724 712.671 767.036 121.094 6.787.654 2 0 0 3 382.706 801.260 1.177.505 885.080 1.073.412 549.060 359.284 723.096 779.179 122.417 6.852.999 2 0 0 4 388.113 801.609 1.192.296 890.298 1.082.494 555.099 359.844 733.520 788.937 123.740 6.915.950 2 0 0 5 378.005 821.119 1.281.104 919.274 1.129.352 554.617 359.945 750.672 793.746 128.343 7.116.177 2 0 0 6 380.208 824.922 1.312.527 929.159 1.146.158 559.172 361.810 763.360 803.922 130.348 7.211.586 2 0 0 7 381.439 826.610 1.341.258 936.734 1.160.221 562.314 362.749 774.265 812.133 132.044 7.289.767 2 0 0 8 393.818 845.777 929.702 947.193 1.177.967 567.164 364.778 787.673 420.014 822.880 134.162 7.391.128 Sumber: BPS Provinsi Lampung 2009 Keterangan: Kabupaten Pesawaran merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 3 Tabel 3.2 Kepadatan penduduk kabupatenkota di Provinsi Lampung tahun 2008 No. KabupatenKota Luas km 2 Jumlah Penduduk Kepadatan jiwakm 2 1 Lampung Barat 4.950,40 393.818 79,55 2 Tanggamus 3.356,61 845.777 251,97 3 Lampung Selatan 3.180,78 929.702 292,29 4 Lampung Timur 4.337,89 947.193 218,35 5 Lampung Tengah 4.789,82 1.177.967 245,93 6 Lampung Utara 2.725,63 567.164 208,09 7 Way Kanan 3.921,63 364.778 93,02 8 Tulang Bawang 7.770,84 787.673 101,36 9 Bandar Lampung 192,96 822.880 4.264,51 10 Metro 61,79 134.162 2.171,26 11 Pesawaran 2.243,51 420.014 187,21 Provinsi Lampung 37.531,86 7.391.128 196,93 Sumber: BPS Provinsi Lampung 2009

2. Pola Migrasi

Migrasi penduduk merupakan kejadian yang mudah dijelaskan dan tampak nyata dalam kehidupan sehari-hari, namun pada prakteknya sangat sulit untuk mengukur dan menentukan ukuran bagi migrasi itu sendiri. Hal itu disebabkan karena hubungan antara migrasi dan proses pembangunan yang terjadi dalam suatu negaradaerah saling terkait. Migrasi merupakan suatu reaksi atas kesempatan ekonomi pada suatu wilayah. Umumnya migrasi penduduk mengarah pada wilayah yang “subur” pembangunan ekonominya, karena faktor ekonomi sangat kental mempengaruhi orang untuk pindah. Faktor ekonomi merupakan motif yang paling sering dijadikan sebagai alasan utama dalam keputusan seseorang untuk melakukan migrasi. Pola migrasi di negara-negara yang telah berkembang biasanya sangat rumit kompleks menggambarkan kesempatan ekonomi yang lebih seimbang dan saling ketergantungan interdependensi antar wilayah di dalamnya. Sebaliknya di negara-negara berkembang biasanya pola migrasi menunjukkan suatu pengutuban polarisasi, yaitu pemusatan arus migrasi ke daerah-daerah tertentu saja, khususnya kota-kota besar. Migrasi ini juga merefleksikan keseimbangan aliran sumber daya manusia dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Pola migrasi netto menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Provinsi Lampung tahun 2008 yang diprediksi oleh Bappenas, BPS, dan UNFA Indonesia 2005 tertera pada Tabel 3.3. Pola migrasi netto bertanda positif menunjukkan adanya sejumlah penduduk yang masuk ke Provinsi Lampung, sedangkan tanda negatif menunjukkan adanya penduduk yang keluar dari wilayah Provinsi Lampung. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 4 Tabel 3.3 Pola migrasi netto menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Provinsi Lampung tahun 2008 Jenis Kelamin Kelompok Umur Laki-laki Perempuan 0-4 -0,85 -0,88 5-9 0,44 0,25 10-14 0,71 0,28 15-19 -0,60 -4,99 20-24 -4,87 -6,10 24-29 0,05 -0,29 30-34 1,79 1,39 35-39 2,11 1,52 40-44 2,01 1,66 45-49 2,25 1,67 50-54 1,91 1,79 55-59 2,17 1,77 60-64 2,16 2,26 65-69 2,17 2,09 70-74 2,26 3,39 74 + 2,28 2,19 Nilai minimum 0,05 0,25 Nilai maksimum 2,26 3,39 Frekuensi --- --- Sumber: Bappenas, BPS, dan UNFA Indonesia 2005 Berdasarkan Tabel 3.3 terlihat bahwa penduduk laki-laki angkatan kerja yang berusia di atas 24 tahun cenderung keluar dari Provinsi Lampung. Demikian juga halnya dengan penduduk perempuan yang berusia di atas 30 tahun ke atas. Penyebab penduduk melakukan migrasi keluar dari Provinsi Lampung antara lain karena daya tarik ekonomi. Penelitian yang telah dilakukan Darmawan 2007 menjelaskan hal tersebut. Pola migrasi yang terjadi di Provinsi Lampung telah dipaparkan oleh Darmawan 2007 yang mengestimasi perkiraan pola migrasi yang terjadi antar provinsi di Indonesia. Darmawan 2007 menggunakan pendekatan ”indeks ketertarikan ekonomi” dari Model Hybrida, yaitu suatu pengembangan model dari model gravitasi dalam analisis migrasi yang melibatkan variabel-variabel ekonomi sebagai faktor utama dalam mempengaruhi pola migrasi. Variabel-variabel ekonomi yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto PDRB, Upah Minimum Provinsi UMP dan Angka Pengangguran. Selanjutnya menurut Darmawan 2007 daerah tujuan migrasi penduduk dari Provinsi Lampung adalah Provinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Adapun proporsi ketiga provinsi tujuan migrasi tersebut berbeda-beda menurut indikator ekonominya sebagai daya tarik migrasi, namun kecenderungan pola migrasi dari Provinsi Lampung sebagian besar menuju ke Provinsi Sumatera Selatan dengan rata-rata nilai proporsi 5,64. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 5 Tabel 3.4 Proporsi migrasi akibat adanya pengaruh ekonomi untuk tiga provinsi terbesar tujuan migrasi dari Provinsi Lampung Proporsi Provinsi Tujuan jiwa per 1000 penduduk daerah asal No. Indikator Daya Tarik Ekonomi Nilai Indikator Sumsel Jabar DKI Lampung : 5.597.681,00 Sumsel: 12.021.263,00 Jabar: 9.940.941,00 1 PDRB per kapita atas dasar harga konstan Rp DKI : 49.236.112,00 5,89 2,63 2,89 Lampung: 405.000,00 Sumsel: 503.700,00 Jabar: 430.000,00 2 Upah Minimum Provinsi Rp DKI : 711.843,00 4,75 1,55 2,20 Lampung: 4,51 Sumsel: 6,31 Jabar : 4,44 3 Angka Pengangguran DKI : 7,17 6,29 3,83 3,42 Rata-rata 5,64 2,67 2,84 Sumber: Darmawan 2007, data dimodifikasi Keterangan: Data tahun 2005 Data tahun 2000 Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa pola migrasi dari Provinsi Lampung yang merupakan proporsi migrasi akibat adanya pengaruh daya tarik ekonomi PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan untuk 3 provinsi tujuan terbesar, yaitu Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Tampak bahwa provinsi-provinsi tetangga tersebut mempunyai nilai ekonomi PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan yang lebih tinggi dibandingkan PDRB Provinsi Lampung. Demikian pula halnya dengan faktor upah minimum provinsi UMP dimana UMP Provinsi Lampung saat itu merupakan yang terendah dibandingkan dengan provinsi tetangganya. Hal ini juga mendorong migrasi penduduk menuju ke provinsi tetangga yang memiliki UMP lebih tinggi. Jika ditinjau dari angka pengangguran yang lebih tinggi di daerah tujuan migrasi dibandingkan dengan di Provinsi Lampung, ternyata tingkat pengangguran di provinsi tujuan migrasi tidak mempengaruhi minat orang melakukan migrasi ke provinsi tujuan tersebut. Sayangnya, Darmawan 2007 tidak menyajikan data angka pengangguran tahun 2005, sehingga perbandingan angka pengangguran mungkin saja sudah tidak sesuai dengan kondisi UMP dan PDRB masing-masing provinsi tahun 2005. Kecenderungan penduduk Lampung memilih migrasi ke Sumatera Selatan dibandingkan ke DKI Jakarta dan Jawa Barat kemungkinan dipengaruhi oleh angka Kebutuhan Hidup Minimum KHM. Perbandingan antara nilai UMP yang tidak sebanding dengan KHM menyebabkan penduduk migran lebih memiliki provinsi dengan KHM yang lebih baik. Walaupun di DKI Jakarta UMP-nya lebih tinggi, namun masih bisa hidup lebih baik di Provinsi Sumatera Selatan dengan UMP lebih rendah tetapi sebanding dengan nilai KHM- nya. Faktor lainnya yang mempengaruhi proporsi pemilihan tujuan migrasi adalah kemiripan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 6 budaya dan kondisi geografis setempat. Selain itu, jarak tempuh yang relatif dekat juga diduga menjadi alasan lainnya mereka memilih migrasi ke Sumatera Selatan. Seperti halnya daerah lainnya di Indonesia, pada umumnya penduduk di Provinsi Lampung melakukan migrasi dari daerah pedesaan menuju ke daerah perkotaan urbanisasi. Selain karena faktor ekonomi, alasan penduduk melakukan migrasi adalah karena melanjutkan pendidikan, menikah, ataupun karena keluarga. Keterbatasan sarana pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi di daerah asal ”memaksa” penduduk untuk melakukan migrasi ke Kota Bandar Lampung ataupun Kota Metro yang memang sudah cukup lengkap sarana pendidikannya. Namun demikian tidak diperoleh data yang pasti mengenai perpindahan penduduk antar kabupatenkota di Provinsi Lampung. Pengaruh urbanisasi dapat diprediksi berdasarkan berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk perkotaan menggunakan Urban Rural Growth Difference URGD, yaitu proyeksi penduduk perkotaan berdasarkan perbedaan laju pertumbuhan penduduk daerah perkotaan dan pedesaan. Di Provinsi Lampung, antara tahun 2000-2025, diproyeksikan nilai URGD lebih dari 30 seperti yang tertera pada Tabel 3.5. Berdasarkan kriteria nilai URGD lebih dari 30 maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan laju pertumbuhan antara penduduk daerah perkotaan dan daerah pedesaan di Provinsi Lampung termasuk tinggi. Hal inilah yang mendorong tingginya laju urbanisasi dari daerah pedesaan menuju daerah perkotaan di Provinsi Lampung. Tabel 3.5 Proyeksi nilai URGD di Provinsi Lampung 2000-2025 No. Periode tahun Nilai URGD 1 2000-2005 0,3862 2 2005-2010 0,3476 3 2010-2015 0,3128 4 2015-2020 0,2815 5 2020-2025 0,2534 Sumber: Bappenas, BPS, dan UNFA Indonesia 2005 3 Rasio Jenis Kelamin Sex Ratio Pada tahun 2007 jumlah penduduk laki-laki di Provinsi Lampung adalah 3.749.739 jiwa dan penduduk perempuan adalah 3.540.028 jiwa. Dengan demikian rasio jenis kelamin sebesar 105,9 atau dengan kata lain setiap 100 penduduk perempuan terdapat sedikitnya 106 penduduk laki-laki. Kabupaten Lampung Tengah, Kota Bandar Lampung, dan Metro memiliki rasio jenis kelamin yang mendekati 100, di mana jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama; sedangkan di Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan sex ratio masing-masing sebesar 113,8 dan 110,5. Sebaran penduduk laki-laki dan perempuan STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 7 untuk masing-masing kabupatenkota di Provinsi Lampung disajikan pada Tabel 3.6 dan Gambar 3.1. Tabel 3.6 Sex ratio penduduk di Provinsi Lampung menurut kabupatenkota tahun 2007 No. KabupatenKota Laki-laki Perempuan Sex Ratio 1 Lampung Barat 203.057 178.382 113,8 2 Tanggamus 434.011 392.599 110,5 3 Lampung Selatan 696.249 645.009 107,9 4 Lampung Timur 482.205 454.529 106,1 5 Lampung Tengah 582.156 578.065 100,7 6 Lampung Utara 285.488 276.826 103,1 7 Way Kanan 185.449 177.300 104,6 8 Tulang Bawang 405.068 369.197 109,7 9 Bandar Lampung 409.433 402.700 101,7 10 Metro 66.623 65.421 101,8 Provinsi Lampung 3.749.739 3.540.028 105,9 Sumber: BPS Provinsi Lampung 2009 Gambar 3.1. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin menurut kabupaten kota di Provinsi Lampung tahun 2007 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 8

4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur

Dari komposisi penduduk di Provinsi Lampung berdasarkan kelompok umur tahun 2007 dapat diketahui bahwa gambaran pertumbuhan penduduk mengikuti pola piramida usia muda, yaitu jumlah penduduk usia muda lebih banyak dibandingkan usia dewasa dan tua Gambar 3.2 . Hal ini merupakan gambaran dinamika penduduk yang biasanya memang terjadi di negara sedang berkembang. Berdasarkan pendekatan yang digunakan BPS, yaitu batasan umur 15 tahun ke atas dari semua penduduk yang dikenal dengan istilah penduduk usia kerja, maka penduduk usia kerja di Provinsi Lampung pada tahun 2008 berjumlah 4.967.910 jiwa. Sedangkan penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja berjumlah 2.423.221 jiwa. Kelompok umur 10-14 merupakan jumlah terbanyak Tabel 3.7. Gambar 3.2 Piramida Penduduk Provinsi Lampung tahun 2008 Sumber: www.datastatistik-indonesia.com STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 9 Tabel 3.7 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Provinsi Lampung 2008 Jenis Kelamin Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah 0-4 394.290 376.225 770.515 5-9 412.671 387.587 800.258 10-14 438.697 413.751 852.448 15-19 424.692 393.383 818.075 20-24 347.906 369.449 717.355 24-29 342.002 348.983 690.985 30-34 295.142 285.574 580.716 35-39 269.308 264.353 533.661 40-44 229.228 199.924 429.152 45-49 177.241 148.905 326.146 50-54 133.362 113.703 247.065 55-59 94.900 83.129 178.029 60-64 92.105 81.265 173.370 65-69 56.739 52.731 109.470 70-74 50.604 41.068 91.672 74 + 39.984 32.230 72.214 Nilai minimum 39.984 32.230 72.214 Nilai maksimum 438.697 413.751 852.448 Sumber: BPS Provinsi Lampung 2009

5. Status Pendidikan

Status pendidikan masyarakat di suatu wilayah menunjukkan tingkat kemajuan yang telah dicapai dalam pembangunan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat berkorelasi erat dengan status pembangunan manusia di wilayah tersebut. Pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi Lampung telah menganggarkan Rp. 64.119.683.932,00 untuk pembangunan di bidang pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk di Provinsi Lampung pada tahun 2007 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagian besar penduduk di Provinsi Lampung memiliki tingkat pendidikan tamat SD dan tidakbelum tamat SD. Hanya sebagian kecil 3,8 penduduk di Provinsi Lampung yang memiliki jenjang pendidikan di atas SLTA. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 10 Tabel 3.8 Persentase pendidikan yang ditamatkan penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut jenis kelamin di Provinsi Lampung tahun 2006-2007 2006 2007 Jenjang Pendidikan yang Ditamatkan L P L + P L P L + P Tidakbelum tamat SD 33,0 36,5 34,7 27,9 33,8 30,7 SD 30,2 30,5 30,3 30,4 30,8 30,6 SLTP 18,8 17,7 18,3 20,4 18,5 19,5 SLTA 15,2 12,8 14,1 17,5 13,2 15,4 Di atas SLTA 2,8 2,4 2,6 3,8 3,7 3,8 Sumber: Susenas 2006-2007 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 11 PEMUKIMAN Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Karena itu pengadaan perumahan merupakan tujuan fundamental yang kompleks dan tersedianya standar perumahan merupakan isu penting dari kesehatan masyarakat. Perumahan yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga penghuninya tetap sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan prasarana dan sarana yang terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi pembuangan sampah, transportasi, dan tersedianya pelayanan sosial. Pada tahun 2008 Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Lampung melakukan identifikasi spasial kawasan kumuh di Provinsi Lampung. Identifikasi pemukiman tersebut mencakup rumah- rumah penduduk yang berada di bantaran sungai, di bawah jaringan sutet, dan kondisi rumah yang dikategorikan kumuh. Kota Bandar Lampung memiliki pemukimkan kumuh yang cukup besar hingga mencapai 6.362 rumah dengan 6.779 KK yang tersebar di semua kecamatan. Sebagian besar pemukiman kumuh tersebut terdapat di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung dalam bentuk rumah tancap yang dibangun di atas permukan laut. Selain Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Utara dan Tanggamus juga memiliki pemukiman kumuh yang relatif besar, yaitu masing-masing 2.133 dan 1.292 rumah. Kabupaten Tulang Bawang memiliki rumah yang terletak di bantaran sungai yang paling banyak dibandingkan dengan kabupaten lainnya, yaitu 3.070 rumah. Data selengkapnya tertera pada Tabel 3.9. Tabel 3.9 Jumlah rumah dan KK di bantaran sungai, di bawah sutet, dan pemukiman kumuh di Provinsi Lampung tahun 2008. Bantaran Sungai Di bawah Sutet Pemukiman Kumuh No Kabupaten Kota Rumah KK Rumah KK Rumah KK 1 Lampung Barat 413 405 -- -- -- -- 2 Tangamus 1.852 1.763 142 124 1.292 1.404 3 Lampung Selatan 350 257 109 89 180 203 4 Lampung Timur 287 252 -- -- 775 866 5 Lampung Tengah -- -- -- -- -- -- 6 Lampung Utara 240 240 1 1 2.133 2.217 7 Way Kanan 539 539 15 15 214 233 8 Tulang Bawang 3.070 2.001 4 4 250 505 9 Bandar Lampung 1.619 1.518 96 106 6.362 6.779 10 Metro -- -- -- -- -- -- 11 Pesawaran 137 133 4 4 197 197 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Lampung 2008 Keterangan: ņ tidak ada data; data diolah kembali. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 12 Di Kota Bandar Lampung, rumah-rumah tak layak huni dengan mudah didapati di sudut- sudut kota yang terletak di pinggiran atau di bantaran sungai, di lokasi-lokasi yang padat penduduk dan di sepanjang rel kereta api ke arah Pelabuhan Panjang. Demikian juga dengan rumah-rumah tancap yang banyak terdapat di tepi pantai di kawasan Gudang Lelang, Kelurahan Sukaraja, Kunyit, Karang Maritim, dan Srengsem. Rumah-rumah tak layak huni membentuk lingkungan binaan sebagai lingkungan pemukiman kumuh yang mengurangi nilai keindahan dan kebersihan kota. Banyaknya keluarga yang tinggal di rumah-rumah tak layak huni di Kota Bandar Lampung diduga merupakan para pendatang dari desa yang berurbaninssi ke Kota Bandar Lampung. Salah satu masalah yang berat adalah sanitasi. Rumah-rumah tak layak huni tentunya tidak manusiawi. Rumah tersebut tidak mempunyai sarana MCK, sumber air bersih dan tempat pembuangan sampah. Kebiasaan di desa untuk membuang air besar di mana-mana dilakukan pula di sini. Demikian pula dalam kebiasaan membuang sampah, sementara pelayanan sanitasi di kota terbatas, sehingga terjadi kerusakan lingkungan biofisik dapat menyebabkan banjir dan masalah-masalah lainnya. Gambar 3.3 Pemukiman kumuh sekitar pesisir Kota Bandar Lampung Kajian mengenai gambaran kondisi perumahan di Provinsi Lampung pernah dilakukan oleh BPS Provinsi Lampung pada tahun 2005. Indikator yang diukur untuk menilai kondisi pemukiman tersebut antara lain luas lantai, penggunaan air bersih, jarak sumber air minum ke tempat penampungan tinja, serta penggunaan fasilitas tempat buang air besar. Menurut BPS Provinsi Lampung 2006 penduduk rata-rata luas Iantai yang dihuni rumah tangga di Provinsi Lampung pada tahun 2005 sebesar 66,60 m 2 . Pada kajian ini luas lantai STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 13 per rumah tangga dibagi menjadi tiga kelompok yaitu luas Iantai per rumah tangga yang kurang dari 20 m 2 , antara 20 dan 99 m 2 dan Iebih dan atau sama dengan 100 m 2 . Secara lengkap, sebaran persentase kondisi rumah tangga berdasarkan luas lantai di masing- masing kabupatenkota disajikan pada Tabel 3.10. Tabel 3.10 Persentase luas lantai rumah tangga per kabupatenkota tahun 2005 Persentase Luas lantai No. Kabupaten kota 20 m 2 20-99 m 2 • 100m 2 Rata-rata luas lantai rumah tanga m 2 1 Lampung Barat 3,05 90,21 6,74 54,33 2 Tangamus 1,33 88,29 10,38 67,86 3 Lampung Selatan 1,79 90,71 7,51 61,95 4 Lampung Timur 0,00 92,91 7,09 66,24 5 Lampung Tengah 2,50 87,60 9,89 66,25 6 Lampung Utara 0,31 89,91 9,78 70,55 7 Way Kanan 0,87 96,52 2,61 52,45 8 Tulang Bawang 5,19 8,85 5,95 56,51 9 Bandar Lampung 4,91 66,82 28,27 89,51 10 Metro 2,99 77,47 19,54 89,05 Provinsi Lampung 2,25 87,32 10,43 6,60 Sumber: BPS Provinsi Lampung 2006 Fasilitas air bersih merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk kelayakan tempat tinggal. Sedangkan ketersediaan air ledeng relatif terbatas. Hal ini disebabkan terbatasnya dana dan jangkauan jaringan perusahaan air ledeng yang dikelola oleh PAM maupun PDAM. Sebagai dampaknya banyak rumah tangga yang sumber air minumnya berasal dan sumur dan mata air. Berdasarkan Susenas 2007 di daerah perkotaan dan pedesaan di Provinsi Lampung sebagian besar penduduknya menggunakan sumber air bersih yang berasal dari sumur. Sekitar 57,1 rumah tangga di perkotaan menggunakan air sumur, baik terlindung maupun tidak terlindung, sedangkan untuk daerah pedesaan sebesar 83,1. Rumah tangga yang mengunakan air ledeng dan pompa masing-masing sebesar 15,9 dan 12,2 di daerah perkotaan, sedangkan di pedesaan masing-masing sebesar 1,0 yang menggunakan ledeng dan 2,7 yang menggunakan pompa. Berdasarkan fasilitas tempat buang air besar, sebagian besar rumah tangga di perkotaan di Provinsi Lampung sudah memiliki fasilitas tempat buang air besar yang berupa tangkiSPAL 70,5, sedangkan di pedesaan fasilitas tersebut baru mencapai 27,6. Rumah tangga di pedesaan yang tidak mempunyai fasilitas tempat buang air besar berupa SPAL umumnya menggunakan lubang tanah 54,4, memanfaatkan perairan, ataupun membuang air besar di pinggir pantai, lapangan, dan kebun. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 14 Tabel 3.11 Persentase rumah tangga menurut penggunaan sumber air bersih di Provinsi Lampung 2007 Daerah tempat tinggal No. Fasilitas air bersih Perkotaan Pedesaan Kota + Desa 1 Air dalam kemasan 12,5 2,1 4,3 2 Ledeng 15,9 1,0 4,1 3 Pompa 12,2 2,7 4,6 4 Sumur terlindung 39,5 43,9 43,0 5 Sumur tak terlindung 17,6 39,2 34,7 6 Mata air terlindung 1,4 2,4 2,2 7 Mata air tak terlindung 0,8 3,7 3,1 8 Air sungai 2,9 2,3 9 Air hujan 1,9 1,5 10 Lainnya 0,2 0,3 0,3 Sumber: Susenas 2007 Tabel 3.12 Persentase rumah tangga menurut fasilitas tempat buang air besar tahun 2007 Fasilitas tempat buang air besar Perkotaan Pedesaan Kota + Desa TangkiSPAL 70,5 27,6 36,5 Kolamsawah 1,8 3,7 3,4 Sungaidanaulaut 10,0 11,9 11,5 Lubang tanah 16,0 54,4 46,4 Pantailapangankebun 1,7 2,4 2,2 Sumber: Susenas 2007 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 15 KESEHATAN 1 Usia Harapan Hidup Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu daerah. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya. Angka harapan hidup di Provinsi Lampung pada tahun 2008 secara jelas disajikan pada Tabel 3.13. Dari Tabel tersebut diketahui bahwa angka harapan hidup penduduk Provinsi Lampung tahun 2008 adalah 69,00. Artinya bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 2008 akan dapat hidup sampai usia 69 tahun. Bila dibandingkan dengan data tahun sebelumnya 2007 maka terjadi kenaikan 0,2 tahun. Angka harapan hidup terendah 6,52 terdapat di Kabupaten Lampung Barat, sedangkan yang tertinggi 72,1 dimiliki oleh Kota Metro. Kota Metro memiliki Angka Harapan Hidup yang cukup tinggi dibandingkan kabupatenkota lainnya, bahkan melebihi Angka Harapan Hidup Provinsi Lampung. Gambaran mengenai angka harapan hidup eo di sepuluh kabupatenkota memperlihatkan bahwa secara umum ada 7 kabupaten yang nilai eo-nya berada di bawah angka harapan hidup provinsi, yakni Kabupaten Lampung Barat, Tangamus, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara, Pesawaran, dan Tulang Bawang. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. Angka harapan hidup bersama-sama dengan angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita merupakan indikator-indikator yang menentukan Indeks Pembangunan Manusia IPM, Nilai IPM kabupatenkota di Provinsi Lampung pada tahun 2008 tertera pada Tabel 3.14. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 16 Tabel 3.13 Angka Harapan Hidup menurut KabupatenKota di Propinsi Lampung 2002-2008 Angka Harapan Hidup tahun KabupatenKota 2002 2005 2007 2008 Lampung Barat 63,8 65,2 66,3 66,52 Tangamus 66,0 67,7 68,2 68,51 Lampung Selatan 65,2 67,4 67,8 67,97 Lampung Timur 68,1 69,4 69,7 69,81 Lampung Tengah 67,2 68,5 68,8 68,92 Lampung Utara 65,4 66,9 67,4 67,52 Way Kanan 66,3 68,5 68,9 69,07 Tulang Bawang 64,7 67,3 68,1 68,33 Pesawaran --- --- --- 68,20 Bandar Lampung 67,8 69,9 69,8 70,13 Metro --- 71,9 72,1 72,22 Provinsi Lampung 66,1

68.0 68,8

69,00 Nilai Min 63,8 65,2 66,3 66,52 Nilai Maks 68,1 71,9 72,1 72,22 Rata-rata 66,06 68,27 68,71 68,90 Sumber: BPS Provinsi Lampung, data diolah kembali. Tabel 3.14 Nilai IPM kabupatenkota di Provinsi Lampung dan peringkatnya tahun 2008 Peringkat KabupatenKota IPM Provinsi Nasional Lampung Barat 68,21 11 349 Tangamus 70,19 3 247 Lampung Selatan 68,79 9 327 Lampung Timur 69,68 5 277 Lampung Tengah 69,93 4 260 Lampung Utara 69,40 6 296 Way Kanan 68,98 8 315 Tulang Bawang 69,14 7 307 Pesawaran 68,73 10 330 Bandar Lampung 74,86 2 65 Metro 75,71 1 46 Provinsi Lampung 70,30 --- 20 Nilai Min 68,21 Nilai Maks 75,71 Rata-rata 70,33 Sumber: BPS Provinsi Lampung 2007 Pada tahun 2008 status pembangunan manusia di Provinsi Lampung menduduki peringkat ke-20 dari seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan nilai IPM. Nilai IPM Provinsi Lampung sebesar 70,30 menunjukkan bahwa status pembangunan manusia di Provinsi Lampung termasuk kategori menengah atas. Kota Metro, yang merupakan peringkat pertama IPM di Provinsi Lampung, secara nasional menduduki peringkat 46 dengan nilai IPM 75,71 menengah atas; sedangkan Kota Bandar Lampung berada pada posisi 65 dari seluruh kabupatenkota di Indonesia dengan nilai IPM 74,86. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 17 2 Angka Kelahiran Fertilitas merupakan salah satu komponen demografi di samping migrasi dan mortalitas yang dapat mempengaruhi perubahan demografi. Fertilitas diartikan sebagai hasil reproduksi nyata seorang wanita atau sekelompok wanita, yaitu menyangkut banyaknya anak yang dilahirkan dalam jangka waktu tertentu. Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk. Kelahiran bayi membawa konsekuensi pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang bayi tersebut, termasuk pemenuhan gizi dan kecukupan kalori, perawatan kesehatan. Pada gilirannya, bayi ini akan tumbuh menjadi anak usia sekolah yang menuntut pendidikan, lalu masuk angkatan kerja dan menuntut pekerjaan. Bayi perempuan akan tumbuh menjadi remaja perempuan dan perempuan usia subur yang akan menikah dan melahirkan bayi. Tingkat kelahiran di masa lalu mempengaruhi tingginya tingkat fertilitas masa kini. Jumlah kelahiran yang besar di masa lalu disertai dengan penurunan kematian bayi akan menyebabkan bayi-bayi tersebut tetap hidup dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di saat kematian bayi masih tinggi. Lima belas tahun kemudian bayi-bayi ini akan membentuk kelompok perempuan usia subur. Ukuran yang biasa dipakai untuk mengetahui tingkat fertilitas antara lain adalah total fertilization rate TFR. Untuk mengetahui angka kelahiran yang diekspresikan melalui TFR perlu diketahui Age Specific Fertility Rate ASFR, yaitu angka kelahiran menurut umur wanita. Berdasarkan data BPS Indonesia diketahui bahwa nilai TFR tahun 2000 di Provinsi Lampung adalah 2.42. Nilai TFR Provinsi Lampung ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai TFR Indonesia yang nilainya 2.27. Berdasarkan nilai ASFR diketahui bahwa penduduk wanita yang berumur 20-24 tahun merupakan golongan yang banyak melahirkan. Dari Tabel 3.15 diketahui bahwa Kabupaten Tanggamus memiliki nilai TFR yang tertinggi dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya di Provinsi Lampung, yaitu 2,66; sedangkan Kota Metro memiliki angka kelahiran yang paling rendah dengan nilai TFR 1,93. Pengetahuan tentang fertilitas atau kelahiran dan KB serta indikator-indikatornya sangat berguna bagi para penentu kebijakan dan perencana program untuk merencanakan pembangunan sosial terutama kesejahteraan ibu dan anak. Di kabupaten atau kota yang masih mempunyai tingkat fertilitas tinggi atau yang KB-nya kurang berhasil, jumlah bayi yang lahir tiap tahunnya akan lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten atau kota yang program KB-nya berhasil menurunkan tingkat fertilitas. Kabupaten atau kota yang masih mempunyai jumlah kelahiran yang besar akan menghadapi konsekuensi pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar atas kelahiran bayi-bayi ini, saat ini dan seterusnya sampai bayi-bayi ini mendapatkan perkerjaan dan menjadi ibu yang melahirkan generasi penerus. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 18 Tabel 3.15 Nilai ASRF dan TFR di kabupatenkota di Provinsi Lampung tahun 2000 ASFR No. KabupatenKota 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 TFR 1 Lampung Barat 78 154 128 82 49 15 12 2.59 2 Tanggamus 57 142 131 100 59 33 9 2.66 3 Lampung Selatan 59 127 132 93 60 23 3 2.48 4 Lampung Timur 57 129 109 71 44 20 3 2.17 5 Lampung Tengah 59 129 118 84 56 23 4 2.36 6 Lampung Utara 48 147 129 92 55 24 5 2.50 7 Way Kanan 62 140 134 79 51 30 13 2.54 8 Tulang Bawang 65 141 125 93 53 23 7 2.54 9 Kota Bandar Lampung 24 112 133 107 57 19 3 2.28 10 Kota Metro 21 95 106 84 57 18 5 1.93 Provinsi Lampung 54 131 125 90 55 24 6 2.42 Sumber: BPS Indonesia www.datastatistik-indonesia.com berdasarkan data Susenas 2003, 2004, 2005 3 Angka Kematian Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari tiga komponen demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk. Organisasi Kesehatan Dunia WHO mendefinisikan kematian sebagai suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan. Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kematian dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas ISPA dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular, sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi dan balita di sesuatu daerah. Faktor sosial ekonomi, seperti pengetahuan tentang kesehatan, gizi dan kesehatan lingkungan, kepercayaan, nilai-nilai, dan kemiskinan merupakan faktor individu dan keluarga, mempengaruhi mortalitas dalam masyarakat. Tingginya kematian ibu merupakan cerminan dari ketidaktahuan masyarakat mengenai pentingnya perawatan ibu hamil dan pencegahan terjadinya komplikasi kehamilan. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 19 Indikator mortalitas atau angka kematian yang umum dipakai adalah Angka Kematian Kasar AKK atau Crude Death Rate CDR. Definisi Angka Kelahiran Kasar Crude Birth RateCBR adalah angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran pada tahun tertentu per 1.000 penduduk pada pertengahan tahun yang sama. Angka ini disebut kasar sebab belum memperhitungkan umur penduduk. Penduduk tua mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang masih muda. Angka kematian kasar adalah indikator sederhana yang tidak memperhitungkan pengaruh umur penduduk. Akan tetapi kalau tidak ada indikator kematian yang lain angka ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada suatu tahun yang bersangkutan. Apabila dikurangkan dari angka kelahiran kasar akan menjadi dasar perhitungan pertumbuhan penduduk alamiah. Indikator angka kematian lainnya adalah: Angka Kematian Bayi IMR dan Angka Harapan Hidup E atau Life Expectancy. Proyeksi beberapa indikator angka kematian di Provinsi Lampung yang dilakukan oleh BPS Indonesia untuk periode 2000, 2005, dan 2010 tertera pada Tabel 3.16 Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa CDR atau angka kematian kasar di Provinsi Lampung pada tahun 2005 adalah 4,8 yang artinya adalah dari 1.000 penduduk terjadi kematian sebanyak 4-5 orang. Jumlah kematian pada tahun 2005 diprediksi sekitar 34.800 jiwa, sedangkan pada tahun 2010 nanti diperkirakan jumlah kematian sekitar 37.500 jiwa. Tabel 3.16 Indikator-indikator angka kematian di Provinsi Lampung tahun 2000, 2005, dan 2010 No. Indikator Angka Kematian 2000 2005 2010 1 Angka Harapan Hidup E Laki-laki 66.0 68.2 69.9 2 Angka Harapan Hidup E Perempuan 70.0 72.1 73.9 3 E Laki-laki dan Perempuan 67.9 70.1 71.8 4 IMR Laki-laki 41.7 32.6 25.9 5 IMR Perempuan 31.5 24.1 18.7 6 IMR Laki-laki dan Perempuan 36.7 28.5 22.4 7 CDR 5.2 4.8 4.8 8 Jumlah kematian 000 35.1 34.8 37.5 Sumber: BPS Indonesia www.datastatistik-indonesia.com, berdasarkan proyeksi. 4 Pola Penyakit yang Banyak Diderita Gambaran kesehatan masyarakat di suatu wilayah erat kaitannya dengan lingkungan tempat mereka tinggal yang dipengaruhi berbagai faktor, seperti tingkat kesejahteraan, sanitasi lingkungan, pencemaran, penyebaran penyakit, dan lain-lain. Pola penyakit yang banyak diderita oleh penduduk di Provinsi Lampung pada tahun 2007 tertera pada Tabel 3.17. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 20 Tabel 3.17 Banyaknya penderita baru rawat jalan di puskesmas dan rumah sakit menurut jenis penyakit di Propinsi Lampung tahun 2007 JENIS PENYAKIT PUSKESMAS RUMAH SAKIT JUMLAH 1. Difteria Defteria 7 10 17 0,00

2. Batuk Rejan Whooping cough 523

75 598 0,05

3. Tetanus Tetanus 20

29 49 0,00

4. Poliomylitis Akut Acute Poliomylitis -

10 10 0,00

5. Campak Measies 734

164 898 0,08

6. Kolera Cholera -

124 124 0,01

7. Disentri Diare Berdarah Dysentri 25.695

- 25.695 2,36

8. Diare Diarhea 69.087

8.126 77.213 7,10 9 TBC Paru BTA BTA Pleurisy Tuberculosis 4.522 4.086 8.608 0,79

10. TBC Miningitis Miningitis Tuboercolusis -

2 2 0,00

11. TBC Extra Pulmaner Extra Pulmaner TBC 801

7.493 8.294 0,76

12. TBC Paru Klinis Clinical Pleurisy

2.961 - 2.961 0,27

13. Kusta PB PB Leprosy 215

25 240 0,02

14. Kuata MB MB Leprosy 32

- 32 0,00

15. Sipilisis Shipilis 302

5 307 0,03

16. Infeksi Gonokok Infection Gonokok 439

16 455 0,04

17. Frambosia Frambosia 5

- 5 0,00

18. Pneumonia Pneumonia 555.182

484 555.666 51,09

19. Demam Tifoid Typus Perut Klinis Tifoid fever 45.101

3.120 48.221 4,43

20. Hepapitis Klinis Clinical Hepapitis 2.358

686 3.044 0,28

21. Rabies Rabies 3

8 11 0,00

22. Demam Berdarah Dengue DBD 4.470

935 5.405 0,50

23. Malaria Klinis Clinical Malaria 52.640

1.305 53.945 4,96

24. Malaria Falsifarum Falcifarum Malaria 3.207

- 3.207 0,29

25. Malaria Vivax Vivax Malaria

4.161 - 4.161 0,38

26. Malaria Mix Mix Malaria 592

- 592 0,05

27. Tetanus Neonatorium Neonatorium Tetanus

15 9 24 0,00

28. Filariasis Filariasis 12

5 17 0,00

29. Typhoid Typus Perut Widal -

- 0,00

30. Lain-lain Others - 287.839

287.839 26,46 TOTAL 773.084 314.556 1.087.640 100 Sumber: BPS Provinsi Lampung 2009 Keterangan: tidak tersedia data 2008 Penyakit yang banyak menyerang adalah pneumonia 51,1. Lainnya adalah diare 7,1 dan malaria klinis 4,96. Pneumonia atau radang paru adalah bagian dari penyakit infeksi pneumokokus invasif IPD yang merupakan sekelompok penyakit karena bakteri streptococcus pneumoniae . Kuman pneumokokus dapat menyerang paru-paru, selaput otak, atau masuk ke pembuluh darah hingga mampu menginfiltrasi organ lainnya. Radang paru- paru adalah penyakit umum, yang terjadi di seluruh kelompok umur, dan merupakan penyebab kematian peringkat atas di antara orang tua dan orang yang sakit menahun. Kelompok usia paling rentan menderita IPD adalah bayi dan anak-anak usia kurang dari dua tahun yang ditandai dengan gejala demam tinggi, menggigil, batuk, dan sesak napas. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 21 Penyakit diare sangat erat kaitannya dengan sanitasi perumahan warga masyarakat yang memang saat ini masih banyak yang belum memenuhi standar kesehatan. Rumah-rumah tak layak huni yang banyak terdapat di berbagai tempat di Provinsi Lampung tidak mempunyai sarana MCK, sumber air bersih dan tempat pembuangan sampah. Kebiasaan di desa untuk membuang air besar di mana-mana dilakukan pula di sini. Demikian pula dalam kebiasaan membuang sampah, sementara pelayanan sanitasi di kota terbatas, sehingga menyebabkan penyebaran penyakit lebih cepat dan meluas. Penyakit malaria klinis yang banyak menyerang masyarakat disebabkan sebagian besar wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Lampung, terutama di wilayah Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran, merupakan daerah endemi malaria. Penyakit malaria banyak menyerang masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 22 PERTANIAN 1 Kebutuhan Air Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam produksi pangan. Jika air tidak tersedia maka produksi pangan akan terhenti. Ini berarti bahwa sumberdaya air menjadi faktor kunci untuk keberlanjutan pertanian khususnya pertanian beririgasi. Pertanian berkelanjutan sustainable agriculture secara sederhana diartikan disini sebagai upaya memelihara, memperpanjang, meningkatkan dan meneruskan kemampuan produktif dari sumberdaya pertanian untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan. Guna mewujudkan pertanian berkelanjutan, sumberdaya pertanian seperti air dan tanah yang tersedia perlu dimanfaatkan secara berdaya guna dan berhasil guna. Kebutuhan akan sumberdaya air dan tanah cenderung meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup, sehingga kompetisi dalam pemanfaatannya juga semakin tajam baik antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian maupun antar pengguna dalam sektor pertanian itu sendiri. Terjadinya krisis air dapat dipicu oleh sikap dan perilaku masyarakat yang cenderung boros dalam memanfaatkan air karena air sebagai milik umum common property dianggap tidak terbatas adanya dan karenanya dapat diperoleh secara cuma-cuma atau gratis. Padahal, air sebagai sumberdaya alam, adalah terbatas jumlahnya karena memiliki siklus tata air yang relatif tetap. Ketersediaan air tidak merata penyebarannya dan tidak pernah bertambah. Selain itu tingkat efisiensi pemanfaatan air melalui jaringan irigasi yang masih rendah kiranya dapat menjadi kendala dalam upaya menurunkan IPA indeks penggunaan air. Diperoleh informasi bahwa dari penelitian di berbagai negara Asia kurang lebih 20 air irigasi hilang di perjalanan mulai dari dam sampai ke jaringan primer; 15 hilang dalam perjalanannya dari jaringan primer ke jaringan sekunder dan tersier; dan hanya 20 yang digunakan pada areal persawahan secara tidak optimal. Diperkirakan tingkat efisiensi jaringan irigasi hanya sekitar 40 Yakup dan Nusyirwan, 1997. Terkait dengan kebutuhan air untuk di pertanian sawah di Provinsi Lampung, data dari Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung 2009 secara jelas disajikan pada Tabel 3.18 dan Tabel 3.19. Kedua tabel tersebut menyajikan data prediksi kebutuhan air untuk sawah untuk periode musim tanam 2009-2010. Berdasarkan Tabel 3.18, DI Way Rarem yang termasuk dalam UPT BPSDA Wilayah III dapat mengairi sawah hingga musim tanam dapat berlangsung tiga kali. Kebutuhan air tertinggi berlangsung pada bulan Januari dengan rata-rata debit air 24,03 m 3 detik; sedangkan terendah pada bulan September-Oktober. DI Way Rarem direncanakan pada musim tanam rendeng 20092010 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 23 November-Mei akan mengairi sawah seluas 13.559,50 ha; sedangkan saat musim tanam gadu 2010 April-September akan mengairi sawah seluas 7.506,75 ha. Tabel 3.18 Prediksi kebutuhan air untuk sawah di DI Way Rarem UPTD BPSDA Wil. III dengan tiga musim tanam tahun 2009-2010 Satuan: m 3 det MUSIM TANAM No. BULAN 1 2 3 1 Oktober 2 November 7,16 7,15 3 Desember 14,83 17,75 20,67 4 Januari 24,55 24,03 23,5 5 Februari 22,74 20,97 19,2 6 Maret 15,42 12,44 9,46 7 April 10,59 12,76 14,92 8 Mei 12,77 12,58 12,39 9 Juni 12,39 12,39 12,39 10 Juli 10,51 9,51 8,51 11 Agustus 4,4 4,4 12 September Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung 2009 Berdasarkan Tabel 3.19 dan Gambar 3. 4 diketahui bahwa kebutuhan air tertinggi terdapat pada lahan sawah di daerah irigasi DI Sekampung dan Punggur Utara yang mencapai puncaknya pada Januari-Februari. Kebutuhan air diprediksi cukup tinggi karena pada saat itu merupakan puncak musim hujan. Daerah Irigasi DI Sekampung mengairi sawah seluas 15.271 ha; sedangkan DI Punggur Utara 30.946,5 ha. Dengan luas total lahan sawah sekitar 46.217,5 ha diprediksi Daerah Irigasi Sekampung dan Punggur Utara membutuhkan air yang cukup tinggi. Kebutuhan air tertinggi diprediksi terjadi pada MT II di bulan Januari dengan debit air mencapai 82.920 literdetik. Memasuki musim kemarau musim tanam gadu yang berlangsung bulan April-September, ketersediaan air semakin menurun dan diprediksi banyak sawah yang tidak mendapatkan pasokan air sehingga tidak ditanami. Di UPT BPSDA Wilayah I terdapat daerah irigasi DI Way Semangka. Diprediksi saat musim tanam I rendeng Bendungan Way Semangka akan mengairi sawah seluas 1.154 ha; sedangkan saat musim tanam II gadu luas sawah yang akan diairi adalah 923 ha. Kebutuhan air tertinggi diprediksi terjadi pada Februari dengan debit air 7.242 literdetik. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 24 Tabel 3.19 Prediksi kebutuhan air untuk sawah berdasarkan daerah irigasi DI dengan dua musim tanam di Provinsi Lampung 2009-2010 literdet I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II UPTD BPSDA Wil. II : Sekampung dan Punggur Utara 50 50 4.111 15.799 28.199 48.172 58.136 82.920 79.883 71.211 65.009 54.470 49.459 38.948 33.903 22.498 26.059 23.813 20.609 13.689 11.016 6.047 50 50 Raman Utara 2.801 2.801 7.657 7.657 6.999 6.999 5.746 5.746 3.548 3.548 823 823 823 823 823 823 823 Batanghari Utara 5.103 5.103 8.268 8.268 7.778 7.778 5.495 5.495 4.037 4.037 2.122 2.722 2.722 2.722 1.741 1.741 600 600 Kali Pasir Tipo Balak 1.234 1.234 809 809 809 809 247 247 503 503 393 393 393 393 112 112 UPTD Bangun Rejo 2.357 3.429 2.618 2.332 2.332 2.332 1.257 710 1.479 1.817 1.546 1.419 1.419 1.419 726 405 129 UPTD BPSDA Wil. I : Way Tebu IV Way Semangka 5.033 5.035 6.120 6.122 7.242 7.242 5.509 2.456 4.021 3.512 3.720 3.405 3.050 3.142 2.890 1.151 Way Ngarip I Way Tebu I, II 1.030 1.140 1.282 1.641 108 108 99 1.245 1.188 1.245 Way Tebu III Way Ngison 1.884 6.278 6.278 7.776 7.776 6.285 6.285 5.338 2.198 3.804 3.804 3.844 3.844 3.828 3.828 3.261 1.901 Way Napal Way Padang Ratu I Pujorahayu Way Negara Ratu Way Ketibung Way Sulan Way Biha BULAN DAN MUSIM TANAM DAERAH IRIGASI Juni Juli Agustus September Februari Maret April Mei Oktober November Desember Januari Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung 2009; Keterangan: tidak ada data 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep BULAN DAN MUSIM TANAM K e bu tu ha n a ir l ite r d t Sekampung dan Punggur Utara Raman Utara Batanghari Utara Tipo Balak UPTD Bangun Rejo Gambar 3.4 Grafik prediksi kebutuhan air untuk sawah di wilayah kerja UPTD BPSDA Wilayah II STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 25 2 Kebutuhan Pupuk Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik mineral. Jenis-jenis pupuk yang umum digunakan dalam pertanian dan perkebunan adalah urea, SP36, ZA, NPK, dan pupuk organik. Umumnya pemerintah memberikan subsidi pupuk tersebut kepada para petani untuk meningkatkan produksi pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Kebutuhan pupuk di Provinsi Lampung selama tahun 2008 cukup tinggi mengingat luasnya lahan pertanian dan perkebunan yang ada. Namun demikian, tidak semuanya dapat terpenuhi. Berdasarkan data Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung 2009 diketahui bahwa realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di Provinsi Lampung pada tahun 2008 mencapai 380.243 ton, yang terdiri dari urea 288.127 ton, SP36 37.308 ton, ZA 9.331 ton, NPK Phonska 44.622 ton dan pupuk organik 855 ton. Kebutuhan pupuk tertinggi biasanya terjadi pada musim tanam, yaitu antara bulan November-Maret. Tabel 3.20 Realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di Provinsi Lampung per bulan tahun 2008 Bulan Urea SP36 ZA NPK Phonska Organik Jan 37.620,0 3.059,0 494,0 4.436,9 --- Feb 25.556,0 2.690,0 698,0 4.840,1 --- Mar 25.515,0 8.635,2 568,5 3.734,9 --- Apr 27.385,0 3.296,0 491,7 4.122,5 --- Mei 19.053,0 3.600,0 1.226,0 4.246,6 --- Jun 22.138,0 1.504,0 1.093,3 2.957,4 --- Jul 21.647,0 2.626,0 939,0 3.989,0 57,0 Agt 12.141,0 2.116,0 728,0 3.647,0 78,0 Sep 17.185,0 2.969,5 1.402,3 3.969,3 160,0 Okt 19.077,0 3.107,0 677,0 3.425,0 141,0 Nov 28.306,0 3.071,3 789,0 2.458,0 129,0 Des 32.504,0 634,0 231,0 2.695,0 290,0 Jumlah 288.127,0 37.308,0 9.331 44.622 855,0 Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung 2009 Keterangan: meliputi penggunaan untuk bidang pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Berdasarkan data pada Tabel 3.21, penyaluran pupuk bersubsidi di Provinsi Lampung tertinggi terdapat di Kabupaten Lampung Tengah 19,69, disusul Lampung Timur 17,10 , Tulang Bawang 15,82, dan Lampung Selatan 12,56. Kabupaten- kabupaten tersebut memang memiliki lahan pertanian yang cukup luas dibandingkan dengan kabupaten lainnya. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 26 Tabel 3.21 Realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di Provinsi Lampung menurut kabupatenkota tahun 2008 Urea SP 36 ZA NPK Phonska Pupuk Organik Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi No. KabupatenKota Alokasi jumlah Alokasi jumlah Alokasi jumlah Alokasi jumlah Alokasi jumlah 1 Lampung Selatan 42,701 36,683 86 7,208 4,894 68 776 982 127 6,810 5,080 75 2,500 147 6 2 Pesawaran 12,507 12,316 98 8,117 1,176 14 137 374 273 1,845 1,244 67 500 25 5 3 Lampung Tengah 55,179 57,511 104 8,117 7,094 87 855 1,280 150 7,698 8,923 116 2,300 104 5 4 Lampung Timur 47,223 53,051 112 7,022 4,695 67 687 1,237 180 7,580 5,984 79 2,200 93 4 5 Bandar Lampung 1,924 1,096 57 228 186 82 30 36 120 209 190 91 100 3 3 6 Tanggamus 26,403 25,207 95 4,510 4,016 89 576 1,079 187 3,518 4,312 123 1,800 100 6 7 Lampung Barat 16,630 16,875 101 2,669 1,599 60 1,420 644 45 3,105 1,915 62 200 48 24 8 Metro 3,007 2,365 79 512 296 58 38 36 95 477 373 78 200 9 Tulang Bawang 41,267 47,812 116 7,167 5,157 72 1,838 1,527 83 5,604 5,559 99 1,000 127 13 10 Lampung Utara 20,762 18,746 90 4,475 4,580 102 451 1,356 301 5,815 6,041 104 1,000 144 14 11 Way Kanan 16,397 17,465 107 3,658 3,614 99 307 631 206 2,939 4,443 151 200 64 32 Jumlah 284,000 289,127 102 53,683 37,308 69 7,115 9,331 129 45,600 44,622 99 12,000 855 7 Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung 2009 Keterangan: meliputi penggunaan untuk bidang pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 27 3 Alih Fungsi Lahan Pertanian Perubahan spesifik dari penggunaan lahan untuk pertanian ke pemanfaatan bagi non pertanian yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi konversi lahan, kian waktu kian meningkat. Fenomena ini tentunya dapat mendatangkan permasalahan yang serius di kemudian hari jika tidak diantisipasi secara serius. Implikasinya, alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Menurut Irawan 2005, hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. Wibowo 1996 menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan. Secara empiris lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh : 1 kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi; 2 daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan; 3 akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah pesawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering; dan 4 pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan. Alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di Provinsi Lampung selama tahun 2008 tercatat seluas 3.371,25 ha yang mencakup beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Lampung Utara, Tulang Bawang, dan Tanggamus. Alih fungsi lahan di Kabupaten Tulang Bawang merupakan yang terbesar di antara kebupaten lainnya, yaitu mencapai 69,22 atau seluas 2.333,75 ha. Menurut informasi Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung 2009, sebagian besar lahan-lahan pertanian tersebut telah berubah menjadi perkebunan sawit yang memang saat ini harga komoditas perkebunan tersebut relatif menguntungkan. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 28 Tabel 3.22 Alih fungsi lahan pertanian di Provinsi Lampung tahun 2008 No. Kabupaten Kecamatan Luas ha Abung Semuli 21,00 Abung Timur 314,00 Abung Surakarta 423,75 1 Lampung Utara Muara Sungkai 135,75 Tumi Jajar 448,00 Tulang Bawang Udik 945,75 2 Tulang Bawang Tulang Bawang Tengah 940,00 3 Tanggamus Pagelaran 143,00 Jumlah 3.371,25 Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung 2009 Keterangan: data sampai dengan September 2008 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 29 INDUSTRI 1 Industri yang Berpotensi Mencemari Air Di Provinsi Lampung terdapat berbagai jenis industri yang dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok, yaitu: industri makanan dan minuman, pulp, kopi, udang beku, nanas kaleng, lada hitam, gula, batubara, minyak kelapa, MSG, minyak sawit dan CPO, karet, kakao, ethanol, tepung tapioka, dan lain-lain. Sebagian besar industri yang ada di Lampung tersebut merupakan industri pengolah hasil pertanian agroindustri. Komoditas agroindustri ini beberapa di antaranya merupakan komoditas ekspor unggulan Provinsi Lampung. Dalam proses produksinya, sebuah industri juga menghasilkan limbah, baik limbah padat, cair, maupun gas. Volume limbah yang dihasilkan bergantung pada kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan bahan penolong, serta banyaknya air yang digunakan dalam proses produksi. Agroindustri merupakan industri yang juga berpotensi mengakibatkan pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran perairan, karena industri ini memerlukan banyak air dalam proses produksi. Sebagai contoh, industri tapioka menghasilkan limbah cair sebanyak 55 meter kubik per ton tepung tapioka, industri gula sebanyak 35 meter kubik per ton produk gula, industri kertas sebanyak 80 meter kubik per ton produk kertas kering udara, industri karet sebanyak 35 meter kubik per ton produk karet, serta industri pengolahan minyak kelapa sawit sebanyak 5,5 meter kubik perton produk sawit mentah CPO. Industri-industri yang ada di Provinsi Lampung berpotensi mencemari lingkungan jika limbahnya tidak mendapat perlakuan sebagaimana mestinya, mengingat kandungan kandungan bahan organik yang ada pada buangan industri tersebut. Jika penanganan limbah industri tersebut tidak sempurna maka akan membahayakan lingkungan perairan. Sebuah industri tapioka yang menghasilkan 60 ton tepung tapioka dalam satu hari sekaligus menghasilkan limbah cair sebanyak 3.300 meter kubik dengan BOD sebesar 30 ribu ppm. Apabila limbah cair ini langsung dibuang ke perairan umum, perairan itu akan mengalami pencemaran berat. Dengan demikian, perairan itu tidak sesuai lagi dengan peruntukannya dan kehidupan biota perairan terganggu atau mati. Untuk mencegah dampak ini, industri tapioka tersebut wajib mengolah limbah cair sampai BOD menjadi 150 ppm sehingga aman dibuang ke perairan umum. Produksi bersih adalah industri yang dalam proses produksinya tidak merusak dan mencemari lingkungan. Artinya, dalam menghasilkan suatu produk, industri itu tetap menjaga kualitas dan daya dukung lingkungan. Salah satu agroindustri yang dapat dikategorikan sebagai industri dengan produksi bersih adalah perusahaan perkebunan dan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit yang menerapkan land application. Limbah padat STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 30 disebar ke areal kebun sebagai mulsa dan limbah cair setelah diolah juga dialirkan ke areal kebun. Selain limbah tidak masuk ke perairan umum, ternyata TBS dapat meningkat 15-25 persen. Dari hasil kajian Wiryawan dkk 2002 diketahui bahwa nilai BOD, COD, dan pH berbagai limbah industri yang ada di Lampung memiliki potensi untuk mencemari lingkungan Tabel 3.23. Tabel 3.23 Kisaran nilai BOD, COD, dan pH beberapa limbah industri di Lampung No. Jenis Industri BOD mgl COD mgl pH 1 Makanan dan minuman 63-149 130-327 7,0-8,0 2 Kelapa sawit 109-348 248-625 7,0-8,5 3 Karet 89-140 198-324 6,0-8,0 4 Marmer 33-217 70-419 6,0-7,0 5 Bahan kimia 91-147 185-290 8,5-10 6 Pengolahan kelapa 44-125 109-247 7,0 7 Penyedap rasa MSG 92-295 190-505 5,0-7,5 8 Kertas 650-1.113 1.240-2.174 6,0-9,5 9 Pengolahan kayu 54-59 118-125 7,5-8,0 10 Sabun 76-90 115-182 7,0-7,5 11 Gula 51-398 108-1.910 4,5-9,0 12 Tapioka 47-1.427 96-2.972 4,0-9,0 13 Asam sitrat dan sarbitol 105-230 215-480 7,0-7,5 14 Asam sitrat dan tapioka 100-120 208-256 6,0-7,0 15 Tapioka dan nanas 79-120 180-242 6,0-7,0 Sumber: Wiryawan dkk 2002 Keterangan: sample diukur dari outlet Berdasarkan data BPLHD Provinsi Lampung 2009 diketahui setidaknya terdapat 82 perusahaan yang berpotensi mencemari lingkungan perairan yang tersebar di berbagai kabupatenkota di Provinsi Lampung. Perusahaan-perusahaan tersebut menjadi obyek pengawasan BPLHD Provinsi Lampung terkait kegiatan Proper tahun 2009. STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 31 Tabel 3.24. Daftar perusahaan yang menjadi obyek pengawasan BPLHD Provinsi Lampung tahun 2009 No Nama Perusahaan Jenis Produksi LA atau Non LA Lokasi Anak Sungai Terdekat Wilayah DAS OFFON KABUPATEN TULANG BAWANG 1 PT. TBL PKS MESUJI CPO Non LA W.BrasbrasanW.Buaya W.Mesuji ON 2 PT. BUDI ACID JAYA BAJ BUJUK Tapioka Non LA W.Bujuk W.T.Bawang ON 3 PT. SILVA INHUTANI LAMPUNG Karet Non LA W.Buaya W.Mesuji ON 4 PT. BAJ Unit VI Tapioka Non LA W.Pidada W.T.Bawang ON 5 PT. SIP MILL SUNGAI MERAH CPO LA W.Pidada W.T.Bawang ON 6 PT. SIP MILL SUNGAI BUAYA CPO LA W.Buaya W.Mesuji ON 7 PT. INDO LAMPUNG PERKASA Gula Non LA W.Terusan W.Seputih ON 8 PT. SWEET INDO LAMPUNG Gula Non LA W.Terusan W.Seputih ON 9 PT. TWBP BANJAR AGUNG Tapioka Non LA W.Pidada W.T.Bawang ON 10 PT. WKAP MENGGALA Tapioka Non LA W.TeloPidada W.T.Bawang ON 11 PT. HUMA INDAH MEKAR Karet Non LA ON 12 PT. BAJ PENUMANGAN Tapioka Non LA OFF 13 PT. BUMI TAPIOKA JAYA Tapioka Non LA Way Kiri W.T.Bawang OFF KABUPAT EN WAY KANAN 14 PT. BUDI LAMPUNG SEJAHTERA Karet Non LA W.Hujau-Hanakau-Sungkai W.T.Bawang OFF 15 PT.AGRO BM CPO Non LA Way Hanakau-W.Kiri W.T.Bawang ON 16 PT. KENCANA AP. Nenas Non LA Kali-W.Besai-W.Kanan W.T.Bawang ON STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 32 Tabel 3.24 Lanjutan No Nama Perusahaan Jenis Produksi LA atau Non LA Lokasi Anak Sungai Terdekat Wilayah DAS OFFON 17 PT. BAJ GIHAM Tapioka Non LA W.Giham-W.Kanan W.T.Bawang ON 18 PTPN. UU TULUNG BUYUT Karet Non LA ON 19 PT. PALM LAMPUNG PERSADA CPO LA ON KABUPATEN LAMPUNG UTARA 20 PT.BAJ KETAPANG Tapioka Non LA W.MelungunW.Sungkai W.T.Bawang ON 21 PT.BAJ PAKUAN Tapioka Non LA W.AbungW.Kiri W.T.Bawang ON 22 PT.TWBP LUHUR PMD Tapioka Non LA W.Pengubuan W.Seputih ON 23 PT.TWBP KALICINTA Tapioka Non LA W.AbungW.Kiri W.T.Bawang ON 24 PTPN VII UU BUNGA MAYANG Gula Recycle W.SungkaiW.Kiri W.T.Bawang ON 25 PT.POLA PULPINDO MANTAP Kertas Non LA ON 26 PT.FM.TULUNG BUYUT Tapioka Non LA W.BuluhW.Sungkai W.T.Bawang ON KABUPATEN LAMPUNG TENGAH 27 PT.ACID-III Asam.Sitrat Non LA W.Miring W.T.Bawang ON 28 PT.BUDI BRITISH BP Sorbitol Non LA W.Miring W.T.Bawang ON 29 PT.BAJ TAP. WAY ABUNG Tapioka Non LA W.Miring W.T.Bawang ON 30 PT.TWBP GN. BATIN Tapioka Non LA W.Terusan W.Seputih ON 31 PT.GGP II EX MAC Tapioka Non LA W.Terusan W.Seputih OFF 32 PT. GUNUNG MADU PLANTATION Gula Non LA W.PutakW.Pengubuan W.Seputih ON 33 PT.GULA PUTIH MATARAM Gula Non LA W.MerawanW.Terusan W.Seputih ON STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 33 Tabel 3.24 Lanjutan No Nama Perusahaan Jenis Produksi LA atau Non LA Lokasi Anak Sungai Terdekat Wilayah DAS OFFON 34 PT.INDO LAMPUNG DISTILLERY Etanol Non LA W.MerawanW.Terusan W.Seputih ON 35 PT.BAJ GN.AGUNG Tapioka Non LA ON 36 PT.GGP I ex.UJF Tapioka Non LA W.kecubungW.Pengubuan W.Seputih ON 37 PT.GGP ex.GGPC Nenas Non LA W.kecubungW.Pengubuan W.Seputih ON 38 PT.BAMBU PRIMA ex SFH Kertas Budaya Non LA W.kecubungW.Pengubuan W.Seputih OFF 39 PT.BAJ ACID 2 As.Sitrat Non LA W.J.ItungW.Pengubuan W.Seputih ON 40 PT. BAJ ACID 1 As.Sitrat Non LA W.J.ItungW.Pengubuan W.Seputih ON 41 PT.BAJ TAP TERBANGGI Tapioka Non LA W.J.ItungW.Pengubuan W.Seputih ON 42 PT.TBL-KEKAH CPO LA W.J.ItungW.Pengubuan W.Seputih ON 43 PT.VEWONG BI MSG Non LA W.Seputih W.Seputih OFF 44 PT.SINAR BAMBU KENCANA Kertas Budaya Non LA W.Seputih W.Seputih ON 45 PT.BUDI SANWA S. Tapioka Non LA W.TL.KuyaiW.Seputih W.Seputih ON 46 PT.BAJ BUYUT Tapioka Non LA W.TL.KuyaiW.Seputih W.Seputih ON 47 PTPN VII UU BEKRI CPO LA W.TipoW.Seputih W.Seputih ON 48 PT.WIRA TM Tapioka Non LA OFF 49 PT.FM-BUMINABUNG Tapioka Non LA OFF KABUPATEN PESAWARAN 50 PT.PARINDO PERMAI Papan Partikel Non LA Irigasi Bekri-Rumbia W.Seputih ON 51 PTPN VII UU.W.BERULU Karet Non LA Kali Kebagusan-W.Sekampung W.Sekampung ON STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 34 Tabel 3.24 Lanjutan No Nama Perusahaan Jenis Produksi LA atau Non LA Lokasi Anak Sungai Terdekat Wilayah DAS OFFON KABUPATEN LAMPUNG TIMUR 52 PT.FM SKRJ-NB Tapioka Non LA W.Batanghari W.Pegadungan ON 53 PT.BAJ LABUAN RATU Tapioka Non LA W.Penet Muara Penet ON 54 PT.UMAS JAYA AGROTAMA Tapioka Non LA Way Buhong W.Sekampung ON 55 PT.ALFA.I.A Tapioka Non LA W.Batanghari W.Pegadungan OFF 56 PT.WIRA KAP. KDT Tapioka Non LA Way Raman-W.Btg.Hari W.Pegadungan ON 57 PT.KIRIN MIWON FOODS Nucletic Seasoning Non LA Way Buhong W.Sekampung ON 58 PT.SORINI .A.C Tapioka Non LA W.Batanghari W.Pegadungan ON KABUPATEN LAMPUNG SELATAN 59 PT.KONVERTA MITRA ABADI Kertas Kemasan Non LA Parit-kali-Way Sekampung W.Sekampung ON 60 PT. COCA-COLA Soft Drink Non LA W.Sukanegara-Galih W.Sekampung ON 61 PT.FM-KATIBUNG Tapioka Non LA W.Sulan W.Sekampung ON 62 PT.SARI SEGAR HUSADA Tepung Kelapa Non LA Parit-Laut Teluk Lampung ON 63 PTPN VII UU.KEDATON Karet Non LA W.Galih W.Sekampung ON 64 PTPN VII UU. PEWA Karet Non LA Parit-W.Kandis W.Sekampung ON 65 PT.INDOFOOD SM Mie Instant Non LA Parit-W.Galij W.Sekampung ON 66 PT.DARMA Tapioka Non LA W.Kandis W.Sekampung ON 67 PT.INDOWAN BP Kertas Budaya Non LA W.Semah W.Sekampung OFF 68 PT.KEONG NA Natadecoco Non LA W.Tubalunik W.Sekampung ON STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 35 Tabel 3.24 Lanjutan No Nama Perusahaan Jenis Produksi LA atau Non LA Lokasi Anak Sungai Terdekat Wilayah DAS OFFON 69 PT.PANJI SABURAI PUTRA Rajungan Non LA W.Galih Lunik W.Sekampung ON 70 PTPN.VII UU REJOSARI CPO LA W.Sekampung W.Sekampung ON 71 PLTU TARAHAN Listrik Non LA Parit-laut Teluk Lampung ON KOTA BANDAR LAMPUNG 72 PT.TBL-W-LUNIK M.Goreng Non LA Way Lunik Teluk Lampung ON 73 CV. WAY LUNIK Sabun Non LA Way Lunik Teluk Lampung ON 74 PT.WAY KANDIS Karet Non LA Way Kandis W.Sekampung ON 75 PT.GOLDEN SARI Sari Manis Non LA Way Balok OFF 76 PT.PHILLIPS SEAFOOD INDONESIA Rajungan Non LA ON 77 PT.ANDATU LESTARI PLYWOOD Kayu Lapis Non LA Teluk Lampung ON 78 PT. NESTLE IND Kopi instant Non LA Teluk Lampung ON 79 PT. BUKIT ASAM Stockfle Batubara Non LA Teluk Lampung ON 80 PT. SEMEN BATURAJA Semen Portland Non LA Teluk Lampung ON 81 PT. MUARA KELINGI Karet Non LA Way Garuntang OFF 82 CV. SINAR LAUT M.Goreng Sabun Non LA Way Garuntang ON Sumber: BPLHD Provinsi Lampung 2009 STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 36 Industri-industri yang terdapat di Kota Bandar Lampung, terutama yang berada di pinggiran sungai, disinyalir telah menyebabkan pencemaran perairan sungai. Dari hasil identifikasi yang telah dilakukan oleh Wiryawan dkk 2002, diketahui bahwa setidaknya terdapat 22 industri di DAS Way Kuala, 13 industri di DAS Way Lunik, 5 industri di DAS Way Pancoran, dan 2 industri di DAS Way Kunyit. Dari hasil pengukuran kualitas air sungai yang dilakukan pada tahun 2007 diketahui bahwa sebagian besar sungai-sungai yang ada di Kota Bandar Lampung telah tercemar. Selain karena limbah rumah tangga, pencemaran tersebut diduga juga berasal dari limbah industri. Gambar 3.5 Kondisi Sungai Way Garuntang yang mengalami pencemaran Pengukuran kualitas air sungai yang dilakukan pada tahun 2007 menunjukkan bahwa beberapa sungai di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung yang bermuara ke Teluk Lampung, yaitu Way Keteguhan, Way Kuripan, Way Kunyit, Way KualaGaruntang, Way Lunik dan Way Galih, secara visual telah mengalami penyempitan, pendangkalan, berair kotor dan berwarna hitam, serta terdapat banyak sampah rumah tangga. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa sebagian besar sungai-sungai yang bermuara di pesisir Kota Bandar Lampung telah mengalami pencemaran bahan organik yang cukup tinggi. Nilai oksigen terlarut DO sebagian besar sungai, kecuali Way Sukamaju, berada di bawah baku mutu yang ditetapkan, yaitu 3 mgl, bahkan nilainya mendekati nol. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar sungai tidak mendukung untuk kehidupan ikan maupun biota air lainnya. Demikian juga dengan nilai COD dan BOD yang jauh melebihi ambang baku mutu. Nilai COD berkisar antara 145,4-236,3 mgl; nilai ini jauh STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 37 di atas baku mutu yang ditetapkan berdasarkan PP No.82 thn 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk Mutu Air Kelas III, yaitu 50 mgl. Nilai BOD berkisar antara 43,18-85,06 mgl yang berarti telah melebihi baku mutu berdasarkan PP No.82 thn 2001, yaitu 6 mgl. 2 Industri yang Berpotensi Mencemari Udara Industri-industri yang ada di Provinsi Lampung selain memiliki potensi untuk mencemari air juga berpotensi mencemari udara. Sebagai contoh, industri tapioka dan industri karet telah menyebabkan pencemaran udara dalam bentuk bau yang sering dikeluhkan oleh warga masyarakat di sekitar pabrik tersebut. Limbah tapioka berpotensi menghasilkan gas amoniak, H 2 S, dan methan; sedangkan industri karet akan menghasilkan polutan gas yang berupa campuran berbagai komponen, antara lain amoniak dan terpen. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Walhi Lampung pada tahun 2008 pernah melaporkan satu kasus pencemaran udara yang bersumber dari sebuah perusahaan tapioka setempat kepada Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah BPLHD Provinsi Lampung. Pengaduan Walhi itu diajukan berdasarkan aspirasi masyarakat yang merasa terganggu dengan bau busuk yang berasal dari pabrik tapioka di Desa Kalicinta, Kecamatan Kotabumi Utara, Kabupaten Lampung Utara. Diduga penyebab bau busuk yang dipersoalkan warga di sekitar ibukota Kabupaten Lampung Utara itu adalah kegiatan produksi perusahaan tapioka PT. Tunas Wibawa Bhakti Persada TWBP, yang berada di Desa Kalicinta, Kecamatan Kotabumi Utara, Kabupaten Lampung Utara. Kasus pencemaran udara oleh PT. Way Kandis di Kelurahan Rajabasa, Kedaton, Bandar Lampung juga sering dikeluhkan warga, seperti yang terjadi pada bulan Juli 2009. PT. Way Kandis merupakan pabrik karet yang berdiri sejak tahun 1961, yang pada awalnya daerah tersebut merupakan wilayah Kabupaten Lampung Selatan dan jauh dari pemukiman penduduk. Kini lokasi perusahaan tersebut masuk wilayah Kota Bandar Lampung dan berada dekat dengan pemukiman masyarakat yang padat. Permasalahannya timbul karena adanya pencemaran yang berasal dari produsen karet tersebut, terutama bau busuk yang dapat terbawa angin hingga menjangkau lokasi dengan radius yang relatif luas dan jauh sumber pencemaran. Pencemaran udara tersebut sangat menggangu kenyamanan dan aktivitas masyarakat, terutama warga yang tinggal di sekitar perusahaan tersebut. Warga yang tinggal di Perumahan Bataranila, Universitas Lampung, Polinela, Asrama Haji Islamic Center, dan sekolah-sekolah cukup terganggu dengan adanya polusi udara yang berasal dari PT. Way Kandis. Selain industri tapioka dan karet, industri lainnya yang juga berpotensi menimbulkan pencemaran udara adalah industri CPO, industri gula, kayu lapis, PLTU, stockfile batubara, dan semen portland. Proses pemurnian refinery CPO dan industri gula dengan menggunakan uap panas steam akan menyebabkan pencemaran udara akibat STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 38 pembakaran biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap. Komponen pencemaran udara yang dihasilkan adalah gas-gas CO 2 , NO X , dan SO X . Pencemar udara yang dihasilkan oleh industri kayu lapis, seperti PT. Andatu Lestari Plywood, secara umum adalah debu, kebisingan, gas buang CO 2 , CO, SOx, NOx, formaldehide, amoniak, uap aseton, toluen, uap stirene, gas Cl 2 , dan freon CFC. Limbah berupa debu kayu berasal dari proses pengeringan, pemotongan dan pengamplasan. Limbah berupa formaldehide dan amoniak berasal dari pelaburan perekat dan pengempaan panas; sedangkan gas Cl 2 berasal dari proses pengempaan panas. Gas buang seperti CO 2 , CO, SOx, NOx berasal dari cerobong boiler ataupun generator listrik. Limbah berupa uap aseton dan toluen berasal dari dempul; sedangkan uap stirene berasal dari proses pengeringan veneer dan uap hot melt glue. Freon CFC dihasilkan dari kebocoran mesin pendingin air pada core builder. Limbah berupa kebisingan dihasilkan dari mesin-mesin produksi. Aktivitas industri di PT. Bukit Asam stockfile batubara dan PT. Semen Baturaja yang terdapat di Kota Bandar Lampung menyebabkan pencemaran udara yang berupa debu pada saat bongkar muat, sehingga seringkali dikeluhkan warga sekitarnya. Apabila tidak ditangani dengan baik, maka pada saat angin bertiup kencang pencemaran debu batubara dan semen ini dapat mengganggu kesehatan masyarakat di sekitarnya. PLTU Tarahan yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan menggunakan batubara sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap yang akan menggerakan pembangkit listrik. Pembakaran batubara ini menghasilkan partikel debu, gas-gas CO x , NO X , SO X , serta berbagai logam berat seperti Pb, Hg, Ar, Ni, Se dan lain-lain. Gambar 3.6 PLTU Tarahan yang berpotensi mencemari udara STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 39 Tabel 3.25 Daftar perusahaan industri yang berpotensi mencemari udara di Provinsi Lampung tahun 2009 No Nama Perusahaan Jenis Produksi A. Kabupaten Tulang Bawang: 1 PT. TBL PKS MESUJI CPO 2 PT. BUDI ACID JAYA BAJ BUJUK Tapioka 3 PT. SILVA INHUTANI LAMPUNG Karet 4 PT. BAJ Unit VI Tapioka 5 PT. SIP MILL SUNGAI MERAH CPO 6 PT. SIP MILL SUNGAI BUAYA CPO 7 PT. INDO LAMPUNG PERKASA Gula 8 PT. SWEET INDO LAMPUNG Gula 9 PT. TWBP BANJAR AGUNG Tapioka 10 PT. WKAP MENGGALA Tapioka 11 PT. HUMA INDAH MEKAR Karet

B. Kabupaten Way Kanan:

12 PT.AGRO BM CPO 13 PT. BAJ GIHAM Tapioka 14 PTPN. UU TULUNG BUYUT Karet 15 PT. PALM LAMPUNG PERSADA CPO

C. Kabupaten Lampung Utara :

16 PT.BAJ KETAPANG Tapioka 17 PT.BAJ PAKUAN Tapioka 18 PT.TWBP LUHUR PMD Tapioka 19 PT.TWBP KALICINTA Tapioka 20 PTPN VII UU BUNGA MAYANG Gula 21 PT.FM.TULUNG BUYUT Tapioka

D. Kabupaten Lampung Tengah :

22 PT.BAJ TAP. WAY ABUNG Tapioka 23 PT.TWBP GN. BATIN Tapioka 24 PT. GUNUNG MADU PLANTATION Gula 25 PT.GULA PUTIH MATARAM Gula 26 PT.INDO LAMPUNG DISTILLERY Etanol 27 PT.BAJ GN.AGUNG Tapioka 28 PT.GGP I ex.UJF Tapioka 29 PT.BAJ TAP TERBANGGI Tapioka 30 PT.TBL-KEKAH CPO 31 PT.BUDI SANWA S. Tapioka 32 PT.BAJ BUYUT Tapioka STA TUS LIN G KUN G A N HIDUP DA ERA H PRO V IN SI LA M PUN G 2 0 0 9 III - 40 Tabel 3.25 Lanjutan No Nama Perusahaan Jenis Produksi 33 PTPN VII UU BEKRI CPO

E. Kabupaten Pesawaran :