Pengelolaan Sampah di Jepang

15

BAB III PENGELOLAAN SAMPAH DI JEPANG

3.1 Pengelolaan Sampah di Jepang

Praktik pengelolaan sampah dapat berbeda-beda diantar negara maju dan negara berkembang, antar daerah perkotaan dan pedesaan, antar area perumahan dan wilayah industri. Oleh karena itu, dengan mengacu pada Jepang sebagai studi kasus secara keseluruhan, maka pengelolaan sampah yang dimaksud adalah pengelolaan sampah dalam lingkup sampah padat perkotaan, atau yang dikenal dengan istilah Muncipal Solid Waste Management MSWM. Jadi, kategori sampah yang akan dibahas adalah mengenai semua sampah padat, bukan limbah, dan bukan yang lainnya. Sampah padat itu pun dibatasi hanya pada lingkup sampah pada perkotaan, terutama untuk sampah rumah tangga. Selain itu, perlu juga diketahui bahwa pengelolaan sampah di Jepang tidak dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah pusat, namun dipercayakan pada pemerintah di tingkat municipilaty. Mereka berkewajiban membuat rancangan pengelolaan sampah untuk wilayah administratifnya, dan harus melakukan proses pembuangan sampah sesuai dengan ketetapan yang berlaku Ishino 1989:322. Sistem ini dikenal dengan istilah “desentralisasi” dalam pengelolaan sampah. Desentralisasi adalah penyerahan otoritas pengelolaan sampah perkotaan pada level pemerintahan terdekat dengan masyarakat, yaitu municipilaty yang dianggap paling dekat dengan warga. Dalam Waste Management Law, dikatakan bahwa municipilaty 16 bertanggung jawab penuh dalam pengelolaan sampah rumah tangga, termasuk mengumpulkannya. Berdasarkan catatan Kementerian lingkungan Jepang, diketahui bahwa Hiroshima merupakan kota yang pertama kalinya memperkenalkan sebuah sistem manajemen atau pengelolaan sampah yang hingga saat ini masih diterapkan di Jepang. Semua itu bermula pada masa pertumbuhan ekonomi tinggi setelah PD II, saat itu kota Hiroshima tiba-tiba mengalami peningkatan generasi sampah, begitu juga terjadi di kota-kota lain seluruh Jepang. Ketika itu di kota Hiroshima, sistem pembuangan sampah yang berlaku pada saat ini terfokus pada sampah dapur. Hal ini disebabkan karena sampah dapur dianggap memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, terutama banyak digunakan sebagai pupuk untuk tanah pertanian di daerah-daerah pedesaan dan kota. SMP Hesaka, sebagai saksi sejarah, merupakan sebuah tempat pertama kalinya didirikan area pengurukan sampah,dan disana terjadi kecelakaan dimana gas metana meletus dihalaman sekolah tersebut. Pada tahun 1975 pemerintah kota Hiroshima mendeklarasikan pernyataan tentang keadaan darurat mengenai pembuangan sampah dan meminta masyarakat supaya lebih mempertimbangkan pembuangan sampah sebagai masalah mereka pribadi. Dalam usaha mengurangi timbunan sampah, pada tahun 1976 kota Hiroshima memperkenalkan sebuah sistem untuk pertama kalinya di Jepang, yang dikenal dengan istilah ‘sorted waste collection’. Sistem yang dimaksud adalah sistem yang 17 melibatkan warga untuk memisahkan masing-masing sampah kedalam lima kategori yaitu: 1. Sampah yang mudah terbakar 2. Sampah yang tidak mudah terbakar 3. Sampah yang dapat di daur ulang 4. Sampah berukuran besar 5. Sampah berbahaya Walaupun pada awalnya masyarakat mengalami kesulitan, namun secara bertahap sistem ini mulai ditegakkan, dan sejak saat itu sistem ini menyebar dan dikenal di seluruh Jepang sebagai ‘sistem pemisahan sampah ala Hiroshima’.

3.2 Daur Ulang Botol Bekas di Jepang