20
orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, refrensi dari buku-buku, undang-undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu
internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka. 1. Kejahatan lintas negara
Transnational Crime
Perkembangan kejahatan memasuki abad 21 sudah sangat meningkat dan tidak lagi sebatas wilayah territorial suatu Negara, melainkan sudah melampaui
batas satu atau dua Negara atau lebih Transcend Beyond Territorial Borders atau sering disebut dengan istilah Transborders Crimes atau popular disebut
dengan istilah Transnational Crimes. Pengertian serta karakteristik kejahatan lintas negara memberikan makna bahwa kejahatan bukan lagi hak eksklusif
suatu Negara melainkan ia menjadi hak relatif” dari satu atau lebih dari satu Negara untuk melakukan penyidikan dan penuntutan atas kejahatan lintas negara
yang sama. Istilah Kejahatan lintas negara Transnational Crime merupakan
perkembangan dari identifikasi keberadaan karakteristik baru dari bentuk kontemporer dari organized crime pada masa tahun 1970-an oleh sejumlah
organisasi internasional. Sedangkan pengenalan istilah tersebut pertama kali dikemukakan dalam Kongres PBB mengenai Pencegahan Kejahatan dan
Universitas Sumatera Utara
21
Penanggulangan Pelaku Kejahatan United Nations’ Congress on the prevention of crime and the treatment of offenders
pada tahun 1975.
12
2. Rezim Internasional International Regimes
Pengorganisasian kejahatan lintas negara telah berdampak pada pelanggaran hukum berbagai negara. Karakteristik yang paling membahayakan
dari kelompok kejahatan yang bergiat di tingkatan internasional. Dalam perkembangannya, bentuk kejahatan yang diistilahkan tersebut, telah seringkali
dikaitkan dengan konteks globalisasi yang merupakan representasi dari kondisi sosial, ekonomi dan kultural sekarang ini. Oleh karenanya, perdebatan yang
sering terjadi terpusatkan pada kesempatan melakukan berbagai tindak kejahatan atau pun tindakan yang sah yang diberikan oleh dunia yang berkembang tanpa
batas, kepada beragam pelaku yang umumnya didefinisikan sebagai transnational organized groups
, transnational organizations, dan transnational networks.
Menurut Waltz, teori diperlukan untuk menjelaskan hukum yang mengidentifikasi hubungan serupa atau yang dimungkinkan terjadi.
13
12
Mohammad Irvan Olii,”Sempitnya Dunia Luasnya Kejahatan, Sebuah Telaah Singkat Tentang Transnational Crime”,
Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 4 No. I September 2005, hal 19
13
Ibid . hal.20
Untuk mengatasi maslah Drug Trafficking, baik dalam hal menangani produksi,
prederaran, dan penyalahgunaannya dibutuhkan suatu rejim kerjasama internasional sehingga dapat melibatkan banyak negara. ASEAN Senior Official on
Drugs Matters ASOD merupakan sebuah rejim yang dibentuk khusus untuk
menanggulangi permaslahan Drugs Trafficking. Oleh karena itu tulisan ini menggunakan teori rejim internasional untuk mendeskripsikan peran ASEAN
Universitas Sumatera Utara
22
Senior Official on Drugs Matters ASOD di Indonesia. Rezim juga merupakan
fitur penting dari globalisai. Menurut Krasner, rezim merupakan serangkaian prinsip, norma, peraturan,
dan prosedur pembuatan keputusan dimana ekspektasi dari para aktornya bertemu pada area tertentu dalam hubungan internasional. Teori ini juga akan
mempermudah penulis dalam menjelaskan upaya dan mekanisme yang ada di ASEAN Senior Official on Drugs Matters
ASOD dalam hal penanggulangan Drugs Trafficking
.
14
ASEAN sebagai lembaga forum antar bangsa Asia Tenggara perlu untuk melakukan penanggulangan terhadap perdagangan dan penggunaan narkotika
dengan cara membentuk ASOD Asean Senior Officials on Drugs Matters sebagai bentuk kesungguhan bahwa penyalahgunaan dan perdagangan narkotika
Dalam isu Drugs Trafficking ini, securitizing actor nya adalah negara- negara anggota melalui forum ASEAN. Speech act merupakan ASOD sebagai
pilar utama kerjasama ASEAN dalam menanggulangi permasalahan Drugs Trafficking
dengan melakukan sosialisasi dan implementasi program. Refferent object
nya adalah negara-negara anggota yang kedaulatannya terganggu dikarenakan aktivitas produksi dan distribusi drugs tersebut existential threat.
Audience merupakan seluruh elemen masyarakat di Asia Tenggara. Kemudian
functional actors adalah para drugs traffickers yang ada di Asia Tenggara. Namun
di sisi yang berbeda badan narkotika negara, LSM dan NGO terkait juga dapat dikategorikan sebagai functional actors karena agenda mereka secara tidak
langsung dipengaruhi oleh dinamika isu yang di sekuritisasi.
14
Citra Hennida, Rezim dan Organisasi Internasional : Interaksi Negara, Kedaulatan, dan Institusi Multilateral
, Intra Publishing, Malang, 2015, hal.39
Universitas Sumatera Utara
23
yang merupakan ancaman keamanan yang serius bagi negara negara anggota dan harus diberantas penggunaan serta perdagangannya maka dibentuklah lembaga
tersebut dengan tujuan menciptakan stabilitas perdamaian antar negara anggota
khususnya di kawsan Asia Tenggara. 3. Hukum Internasional
J.G Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara
umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum.
15
Para sarjana banyak membahas tentang kedudukan hukum internasional sebagai bagian dari ilmu hukum. Para sarjana tersebut ada yang berpendapat
bahwa hukum internasional tidak dapat digolongkan kedalam kelompok ilmu hukum tetapi hanya sekedar moral internasional yang tidak mengikat secara
positif, dan ada sarjana yang menyatakan bahwa hukum internasional merupakan hukum positif yang sudah terbukti menyelesaikan atau mengatur persoalan-
persoalan dunia bahkan ada pendapat yang menyatakan hukum internasional sebagai “world law” atau hukum dunia yang didalamnya ada jaringan, sistem
serta mekanisme dari suatu pemerintahan dunia yang mengatur pemerintah- pemerintah dunia.
16
Perbedaaan pendapat para sarjana ini disebabkan oleh cara pandang yang berbeda dalam melihat kedudukan hukum internasional. Hukum internasional
selalu diasosiasikan dengan pemerintahan dalam arti nasional, sehingga ketiadaan
15
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.3
16
A. Masyhur Effendi, Tempat Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum InternasionalNasional
, Penerbit Alumni, Bandung, 2000, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
24
alat-alat atau sistem yang sama seperti negara akan menyebabkan hukum internasional selalu dipandang tidak mempunyai dasar serta selalu
diperdebatkan.
17
Hukum internasional mengikat secara hukum. Kekuatan mengikat hukum internasional ditegaskan dalam dalam Piagam Pembentukan Organisasi
Perserikatan Bangsa-bangsa, yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945. Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas legalitas yang
sebenarnya dari hukum internasional. Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam ketentuan-ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang dilampirkan pada
piagam, dimana fungsi Mahkamah dalam Pasal 38 dinyatakan “ untuk memutuskan sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian
yang diajukan kepadanya.” Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir yang mendukung legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1
Agustus 1975.
18
Meskipun hukum internasional mengikat secara hukum, namun pada faktanya hukum internasional adalah hukum yang lemah weak law.
19
17
Ibid , hal.2
18
J. G. Starke, Op. Cit. hal. 22
19
Ibid , hal.23
Dalam sistem hukum internasional tidak ada kekuasaan tertinggi yang dapat memaksakan
keputusan-keputusannya kepada negara-negara, tidak ada badan legislatif internasional yang membuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat langsung
negara-negara anggota disamping tidak adanya angkatan bersenjata untuk melaksanakan sanksi-sanksi kepada negara-negara pelanggar hukum serta
keberadaan Mahkamah Internasional yang belum mempunyai yurisdiksi wajib universal untuk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum antar negara-negara.
Universitas Sumatera Utara
25
Hukum internasional tidak memiliki badan legislatif internasional untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur secara langsung kehidupan
masyarakat internasional. Satu-satunya organisasi internasional yang kira-kira melakukan fungsi legislatif adalah Majelis Umum PBB. Tetapi resolusi yang
dikeluarkannya tidak mengikat kecuali yang menyangkut kehidupan organisasi internasional itu sendiri.
20
Memang ada konferensi-konferensi internasional yang diselenggarakan dalam kerangka PBB untuk membahas masalah-masalah tertentu,
tetapi tidak selalu merumuskan law-making treaties.
21
Pasal 102 ayat 1 Piagam PBB menguraikan bahwa Hukum Organisasi Internasional ialah cabang dari Hukum Internasional yang dipersatukan oleh
badan PBB
22
Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional tidak dapat diragukan lagi, meskipun pada awalnya belum ada kepastian tentang
hal itu dan yang semata-mata menyangkut organisasi internaisonal publik
serta terdiri dari perangkat-perangkat norma-norma hukum yang berhubungan dengan organisasi internasional termasuk badan di bawah naungannya dan pejabat
sipil internasionalnya.
23
20
Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global
, Cetakan Ketiga, Alumni, Bandung, 2011, hal. 2-3
21
Ibid. hal.8
22
Pasal 102 ayat 1 Piagam PBB
23
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung 1982, hal. 95.
sehingga memberikan kewenangan baginya sebagaimana diatur hukum internasional, misalnya membuat perjanjian. Seperti pendapat Mc Nair dalam
bukunya The Law of Traties tentang kewenangan organisasi internaisonal: If fully sovereign state possesses a treaty power when acting alone, it is not surprising to
Universitas Sumatera Utara
26
find the same power attribute to an international organization which they have created from the members of which usually sovereign states
.
24
Hak dan kewajiban organisasi internasional tersebut adalah benar-benar kewajiban sebagai organisasi internasional dan bukan hak dan kewajiban negara-
negara yang menjadi anggota organisasi internasional tersebut secara individual.
25
Dalam pembahasan isu internasional juga melibatkan sumber-sumber hukum internasional sebagaimana termuat dalam Pasal 38 ayat 1 Statuta
Mahkamah Internasional International Court of Justice yaitu:
26
a. Perjanjian-perjanjian Internasional International Conventions
b. Hukum Kebiasaan Internasional International Custom
c. Prinsip umum hukum Internasional The general principlesof Law Recognized
by Civilized Nations d.
Putusan-putusan Pengadilan Internasional dan ajaran sarjana ahli Subject to the Provisions of Article of 59, Judicial Decisions and the teachings of the
most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law.
F. Metode Penelitian