sehingga terdapat dalam bentuk tetap tidak berubah dalam jangka waktu lama di lingkungan.
Setelah perang dunia kedua penggunaan detergen semakin meningkat untuk berbagai keperluan, dan masalah utama yang timbul bukan karena racunnya,
tetapi busanya yang mengganggu lingkungan di sekitarnya. Surfaktan yang digunakan dalam detergen sebelum tahun 1965 tidak dapat dipecah dengan cepat
sehingga mengumpul di tempat buangan atau sungai disekitarnya. Masalah ini kemudian dapat dipecahkan dengan cara mengubah struktur molekul komponen
secara kimia sehingga lebih mudah dipecah oleh bakteri. Perubahan struktur surfaktan dari yang bersifat
“nonbiodegradable” menjadi “biodegradable” dilakukan sejak tahun 1965 dan ternyata dapat memecahkan masalah utama
tersebut. Bahan pembentuk utama di dalam detergen adalah natrium tripolifosfat Na
5
P
3
O
10
. Senyawa ini tidak merupakan masalah dalam dekomposisinya di lingkungan sebab ion P
3
O
10 -5
akan mengalami reaksi hidrolisis perlahan di dalam lingkungan untuk memproduksi ortofosfat yang tidak beracun.
Reaksinya adalah sebagai berikut: P
3
O
10 -5
+ 2H
2
O → 2HPO
4 -2
+ H
2
PO
4 -
Fardiaz, S. 1992.
2.6. Pemilihan Titik Pengambilan Sampel
Kecepatan aliran dalam sungai, saluran dan sebagainya tidaklah merata, di dalam danau dan kolam, sifat-sifat air pun tidak homogan, tetapi berada dalam
lapisan-lapisan dengan sifat yang berbeda. Maka bila diperlukan data-data mengenai badan air tersebut secara keseluruhan titik pengambilan sampel harus
dipilih agar sampel dapat dianggap mewakili seluruh badan air dan tidak hanya
Universitas Sumatera Utara
satu bagian dengan karakteristik yang kebetulan dapat diselidiki. Berikut beberapa usulan dan anjuran yang dapat dikemukakan, namun diharapkan adanya
pemikiran bahwa setiap pengambilan sampel, merupakan suatu kasus yang
tersendiri.
Bila sampel diambil dari seluruh saluran, sungai dan sebagainya yang kedalamannya tidak lebih dari 5 meter, dan alirannya cukup turbulen bagi air
tersebut untuk menjadi homogen, sampel sebaiknya diambil kira-kira
1 2
sampai
2 3
tinggi penampang basah dari bawah permukaan air. Dekat dasar sungai air mengandung terlalu banyak zat tersuspensi yang mengendap atau yang dapat
tergerus oleh aliran air. Dekat lapisan permukaan air, ada resiko bahwa lapisan tersebut mengandung banyak zat yang ringan seperti lumut, minyak dan lemak,
dan sebagainya.Sampel tidak boleh diambil terlalu dekat dengan tepi penampang sungai atau tepi saluran yang tidak diplester dengan baik karena air di daerah
tersebut kurang mewakili seluruh badan air, namun untuk saluran yang diplester dengan baik sampel dapat diambil ± 10 cm dari tepi saluran.
Bila sampel diambil dari saluran atau sungai yang terdiri dari aliran- aliran yang terpisah, misalnya pada musim kering, sampel harus diambil dari aliran
bagian yang paling besar dan yang dapat dianggap bersifat sama dengan keadaan asli sungai tersebut. Bila penampang sungai tidak teratur irreguler sampel harus
diambil bila mungkin ditengah aliran utama, yaitu di mana tinggi penampang basah terbesar dan alirannya tidak terganggu. Bila sampel diambil dari saluran
atau anak sungai yang bermuara di dalam sungai maupun laut, harus diingat bahwa tinggi permukaan sungai atau laut tersebut dapat berubah pada waktu hujan
atau air pasang. Untuk mengindari hal tersebut, titik pengambilan sampel harus
Universitas Sumatera Utara
dipilih cukup jauh dari muara, dimana aliran anak sungai atau saluran tidak terganggu.
Pada umumnya, titik pengambilan sampel dipilih agar sampel benar- benar dapat mewakili badan air tersebut, debit dapat diukur secara cukup teliti, dan
daerah drainase yang menyebabkan pencemaran dapat diketahui secara lengkap. Daerah tersebut terdiri dari sumber pencemaran setempat point source dan
sumber pencemaran yang tersebar disperse source. Termasuk sumber pencemaran setempat adalah pabrik, rumah sakit dan sebuah kampung yang
seluruh air buangannya ditampung oleh satu saluran drainase atau anak sungai termasuk sumber pencemaran yang tersebar adalah saluran- saluran dan anak
sungai yang mengandung air buangan penduduk dan bermuara di dalam induk sungai di berbagai tempat sepanjang induk sungai tersebut, atau air irigasi yang
keluar dari sawah-sawah dan dibuang ke dalam induk sungai di tempat- tempat yang berbeda Alaerts, G. dan Sri Sumestri, S. 1984.
2.7. Spektrofotometri