Penggunaan Minyak Wijen ( Oleum Sesami) Sebagai Pelembab Kulit Dalam Sediaan Krim

(1)

39

LAMPIRAN


(2)

40 Lampiran 2.Surat pernyataan sukarelawan

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi sukarelawan untuk uji kelembaban kulit yang dilakukan selama 1 bulan dan uji iritasi selama 2 hari dalam penelitian Gusmely Siregar dengan judul “Penggunaan Minyak Wijen (Oleum sesami) Sebagai Pelembab Kulit Dalam Sediaan Krim”dan memenuhi kriteria sebagai sukarelawan uji sebagai berikut (Ditjen POM,1985).

1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan 4. Bersedia menjadi sukarelawan

Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama uji iritasi, sukarelawan tidak akan menuntut kepada peneliti.

Demikian surat pernyataan ini dibuat, atas partisipasinya peneliti mengucapkan terima kasih.


(3)

41

Sukarelawan Peneliti

(...) (Gusmely Siregar) Lampiran 3.Hasil pengukuran menggunakan moisture cheker (kadar air) F0( Kondisi awal) :


(4)

42 Lampiran 3. (Lanjutan)

2 Minggu:


(5)

43 Lampiran 3. (Lanjutan)

4 Minggu:


(6)

44 Lampiran 3. (Lanjutan)

1 Minggu:


(7)

45 Lampiran 3. (Lanjutan)

3 Minggu:


(8)

46 Lampiran 3. (Lanjutan)

F2 (Kondisi awal):


(9)

47 Lampiran 3. (Lanjutan)


(10)

48

3Minggu:

Lampiran 3.(Lanjutan)


(11)

49 F3 (Kondisi awal):

Lampiran 3. (Lanjutan) 1 Minggu:


(12)

50 Lampiran 3. (Lanjutan)

3 Minggu:


(13)

51 Lampiran 3.(Lanjutan)

F4 (Kondisi awal) :


(14)

52 Lampiran 3.(Lanjutan)

2 Minggu:


(15)

53 Lampiran 3.(Lanjutan)

4 Minggu:


(16)

54 Lampiran 3. (Lanjutan)

1 Minggu:


(17)

55 Lampiran 3.(Lanjutan)

3 Minggu:


(18)

56

Lampiran 4.Gambar pohon, biji, dan minyak wijen


(19)

57 Gambar Minyak wijen

Lampiran 5. Gambar sediaan krim setelah dibuat dan setelah 12 minggu


(20)

58

Gambar.Sediaan setelah penyimpanan selama 12 minggu

Lampiran 6. Gambar alat untuk menguji kelembaban (moisture cheker) danpH meter Hanna


(21)

59

Gambar.pH meter Hanna (untuk mengukur pH)

Lampiran 7.Foto sebelum dan sesudah pemakaian krim


(22)

60

F1(sebelum) F1 (sesudah)

Lampiran 7.(Lanjutan)


(23)

61

F3 (sebelum) F3 (sesudah)

Lampiran 7.(Lanjutan)


(24)

62

F5 (sebelum) F5 (sesudah)

Lampiran 8. Gambar uji homogenitas dan uji tipe emulsi dengan pewarnaan metilen biru


(25)

63

Uji tipe emulsi sediaan krim dengan pewarnaan metilen biru

Lampiran 9.Data hasil analisis statistik dengan SPSS Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

Kondisi Awal .161 18 .200* .851 18 .009

1 Minggu .154 18 .200* .942 18 .319

2 Minggu .139 18 .200* .971 18 .816

3 Minggu .184 18 .110 .943 18 .325

4 Minggu .142 18 .200* .951 18 .440

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


(26)

64

Within Groups 8.285 12 .690

Total 12.609 17

1 Minggu Between Groups 9.002 5 1.800 2.467 .093

Within Groups 8.756 12 .730

Total 17.758 17

2 Minggu Between Groups 29.929 5 5.986 7.581 .002

Within Groups 9.475 12 .790

Total 39.404 17

3 Minggu Between Groups 76.593 5 15.319 16.809 .000

Within Groups 10.936 12 .911

Total 87.529 17

4 Minggu Between Groups 162.127 5 32.425 31.325 .000

Within Groups 12.421 12 1.035


(27)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental. Penelitian ini meliputi identifikasi sampel, pembuatan sediaan krim, penentuan mutu fisik meliputi uji homogenitas sediaan, uji pH, penentuan tipe emulsi, pengamatan stabilitas sediaan selama 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar dan uji iritasikulit sukarelawan, pengukuran kelembaban kulit dengan skin analyzer moisture cheker.

3.1 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:pH meter (Hanna Instrument), neraca listrik (Boeco Germany), lumpang porselen, stamfer, objek gelas, alat-alat gelas, cawan penguap, penangas air, spatel, sudip, pot plastik, pipet tetes, penjepit tabung, batang pengaduk dan alatskin analyzer moisture cheker. 3.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: asam stearat, setil alkohol, trietanolamin, nipagin, butilhidroksitoluen (BHT), akuades, oleum rosae, minyak wijen, metilen biru, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH netral (7,01).

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit berjumlah 10 orang, dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen POM, 1985):


(28)

21 2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan 3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan dengan menganalisiskandungan asam lemak yang terkandung dalam minyak wijen di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. 3.4.2 Formulasi sediaan krim

3.4.2.1 Formula dasar krim ( Young, 1972)

R/ Asam stearat 12 g

Setil alkohol 0,5 g

Sorbitol Sirup 5 g

Propilen glikol 3 g

Trietanolamin 1 g

Air suling ad 100 ml

Nipagin secukupnya

3.4.2.2 Formula yang telah dimodifikasi

R/ Asam stearat 12 g

Setil alkohol 0,5 g

Trietanolamin 1 g

Nipagin 0,1 %

Butilhidroksitoluen 0,1 %

Minyak wijen x %

Oleum rosae 3 tetes


(29)

22 Sebagai pembanding digunakan Gliserin 2%

Konsentrasi minyak wijen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 2,5, 5, 7,5, dan 10%.

3.4.2.3 Pembuatan sediaan krim

Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1Formula dasar krim dengan minyak wijen yang dibuat

No Bahan

Formula

F0 F1 F2 F3 F4 F5

1. Dasar krim (g) 100 97,5 95 92,5 90 98

2. Minyak wijen (g) - 2,5 5 7,5 10 -

3. Gliserin (g) - - - 2

4. Berat krim (g) 100 100 100 100 100 100

Keterangan: Formula F0: Blanko (dasar krim)

Formula F1: Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2: Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3:Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4:Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5: Gliserin 2% (pembanding) Cara Pembuatan:

Ditimbang bahan-bahan yang akan diperlukan untuk membuat dasar krim. Asam stearat, setil alkohol dan butilhidroksitoluen dilebur di atas penangas air pada suhu ±70°C (massa I). Kemudian nipagindilarutkan dalam air panastambahkan trietanolamin aduk sampai homogen (massa II). Kemudian massa I dimasukkan ke dalam lumpang porselen panas, tambahkan massa II dan gerus secara konstan hingga terbentuk massa krim.Setelah terbentuk massa krimtambahkan minyak wijen sedikit demi sedikitgerus lalu, tambahkan oleum rosae secukupnya gerus hingga homogen, masukkan dalam wadah yang sesuai.


(30)

23 3.4.3 Pemeriksaan terhadap sediaan 3.4.3.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas.Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen, POM., 1979).

3.4.3.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Penentuan tipe emulsi pada sediaan krim dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengenceran dan pewarnaan. Pengenceran fase dilakukan dengan mengencerkan 0,5 gram sediaan krim dengan 25 ml air dalam beaker glass. Jika sediaan terdispersi secara homogen dalam air, maka sediaan termasuk emulsi tipe m/a, sedangkan jika sediaan tidak terdispersi secara homogen dalam air, maka sediaan termasuk emulsi tipe a/m(Syamsuni, 2006).

Pewarnaan dilakukan cara sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas objek glass, ditambahkan satu tetes biru metilen, diaduk. Bila biru metilen tersebar merata berarti sediaan tipe minyak dalam air, tetapi jika warna hanya berupa bintik-bintik biruberarti tipe sediaan adalah air dalam minyak (Ditjen, POM.,1985).

3.4.3.3 Pengukuran pH sediaan

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.Alat terlebih dulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1%,yaitu ditimbang 0,5 g sediaan dan dilarutkan dalam 50 ml akuades. Kemudiaan elektroda dicelupkan kedalam


(31)

24

larutan tersebut.Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.4.3.4 Penentuan stabilitas sediaan

Pengamatan stabilitas dilakukan pada penyimpanan suhu kamar.Masing-masing formula sediaan dimasukkan kedalam pot plastik, ditutup bagian atasnya.Selanjutnya, dilakukan pengamatan pada saat sediaan telah selesai dibuat, penyimpanan 1, 4, 8, dan 12 minggu dilakukan pada suhu kamar. Selanjutnya, dilakukan pengamatan berupa pecah atau tidaknya emulsi, perubahan warna dan bau dari sediaan(Ansel, 2005).

3.4.3.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Penelitian ini dilakukan pada 10 orang sukarelawan. Sediaan dioleskan di bagian lengan bawah, kemudian dibiarkan selama 48 jam dan dilihat perubahan yang terjadi berupa kemerahandan pembengkakan pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).

3.4.3.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk meningkatkankelembaban kulit

Kemampuan sediaan untuk meningkatkan kelembaban kulit ditentukan dengan menggunakan alat skin analyzer yaitu moisture cheker.Adapun parameter untuk pengukuran kadar air ditandai dengan dehidrasi: 0-29, normal: 30-50, dan hidrasi: 51-100. Setiap formula di ujikan pada sukarelawan yaitu pada bagian pergelangan atas tangan yaitu dengan diberi tanda lingkaran lalu dioeskan sehari dua kali selama satu bulan. Pengukuran kelembaban awal dilakukan sebelum sediaan digunakan, selanjutnya dilakukan pengukuran kelembaban pada daerah kulit yang diuji pada minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4.


(32)

25

a. Bersihkan permukaan kulit yang hendak diukur dengan tissu halus

b. Bersihkan bagian sensor pada moisture cheker dengan menggunakan kain lensa yang tersedia

c. Tekan tombol power pada moisture cheker dan tunggu hingga menunjukkan angka 00,0

d. Letakkan diatas permukaan kulit yang akan diukur, angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit.


(33)

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan dengan menganalisis kandungan asam lemak yang terkandung dalam minyak wijen di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan. Kemudian mencocokkan hasil analisis yang didapat dengan sebuahjurnalLipids in pharmaceutical and cosmetic preparations.Journal Of Grasas y Aceites.

Hasil analisis komposisi asam lemak dalam minyak wijen dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) yaitu:

- Asam oleat : 36,2% - Asam linoleat : 37,9% - Asam stearat : 6,0% - Asam linolenat : 1%

Adapun komposisi asam lemak yang terdapat pada jurnal Lipids in pharmaceutical and cosmetic preparations yaitu:

- Asam oleat : 35-50% - Asam linoleat : 35-50% - Asam stearat : 3,5-6% - Asam linolenat : 1%

4.2Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.2.1 Pemeriksaan homogenitas

Dari percobaan yang dilakukan pada sediaan krim pelembab tidak diperoleh butiran-butiran, maka sediaan krim pelembab dikatakan homogen.


(34)

27

4.2.2 Penentuan tipe emulsi pada sediaan krim

Menurut Syamsuni (2006), penentuan tipe emulsi dapat ditentukan dengan pengenceran fase dan pewarnaan dengan metilen biru. Penentuan tipe emulsi dengan pengenceran fase dilakukan dengan cara mengencerkannya dengan air, dengan prinsip tersebut maka tipe emulsi m/a dapat diencerkan dengan air sedangkan tipe emulsi a/m tidak dapat diencerkan dengan air. Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sediaan krim dengan pengenceran fase menggunakan air dan pewarnaan dengan metilen biru yaitu:

Tabel 4.1 Data hasil penentuan tipe emulsi sediaan

No Formula Terdispersinya

Sediaan dalam air

Terdispersinya metilen biru dalam sediaan

1 F0 √ √

2 F1 √ √

3 F2 √ √

4 F3 √ √

5 F4 √ √

6 F5 √ √

Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding) √ : Terdispersi secara 27egative - : Tidak terdispersi secara 27egative

Berdasarkan hasil uji tipe emulsi dengan pengenceran fase, formula F0, F1, F2, F3, F4 dan F5 dapat diencerkan dengan penambahan air, dengan demikian membuktikan sediaan krim tersebut mempunyai tipe emulsi m/a. Pengujian tipe emulsi dengan cara pewarnaan dengan metilen biru. Pengujian dilakukan menambahkan larutan metilen biru pada sediaan yang diuji. Apabila dapat memberikan warna biru pada emulsi maka emulsi tersebut adalah tipe m/a.


(35)

28

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan bahwa formula F0,F1, F2, F3, F4 dan F5 mempunyai tipe m/a karena metilen biru dapat terlarut dan memberikan warna biru yang homogen.

4.2.3 Penentuan pH sediaan

pH sediaan ditentukan dengan menggunakan pH meter. Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2 Data Pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat

No Formula pH

I II III Rata-rata

1 F0 6,0 6,1 6,1 6,06

2 F1 6,0 6,1 6,1 6,07

3 F2 5,9 6,0 6,1 6,00

4 F3 5,9 6,0 6,0 5,97

5 F4 5,9 6,0 5,9 5,93

6 F5 6,0 6,0 6,1 6,03

Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel)

Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5%

Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5%

Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5%

Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10%

Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding)

Tabel 4.3Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpananselama 12minggu

No Formula pH

I II III Rata-rata

1 F0 5,1 5,2 5,2 5,16

2 F1 5,6 5,7 5,7 5,67

3 F2 5,7 5,7 5,7 5,7

4 F3 5,7 5,7 5,7 5,7

5 F4 5,7 5,7 5,7 5,7

6 F5 5,8 5,9 5,9 5,87

Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel)

Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5%

Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5%

Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5%

Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10%


(36)

29

Hasil penentuan pH sediaan pada saat selesai dibuat, diperoleh bahwa pH pada formula F0: 6,06; F1: 6,07; F2: 6,00; F3: 5,97; F4: 5,93; F5:6,03. Setelah penyimpanan selama 12 minggu terjadi perubahan pH pada setiap sediaan yaitu: F0: 5,16; F1:5,67; F2: 5,7; F3: 5,7; F4: 5,7 F5: 5,87.

Perubahan pH yang terjadi pada sediaan krim yaitu seluruh sediaan mengalami penurunan pH setelah penyimpanan selama 12 minggu.Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh kondisi lingkungan seperti udara selama penyimpanan, dimana oksigen dapat mempengaruhi kestabilan dari zat-zat yang mudah teroksidasi seperti hal nya minyak.

Perubahan pH yang terjadi sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ansel(2005), bahwa oksidasi dari suatu zat obat yang rentan kebanyakan terjadi bila zat tersebut dipaparkan ke cahaya, atau dikombinasi dalam formulasi dengan zat-zat kimia lainnya tanpa melihat ke pengaruhnya terhadap oksidasi dengan tepat. Kestabilan dari obat-obat yang dapat dioksidasi dapat dipengaruhi oleh

oksigen sehinggga penambahan antioksidan perlu untuk

menstabilkannya.Ketidakstabilan tersebut sangat berpengaruh terhadap pH sediaan.

Berdasarkan hasil penentuan pH tersebut dapat diketahui bahwa meskipun terjadi penurunan pH setelah penyimpanan 12 minggu tetapi masih menunjukkan kisaran pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5–6,5 sehingga tidak beresiko untuk menimbulkan reaksi yang negative pada kulit.

4.2.4 Pengamatan stabilitas sediaan krim

Ketidakstabilan formulasi obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, dan tekstur dari formulasi tersebut.Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika semua atau


(37)

30

sebagian dari cairan fase tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau dasar emulsi.Oleh sebab itu perlu dilakukan uji evaluasi selama 3 bulan dan dianggap sebagai stabilitas minimum yang harus dimiliki oleh suatu emulsi (Ansel, 2005).

Berikut ini adalah data hasil pengamatan stabilitas sediaan krim saat selesai dibuat dan setelah penyimpanan selama 12 minggu.

Tabel 4.4Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim saat selesai dibuat dan setelah 1, 4, 8, dan 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar

No Formu la

Lama Pengamatan

Awal 1 minggu 4 minggu 8 minggu 12 minggu x y z x y z x y z x y z x y z 1 F0 - - - - - - - - - - - - - - - 2 F1 - - - - - - - - - - - - - - - 3 F2 - - - - - - - - - - - - - - - 4 F3 - - - - - - - - - - - - - - - 5 F4 - - - - - - - - - - - - - - - 6 F5 - - - - - - - - - - - - - - - Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel)

Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding) x : Perubahan warna

y : Perubahan bau

z : Pemisahan fase - : Tidak ada perubahan √ : Terjadi perubahan

Berdasarkan hasil uji stabilitas pada sediaan selama 12 minggu, maka diperoleh hasil pada Tabel 4.4 diatas yang menunjukkan bahwa seluruh sediaan dari tiap formula tidak mengalami perubahan warna, bau, dan tidak terjadi pemisahan fase baik pada pengamatan minggu ke-1, ke-4, ke-8 dan minggu ke-12


(38)

31

selama penyimpanan pada suhu kamar. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan stabil secara fisik.

4.2.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan

Tabel 4.5Data hasil uji iritasi terhadap sukarelawan selama 24 dan 48 jam

Formula Sukarelawan Reaksi 24 jam 48 jam

Kulit Kulit

F0

I Erythema 0 0

Edema 0 0

II Erythema 0 0

Edema 0 0

III Erythema 0 0

Edema 0 0

F1

I Erythema 0 0

Edema 0 0

II Erythema 0 0

Edema 0 0

III Erythema 0 0

Edema 0 0

F2

I Erythema 0 0

Edema 0 0

II Erythema 0 0

Edema 0 0

III Erythema 0 0

Edema 0 0

F3

I Erythema 0 0

Edema 0 0

II Erythema 0 0

Edema 0 0

III Erythema 0 0

Edema 0 0

F4

I Erythema 0 0

Edema 0 0

II Erythema 0 0

Edema 0 0

III Erythema 0 0

Edema 0 0

F5

I Erythema 0 0

Edema 0 0

II Erythema 0 0

Edema 0 0

III Erythema 0 0

Edema 0 0

Keterangan: Index iritasi primer: 0/48 = 0,00 sistem skor FederalHazardousSubstance

Act (Barel,et al.,2001).


(39)

32

Tidak Erythema 0 Tidak edema 0

Sangat sedikit erythema 1 Sangat sedikit edema 1

Sedikit erythema 2 Sedikit edema 2

Erythema sedang 3 Edema sedang 3

Erythema sangat parah 4 Edema sangat parah 4

Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan, tidak terlihat adanya reaksi iritasi seperti erythema dan edema pada kulit dari setiap formula, hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan sediaan aman untuk digunakan.

4.2.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk meningkatkan

kelembabankulit

Hasil pengukuran kelembaban yang menunjukkan persentase peningkatan kelembaban kulit pada tiap minggu pengujian.

Tabel 4.6Data kelembaban kulit sebelum penggunaan krim m/a dansetelahpenggunaan krim m/a pada minggu ke 1,2,3, dan 4.

Formula Sukarelawan

Kelembaban pada minggu (%) Awal

1 2 3 4

F0

I 28.35 28.81 29.26 29.91 30.53

II 29.41 29.92 30.33 30.94 31.56 III 29.89 30.44 30.88 31.55 32.21 F1

I 28.81 29.54 30.61 32.45 34.41

II 28.71 29.45 30.56 31.92 34.15 III 29.80 30.51 31.60 33.24 35.40 F2

I 29.44 30.65 32.47 34.88 36.81

II 29.18 30.42 32.19 34.50 36.57 III 30.51 31.83 33.69 36.19 38.28 F3

I 30.04 31.62 33.72 36.25 39.26

II 28.76 30.34 32.38 34.88 37.68 III 29.12 30.68 32.73 35.19 38.14 F4

I 28.93 30.82 33.29 36.42 40.32

II 29.44 31.42 33.92 37.25 41.29 III 29.19 31.08 33.62 36.84 40.88 F5

I 32.21 33.44 35.18 37.56 40.23

II 29.71 30.82 32.56 34.69 37.22 III 29.62 30.88 32.34 34.57 36.96 Keterangan : Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel)

Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10%


(40)

33

Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding) Dehidrasi : 0-29

Normal : 30-50 Hidrasi : 51-100

Tabel 4.7Data peningkatan persentase kelembaban krim m/a Formula Sukarelawan

Peningkatan kadar air pada minggu ke

1 2 3 4

% % % %

F0

I 1,62 3,21 5,50 7,69

II 1,73 3,13 5,20 7,31

III 1,84 3,11 5,55 7,76

Rata-rata 1,73 3,22 5,42 7,59

F1

I 2,53 6,24 12,64 19,44

II 2,58 6,44 11,18 18,94

III 2,38 6,04 11,54 18,79

Rata-rata 2,49 6,24 11,79 19,06

F2

I 4,11 10,29 18,47 25,03

II 4,25 10,32 18,50 25,33

III 4,33 10,42 18,61 25,47

Rata-rata 4,23 10,34 18,53 25,28

F3

I 5,26 12,25 20,67 30,69

II 5,49 12,59 21,27 31,01

III 5,36 12,39 20,85 30,96

Rata-rata 5,37 12,41 20,93 30,89

F4

I 6,53 15,07 25,89 39,37

II 6,73 15,22 26,53 40,25

III 6,47 15,17 26,21 40,05

Rata-rata 6,58 15,15 26,21 39,89

F5

I 3,82 9,22 16,61 24,89

II 4,07 9,59 16,76 25,28

III 3,91 9,18 16,71 24,78

Rata-rata 3,93 9,33 16,69 24,98

Keterangan : Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding)

Berdasarkan data yang diperoleh setelah pengukuran kelembaban seperti pada grafik, terlihat bahwa terdapat peningkatan persentase kelembaban kulit pada tiap formula dimana persentase kelembaban semakin meningkat dengan


(41)

34

bertambahnya waktu pengukuran dan peningkatan persentase kelembaban berbeda antar formula yang satu dengan yang lainnya.

Gambar 4.1Grafik persentase peningkatankadar air setelah pemberian krim pada sukarelawan

Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding)

Secara umum, terlihat bahwa setiap formula menunjukkan peningkatan persentase kelembaban sebelum penggunaan dan setelah penggunaan krim, dimana persentase kelembaban semakin meningkat dengan bertambahnya waktu penggunaan krim, hal ini dapat dilihat bahwa persentase kelembaban pada tiap formula meningkat pada minggu ke-1 dan semakin meningkat pada minggu ke-2, ke-3 dan ke-4. Tetapi, peningkatan persentase kelembaban berbeda pada tiap formula.Dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen pada krim semakin tinggi pula peningkatan persentase kelembabannya. Sementara pada formula F5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 1 2 3 4 5

K ada r a ir (%) Waktu (minggu) F0 F1 F2 F3 F4 F5


(42)

35

(pembanding gliserin 2%) terlihat grafik persentasenya hampir sejajar dengan formula F2 (minyak wijen 5%) ini menandakan pada F5 kemampuannya untuk meningkatkan kelembaban kulit hampir sama dengan F2 (minyak wijen 5%). Berbeda untuk F3 dan F4 dimana lebih tinggi kemampuannya meningkatkan kelembaban kulit dibandingkan F5.Artinya, pada F3 dan F4 lebih bagus peningkatan kemampuan melembabkan kulit daripada F5 (pembanding gliserin 2%). Kemampuan yang paling tinggi untuk meningkatkan kelembaban kulit yaitu pada formula F4 hingga 39,89%.

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik menggunakan ujiAnova

menunjukkan kondisi kadar air kulit pada kondisi awal dan minggu 1 untuk semua formula peningkatan kemampuan untuk melembabkan kulit hampir sama dimana signifikan P>0,05, sedangkan pada minggu ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5 semakin jelas telihat perbedaan kemampuan krim untuk melembabkan kulit dimana signifikan P<0,05 artinya perbedaan yang signifikan antara semua formula tersebut untuk meningkatkan kelembaban kulit.


(43)

36

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

a. Minyak wijendapat diformulasikan dalam sediaan krim pelembab. Hasil evaluasi menunjukkan sediaan krim yang homogen, memiliki tipe emulsi m/a dan pH sesuai dengan pH kulit (4,5-6,5), tidak mengiritasi serta stabil secara fisik selama penyimpanan 12 minggu.

b. Penambahan minyak wijen (Oleum sesami) dalam sediaan krim yang dihasilkan mampu meningkatkan kelembaban kulit dengan rata-rata persentase yaitu F0 (Blanko): 7,59%, F1 (minyak wijen 2,5%): 19,06%, F2 (minyak wijen 5%): 25,28%, F3 (minyak wijen 7,5%): 30,89%, F4(minyak wijen 10%): 39,89%, F5(gliserin 2%): 24,98%. Formula yang paling tinggi meningkatkan persentase kelembaban kulit hingga 39,89% yaitu F4 (minyak wijen 10%), dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen yang ditambahkan pada sediaan, maka semakin tinggi pula kemampuan meningkatkan kelembaban kulit.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan minyak wijen dalam bentuk sediaan kosmetik lain seperti lotion.


(44)

5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh manusia sehingga menjadi bagian yang bersentuhan langsung dengan lingkungan, Fungsi utama kulit adalah sebagai pelindung. Fungsi perlindungan ini terjadi seperti pelepasan sel-sel yang sudah mati, respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet, sebagai perasa dan peraba (Muliyawan dan Suriana, 2013).Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.Kulit merupakan organ yang merupakan cermin kesehatan(Wasitaatmadja, 1997).

2.1.1 Struktur kulit

Kulit terbagi atas3 lapisan utama:

1. Epidermis (kulit ari) sebagai lapisan yang paling luar

Para ahli histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga ke dalam menjadi 5 lapisan yaitu:

a. Lapisan tanduk (stratum corneum)

Lapisan tanduk sebagai lapisan yang paling atas, terdiri atas beberapa lapisan sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang tidak larut air, dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia.Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel-sel yang sudah mati dipermukaan kulit akan melepaskan diri untuk beregenerasi. Permukaan stratum


(45)

6

corneum dilapisi oleh suatu pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut mantel asam kulit.

b. Lapisan jernih (stratum lucidum) disebut juga “lapisan barrier”

Terletak tepat dibawah stratum corneum, merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.Antara stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis yang disebut rein’s barrier yang tidak bisa ditembus (immpermeabel).

c. Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk polygonal, berbutir kasar, berinti mengkerut. Stoughton menemukan bahwa didalam butir keratohyalin itu terdapat bahan logam, khususnya tembaga yang menjadi katalisator.

d. Lapisan malphigi (stratum spinosum) yang selnya seperti berduri

Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri.Intinya besar dan oval.Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein, Cairan limfe masih ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan malphigi ini.

e. Lapisan basal(stratum germinativum)

Lapisan ini hanya tersusun oleh satu lapis sel-sel basal. Adalah lapisan terbawah epidermis.Di dalam stratum germinativum juga terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui denrit-denritnya.

2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat)

Dermis adalah lapisan kulit yang berada dibawah epidermis.Lapisan ini bertanggung jawab terhadap elastisitas dan kehalusan kulit.Selain itu, lapisan


(46)

7

dermis juga berperan menyuplai nutrisi bagian epidermis (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut, papila rambut,kelenjar keringat,saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut.Ujung pembuluh darah danujung sarafjuga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

3. Hipodermis

Lapisan ini terdiri atas jaringan pembuluh darah, dan sel-sel penyimpanan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lain. Lapisan hipodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan untuk melindungi tubuh dari benturan-benturan fisik serta dalam pengaturan suhu tubuh. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan (Guyton dan Hall, 1996).

2.1.2 Fungsi biologik kulit a. Proteksi

Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). b. Thermoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yangkeduanya dipengaruhi saraf otonom.Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokontriksi,sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi


(47)

8

vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas (Tranggono dan Latifah, 2007).

c. Persepsi sensoris

Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan selanjutnya diinterpretasikan oleh korteks serebri (Tranggono dan Latifah, 2007)

d. Absorbsi

Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Material yang mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan material yang larut dalam air (Taranggono dan Latifah, 2007).

2.1.3 Jenis kulit

Secara umum kulit terbagimenjadi3 jenis, yaitu kulit kering, kulit normal, dan kulit berminyak.Pembagian ini didasarkan pada kandungan air dan minyak yang terdapat pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

a. Kulit normal

Kulit normal adalah kulit yang memiliki kadar air tinggi dan kadarminyak rendah sampai normal (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh kulit normal adalah : - Tidak berminyak

- Kulit tampak segar dan cerah

- Bahan-bahan kosmetik mudah menempel di kulit - Kulit bertekstur halus


(48)

9 b. Kulit berminyak

Kulit berminyak yaitu kulit yang memiliki kandungan air dan minyak yang tinggi (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Secara Fisik, kulit jenis ini memiliki ciri-ciri berikut :

- Pori-pori kulit besar terutama di hidung, pipi, dagu karena di sini minyak sangat banyak menumpuk

- Kulit bertekstur kasar dan berminyak - Mudah kotor dan sangat rentanberjerawat c. Kulit Kering

Kulit kering adalah kulit yang memiliki kadar air kurang atau rendah (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Ciri-ciri fisik yang tampak pada kulit kering yaitu: - Kulit kelihatan kusam

- Pori-pori halus, kulit muka tipis - Sangat sensitif

- Cepat menampakkan kerutan-kerutan, karena kelenjar minyak kurang menghasilkan minyak

Kulit terdiri dari beberapa jenis, biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan perubahan jenis kulit tersebut.Seperti kulit normal menjadi kering atau normal menjadi berminyak. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Usia, perubahan jenis kulit dapat dialami oleh orang yang sama disebabkan usia yang bertambah misalnya kulit normal di masa remaja menjadi kering di usia lanjut.


(49)

10

b. Iklim, pengaruh dari udara dapat merubah jenis kulit, misalnya kulit normal menjadi kering oleh hawa dingin.

c. Makanan, pembentukan kulit tergantung pada zat makanan yang bervariasi dan seimbang. Makanan yang berlemak, panas dan pedas atau minuman-minuman keras menyebabkan kulit normal akan menjadi berminyak.

d. Pengaruh sinar, pengaruh sinar UV dari matahari terhadap kulit adalah: - Kulit berwarna hitam

- Cepat keriput dan tua

- Kemungkinan terjadi kanker kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013). 2.1.4 Faktor yang menyebabkan dehidrasi kulit

Normalnya, kulit sehat dilindungi dari kekeringan oleh bahan-bahan yang bisa menyerap air seperti asam amino, purin, pentose, choline, dan derivate asam fosfat yang jumlah totalnya 20% dari berat lapisan stratum corneum. Bahan-bahan yang larut dalam air tersebut dapat terangkat dari kulit oleh perspirasi atau pencucian jika bahan-bahan itu tidak dilindungi oleh lapisan lemak tipis yang tidak larut dalam air.Jika lapisan lemak tipis itu diangkat, bahan-bahan yang dapat larut airitu terbuka dan siraman air berikutnya akan mengangkat mereka, meninggalkan kulit yang sebagian atas sepenuhnya kehilangan karakter hidrofilik dan elastisitasnya. Demikian penghilang lapisan lemak kulit menyebabkan dehidrasi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Berkali-kali menggosok kulit dengan sabun atau detergent akan menimbulkan efekseperti di atas. Mula-mula lemak permukaan kulit diemulsikan dan bahan-bahan hidrofilik dalam stratum corneum dilarutkan.Ketikakulit terbuka


(50)

11

pada udara, stratum corneumdengan cepat mengering dan menjadi kasar dan pecah-pecah (Tranggono dan latifah, 2007).

Pengaruh udara terhadap dehidrasi stratum corneum juga diketahui.Jika kelembaban relatif udara rendah (kandungan uap air dalam udara sedikit), maka resiko kekeringan kulit lebih besar.Dalam udara yang panas, stratum corneum

tidak cepat mengering seperti dalam udara dingin, karena kelenjar sebasea aktif mensuplai permukaan kulit dengan minyak dan air. Jika angin keras, pengupan air kulit lebih cepat karena uap airnya tersapu oleh angin (Tranggono dan latifah, 2007).

Elastisitas stratum corneum dalam udara dingin berkurang karena lilin kulit (bahan semen antara sisik-sisik keratin stratum corneum) menjadi lebih keras dan kokoh, selain itu sekresi sebum juga berkurang (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.1.5 Alasan kulit dilembabkan

Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis dipermukaannya, yang antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukanlapisan lemak tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang menyebabkan dehidrasi (Tranggono dan Latifah, 2007).

Menurut penelitian Blank, et al., (1952), kandungan air di dalam stratum corneum, meskipun sedikit(hanya 10%), sangat penting. Kelembutan dan elastisitas stratum corneum sepenuhnya tergantung pada air yang dikandungnya, dan bukan pada lemaknya.Blank juga menemukan bahwa stratum corneum yang diletakkan di udara kering menjadi keras, bersisik, dan tidak dapat dilunakkan kembali hanya dengan pemberian lemak seperti lanolin, olive oil, dan


(51)

12

petrolatum.Stratum corneum ini baru menjadi lunak kembali setelah diberi air (Tranggono dan Latifah, 2007).

Stratum corneum terbuat dari sisik-sisik keratin dan semen yang mirip lilin, yang mengisi celah-celah piringan-piringan keratin tersebut. Keratin terdiri molekul-molekul rantai panjang yang dihubungkan satu sama lain dengan jembatan garam atau hidrogen. Semakin sedikit jumlah air diantara rantai-rantai, semakin kuat ikatan itu dan semakin rendah elastisitas keratin stratum corneum. Kulit akan kering dan pecah-pecah. Mikroorganisme, kotoran, sisa sabun dan lain-lain akan masuk dan menumpuk dalam celah tersebut sehingga menimbulkan berbagai gangguan kebersihan dan kesehatan serta menjadi sumber infeksi. Bila bakteri atau bahan iritan menembus retak V tersebut sampai ke bawah lapisan

rein’s tipe kelainan kulit yang lain, keratinisasiyang tidak normal, dapat terjadi.

stratum germinativum bereaksi terhadap bahan iritan dengan meningkatkan pembelahan sel-selnya, mengakibatkan migrasi sel yang sangat cepat ke atas sehingga terjadi penebalan stratum corneumdengan sel-sel semi- keratinisasi. Komposisi bahan semen stratum corneum juga menjadi abnormal, membuat aglomerasi sel-sel menjadi sisik-sisik yang lebih kasar.Bila sisik-sisik ini terlepas, terjadi celah yang lebih dalam yang dapat menampung lebih banyak kotoran dan mikroorganisme (Tranggono dan Latifah, 2007).

Secara garis besar, retak-retak pada stratum corneum di bawah kondisi yang kurang baik akan menimbulkan gangguan kulit yang lebih serius. Jika celah-celah berbentuk V itu berkembang dan bahan-bahan asing seperti sisa sabun, kotoran, dan mikroorganisme masuk, maka kulit yang menjadi kering dan retak-retak itu akan menimbulkan iritasi dan peradangan atau keratinisasi abnormal


(52)

13

yang juga akan melemahkan kulit. Disinilah perlunya kosmetik pelembab kulit untuk mencegah dehidrasi kulit yang menyebabkan kekeringan dan retak-retak pada kulit serta akibat-akibat buruknya (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2 Emulsi

Emulsi adalahsediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari dua cairan yang tidak tercampur, dimana salah satu cairan yang terdispersi dalam bentuk globul dalam cairan lainnya (Anief, 2004).

Emulsi mengandung bahan obat cair, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfakatan yang cocok. Emulsi biasanya mengandung dua zat yang tidak bercampur, yaitu air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar diperoleh emulsi stabil (Anief, 2004).

Emulsi dinyatakan sebagai sistem minyak dalam air (m/a) jika fase dispersi merupakan fase yang tidak bercampur dengan air, dan air merupakan fase kontinyu. Jika terjadi sebaliknya, maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air dalam minyak (Ditjen POM, 1985).

Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan bersatu membentuk partikel yang lebih besar dan akhirnya terpisah menjadi dua fase. Secara umum, ada tiga pola kerusakan emulsi:

1. Kriming adalah proses mengembangnya partikel karena pengaruh gravitasi, sehingga masing-masing partikel memisah menjadi bentuk emulsi krim dan emulsi yang lebih encer.


(53)

14

2. Inversi fase adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi karena perubahan fase m/a menjadi a/m atau sebaliknya.

3. De-emulsifikasi adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi masing-masing komponen cair.

Sumber ketidakstabilan lainnya adalah pertumbuhan mikroorganisme. Emulsi m/a yang dibuat dengan bahan alam seperti gom, karbohidrat, dan protein sangat cepat ditumbuhi bakteri pembusuk, jamur (Anief, 2004)

2.3 Kosmetik

2.3.1 Defenisi kosmetik

Kosmetik berasal dari kata kosmetikos (yunani) yang berarti keterampilan, menghias, dan mengatur.Kosmetik adalah campuran bahan yang diaplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut, bibir, gigi, dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik, melindungi, memperbaiki, sehingga penampilannya lebih cantik dari semula (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.3.2 Tujuan penggunaan kosmetik

Tujuan penggunaan kosmetik dapat dikelompokkan sebagai berikut (Rostamailis, 2005):

a. Melindungi kulit dari pengaruh-pengaruh luar yang merusak misalnya sinar matahari, perubahan cuaca.

b. Mencegah lapisan terluar kulit dari kekeringan, terutama orang-orang yang tinggal di daerah yang iklimnya dingin seperti daerah pegunungan yang selalu lembab dan diselimuti awan.


(54)

15

c. Mencegah kulit cepat kering dan keriput, karena kosmetik menembus ke bawah lapisan luar dan memasukkan bahan-bahan aktif ke lapisan-lapisan yang terdapat lebih dalam.

d. Melekat di atas permukaan kulit untuk mengubah warna atau rona daerah kulit tertentu.

e. Memperbaiki kondisi kulit misalnya kulit yang kering, normal dan berminyak. f. Menjaga kulit tetap kencang.

g. Mengubah rupa/penampilan misalnya, bila telah dipakai kosmetik yang diinginkan sehingga orang memandang kita ada perasaan berubah, bisa berubah bertambah cantik/segar.

2.3.3 Kosmetika pelembab

Setiap orang mempunyai jenis kulit yang berbeda-beda.Namun, apapun jenis kulit itu membutuhkan perawatan dan perlindungan agar tetap sehat dan terhindar dari gejala penuaan dini.Ada beberapa langkah idealyang harus dilakukan dalam rangkaian perawatan kulit sehari-hari yaitu pembersihan, pelembaban, perlindungan dan tata rias.Perawatan kulit ini penting untuk melindungi kulit dari kerusakan dan penuaan dini.Salah satu hal dalam perawatan kulit adalah melindungi kulit dari dehidrasi. Kulit yang mengalami dehidrasi akan cepat berkerut dan tampak kusam, sehingga pelembaban merupakan salah satu langkah terpenting dalam rangkaian kegiatan perawatan kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Kosmetik pelembab perlu dikenakan terutama pada kulit kering atau kulit normal yang cenderung kering, terutama jikasi pemakai akan lama berada di


(55)

16

dalam lingkungan yang mengeringkan kulit, misalnya ruangan ber-AC (Tranggono dan Latifah, 2007).

Menggunakan produk pelembab adalah salah satu cara termudah untuk menjaga kelembapan kulit. Krim pelembab memang dirancang untuk meningkatkan dan menjaga kelembapan kulit dalam berbagai kondisi, baik kondisi panas maupun dingin (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Krim pelembab memiliki kekentalan yang bervariasi dari ringan hingga sangat kental. Kekentalan krim ini ditentukan oleh dua faktor yaitu, kandungan minyak dan gliserol yang menyusun krim pelembab tersebut. Beberapa penyusun krim pelembab ini yaitu:

• Emulsi minyak dalam air, yaitu krim dengan bahan dasar air yang mengandung tetesan kecil minyak.

• Emulsi air dalam minyak, yaitu krim yang mengandung lebih banyak minyak. Krim ini cocok dipakai pada kulit yang kering, karena mampu bertahan lebih lama.

Jenis krim pelembab yang tersusun atas emulsi minyak dalam air lebih diminati. Selain tidaka terlalu berminyak dan lengket, krim ini juga lebih mudah menyerap dalam kulit dan memberi efek mendinginkan. Pelembab mampu menjaga kelembaban kulit karena krim pelembab mengandung bahan yang mampu menahan air didalam jaringan kulit, terutama epidermis. Bahan utama penyusun krim pelembab, antara lain: lemak, minyak tumbuhan yang dinilai lebih mudah bercampur dengan lemak kulit dan lebih mampu menembus sel-sel kulit, air yang sudah didestilasi, bahan tambahan lain seperti antioksidan, vitamin, dan bahan pengawwt yang aman bagi kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).


(56)

17

Usia dewasa, kulit mengalami beberapa perubahan, sesuai dengan bertambahnya usia, seperti usia 20-30 tahun. Pada usia ini kulit berada pada kondisi yang paling optimal, perkembangan pembuluh darah, kolagenmencapai puncaknya. Pergantian sel kulit mati dengan yang baru berjalan dengan baik. Perawatan kulit pada usia ini tidaklah rumit, hanya diperlukan perawatan standar berupa pembersih, sabun dan penyegar, jangan lupa menggunakan pelembab minimal 2 kali sehari. Sebaiknya dioleskan setiap setelah mandi (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.4 Bahan-Bahan Sediaan Krim Pelembab

Bahan-bahan yang digunakan mencakup emolien, zat sawar, zat humektan, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum (Ditjen, POM., 1985).

a. Emolien: Zat yang paling penting untuk bahan pelembut kulit adalah turunan dari lanolin dan derivatnya, hidrokarbon, asam lemak.

b. Zat sawar: Bahan-bahan yang biasa yang digunakan adalah paraffin wax, asam stearat.

c. Humektan: Suatu zat yang berfungsi sebagai pelembab kulit. Berbagai macam humektan digunakan dalam kosmetik termasuk alkohol polihidrat seperti gliserin, propilen glikol, dan sorbitol. Humektan memainkan peran penting dalam kosmetik, yaitu untuk mempertahankan kadar air pada kulit dan mampu menarik air dari udara serta menahan air agar tidak menguap.

d. Zat pengemulsi adalah bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan-bahan secara merata., misalnya gliseril monostearat, trietanolamin

e. Pengawet adalah Bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu yang lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga menangkal


(57)

18

terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba sehingga kosmetika menjadi stabil. Selain itu juga dapat bersifat antioksidan yang dapat menangkal terjadinya oksidasi.

f. Parfum: Pemilihan parfum yang digunakan pada sediaan krim biasanya didasarkan atas nilai keindahan, tetapi sudah pasti jika wangi yang ditimbulkan dari parfum menambah daya tarik dari konsumen untuk memilih produk yang ditawarkan produsen.

2.5 Uraian Tanaman Wijen

Wijen termasuk tanaman dari famili pedaliceae. Tanaman ini tergolong jenis terna tahunan yang tingginya dapat mencapai 2 meter. Batang tanaman mempunyai bau yang khas, bersegi empat dengan sudut agak tumpul. Daunnya berbentuk bundar atau telur, sedikit lonjong. Daunnya memiliki tepi yang rata atau sedikit bergigi dengan tekstur kasar. Daun ini tersusun berselang seling atau hampir berhadapan (Jaelani, 2009).

Jenis biji wijen ada 2 yaitu wijen hitam dan wijen putih tetapi biasa digunakan yang berwarna putih pada industri makanan.Biji wijen dengan warna putih cenderung menghasilkan minyak dengan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan biji yang berwarna hitam.Sedangkan warna hitam menghasilkan persentase minyak yang lebih besar (Jaelani, 2009).

Bunga tanaman berwarna putih, merah jambu, ungu berbintik lembayung atau kuning dibagian dalamnya. Bunga wijen muncul dari ketiak daunnya. Buahnya berbentuk kotak, lonjong dan beruang empat dengan sekat biji-biinya. Didalam buah terdapat biji yang berukuran kecil dengan jumlah yang cukup


(58)

19

banyak. Biji-biji ini bentuknya bundar seperti telur tetapi agak putih dan meruncing di ujungnya (Jaelani, 2009).

2.5.1 Taksonomi wijen (Sesamum indicum)

Tanaman wijen mempunyai taksonomi sebagai berikut: Philum : Spermatophyta

Divisi : Angiospermae Sub-divisi : Dicotyledone Ordo : Pedaliales Famili : Pedaliceae Genus : Sesamum

Spesies : Sesamum indicum L

2.5.2 Kandungan dan manfaat minyak wijen

Biji wijen mengandung kadar minyak nabati sebesar 45-55% yang terdiri atas asam stearat, asam palmitat, asam oleat, asam linoleat. Minyak ini berwarna kuning agak jernih dan berasa agak manis. Selain minyak nabati ada protein, serat, kalsium, vitamin B dan vitamin E (Jaelani, 2009).

Dibidang kosmetik, minyak wijen sangat diperlukan untuk campuran minyak rambut selain itu bisa juga mencegah penuaan dini dan sebagai bahan makanan.


(59)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmetik berasal dari kata kosmetikos (Yunani) yang berarti keterampilanmenghias, dan mengatur.Kosmetik adalah campuran bahan yang diaplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut, bibir, gigi, dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik, melindungi, memperbaiki, sehingga penampilannya lebih cantik dari semula (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Adapun tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat adalah untuk kebersihan pribadi,meningkatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan rasa percaya diri, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV(Mitsui, 1997).

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus, respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untukmelindungi dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai perasa dan peraba, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

Perawatan kulit penting untuk melindungi kulit dari kerusakan dan penuaan dini.Salah satu perawatan kulit adalah melindungi kulit dari dehidrasi. Kulit yang mengalami dehidrasi akan cepat berkerut dan tampak kusam, sehingga pelembaban merupakan langkah dalam perawatan kulit. Pelembab berfungsi


(60)

2

melindungi kulit dari dehidrasi, kulit pun tampak lembut, segar, dan cerah (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Kosmetika pelembab perlu digunakan terutama pada kulit kering atau kulit normal yang cenderung kering terutama jika si pamakai akan lama berada didalam lingkungan yang mengeringkan kulit, misalnya ruangan ber-AC. Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaannya, yang antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan menyebabkan dehidrasi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Menggunakan produk pelembab seperti krim pelembab adalah salah satu cara termudah untuk menjaga kelembaban kulit.Pelembab mampu menjaga kelembaban kulit karena krim pelembab mengandung bahan yang mampu menahan air di jaringan kulit terutama epidermis.Salah satu penyusun dari krim pelembab adalah gliserin tetapi kurang disukai dan terasa panas di kulit makanya diganti dengan minyak tumbuhan karena dinilai lebih mudah bercampur dengan lemak kulit dan lebih mampu menembus sel-sel kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Minyak wijen adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji-biji sesami, berupa cairan yang warnanya kuning pucat, berbau lemah, dan rasa tawar. Umumnya biji wijen berisi sekitar 47% minyak lemak. Kandungan dari minyak wijen ini adalah minyak nabati, protein, serat, kalsium, vitamin B, dan vitamin E. Manfaat dari wijen ini antara lain untuk industri farmasi, kosmetik, obat-obatan, pembuatan makanan dan minyak goreng.Minyak wijen memiliki 2 antioksidan penting yaitu sesamin dan sesamolin.Minyak wijen banyak jadi


(61)

3

kosmetik karena sifat antioksidan yang dimilikinya (Suparni dan Wulandari, 2012).

Beberapa keuntungan dari minyak wijen seperti melembabkan kulit karena adanya kandungan vit E, asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitat, sebagai tabir surya alami dikarenakan mengandung vit E yang berfungsi sebagai antioksidan baik dan memperlambat penuaan kulit (Ambikar,et al., 2014).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk memformulasikan minyak wijen sebagai bahan pelembab dalam sediaan krim.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah :

a. Apakah minyak wijendapat diformulasikan dalam sediaan krim pelembab? b. Apakah minyak wijen dalam sediaan krim mampu mengurangi penguapan

air dari kulit?

c. Apakah sediaan krim minyak wijen tidak menyebabkan iritasi? 1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah :

a. Minyak wijendapat diformulasikan dalam sediaan krim pelembab.

b. Minyak wijendalam bentuk sediaan krim pelembab mampu mengurangi penguapan air dari kulit.

c. Sediaan krim minyak wijen tidak menyebabkan iritasi. 1.4 Tujuan Penelitian


(62)

4

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk membuat sediaan krim dengan menggunakan minyak wijen sebagai pelembab.

b. Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan minyak wijendalam bentuk sediaan krimmampu mengurangi penguapan air dari kulit.

c. Untuk mengetahui sediaan krim minyak wijen tidak menyebabkan iritasi. 1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil guna minyak wijenyaitu tidak hanya sebagai bahan konsumsi tetapi juga sebagai bahan kosmetik, yaitu sebagai bahan pelembab kulit dalam sediaan krim.


(63)

vi

SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM SEDIAAN KRIM

ABSTRAK

Latar Belakang: Minyak wijen (Oleum sesami) merupakan minyak nabati yang diperoleh dengan pemerasan biji-biji sesami. Minyak wijen kaya akan asam lemak seperti asam oleat, asam linoleat, palmitat dan asam stearat. Selain itu minyak wijen memiliki kandungan protein, serat, kalsium, vitamin B, dan vitamin E. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan krim dengan menggunakan minyak wijen sebagai pelembab, mengetahui kemampuan krim minyak wijen mengurangi penguapan air dari kulit dan mengetahui sediaan krim tidak menyebabkan iritasi.

Metode Penelitian:Pada penelitian ini, krim pelembab mengandung asam stearat sebagai basis krim dan penambahan minyak wijen dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, gliserin 2% dan blanko. Pengujian kemampuan sediaan menggunakan alat skin analyzer untuk meningkatkan kelembaban kulit dengan menggunakan 10 orang sukarelawan. Beberapa pengujiannya yaitu uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, uji iritasi terhadap kulit dan pengamatan stabilitas secara visual selama 12 minggu pada suhu kamar dengan mengamati bau, warna, dan pecah atau tidaknya emulsi dari sediaan.

Hasil: Hasil uji homogenitas menunjukkkan bahwa sediaan krim yang dihasilkan homogen, tipe emulsi minyak dalam air, memiliki pH 5,16-5,87, stabil dalam penyimpanan 12 minggu, tidak mengiritasi kulit, dan memiliki kemampuan meningkatkan kelembaban kulit dengan rata-rata persentasenya yaitu F0 (Blanko): 7,59%, F1 (minyak wijen 2,5%): 19,06%, F2 (minyak wijen 5%): 25,28%, F3 (minyak wijen 7,5%): 30,89%, F4 (minyak wijen 10%): 39,89%, F5 (gliserin 2%): 24,98%, dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi pula kemampuannya meningkatkan kelembaban kulit.

Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak wijen dapat diformulasikan dalan sediaan krim pelembab serta mampu meningkatkan kelembaban kulit hingga 39,89% yaitu formula F4 (minyak wijen 10%).

Kata kunci: minyak wijen, krim, pelembab,kulit


(64)

vii

MOISTURIZER IN CREAM PREPARATION

ABSTRACT

Backgroud: Sesami oil is vegetable oil that is obtained by extortion sesami seeds. Sesami oil is rich in fatty acids such as oleic acid, linoleic acid, palmitic and stearic acid. In addition, sesame oil contains protein, fiber, calcium, vitamin B, and vitamin E.

Purpose: The aim of this study was to prepare cream by using sesami oil as moisturizing agent, to know the ability sesami oil cream reducing in water evaporation from the skin and causing no irritation.

Methods: In thisstudy, moisturizer cream containing stearic acid as cream bases and the addition of sesami oil by using concentration was 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, glycerin 2% and blank. Evaluating the ability of preparation by using Skin Analyzer was to increase the moisture of skin by using 10 volunteers. Some of the evaluating parameters were homogenity test, determining emulsion type, pH, irritation test on skin and evaluating the odor, colour, and emulsion breakage. Results: The result of the homogenity test showed that all of the moisturizing cream preparations were homogenous, oil in water emulsion type, pH of 5.16-5.87, stable in storage for 12 weeks, didn’t irritate skin, and able to improve skin moisture, with the average percentage was F0 (blank):7.59%, F1 (sasami oil 2.5%): 19.06, F2 (sesami oil 5%): 25.28%, F3 (sesami oil 7.5%): 30.89%, F4 (sesami oil 10%): 39.89%, F5 (glycerin 2%): 24.98%, where the higher concentration of sesami oil were added into cream, the greater the ability of cream to improve skin moisture.

Conclusions: The conclusions of this study is sesame oil could be formulated in moisturizer cream preparation and able to increase skin moisture up to 39.89% which is formula F4.

Keywords : Sesame oil, cream, mousturizing, skin


(65)

PENGGUNAAN MINYAK WIJEN (

Oleum sesami

)

SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM

SEDIAAN KRIM

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

GUSMELY SIREGAR

NIM 121524115

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(66)

PENGGUNAAN MINYAK WIJEN (

Oleum sesami

)

SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM

SEDIAAN KRIM

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

GUSMELY SIREGAR

NIM 121524115

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(67)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGGUNAAN MINYAK WIJEN (

Oleum sesami

)

SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM

SEDIAAN KRIM

OLEH:

GUSMELY SIREGAR

NIM 121524115

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 11 November 2015 Disetujui oleh,

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. UripHarahap, Apt Prof. SumadioHadisahputra, Apt.

NIP 195301011983031004 NIP 1 11281983031002

Medan, Desember 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001 Pembimbing I,

Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. NIP 195011171980022001

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si.,Apt. NIP 195807101986012001

Pembimbing II,

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt.

NIP 195404121987012001 Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001

Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. NIP 195011171980022001


(68)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Penggunaan Minyak Wijen (Oleum sesami) Sebagai Pelembab Kulit Dalam Sediaan Krim.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada IbuDra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., dan IbuDra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt.,selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S.,Apt selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan dan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., IbuDra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., danBapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta Bapak Drs. Syahrial Yonoes, SU., Apt., selaku penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda Bonggal dan Ibunda Nurbainah Harahapyang tiada hentinya mendokan, memberikan semangat, dukunganm serta pengorbanan baik materi


(69)

v

maupun non materi. AdikkuEvitamala Siregar, Panindoan Siregar, Fahrizal Siregar, bang Anri Panasehat Siregar danseluruhkeluarga yang turut membantu, mendoakandanmemberikansemangat selama penulis melakukan penelitian.Penulisjugamengucapkanterimakasihkepada sahabat-sahabat dan para sukarelawan yang telahmemberikanbantuandansemangattakterhingga dan kebersamaannya selama ini, serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2015 Penulis,

Gusmely Siregar NIM 121524115


(70)

vi

SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM SEDIAAN KRIM

ABSTRAK

Latar Belakang: Minyak wijen (Oleum sesami) merupakan minyak nabati yang diperoleh dengan pemerasan biji-biji sesami. Minyak wijen kaya akan asam lemak seperti asam oleat, asam linoleat, palmitat dan asam stearat. Selain itu minyak wijen memiliki kandungan protein, serat, kalsium, vitamin B, dan vitamin E. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan krim dengan menggunakan minyak wijen sebagai pelembab, mengetahui kemampuan krim minyak wijen mengurangi penguapan air dari kulit dan mengetahui sediaan krim tidak menyebabkan iritasi.

Metode Penelitian:Pada penelitian ini, krim pelembab mengandung asam stearat sebagai basis krim dan penambahan minyak wijen dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, gliserin 2% dan blanko. Pengujian kemampuan sediaan menggunakan alat skin analyzer untuk meningkatkan kelembaban kulit dengan menggunakan 10 orang sukarelawan. Beberapa pengujiannya yaitu uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, uji iritasi terhadap kulit dan pengamatan stabilitas secara visual selama 12 minggu pada suhu kamar dengan mengamati bau, warna, dan pecah atau tidaknya emulsi dari sediaan.

Hasil: Hasil uji homogenitas menunjukkkan bahwa sediaan krim yang dihasilkan homogen, tipe emulsi minyak dalam air, memiliki pH 5,16-5,87, stabil dalam penyimpanan 12 minggu, tidak mengiritasi kulit, dan memiliki kemampuan meningkatkan kelembaban kulit dengan rata-rata persentasenya yaitu F0 (Blanko): 7,59%, F1 (minyak wijen 2,5%): 19,06%, F2 (minyak wijen 5%): 25,28%, F3 (minyak wijen 7,5%): 30,89%, F4 (minyak wijen 10%): 39,89%, F5 (gliserin 2%): 24,98%, dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi pula kemampuannya meningkatkan kelembaban kulit.

Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak wijen dapat diformulasikan dalan sediaan krim pelembab serta mampu meningkatkan kelembaban kulit hingga 39,89% yaitu formula F4 (minyak wijen 10%).

Kata kunci: minyak wijen, krim, pelembab,kulit


(71)

vii

MOISTURIZER IN CREAM PREPARATION

ABSTRACT

Backgroud: Sesami oil is vegetable oil that is obtained by extortion sesami seeds. Sesami oil is rich in fatty acids such as oleic acid, linoleic acid, palmitic and stearic acid. In addition, sesame oil contains protein, fiber, calcium, vitamin B, and vitamin E.

Purpose: The aim of this study was to prepare cream by using sesami oil as moisturizing agent, to know the ability sesami oil cream reducing in water evaporation from the skin and causing no irritation.

Methods: In thisstudy, moisturizer cream containing stearic acid as cream bases and the addition of sesami oil by using concentration was 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, glycerin 2% and blank. Evaluating the ability of preparation by using Skin Analyzer was to increase the moisture of skin by using 10 volunteers. Some of the evaluating parameters were homogenity test, determining emulsion type, pH, irritation test on skin and evaluating the odor, colour, and emulsion breakage. Results: The result of the homogenity test showed that all of the moisturizing cream preparations were homogenous, oil in water emulsion type, pH of 5.16-5.87, stable in storage for 12 weeks, didn’t irritate skin, and able to improve skin moisture, with the average percentage was F0 (blank):7.59%, F1 (sasami oil 2.5%): 19.06, F2 (sesami oil 5%): 25.28%, F3 (sesami oil 7.5%): 30.89%, F4 (sesami oil 10%): 39.89%, F5 (glycerin 2%): 24.98%, where the higher concentration of sesami oil were added into cream, the greater the ability of cream to improve skin moisture.

Conclusions: The conclusions of this study is sesame oil could be formulated in moisturizer cream preparation and able to increase skin moisture up to 39.89% which is formula F4.

Keywords : Sesame oil, cream, mousturizing, skin


(72)

viii

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 3

1.3Hipotesis ... 3

1.4Tujuan Penelitian ... 4

1.5Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1Kulit ... 5

2.1.1 Struktur kulit ... 5

2.1.2 Fungsi biologik kulit ... 7

2.1.3 Jenis kulit ... 8

2.1.4 Faktor yang menyebabkan dehidrasi kulit ... 10

2.1.5 Alasan kulit dilembabkan ... 11


(73)

ix

2.3 Kosmetik ... 14

2.3.1 Defenisi kosmetik ... 14

2.3.2 Tujuan penggunaan kosmetik ... 14

2.3.3 Kosmetika pelembab ... 15

2.4 Bahan-Bahan Sediaan Krim Pelembab ... 17

2.5 Uraian Tanaman Wijen ... 18

2.5.1 Taksonomi wijen (Sesamum indicum) ... 19

2.5.2 Kandungan dan manfaat minyak wijen ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Alat-Alat ... 20

3.2 Bahan-Bahan ... 20

3.3 Sukarelawan ... 20

3.4 Prosedur Kerja ... 21

3.4.1 Identifikasi sampel ... 21

3.4.2 Formula sediaan krim ... 21

3.4.2.1 Formula dasar krim ... 21

3.4.2.2 Formula yang telah dimodifikasi ... 21

3.4.2.3 Pembuatan sediaan krim ... 22

3.4.3 Pemeriksaanterhadapsediaan ... 23

3.4.3.1Pemeriksaanhomogenitassediaan ... 23

3.4.3.2Penentuantipeemulsisediaan ... 23

3.4.3.3Pengukuran pH sediaan ... 23

3.4.3.4Penentuanstabilitassediaan ... 24


(74)

x

3.4.3.6Penentuan sediaan untuk meningkatkan

kelembababan kulit ... 24

BAB IV HASIL DANPEMBAHASAN ... 26

4.1Identifikasi Sampel ... 26

4.2 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 26

4.2.1 Pemeriksaan homogenitas ... 26

4.2.2 Penentuan tipe emulsi pada sediaan krim ... 27

4.2.3 Penentuan pH sediaan ... 28

4.2.4 Pengamatan stabilitas sediaan ... 29

4.2.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan ... 31

4.2.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk meningkatkan kelembaban kulit ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 39


(75)

xi

Tabel Halaman

3.1 Formula sediaan krim yang dibuat ... 22 4.1 Data hasil penentuan tipe emulsi sediaan ... 27 4.2 Data pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat ... 28 4.3 Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpanan selama

12 minggu ... 28 4.4 Data pengamatan terhadap terhadap kestabilan sediaan krim saat

selesai dibuat dan setelah 1, 4, 8 dan 12 minggu ... 30 4.5 Data hasil uji iritasi sediaan terhadap sukarelawan pada 24 dan

48 jam ... 31 4.6 Data kelembaban kulit sebelum penggunaan krim m/a dan

setelah penggunaan krim m/a pada minggu ke 1,2,3, dan 4 . ... 32 4.7 Data peningkatan persentase kelembaban krim m/a ... 33


(76)

xii

Gambar Halaman

4.1 Grafik persentase peningkatan kadar air setelah pemberian krim


(77)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil analisis kandungan asam lemak minyak wijen ... 39 2. Surat pernyataan sukarelawan ... 40 3. Hasil pengukuran menggunakan moisture cheker (kadar air) . 41 4. Gambar pohon, biji, dan minyak wijen ... 51 5. Gambar sediaan krim setelah dibuat dan setelah12minggu ... 52 6. Gambar alat untuk menguji kelembaban (moisture cheker)

dan pHmeter Hanna ... 53 7. Foto sebelum dan sesudah pemakaian krim ... 54 8. Gambar uji homogenitas dan tipe emulsi dengan pewarnaan

metilen biru ... 57 9. Data hasil analisis statistik dengan SPSS ... 58


(1)

viii

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kulit ... 5

2.1.1 Struktur kulit ... 5

2.1.2 Fungsi biologik kulit ... 7

2.1.3 Jenis kulit ... 8

2.1.4 Faktor yang menyebabkan dehidrasi kulit ... 10

2.1.5 Alasan kulit dilembabkan ... 11


(2)

ix

2.3 Kosmetik ... 14

2.3.1 Defenisi kosmetik ... 14

2.3.2 Tujuan penggunaan kosmetik ... 14

2.3.3 Kosmetika pelembab ... 15

2.4 Bahan-Bahan Sediaan Krim Pelembab ... 17

2.5 Uraian Tanaman Wijen ... 18

2.5.1 Taksonomi wijen (Sesamum indicum) ... 19

2.5.2 Kandungan dan manfaat minyak wijen ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Alat-Alat ... 20

3.2 Bahan-Bahan ... 20

3.3 Sukarelawan ... 20

3.4 Prosedur Kerja ... 21

3.4.1 Identifikasi sampel ... 21

3.4.2 Formula sediaan krim ... 21

3.4.2.1 Formula dasar krim ... 21

3.4.2.2 Formula yang telah dimodifikasi ... 21

3.4.2.3 Pembuatan sediaan krim ... 22

3.4.3 Pemeriksaanterhadapsediaan ... 23

3.4.3.1 Pemeriksaanhomogenitassediaan ... 23

3.4.3.2 Penentuantipeemulsisediaan ... 23

3.4.3.3 Pengukuran pH sediaan ... 23

3.4.3.4 Penentuanstabilitassediaan ... 24


(3)

x

3.4.3.6 Penentuan sediaan untuk meningkatkan

kelembababan kulit ... 24

BAB IV HASIL DANPEMBAHASAN ... 26

4.1 Identifikasi Sampel ... 26

4.2 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 26

4.2.1 Pemeriksaan homogenitas ... 26

4.2.2 Penentuan tipe emulsi pada sediaan krim ... 27

4.2.3 Penentuan pH sediaan ... 28

4.2.4 Pengamatan stabilitas sediaan ... 29

4.2.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan ... 31

4.2.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk meningkatkan kelembaban kulit ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 39


(4)

xi

Tabel Halaman

3.1 Formula sediaan krim yang dibuat ... 22 4.1 Data hasil penentuan tipe emulsi sediaan ... 27 4.2 Data pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat ... 28 4.3 Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpanan selama

12 minggu ... 28 4.4 Data pengamatan terhadap terhadap kestabilan sediaan krim saat

selesai dibuat dan setelah 1, 4, 8 dan 12 minggu ... 30 4.5 Data hasil uji iritasi sediaan terhadap sukarelawan pada 24 dan

48 jam ... 31 4.6 Data kelembaban kulit sebelum penggunaan krim m/a dan

setelah penggunaan krim m/a pada minggu ke 1,2,3, dan 4 . ... 32 4.7 Data peningkatan persentase kelembaban krim m/a ... 33


(5)

xii

Gambar Halaman

4.1 Grafik persentase peningkatan kadar air setelah pemberian krim


(6)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil analisis kandungan asam lemak minyak wijen ... 39 2. Surat pernyataan sukarelawan ... 40 3. Hasil pengukuran menggunakan moisture cheker (kadar air) . 41 4. Gambar pohon, biji, dan minyak wijen ... 51 5. Gambar sediaan krim setelah dibuat dan setelah12minggu ... 52 6. Gambar alat untuk menguji kelembaban (moisture cheker)

dan pHmeter Hanna ... 53 7. Foto sebelum dan sesudah pemakaian krim ... 54 8. Gambar uji homogenitas dan tipe emulsi dengan pewarnaan

metilen biru ... 57 9. Data hasil analisis statistik dengan SPSS ... 58