Dr. Dea Erwin Ramedhan

SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id harus dominan. Seandainya pun ada pendelegasian dalam bentuk kerja sama, maka pemerintah harus dominan.  Pemberian izin selama ini, baik yang diberikan kepada lembaga perseorangan maupun badan usaha, lebih banyak prosedural dan formal, sementara pengawasan di lapangan lemah yang mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam tidak terkendali.  Konflik lokal seperti di wilayah mata air Cokro Tulung, Jawa Tengah, diredam dengan cara merekrut warga lokal yang pro perusahaan, sementara warga yang tidak pro perusahaan diberi tawaran pragmatis, sehingga konflik dapat diredam sementara, namun suatu saat akan meledak.  Beberapa waktu terakhir terjadi persoalan baru, karena perusahaan hanya berorientasi pada keuntungan, sehingga badan jalan yang dilalui oleh alat pengangkut air mengalami kerusakan parah.  Air memiliki manajemen alami, yaitu pada waktu penghujan diserap oleh pepohonan dan tanah, kemudian pada waktu kemarau dilepas secara perlahan-lahan sehingga berkelanjutan. Manajemen alami ini tidak lagi terjadi karena air sungai sudah habis akibat pada waktu musim penghujan atau waktu tertentu diambil oleh perusahaan-perusahaan perorangan maupun swasta, sehingga pada saat kemarau mereka harus mengeluarkan banyakekstra uang karena harus menyedot air bawah tanah.  Secara vulgar terjadi privatisasi air kepada lembaga swasta dengan alasan “negara tidak sanggup,” padahal sebenarnya negara sanggup.  Terjadinya masyarakat yang konsumtif sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari desain negara.  Di daerah yang airnya bersih dan jernih, sebelum ada industrialisasi seperti sekarang, masyarakat tidak pernah merasa sakit karena kencing batu dan sebagainya. Namun adanya pemasaran air yang luar biasa maka dengan dalih higienis masyarakat tidak mau lagi mengkonsumsi air yang biasanya dikonsumsi.

3. Dr. Dea Erwin Ramedhan

 Air minum dalam kemasan sudah menimbulkan gejolak di daerah. Contohnya di Pandarincang, Banten, terjadi pertentangan antara masyarakat lokal, perusahaan multinasional, dan administrasi negara. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id Suatu instalasi dirusak dan dibakar penduduk setempat karena administrasi negara tidak memerhatikan prosedur konsultasi dengan masyarakat dan tidak melakukan studi Amdal dalam pembangunan pabrik air.  Terjadi penyedotan atau pengurasan air tanpa pengawasan oleh administrasi negara maupun oleh pihak lain. Tidak ada yang mengetahui berapa air yang akan diambil dan berapa dalam penyedotan air.  Peraturan juga tidak menjelaaskan apakah yang diambil adalah air permukaan atau air artesian.  Hal demikian memiliki akibat gawat terhadap lingkungan. Petani di Klaten sekarang harus mengambilmenyedot air dengan mesin diesel, padahal sebelumnya tidak. Di Sukabumi dulu air dapat diambil di kedalaman 5 sampai 8 meter, sekarang harus lebih dari 15 meter.  Fakta demikian menjadi latar belakang protes masyarakat setempat, termasuk petani yang memerlukan air untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk pertanian sendiri.  Ada perusahaan air pada tahun 2000-an mengambil air kurang lebih 2,5 miliar liter, kemudian tahun 2010-an mengambil 5,6 miliar liter air. Namun mengherankan karena penghasilan perusahaan tersebut tidak meningkat. Hal demikian menimbulkan pertanyaan mengenai pelaporan penyedotan air.  Air yang diambil per satu liter dihargai beberapa rupiah, tetapi dijual Rp. 3.000,- kepada penduduk Indonesia. Keuntungan industri air kemasan lebih besar dari industri apapun.  Air dalam kemasan yang dikonsumsi maasyarakat Indonesia setidaknya 60 dibeli dari perusahaan asing, sehingga memberi keuntungan tanpa batas kepada pihak asing dan tidak memberi keuntungan yang berarti kepada pihak Indonesia.  Dari segi perpajakan muncul pertanyaan mengapa besaran pajaknya hanya seperti itu, apakagi terkait kehadiran pihak asing dalam pengelolaan air Indonesia.  Penyedotan air di Padarincang, Banten, diperkirakan sejumlah 63 liter per detik akan menghasilkan Rp.16 miliar per hari. Dari perkiraan tersebut dapat dibayangkan penghasilan satu perusahaan multinasional untuk di Indonesia Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id per tahun. Sementara penghasilan petani lokal per panen kurang lebih Rp.12 miliar.  Pengambilan air demikian juga berarti penguasaan wilayah oleh pihak asing, sehingga petani tidak dapat masuk di kawasannya sendiri yang sudah dibebaskan untuk kepentingan pihak asing.  Aqua Danone menguasai sekitar 50 hingga 60 dari pasaran nasional. Awalnya satu saham Aqua Golden Mississippi berharga Rp.1.000,- selanjutnya pada sekitar 2010 berharga antara Rp.100.000,- hingga Rp.200.000,- bahkan Rp.250.000,-.  Tahun 2010 Aqua Golden Mississippi melakukan delisting, yang kemungkinan alasannya ada dua, yaitu i tidak memerlukan lagi uang publik, atau ii tidak mau melakukan transparansi. Perusahaan Tbk wajib setiap tahun memberikan laporan keuntungan.  Pada 2001 produksi air 2,3 miliar liter dengan laba bruto atau laba kotor Rp.99 miliar.  Pada 2002 produksi air 3 miliar liter dengan laba bruto Rp.134 miliar.  Pada 2003 produksi air 3,1 miliar liter dengan laba broto Rp.107,28 miliar.  Pada 2004 produksi air 3,18 miliar liter dengan laba bruto Rp.141,95 miliar.  Pada 2005 produksi air 4,28 miliar liter namun tidak ada laporan laba bruto.  Pada 2006 produksi air 4,9 miliar liter dengan laba bruto Rp.71 miliar.  Pada 2007 produksi air 5,17 miliar liter dengan laba bruto Rp.89,7 miliar.  Pada 2008 produksi air hampir 6 miliar liter dengan laba bruto hanya Rp.95 miliar. Saat kenaikan produksi air meningkat pesat, justru laba bruto menurun. Ahli pernah menenyakan hal demikian kepada Direktorat Pajak tetapi belum ada jawaban.  Pasal yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air jelas bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

4. Dr. Aidul Fitriciada Azhary, S.H., M.H.