Nilai-nilai Budaya Masyarakat Melayu Secanggang Pada Tradisi Ahoi : Kajian Antropologi Sastra

(1)

LAMPIRAN I

A. LATAR BELAKANG RESPONDEN 1. Umur

1. 15 – 19 tahun 2. 20 – 29 tahun 3. 30 – 39 tahun 4. 50 – 59 tahun 5. 60 tahun ke atas

2. Jenis Kelamin

1. Laki-laki 2. Perempuan

3. Tingkat Pendidikan

1. Tidak bersekolah 2. Sekolah Dasar

3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 4. Sekolah menengah atas (SMA) 5. Universitas

Daftar pertanyaan penelitian skripsi Nilai-nilai Budaya masyarakat Melayu Secanggang pada Tradisi Ahoi


(2)

4. Suku/ Etnik

1. Melayu 2. Jawa 3. Batak 4. Cina 5. Lain-lain

5. Pekerjaan

1. Petani 2. Nelayan 3. Buruh 4. Pedagang 5. Pegawai Negri 6. Lain-lain

6. Sudah berapa lama tinggal disini

1. < 2 tahun 2. 3-4 tahun 3. 5-6 tahun 4. 7-8 tahun 5. 9 tahun ke atas 6. Sejak lahir

B. UPACARA TRADISI AHOI


(3)

1. Ya 2. Tidak 3. Ragu-ragu

(Jika ya, teruskan dengan pertanyaan selanjutnya 8-11)

8. Sudah berapa kali anda mengikuti upacara tradisi Ahoi 1. 1- 3 kali

2. 4 – 6 kali

3. Setiap dilaksanakan/ diselenggarakan 4. Tidak pernah

9. Kapan terakhir kali anda mengikuti upacara tradisi Ahoi 1. 4 tahun yang lalu

2. 3 tahun yang lalu 3. 2 tahun yang lalu 4. 1 tahun yang lalu 5. 1 bulan yang lalu 6. 1 minggu yang lalu

10. Dimanakah terakhir kali anda mengikuti upacara tradisi Ahoi 1. Di Langkat

2. Di Deli 3. Di Serdang 4. Di Tanjung Balai 5. Di Asahan 6. Di Kota Pinang


(4)

11. Apakah anda berminat untuk terlibat langsung dalam upacara tradisi Ahoi 1. Sangat berminat

2. Berminat

3. Kurang berminat 4. Tidak berminat

12. Dari siapa anda mengetahui tentang Upacara tradisi Ahoi

1. Keluarga (ayah, ibu, kakak, kakek, nenek dan uwak) 2. Tokoh masyarakat (ketua adat, ustad dan pawang) 3. Guru di sekolah

4. Sahabat dan tetangga

13. Apakah anda memiliki pengetahuan/ pembelajaran yang khusus tentang tradisi Ahoi 1. Ya

2. Tidak 3. Ragu-ragu

C. PERSEPSI PERIHAL HAKIKAT HIDUP

14. Apakah tradisi Ahoi berkaitan dengan kehidupan anda 1. Ya

2. Tidak 3. Ragu-ragu

15. Apakah tradisi Ahoi digunakan bagi menghadapi cabaran ataupun kepahitan dalam kehidupan


(5)

1. Ya 2. Tidak 3. Ragu-ragu

16. Apakah anda masih mengikiuti tradisi Ahoi

1. Ya 2. Tidak 3. Ragu-ragu

17. Apakah tradisi Ahoi berkaitan dengan keridho’an Allah 1. Ya

2. Tidak 3. Ragu-ragu

18. Apakah tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan ke arah yang lebih baik

1. Ya 2. Tidak 3. Ragu-ragu

19. Apakah tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan ke arah yang lebih buruk

1. Ya 2. Tidak 3. Ragu-ragu

20. Apakah tradisi Ahoi berkaitan dengan kegigihan, kecekapan dan kedinamisan diri 1. Ya

2. Tidak 3. Ragu-ragu


(6)

D. PERSEPSI PERIHAL HAKIKAT KERJA

21. Dalam menjalankan aktivitis menggunakan akal, pikiran pintar dan cekap 1. Sangat Setuju

2. Setuju

3. Kurang Setuju 4. Sangat tidak setuju

22. Dalam menjalankan aktivitas berkemahiran dalam bidang yang ditekuni 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

23. Dalam menjalankan aktivitas harian bijaksana dalam bertindak balas terhadap isu dan fenomena yang berlaku

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

24. Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari seharusnya memahami dan mengetahuai sistem pemerintahan, keterampilan organisasi dan adat yang berlaku

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju


(7)

1. Sanagat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

26. Diperlukan berkelakuan baik, keluarga maupun kerabat 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

27. Diperlukan berkelakuan dan berstatus sosial yang baik 1. Sangat Setuju

2. Setuju

3. Kurang Setuju 4. Sangat tidak setuju

28. Menjalankan aktivitas diperlukan Pawang 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang Setuju 4. Sangat tidak setuju

29. Apakah tradisi Ahoi berhubungan dengan amal dan ketakwaan 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju


(8)

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

31. Apakah tradisi Ahoi tidak memiliki pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari 1. Sangat setuju

2. Setuju

3.Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

32. Apakah tradisi Ahoi dapat menambah etos kerja 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

33. Apakah tradisi Ahoi berhubungan dengan kemuliaan fisik dan mental 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

E. PERSEPSI PERIHAL WAKTU

34. Penggunaan tradisi Ahoi masih relevan dengan zaman sekarang 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju


(9)

35. Banyak aktivitas masyarakat yang melibatkan tradisi Ahoi 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

36. Tradisi Ahoi diwariskan dari nenek moyang 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

37. Tradisi Ahoi masih kekal sepanjang zaman 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

F. PERSEPSI TERHADAP ALAM

38. Apakah kedahsyatan bencana alam merupakan cerminan dari perilaku manusia/masyarakat

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

39. Fenomena alam terjadi karena kurangnya kepercayaan kepada yang maha kuasa 1. Sangat setuju


(10)

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

40. Apakah ada peranan kekuatan mahluk halus terhadap fenomena alam

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

41. Apakah tradisi Ahoi menjaga keseimbangan di antara mahluk dengan alam 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

42. Apakah tradisi Ahoi berhubungan dengan kejadian alam yang ada di sekitar 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

43. Apakah tradisi Ahoi dapat mengurangi bencana alam 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju


(11)

44. Apakah tradisi Ahoi dapat menghindari marabahaya 1. Sangat setuju

2 . Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

G. PERSEPSI HAKIKAT HUBUNGAN SESAMA MANUSIA

45. Apakah tidak semestinya masyarakat saling berinteraksi 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

46. Apakah upacara adat perlu digunakan untuk keharmonian sesama

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

47. Apakah tradisi Ahoi berperan untuk keharmonian sesama 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju


(12)

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

49. Apakah kedudukan tradisi Ahoi sama dengan media teknologi 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

50. Apakah tradisi Ahoi melalui adat dan pengucapan individu dapat mengeratkan sesama 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

51. Apakah tradisi Ahoi dapat mewujudkan kebersamaan sesama makhluk 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju

52. Apakah tradisi Ahoi diperlukan untuk mewujudkan rasa keharmonian sesama mahluk ciptaan Allah

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju


(13)

53. Apakah tradisi Ahoi tidak diperlukan lagi dalam mempersatukan pemikiran 1. Sangat setuju

2. Setujus 3. Kurang setuju 4. Sangat tidak setuju


(14)

LAMPIRAN II

Gambar Alat-alat Yang Dipakai Untuk Mengirik Padi

1. Tikar


(15)

3. Lesung


(16)

Gambar Makanan dan Jenis Tumbuhan

1. Lemang


(17)

3. Gula pasir (putih)


(18)

5. Emping


(19)

7. Padi


(20)

Gambar Mengirik Padi dan Mengemping Padi


(21)

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta, Rineka Cipta Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Leon, dan

Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Haleluya Ucok. Ahoi Mengirik Padi Pada Masyarakat Melayu Daerah Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Hadari Nawawi. 1993. Hakekat Manusia Menurut Islam. Surabaya :Al-Ikhlas. KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Koentjaraningrat (1987:85) dalam skripsi Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan

Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun,

2008.USU e-Repository © 2008.

Kridalaksana, Harimurti. (2011). Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Margono. 2007. Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta , PT. Rineka Cipta.

Mulyana (2005:21). Kajian Wacana. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Pekei Titus, dkk. 2013. Menggali Nilai Budaya Tradisi Lisan dari Papua: Kajian Cerita

Rakyat Suku MEE. Jakarta, Direktorat Sejarah Dan Nilai Budaya Kementrian Pendidikan Dan

Kebudayaan.

Rachman. 2004. Studi Penelitian Observasi. Bandung, IPB PRESS.

Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Antropologi Sastra : Peranan Unsur-unsur Kebudayaan

Dalam Proses Kreatif. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra : dan


(23)

Riduwan. 2004. Metode Riset. Jakarta, Rineka Cipta

Sikana, Mana. 2008. Teori Sastera Kontemporari. Selangor: Pustaka Karya.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung. Alfabeta.

Sumber : BPS Kab. Langkat 2009

Sumardjo dan saini (1988:3). Studi dan Pengkajian Sastra(Perkenalan Awal terhadap Ilmu

sastra) karangan Alfian Rokhmansyah, S.s, M.Hum

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan ke-17. Bandung: Alfabeta.

Syaifuddin Wan, Sinar Tengku Lukaman. 2005. Kebudayaan Sumatera Timur, Medan. USU PRESS.

Syaifuddin Wan, 2005 dalam tulisan Mantera Dan Upacara Ritual Masyarakat Melayu


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara untuk mencari fakta-fakta ataupun kebenaran dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menyatakan bahwa metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. Dalam hal ini menyimpulakan metode penelitian merupakan suatu proses mencari suatu kebenaran dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan sehingga dapat digunakan untuk suatu tujuan tertentu.22

Dengan demikian penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif Naturalistik, yaitu penelitian yang melakukan interaksi dengan subjek atau responden yang diteliti dengan kondisi apa adanya dan tidak di rekayasa agar data diperoleh merupakan fenomena yang asli dan alamiah (natural). Pendakatan Kualitatif Naturalistik menggunakan teknik pengumpulan data seperti observasi kuesioner (angket) dan dokumentasi.

22

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2009) hal. 6


(25)

3.2 Sumber Data

Sumber data penelitian terdiri dari data primer dan skunder. Data primer yaitu : sumber data manusia yaitu masyarkat yang bermukim di Desa Tanjung Ibus kecamatan Secanggang. Kedua, sumber data berupa suasana mencakup kehidupan sehari-hari, balai masyarakat, interaksi antara masyarakat sekitar dan tempat berkumpul/kerumunan yang berpotensi akan informasi tenntang penelitian.

Data skunder terdiri dari : pertama, hasil penelitian dan tugas akhir mahasiswa, kedua buku yang diterbitkan dan berkaitan dengan objek penelitian.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pengumpulan data dan instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk meneliti dan mengumpulkan data dan disajikan dalam bentuk sistematis guna memecahkan atau menguji suatu hipotesis.23

Sugiono (2007 : 26), menyebutkan peneliti dapat menjadi instrumen penelitian jika memiliki wawasan yang luas tentang yang diteliti dan mampu pula menciptakan rapport kepada setiap orang yang ada pada konteks sosial yang diteliti. Sugiono juga menyatakan peneliti juga dapat memilih cara memperoleh kejelasan data atau objek penelitian dengan caranya sendiri, seperti membuat daftar tanya. Namun, dalam menafsir jawaban harus berorientasi kepada kejujuran dan keilmuwannya. Artinya, dengan membuat daftar tanya bukan mengacu pada penelitian kuantitatif. Melainkan hanya untuk membuat opini dari informasi yang diperoleh melalui taburan jawaban.

23


(26)

Selain itu, cara lain dapat juga dilakukan dengan menciptakan sesuatu untuk membangun hubungan yang akrab dengan setiap orang yang ada pada konteks sosial. Dalam penelitian ini peneliti di samping menciptakan hubungan yang akrab juga menyediakan daftar tanya kepada masyarakat yang dianggap mempunyai pemahaman terhadap objek kajian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukannya teknik ini sesuai dengan tujuannya teknik ini digunakan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, lalu pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :

3.4.1. Teknik Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.24

Teknik observasi digunakan untuk melihat dan mengamati perubahan fenomena-fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan perubahan atas penilaian tersebut, bagi observaser untuk melihat objek peristiwa tertentu, sehingga mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan.25

Peneliti menggunakan teknik observasi baik langsung maupun yang tidak langsung yang didasari beberapa alasan sebagai berikut:

1. Banyak gejala yang dapat diselidiki dengan observasi sehingga hasilnya akurat sulit dibantah.

2. Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya dengan cara observasi.

24

Riduwan. 2004. Metode Riset. Jakarta : Rineka Cipta 25


(27)

3. Kejadian yang sama hanya dapat diamati dan dicatat secara sama pula dengan memperbanyak observer.

4. Banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat pengumpul data yang lain, ternyata sangat menentukan hasil penelitian justru diungkap oleh observasi.26

Berkaitan dengan jenis observasi yang digunakan peneliti memilih metode observasi langsung yaitu di Melayu Langkat kecamatan Secanggang tepatnya di Desa Tanjung Ibus, yang menjadi fokus observasi penelitian adalah nilai-nilai budaya masyarakat Melayu Langkat di Secanggang terhadap Tradisi Ahoi.

3.4.2. Teknik Kuesioner

Teknik ini berisi tentang beberapa pertanyaan yang akan diberikan kepada masyarakat selaku responden. Pertanyaan-pertanyaan yang ada bertujuan dengan memperoleh data tentang pandangan mereka terhadap Tradisi Ahoi serta penggunaanya dalam penelitian tersebut.

3.4.3. Teknik Dokumentasi

Mengemukakan pendapatnya mengenai dokumen, dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. 27

Dalam metode penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan dengan cara peneliti mengumpulkan data-data dalam bentuk pencatatan atau data-data tertulis yang ada di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang.

26

Rachman,Studi Penelitian Observasi,Bandung, IPB PRESS, 2004 hal:80. 27


(28)

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model analisis mengalir, yang meliputi tiga komponen, yaitu 1) reduksi data; 2) penyajian data; dan 3) penarikan simpulan (Verifikasi). Analisis model mengalir mempunyai tiga komponen yang saling terjalin dengan baik, yaitu sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan pengumpulan data. 28 Penjelasannya sebagai berikut :

3.5.1 Reduksi data

Pada tahap ini data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang terperinci. Dan data-data yang sudah dicatat tersebut, kemudian dilakukan penyederhanaan data. Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah yang akan dianalisis, dalam hal ini tentang nilai-nilai budaya masyarakat Melayu Langkat di Secanggang dalam Tradisi Ahoi. Informasi-informasi yang mengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data dalam penelitian ini.

3.5.2 Sajian data

Pada tahap ini, data-data yang sudah diperoleh kemudian disusun secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian dianalisis sehingga diperoleh deskripsi tentang karakter masyarakat.

3.5.3 Penarikan kesimpulan (Verifikasi)

Pada tahap ini dibuat kesimpulan tentang hasil dan data yang diperoleh sejak awal penelitian. Kesimpulan ini masih memerlukan adanya verifikasi (penelitian kembali tentang kebenaran laporan) sehingga hasil yang diperoleh benar-benar sah. Beberapa komponen

28

Suwondo, 2001: 128 dalam skripsi Rendy Novrizal, S.s. Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam


(29)

tersebut saling berkaitan dan dilakukan secara terus-menerus mulai dari awal saat penelitian berlangsung, sampai akhir penelitian.


(30)

BAB IV

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP TRADISI AHOI

Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang sikap masyarakat terhadap Tradisi Ahoi melalui persepsi hakikat kehidupan, hakikat kerja, hakikat waktu, hakikat alam, dan hakikat manusia. Sikap ini di deskripsikan berdasarkan daftar pertanyaan yang disampaikan dan di jawab oleh responden.

4.1 Latar Belakang Responden

Respoden atau informan merupakan penjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dan juga merupakan salah satu pencarian data yang dilakukan untuk kepentingan penelitian. Adapun responden dari penelitian ini terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dilihat dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, dan lamanya tinggal di daerah tersebut. Sample kajian terdiri dari 20 sample dan jumlah soal yang diutarakan terdiri dari 54 soal.

Umur Responden

a. 15-19 tahun b. 20-29 tahun c. 30-39 tahun d. 50-59 tahun e. 60 tahun ke atas

4 4 6 5 2

Jenis Kelamin Responden

a.Laki-laki b. Perempuan

12 8


(31)

Tingkat Pendidikan Responden

a. Tidak bersekolah b. Sekolah dasar

c. Sekolah Menengah Pertama d. Sekolah Menengah Atas (SMA) e. Universitas 2 2 4 10 2

Suku/ Etnik Responden

a.Melayu b. Jawa c. Batak d. Cina e. Lain-lain 5 15 0 0 0

Pekerjaan Responden

a. Petani b. Nelayan c. Buruh d. Pedagang e. Pegawai Negeri f. Lain-lain 5 3 3 2 3 4

Lama tinggal Responden

a. <2 tahun b. 3-4 tahun c. 5-6 tahun

1 2 0


(32)

d. 7-8 tahun e. 9 tahun f. Sejak lahir

0 2 15

Menurut pendapat peneliti dari 20 kuesioner yang telah di bagikan dari beberapa lapisan masyarakat yang dilihat dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, dan lamanya tinggal di daerah tersebut, masyarakat tidak semua mengetahui tentang Tradisi Ahoi ini khusus nya di kalangan pelajar sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di karenakan kurangnya pengetahuan akan Tradisi Ahoi ini dari orang tua mereka.

4.2 HAKIKAT HIDUP

Soal

Pilihan Jawaban

Ya Tidak Ragu-ragu

1. Apakah Tradisi Ahoi berkaitan dengan kehidupan anda

4 5 11

2. Apakah Tradisi Ahoi digunakan untuk menghadapi segala kepahitan dalam kehidupan

0 9 11


(33)

masih mengikuti Tradisi Ahoi 4. Apakah Tradisi Ahoi berkaitan

dengan keridho’an

Allah

6 12 2

5. Apakah Tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan ke arah yang lebih baik

18 1 1

6.Apakah Tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan ke arah yang lebih baik

0 18 2

7. Apakah Tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan ke arah yang lebih buruk

19 0 1

Menurut pendapat peneliti Tradisi Ahoi pada saat sekarang ini sudah tidak berpengaruh lagi bagi kehidupan masyarakat disana di karenakan telah masuknya alat-alat teknologi canggih yang dapat mempermudah dalam hal pertanian khususnya.Oleh sebab itu, masyarakat sudah tidak menggunakan Tradisi ini lagi.


(34)

4.3 HAKIKAT KERJA

Soal Pilihan Jawaban

Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju

1.Dalam menjalankan aktivitas

menggunakan akal, pikiran pintar, dan cekap

15 5 0 0

2. Dalam menjalankan aktivitas berkemahiran dalam bidang yang ditekuni

1 19 0 0

3. Dalam menjalankan aktivitas harian bijaksana dalam bertindak balas terhadap isu dan fenomena yang berlaku


(35)

4.Dalam menjelaskan

aktivitas sehari-hari seharusnya

memahami dan mengetahui sistem pemerintahan, keterampilan organisasi dan adat yang berlaku

3 17 0 0

5. Menjalankan aktivitas

seharusnya dapat menggunakan tekhnologi canggih

0 2 18 0

6.Diperlukan berkelakuan baik, keluarga maupun kerabat

14 5 1 0

7. Diperlukan berkelakuan dan berstatus sosial yang baik

1 8 10 1

8. Menjalankan aktivitas diperlukan


(36)

pawang

9.Apakah Tradisi Ahoi berhubungan dengan amal dan ketakwaan

0 16 4 0

10. Penggunaan Tradisi Ahoi menambah kualitas manusia lahir dan batin

0 14 6 0

11. Apakah Tradisi Ahoi tidak

memiliki pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari

1 2 17 0

12.Apakah Tradisi Ahoi dapat

menambah etos kerja

0 16 2 2

13. Apakah Tradisi Ahoi berhubungan dengan kemuliaan fisik dan mental

1 0 19 0

Menurut pendapat peneliti pada hakikat kerja, masyarakat disana dalam menjalankan aktivitas sehari-hari mereka harus memahami dan mengetahui sistem pemerintahan ,


(37)

keterampilan organisasi dan adat yang berlaku di daerah tersebut. Dahulunya mereka sangat bergantung pada Tradisi Ahoi sebelum masuknya alat-alat teknologi sekarang ini.

4.4 HAKIKAT WAKTU

Soal

Pilihan Jawaban

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju

1.Penggunaan Tradisi Ahoi masih relevan dengan zaman sekarang

0 2 18 0

2. Banyak aktivitas masyarakat yang melibatkan Tradisi Ahoi

0 12 8 0

3. Tradisi Ahoi diwariskan dari nenek moyang

14 5 1 0

4.Tradisi Ahoi masih kekal sepanjang zaman

10 2 7 1

Menurut pendapat peniliti yang telah dijelaskan sedikit sebelumnya pada hakikat kerja bahwa dahulunya tradisi ini masih berpengaruh pada aktivitas masyarakat disana karena masih diwariskan dari nenek moyang terdahulu dan menjadi suatu kebiasaan yang sering mereka lakukan secara terus menerus sebelumnya masuk nya alat-alat teknologi.


(38)

4.5 HAKIKAT ALAM

Soal

Pilihan Jawaban

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju

1. Apakah

kedahsyatan bencana alam merupakan cerminan dari perilaku

manusia/masyarakat

1 19 0 0

2. Fenomena alam terjadi karena kurangnya

kepercayaan kepada yang maha kuasa

1 7 12 1

3. Apakah ada peranan kekuatan mahluk halus terhadap fenomena alam

0 3 17 0

4. Apakah Tradisi Ahoi menjaga keseimbangan di anatara mahluk


(39)

dengan alam 5. Apakah Tradisi Ahoi berhubungan dengan kejadian alam yang ada di sekitar

0 13 5 2

6. Apakah Tradisi Ahoi dapat

mengurangi bencana alam

0 3 16 1

7. Apakah Tradisi Ahoi dapat menghindari marabahaya

11 2 7 0

Menurut pendapat peneliti tentang hakikat alam yang terjadi di dalam Tradisi Ahoi ini berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Mereka masih beranggapan bahwa fenomena-fenomena alam yang terjadi merupakan cerminan dari perilkau manusia atau masyarakat dan Tradisi Ahoi ini masih berhubungan dengan kejadian alam yang ada di sekitar.


(40)

4.6 HAKIKAT SESAMA MANUSIA

Soal

Pilihan Jawaban

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju

1. Apakah tidak semestinya masyarakat saling berinteraksi

16 4 0 0

2. Apakah upacara adat perlu digunakan untuk keharmonian sesama

1 19 0 0

3. Apakah Tradisi Ahoi berperan untuk keharmonian sesama

0 7 13 0

4. Apakah media teknologi lebih berperan bagi hubungan sesama

4 12 4 0

5. Apakah kedudukan Tradisi Ahoi sama dengan media teknologi

1 1 7 11

6. Apakah Tradisi Ahoi melalui adat dan


(41)

pengucapan individu dapat mengeratkan sesama

7. Apakah Tradisi Ahoi dapat mewujudkan

kebersamaan sesama mahluk

1 19 0 0

8. Apakah Tradisi Ahoi dapat mewujudkan rasa keharmonian sesama mahluk ciptaan Allah

0 20 0 0

9. Apakah Tradisi Ahoi tidak diperlukan lagi dalam

mempersatukan pemikiran

9 10 1 0

Hakekat manusia menurut pandangan Islam :

a. Manusia adalah mahluk ciptaan Allah SWT.

b. Kemandirian dan kebersamaan (Individualitas dan sosialitas)

c. Manusia merupakan mahluk yang terbatas.29

29


(42)

Menurut pendapat peneliti pada hakikat hubungan sesama manusia, masyarakat disana sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan seperti bergotong royong yang dapat mengeratkan hubungan masyarakat disana. Seperti halnya pada saat upacara Tradisi Ahoi dahulu dilaksanakan mereka saaling membantu satu sama lain dan menjaga keharmonisan masyarakat disana.

Orientasi Nilai Budaya Masyarakat

Konsep Dasar Orientasi Nilai Budaya Masyarakat

Pandangan Peneliti

Hakikat hidup Pada dasar nya Tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan masyarakat Secanggang ke arah yang lebih baik khususnya pada saat musim panen tiba.

Peneliti menyimpulkan dari hasil penelitian ini bahwa Tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan masyarakat Secanggang ke arah yang lebih baik dan tidak terlepas

dari Keridho’an Allah.

Hakikat Kerja Masyarakat di daerah Secanggang dalam menjalankan aktivitas hariannya mereka memiliki kemahiran dalam bidang yang meraka tekuni misalnya menanam padi mereka harus benar-benar

Peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat Secanggang memiliki kemahiran dalam bidang yang mereka tekuni masing-masing karena dengan begitu mereka akan mendapatkan hasil yang memuaskan


(43)

memahaminya. nantinya. Hakikat Waktu Pada saat sekarang ini

masyarakat Secanggang sudah tidak melibatkan Tradisi Ahoi lagi pada aktivitas sehari-hari mereka. Tradisi ini juga tidak pernah lagi dilakukan oleh masyarakat.

Peneliti menyimpulkan Tradisi Ahoi ini sudah tidak lagi dilakukan oleh

masyarakat Secanggang di karenakan sudah masuk nya alat-alat teknologi yang dapat mempermudah mereka dalam melakukan pekerjaannya khususnya pada pertanian padi.

Hakikat Alam Masyarakat Secanggang

mempercayai bahwa

fenomena alam yang terjadi merupakan cerminan dari perilaku manusia.

Peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat

Secanggang percaya setiap perbuatan yang baik maka akan mendapatkan hasil yang baik pula begitu juga dengan sebaliknya.

Hakikat Sesama Manusia

Masyarakat Secanggang percaya bahwa Tradisi Ahoi dapat mewujudkan

keharmonian sesama

mahluk ciptaan Allah

Peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat Secanggang dapat

mewujudukkan kebersamaan dan keharmonisan di dalam sebuah Tradisi .


(44)

Dari 20 kuesioner yang telah di bagikan dari beberapa lapisan masyarakat yang dilihat dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, dan lamanya tinggal di daerah tersebut, masyarakat tidak semua mengetahui tentang Tradisi Ahoi ini khusus nya di kalangan pelajar sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di karenakan kurangnya pengetahuan akan Tradisi Ahoi ini dari orang tua mereka.

Pada dasar nya Tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan masyarakat Secanggang ke arah yang lebih baik khususnya pada saat musim panen tiba. Peneliti menyimpulkan dari hasil penelitian ini bahwa Tradisi Ahoi dapat merubah kehidupan masyarakat Secanggang ke

arah yang lebih baik dan tidak terlepas dari Keridho’an Allah.

Pada hakikat kerja, masyarakat disana dalam menjalankan aktivitas sehari-hari mereka harus memahami dan mengetahui sistem pemerintahan , keterampilan organisasi dan adat yang berlaku di daerah tersebut. Dahulunya mereka sangat bergantung pada Tradisi Ahoi sebelum masuknya alat-alat teknologi sekarang ini. Masyarakat di daerah Secanggang dalam menjalankan aktivitas hariannya mereka memiliki kemahiran dalam bidang yang meraka tekuni misalnya menanam padi mereka harus benar-benar memahaminya. Peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat Secanggang memiliki kemahiran dalam bidang yang mereka tekuni masing-masing karena dengan begitu mereka akan mendapatkan hasil yang memuaskan nantinya.

Telah dijelaskan sedikit sebelumnya pada hakikat kerja bahwa dahulunya tradisi ini masih berpengaruh pada aktivitas masyarakat disana karena masih diwariskan dari nenek moyang terdahulu dan menjadi suatu kebiasaan yang sering mereka lakukan secara terus menerus sebelumnya masuk nya alat-alat teknologi.Masyarakat Secanggang percaya bahwa Tradisi Ahoi dapat mewujudkan keharmonian sesama mahluk ciptaan Allah. Peneliti


(45)

menyimpulkan bahwa masyarakat Secanggang dapat mewujudukkan kebersamaan dan keharmonisan di dalam sebuah Tradisi .

Pada hakikat waktu, pada saat sekarang ini masyarakat Secanggang sudah tidak melibatkan Tradisi Ahoi lagi pada aktivitas sehari-hari mereka. Tradisi ini juga tidak pernah lagi dilakukan oleh masyarakat. Peneliti menyimpulkan Tradisi Ahoi ini sudah tidak lagi dilakukan oleh masyarakat Secanggang di karenakan sudah masuk nya alat-alat teknologi yang dapat mempermudah mereka dalam melakukan pekerjaannya khususnya pada pertanian padi.

Pada hakikat alam, Masyarakat Secanggang mempercayai bahwa fenomena alam yang terjadi merupakan cerminan dari perilaku manusia. Peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat Secanggang percaya setiap perbuatan yang baik maka akan mendapatkan hasil yang baik pula begitu juga dengan sebaliknya.

Pada hakikat hubungan sesama manusia, masyarakat disana sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan seperti bergotong royong yang dapat mengeratkan hubungan masyarakat disana. Seperti halnya pada saat upacara Tradisi Ahoi dahulu dilaksanakan mereka saaling membantu satu sama lain dan menjaga keharmonisan masyarakat disana.

Adapun tujuan penyajian Ahoi ditujukan kepada dua hal, pertama untuk manusia dan kedua untuk alam. Secara kronologis, Ahoi yang ditujukan kepada manusia dimulai dengan mengajak kerabat-kerabat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan mengirik padi sehingga kegiatan tersebut menjadi lebih cepat selesai. Selain itu Ahoi juga mampu berfungsi sebagai media komunikasi verbal antara para pemuda dan pemudi yang terlibat di dalam kegiatan itu.

Ahoi yang ditujukan kepada alam merujuk kepada ucapan syukur kepada alam karena


(46)

(47)

BAB V

ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN

Analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. 30 Adapun analisis dan pembahasan pada bab ini adalah nilai-nilai budaya pada masyarakat Melayu di Secanggang, nilai-nilai budaya merupakan nilai yang terdiri dari konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.31

5.1 ANALISIS TEKS

Teks adalah (1) satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak, (2) deretan kalimat, kata, dan sebagainya yang membentuk ujaran, (3) ujaran yang dihasilkan dalam interaksi manusia. Maka dapat dikatakan bahwa teks adalah satuan bahasa yang bisa berupa bahasa tulis dan bisa juga berupa bahasa lisan yang dahasilkan dari interaksi atau komunikasi manusia.32

Adapun teks di dalam analisi ini adalah pantun yang di sampaikan oleh muda mudi pada saat mengerik padi di dalam Tradisi Ahoi. Berikut pantun yang disampaikan oleh warga atau tamu yang datang kepada tuan rumah :

Ku tutuh dali baru kutebang

30 KBBI (Kamus besar bahasa Indonesia)

31 Koentjaraningrat (1987:85) dalam skripsi Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008.USU e-Repository © 2008 32 Kridalaksana, Harimurti. (2011). Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.


(48)

Ambil sebatang Hamparan Kain Assalammualikum kami yang datang Apa gerangan hajat disisni

Pantun di atas melambangkan bahwa para undangan yang datang menyampaikan salam kepada tuan rumah dan mengatakan bahwa mereka sudah datang dan bertanya apa yang akan dilakukan di rumah si tuan rumah.

Kemudian pantun tersebut dibalas oleh tuan rumah :

Bebirik batang berbirik

Batang bayam sandaran dulang Mengirik kita mengirik

Kokok ayam kita pe pulang

Pantun tersebut menyatakan bahwa si tuan rumah mengharapkan bantuan para tamu untuk membantunya dalam mengirik padi hasil panen sawahnya.

Pantun yang dinyanyikan pada saat mengirik padi :

Buka batang sembarang batang Batang padi di atas pedang

Pantun tersebut menyatakan bahwa si tamu undangan datang bukan hanya untuk menghadiri undangan saja melainkan mereka datang untuk bersuk cita dengan si tuan rumah.

Sesudah yang bernyanyi selesai menyanyikan sampiran pantunnya, pengirik lainnya

pun menyambut dengan meneriakkan “ E wak ahoi ahoi”. Kemudian si pengirik pun

mengulang bait kedua dari sampiran tersebut dan disambut lagi oleh pengirik lain dengan

sambutan “ E wak ahoi ahoi”.

Kemudian dilanjutkan lagi oleh si pengirik yang pertama bernyanyi dengan menyanyikan isi dari pantunnya tersebut yang terdiri dari dua bait, yaitu :


(49)

Maek kabar tuan yang datang Mari mengirik sambil berdendang

Pantun tersebut menyatakan kabar si pengirik yang pertama dan mengajak nya untuk sama-sama bernyanyi bersuka cita.

Nyanyian tersebut pun disambut oleh pengirik lain dengan meneriakkan “ E wak ahoi

ahoi.” Kemudian bait kedua dari isi pantun dinyanyikan kembali oleh si pengirik yang pertama bernyanyi dan disambut lagi dengan teriakan “ E wak ahoi ahoi.”

Sambil mengemping mereka juga bernyanyi dan membalas pantun dariseorang pemudi tersebut sebagai berikut :

pantun dari seorang pemudi tersebut sebagai berikut :

Kalau tidak karena bulan Mana bintang meeninggi hari E...wak...ahoii...ahooii. Jika tidak karena tuan Mana kami datang kemari E..wak...ahooii...ahooii.

Pantun di atas menyatakan bahwa si tamu (pemudi/perempuan) datang karena mendapat undangan dari si tuan rumah.

Lalu disambut lagi oleh seorang pemuda yang disebelah si pengirik yang pertama bernyanyi dengan pantun pula.

Kalau ada kaca di pintu Kaca lama kami pecahkan E...wak ahoii..ahoii.. Kalau ada kata begitu

Badan dan nyawa kami serahkan E..wak ahoii..ahoi..

Pantun di atas menyatakan bahwa si tamu (pemuda/laki-laki) bersedia membantu si tuan rumah.


(50)

Para wanita yang mendengarnya pun tersenyum tersipu-sipu dan salah seorang dari mereka pun menyambutnya dengan menyanyikan pantun juga :

Tiga petak tiga penjuru Tiga ekor kumbang diapit E..wak..ahooii...ahooii. Pantun tidak padamu tertuju Teruntuk jaka berlesung pipit E...wak...ahooii....ahooii.

Pantun di atas menyatakan bahwa si tamu (pemudi / perempuan) mengatakan pantun tersebut untuk laki-laki yang berlesung pipit.

Ketika padi dimasukkan, para pengirik pun duduk beristirahat sambil menyanyikan teks sebagai berikut :

Allah halim sewa Allah Maimunnah silotan dona Warabikum tuan saridi Habibina saidina ali

Pantun di atas menyatakan puji dan syukur atas hasil panen yang sudah di dapat si tuan rumah.

Setelah itu nyanyian dilanjutkan dengan menyanyikan teks berupa pantun di setiap akhir baitnya disambut dengan terikkan “iak iak” sebagai berikut :

Kalau ada sumur di ladang (iak iak) Bolehlah kita menumpang mandi (iak iak)

Kalau ada umur yang panjang boleh kita berjumpa lagi (iak iak) Bolehlah kita berjumpa lagi (iak iak)

Pantun di atas menyatakan bahwa jika kita di beri kesehtan dan umur yang panjang maka kita akan berjumpa lagi.

E wak ahoi ahoi” secara harfiah artinya menghimbau ataupun mengajak kaum


(51)

Bahasa

Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. 33 Pada pantun Ahoi bahasa yang digunakan ialah bahasa Melayu dialek Langkat, berikut pantun yang menunjukkan bahasa Melayu dialek Langkat :

Bebirik batang berbirik

Batang bayam sandaran dulang Mengirik kita mengirik

Kokok ayam kita pe pulang

Kata pe menunjukkan pantun ini menggunakan bahasa Melayu dialek Langkat.

Maek kabar tuan yang datang Mari mengirik sambil berdendang

Kata maek menunjukkan pantun ini menggunakan bahasa Melayu dialek Langkat.

Gaya Bahasa

Gaya bahasa atau majas merupakan bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan kesan dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda dengan benda lain atau hal lain yang lebih umum.34

Pada pantun ini gaya bahasa yang digunakan yaitu jenis majas perbandingan, majas ini terdiri dari beberapa macam yaitu : alegori, alusio, simile, metafora, fabel, simbolik dan lain-lain. Dari beberapa macam jenis majas tersebut yang termasuk di dalam gaya bahasa pantun ahoi ialah majas simbolik yaitu melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Pantunya sebagai berikut :

Tiga petak tiga penjuru 33

KBBI (Kamus besar bahasa Indonesia) 34


(52)

Tiga ekor kumbang diapit E..wak..ahooii...ahooii. Pantun tidak padamu tertuju Teruntuk jaka berlesung pipit E...wak...ahooii....ahooii.

Kalau tidak karena bulan Mana bintang meninggi hari Jika tidak karena tuan

Mana kami datang kemari

Kalau ada kaca di pintu Kaca lama lah kami pecahkan Kalau ada kata begitu lah sayang Badan dan nyawa kami serahkan

Bebirik lah batang bebirik Batang bayam sandaran dulang Mengirik kita mengirik

Kokok ayam kita pe pulang

Pantun Melayu memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri-ciri tersebut dapat dilihat berdasarkan dua aspek penting, yaitu aspek eksternal dan aspek internal.

Aspek eksternal adalah dari segi struktur dan seluruh ciri-ciri visual yang dapat dilihat dan didengar, yang termasuk dari hal-hal berikut ini :

1. Terdiri dari baris-baris yang sejajar dan berpasangan, 2,4,6,8,10, dan seterusnya. Tetapi yang paling umum adalah empat baris (kuatrin)


(53)

3. Adanya klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau perkataan ada dua kuplet maksud.

4. Setiap stanza(Footnote) terbagi kepada dua unit. Yaitu sampiran dan maksud (isi); karena itu sebuah kuatrin mempunyai dua kuplet; satu kuplet sampiran dan satu kuplet maksud. 5. Adanya skema rima yang tetap, yaitu rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi a-a-a-a. Mungkin juga terdapat rima internal, atau rima pada 64perkataan- perkataan yang sejajar, tetapi tidak sebagai ciri penting. Selain rima, asonansi juga merupakan aspek yang dominan dalam pembentukan sebuah pantun.

6. Setiap stanza pantun, apakah itu dua, empat, enam, dan seterusnya, mengandung satu pikiran yang bulat dan lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan.

Aspek-aspek internal adalah unsur-unsur yang hanya dapat dirasakan secara subjektif berdasar pengalaman dan pemahaman pendengar, termasuk :

7. Penggunaan lambang-lambang yang tertentu berdasarkan tanggapan dan dunia pandangan (world view) masyarakat.

8. Adanya hubungan makna antara pasangan pembayang dengan pasangan maksud, baik itu hubungan konkrit atau abstrak atau melalui lambang lambang.35

Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, maka penulis akan menganalisis struktur pantun yang menjadi teks dalam nyanyian ahoi dengan hasil sebagai berikut.

1. Pantun dalam nyanyian ahoi terdiri dari rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap

rangkap terdiri empat baris (kuatrin).

Contoh dapat kita lihat pada pantun nomor 1:

Bebirik lah batang bebirik Baris 1

Batang bayam sandaran dulang Baris 2

35

Ucok Haleluya Sidebang, S.sn dalam tulisan skripsi (Ahoi Mengirik Padi Pada Masyarakat Melayu Daerah Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang,Provinsi Sumatera Utara : Suatu Kajian Tekstual dan Musikal, hal 63)


(54)

Mengirik kita mengirik Baris 3

Kokok ayam kita pe pulang Baris 4

Selain pantun nomor 1, seluruh pantun-pantun lain yang dipakai dalam nyanyian ahoi ini terdiri dari empat baris (Kuatrin)

2. Setiap baris dalam pantun yang dinyanyikan dalam nyanyian ahoi mayoritas mengandung empat kata dasar. Contoh dapat kita lihat pada pantun nomor 3.

Kalau tidak karena bulan Mana bintang meninggi hari Jika tidak karena tuan

Mana kami datang kemari

3. Terdapat klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau

perkataan ada dua kuplet maksud. Contohnya adalah pantun nomor 4

Kalau ada kaca di pintu Kaca lama lah kami pecahkan Kalau ada kata begitu lah sayang Badan dan nyawa kami serahkan

4. Setiap stanza pantun dalam nyanyian ahoi terbagi kepada dua unit. Yaitu pembayang (sampiran) dan maksud (isi). Contohnya adalah pantun nomor 2 berikut.

Bukan batang sembarang batang Batang padi di atas pedang Maek kabar tuan yang datang Mari mengirik sambil berdendang

Baris pertama dan kedua merupakan sampiran dan baris ketiga dan keempat merupakan isi.

5. Dalam setiap pantun yang dinyanyikan dalam nyanyian ahoi ini, terdapat skema rima yang tetap, yaitu rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi a-a-a-a.


(55)

a. Contoh pantun yang berima a-a-a-a terdapat pada pantun nomor 2 berikut.

Bukan batang sembarang batang a Batang padi di atas pedang a Maek kabar tuan yang datang a Mari mengirik sambil berdendang a

b. Contoh pantun yang berima a-b-a-b adalah pantun nomor 8 berikut.

Kalau tuan mempunyai sapi a Enak dimasak denganlah rebung b Hati-hati menghembus api a Jangan sampai terbakar hidung b

6. Setiap stanza pantun, apakah itu dua, empat, enam, dan seterusnya, mengandung satu pikiran yang bulat dan lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan.

7. Pantun yang dinyanyikan dalam kegiatan mengirik padi ini disisipi oleh kata-kata

tambahan. Contohnya dapat kita lihat pada pantun nomor 4, yaitu sebagai berikut

Kalau ada kaca di pintu Kaca lama lah kami pecahkan Kalau ada kata begitu (lah sayang) Badan dan nyawa kami serahkan

Pantun di atas, tepatnya pada kuplet isi baris pertama jika dilihat dari strukturnya seharusnya berhenti pada kata begitu. Namun dalam nyanyian ini, baris tersebut ditambahi kata“lah

sayang”

8. Pantun yang dinyanyikan dalam nyanyian ahoi ini tidak mutlak terdiri dari empat

kata atau sepuluh suku kata. Hal ini terjadi karena teks tersebut disampaikan secara


(56)

5.2 ANALISIS KONTEKS

Defenisi konteks dalam bab ini maksudnya yang dapat menunjukkan keberadaan masyarakat yang terwujud dalam tradisi Ahoi yang berkaitan dengan alam. Misalnya : manusia,makanan, tumbuhan, hewan, benda dan air.36 Hal tersebutlah yang dapat menyertai

Tradisi Ahoi dan mempunyai makna yang fungsional di dalam pelaksanaan Tradisi Ahoi

tersebut.

Adapun konteks Tradisi Ahoi yaitu berupa :

1. Makanan dan Jenis Tumbuhan

Pada Tradisi ini si tuan rumah menyediakan makanan kepada para tamu undangan seperti lemang, emping serta tumbuhan yang terdiri dari tangkai padi dan padi.

Lemang :

Menurut pandangan informan bernama ibu zakaria, makanan ini biasanya ada di berbagai acara baik itu di pesta pernikahan, sunatan, dan lain-lain. Lemang terbuat dari beras ketan yang dimasak dalam seruas bambu setelah sebelumnya digulung dengan selembar daun pisang. Menurut beliau lemang ini karena terbuat dari beras ketan yang berati mempererat hubungan masyarakat, bambu menunjukkan ke kompakan masyarakat yang ada disana dan warna daun pisang yang hijau yang menunjukkan sifat ke religian masyrakat yang ada di daerah tersebut. Makanan ini sering disajikan pada saat Tradisi Ahoi dilaksanakan karena cara pembuatannya mudah dan praktis. Lemang juga disukai oleh semua kalangan baik itu muda dan tua. 37

36 Prof. Wan Syaifuddin, M.A , Ph.D dalam tulisan (Mantera Dan Upacara Ritual Masyarakat Melayu Pesisir

Timur Di Sumatera Utara :Kajian Tentang Fungsi dan Nilai-nilai Budaya)


(57)

Emping

Menurut pandangan informan bernama Fatimah, makanan ini biasanya ada di acara pesta panen padi atau bisa juga disebut dengan Ahoi Padi. Masyarakat disana biasanya membuat emping padi pulut yang terbuat dari beras ketan atau padi yang setengah tua kemudian padi itu disanggrai hingga pecah mirip seperti popcorn. Menurut beliau emping ini menandakan bahwa hasil panen padi mereka sangat bagus sehingga menghasilkan beras-beras yang berkualitas baik. Makanan ini juga sama-sama terbuat dari beras-beras ketan yang artinya dapat mempererat hubungan sesama manusia, hal tersebut yang membuat masyarakat di sana suka tolong menolong seperti yang sering dilakukan pada Tradisi Ahoi tersebut.38

Padi

Menurut pandangan informan bernama Jumiran, setiap musim panen tiba padi yang telah diproses dan dibuang kulitnya. Itulah yang dikenal dengan sebutan beras, masyarakat disana juga membuat makanan dari padi yang setengah tua yang disebut dengan emping padi. Makanan ini lah yang selalu dihidangkan ketika musim panen tiba. Menurut beliau warna padi yang sudah siap panen atau warnanya kuning kecoklat-coklatan artinya warna khas masyarakat Melayu, warna putih pada padi yang sudah dibuang kulitnya artinya bersih dan suci, warna hijau dari tangkai padi artinya menunjukkan sifat ke religian masyarakat yang ada di daerah tersebut. Hal tersebutlah yang menandakan bahwa masyarakat di sana memiliki sifat yang religius dan memiliki hati yang bersih.39

38

Ibu Fatimah, , 2015, 60 tahun , di rumahnya, Desa Tanjung ibus langkat, 10 April. 39


(58)

Alat-alat yang dipakai untuk mengirik padi

Peralatan yang dipakai dalam kegiatan mengirik padi menurut informan yang penulis wawancarai adalah sebagai berikut :

1. Tikar

Menurut pandangan informan bernama warjiman tikar digunakan sebagai wadah untuk meletakkan tangkai padi agar padi mudah untuk dikumpulkan. Menurut beliau benda ini juga merupakan suatu bentuk kreativitas masyarakat disana karena mereka sendiri yang membuatnya dan juga bagian dari alam yang ada di sekitar mereka. Hal tersebutlah yang menunjukkan bahwa masyarakat di sana sangat kreatif dan mampu menjual ataupun mempromosikan hasil-hasil kerajinan tangan mereka yang bisa mengangkat nama daerah yang ada disana.40

2. Tampi

Menurut pandangan informan bernama Anto tampi dipergunakan untuk memindahkan bulir-bulir padi yang sudah terlepas dari tangkainya ke dalam karung atau goni. Menurut beliau benda ini juga sama seperti tikar sama-sama bagian kreativitas masyarakat yang disana karena hasil kerajinan tangan mereka sendiri yang membuatnya dan berasal dari alam yang ada di sekitar mereka. Hal tersebutlah yang menunjukkan bahwa masyarakat disana sangat kreatif dan bisa mempromosikan hasil kreativitas meraka yang bisa menggangkat nama daerah yang ada di sana,41

40

Bapak warjiman, 2015, 70 tahun, di rumah, Desa Tanjung Ibus ,12 April. 41 Bapak Anto, 2015, 56 tahun, di rumah , Desa Tanjung Ibus, 15 April.


(59)

3. Lesung

Menurut pandangan informan bernama itok lesung merupakan alat yang digunakan para pemudi yang mengemping untuk menumbuk padi yang akan dijadikan emping. Menurut beliau benda ini terbuat dari kayu yang berbentuk seperti perahu berukuran kecil dengan panjang sekitar 2 meter, lebar o,5 meter dan kedalaman sekitar 40 cm. Lesung terbuat dari kayu yang kuat menunjukkan bahwa masyarakat disana kuat dalam segi agama, kebersamaan, tolong menolong seperti yang dilakukan pada Tradisi Ahoi.42

4. Kompor dan alat masak

Menurut pandangan informan bernama Anto, alat ini digunakan untuk menggonseng emping agar emping dapat dikonsumsi oleh para pengerik dan pengemping. Menurut beliau benda-benda ini merupakan hal yang penting di dalam suatu kebutuhan masyarakat sama hal nya seperti hubungan bermasyarakat yang saling membutuhkan satu sama lain.43

Adapun fungsi dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pantun Ahoi sebagai berikut :

a. Fungsi pengungkapan Emosional

Ahoi ini dinyanyikan sebagai ungkapan syukur atas hasil panen yang melimpah dan dengan melimpahnya hasil panen mereka dapat berbagi kebahagiaan dengan cara mengirik dan menikmati hasil secara bersama-sama. Hal tersebut dapat dilihat dari salah satu teks yang dinyanyikan dari Ahoi, yaitu :

Ambil upih tampungkan hujan, Daun ubi di ikat ikat,

42

Bapakitok, 2015, 67 tahun, di ruamh, Desa Tanjung Ibus, 18 April 43 Bapak Anto, 2015, 56 tahun, di rumah , Desa Tanjung Ibus, 15 April.


(60)

E...wak ahoooiii....ahooooiii.. Terima kasih kepada Tuhan Tahun ini bisa berzakat E...wak ahooiii....ahooooiii...

Lirik yang dituliskan di atas dapat diartikan para pengerik dan pengemping bernyanyi untuk menyenangkan hati walaupun badan letih. Karena bagi mereka, jika hati gembira maka segala pekerjaan yang dikerjakan pasti akan terasa menjadi lebih ringan.

b. Fungsi Komunikasi

Ahoi merupakan salah satu sarana komunikasi di antara masyarakat Melayu Langkat di Secanggang pada waktu itu. Komunikasi tersebut salah satunya adalah komunikasi di antara pemuda dan pemudi selama kegiatan mengirik berlangsung. Berikut teks yang isinya sebagai komunikasi antara pemuda dan pemudi dalam kegiatan mengirik padi :

Kalau tuan mempunyai sapi Enak dimasak denganlah rebung E...wak ahooooiii... ahoooiii Hati-hati menghembus apai Jangan sampai terbakar hidung E....wak ahooooiii....ahoooiii....

Teks di atas mengandung makna bahwa si pemuda menyatakan agar para wanita yang sedang mengemping hati-hati ketika menghembus api untuk menggonseng padi, agar jangan sampai hidung mereka jangan menjadi hitam karena terkena asap. Kemudian teks tersebut di balas para wanita sebagai berikut :

Kami memang punya rebung Tidak dimasak dengan daging sapi


(61)

E...wak...ahooooiii....ahoooooiii. Biarlah terbakar hidung

Asal sampai hajat di hati

E....wak....ahooooiii...ahooooiii.

Teks tersebut mengandung makna bahwa para wanita menyatakan bahwa mereka tidak memiliki masalah jika hidung mereka sampai menghitam karena terkena asap pembakaran. Mereka sudah sangat senang apabila maksud dan tujuan mereka kepada para pengirik tersampaikan.

Dari dua teks di atas kita dapat melihat bahwa ada hubungan komunikasi di antara para pengirik dan pengemping.

c. Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial

Ahoi merupakan salah satu nyanyian yang memiliki fungsi sebagai sarana untuk mensosialisasikan norma-norma sosial yang terkandung di dalam kebudayan Melayu. Hal tersebutt dapat dilihat dari contoh teks nyanyian berikut :

Asal atap darilah rumbia Lalu semat denganlah bemban E...wak...ahoooiii...ahoooiiii. E...wak...ahooiii...ahooooiiiii Akal tetap jadikan panglima Biarkan nafsu jadi tawanan E...wak...ahoooiiiii...ahoooiii.

Teks tersebut mengandung makna bahwa sebagai seorang Melayu yang baik hendaklah kita menjadikan akal sehat atau logika sebagai acuan dalam melaksanakan segala


(62)

sesuatunya, dan hendaklah kita mengesampingkan keinginan nafsu kita. Karena, jika manusia bertindak hanya berdasarkan nafsu belaka maka hanya kehancuranlah yang akan di dapat.

d. Fungsi kesinambungan kebudayaan

Fungsi ahoi dalam proses ini mengarah kepada bagaimana nyanyian Ahoi memiliki peran sebagai salah satu sarana untuk menjaga kesinambungan kebudayaan Melayu. Hal ini dapat dilihat dari teks nyanyian berikut :

Pohon duku kayu nya keras Pohon langsat buahnya lima, E....wak...ahoooiiii...ahooiii Jika Melayu sudahlah bungkas

Maka terangkat lah marwah nya bangsa E...wak..ahoooiii...ahoooiii.

Marilah gelar menggelar tikar Untuk tempat mengirik padi E...wak...ahoooiii..ahoooiii. Biarlah zaman terus berputar Takkan Melayu hilang di bumi E...wak...ahoooiiii..ahoooiii.

Teks pertama menceritakan tentang keberadaan kebudayaan Melayu ditengah kehidupan masyarakat. Ada keinginan untuk mengangkat kebudayaan Melayu menjadi sebuah kebudayaan yang memiliki marwah yang tinggi. Hal itu dapat berarti pula ada keinginan untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan Melayu sehingga menjadi lebih baik untuk ke depannya.


(63)

Teks kedua terdapat pesan dan keinginan agar kebudayaan Melayu dapat bertahan di tengah perkembangan kebudayaan dunia.

e.Fungsi pengintegrasian Masyrakat

Ahoi sebagai salah satu sarana pemersatu bangsa dapat terlihat dari kebersamaan masyarakat Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang dalam mengirik padi. Kegiatan mengirik padi tidak akan bisa dikerjakan oleh satu orang saja, melainkan harus dilakukan secara beramai-ramai dengan sistem gotong-royong. Dengan mengirik sambil bernyanyi, para pengirik menjadi lebih bersemangat dan menimbulkan kekompakan dalam mengirik sehingga pekerjaan dapat selesai pada waktu yang diharapkan. Dalam hal ini tidak ada jarak di anatara sesama anggota masyarakat.


(64)

BAB VI

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, penulis akan membuat kesimpulan dari pembahasan dan hasil penelitian yang telah penulis lakukan.

Ahoi merupakan sebuah nyanyian pada saat kegiatan mengirik padi dilakukan dan disajikan para pemuda-pemudi yang diwakili oleh pengirik dari kaum laki-laki, dan pengemping dari kaum perempuan.

Dari 20 kuesioner yang telah di bagikan peneliti dari beberapa lapisan masyarakat yang dilihat dari jenis kelamin,umur,tingkat pendidikan, pekerjaan, suku dan lamanya tinggal di daerah tersebut, masyarakat tidak semua mengetahui tentang Tradisi Ahoi khusus nya di kalangan pelajar sekolah menangah pertama dan sekolah menengah atas di karenakan kurangnya pengetahuan akan tradisi ini dari orang tua mereka.

Tradisi ini dahulunya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat disana, tetapi untuk sekarang ini Tradisi Ahoi hanya diketahui dan diingat oleh masyarakat dan sudah tidak berpengaruh lagi bagi kehidupan masyarakat disana di karenakan telah masuknya alat-alat teknologi canggih yang dapat mempermudah dalam hal pertanian khususnya. Oleh sebab itu, masyarakat sudah tidak menggunakan tradisi ini lagi.

Dalam pelaksanaan Ahoi ini, biasanya dilakukan pada saat musim panen padi tiba yang ada di daerah tersebut. Masyrakatnya menyebutnya Pesta Panen Padi, tetapi tradisi ini sudah tidak pernah lagi dilakukan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dahulunya masyarakat menggunakan kerbau untuk membajak sawah sekarang sudah menggunakan alat traktor yang dapat dengan mudah dan cepat dalam membajak sawah.


(65)

Proses pemanen padi dilakukan oleh masyarakat secara bergotong royong, dari satu lahan pertanian kelahan pertanian yang lain. Kemudian, padi yang sudah dianggap kering dipindahkan ketempat mengerik. Disinilah pemilik padi mengundang para pemuda-pemudi desa untuk sama-sama bergotong royong mengirik padi dan sambil menyanyikan lagu Ahoi pada saat pemuda desa telah berkumpul.

Oleh sebab itu lah, hubungan antara masyarakat dan kebudayaan berkaitan erat yang berdasarkan fungsi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti : fungsi pengungkapan emosional,komunikasi,kesinambungan kebudayaan, norma-norma sosial dan pengintegrasian masyarakat.

6.2 SARAN

Melayu adalah salah satu suku yang ada di nusantara yang sejak dahulu kaya dengan aktifitas budayanya. Aktifitas tersebut dapat dilihat mulai dari kehidupan, mata pencaharian, dna lain-lain. Akan tetapi, dengan adanya pengaruh dari budaya barat atau masuknya teknologi menyebabkan sebagian nilai-nilai budaya tersebut hilang.

Dalam tulisan ini penulis mempunyai beberapa saran kepada pembaca, agar nyanyian ahoi ini dapat dipertahankan eksistensinya meskipun kegiatan mengirik padi tidak dilakukan lagi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengalih-fungsikan ahoi dari sebuah kesenian pengiring kerja menjadi sebuah seni pertunjukan. Ahoi merupakan salah satu kekayaan budaya yang harus dijadikan milik bersama, sehingga setiap kebudayaan etnis yang ada di seluruh Indonesia tetap hidup dan terus berkembang.


(66)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian yang Relevan

Dalam kajian ini penulis mengambil beberapa rujukan buku yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun buku yang saya gunakan sebagai rujukan adalah sebagai berikut :

“Nilai-nilai Budaya dalam Susatra Daerah Sulawesi Selatan” (Muhammad Sikki dkk, 1991) dalam buku ini penulis mengkaji tentang nilai-nilai budaya yang ada di sulawesi selatan dan melakukan pembinaan secara langsung maupun tidak langsung. Pembinaan secara langsung dilakukan dengan cara menginventarisasi dan mendokumentasi sejumlah sastra lisan yang masih tersebar luas di kalangan masyarakat. Pembinaan secara tidak langsung biasa terwujud dalam upacara-upacara adat atau dalam waktu senggang yang pada saat itu susastra biasa diperdengarkan. Menurut Sikki aspek-aspek budaya dalam susastra daerah Sulawesi selatan belum diteliti secara menyuluruh, oleh sebab itu beliau mengakaji Nilai-nilai Budaya yang ada di Daerah Sulawesi Selatan.5

Kemudian Titus Pekei dkk (2013) dalam bukunya yang berjudul “ Menggali Nilai Budaya Tradisi Lisan Dari Papua” dalam buku ini penulis membahas tentang sastra lisan atau

cerita rakyat yang ada di suku MEE dan menggali nilai-nilai budaya tradisi lisan suku MEE, yang bertujuan untuk menggali nilai budaya lisan agar pemerintah pusat di daerah tersebut mengetahui dan terutama masyarakat disana dan berusaha untuk menggali dalam usaha

5

Drs. Muhammad Sikki, dkk dalam buku ( Niali-nilai Budaya Dalam Susatra Daerah Sulawesi Selatan,1991 :


(67)

memberantas kemiskinan dan pemiskinan nilai budaya lisan kedepan, mengangkat nilai-nilai budaya lisan, dan menyampaikan kepada generasi penerus.6

Sedangkan kajian penulis berbeda dengan kajian di atas, yaitu Nilai-nilai Budaya Masyarakat Melayu Secanggang Pada Tradisi Ahoi: Kajian Antopologi Sastra. Dalam kajian ini penulis mengkaji tentang bagaimana proses penyajian ataupun pelaksanaan dalam Tradisi

Ahoi maupun fungsi dan tujuan tradisi ini. Penulis juga melakukan orientasi tentang

nilai-nilai budaya masyarakat disana. Mengapa penulis mengkaji ini karena kurangnya pemahaman generasi penerus tentang tradisi ini dan juga ingin menggali dan mengangkat nilai-nilai budaya yang ada di dalamnya.

2.2 Kosmologi Masyarakat Melayu Langkat-Secanggang

Kosmologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta berskala besar. Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan evolusi dari suatu subjek.7

Kosmologi masyarakat Kabupaten Langkat merupakan masyarakat multi etnis yang beradab,rukun dan mufakat mejunjung tinggi adat istiadat dan budaya Melayu, taat beragama dan menjujung tinggi nilai kemanusiaan.

Sistem kepercayaan masyarakat Melayu Langkat-Secanggang mayoritas menganut agama Islam dan dalam sistem kehidupan masyarakatnya semua menyerap dari nilai-nilai Islam.

6

Titus Pekei, dkk dalam buku ( Menggali Nilai Budaya Tradisi Lisan dari Papua: kajian Cerita Rakyat Suku

MEE,2013:22-23)


(68)

2.2.1 Letak Geografi dan Sejarah Singkat

a. Letak geografi daerah kabupaten Langkat terletak pada3o14’ dan 4o13’ lintang utara, serta 93o51’ dan 98o45’ Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatas dengan selat Malaka dan Prop. D.I.Aceh 2. Sebelah Selatan berbatas dengan Dati II Karo.

3. Sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang

4. Sebelah Barat berbatas dengan Dati D.I Aceh (Aceh Tengah)

b.Wilayah Kabupaten Langkat terletak antara : 3o 14` 00" - 4o 13` 00" Lintang Utara 97o 52` 00" - 98o 45` 00" Bujur Timur. Luas areal : 6.263,29 Km2 (626.326 Ha)

Letak di atas permukaan laut : 1. Kec. Babalan : 4 meter 2. Kec. Tanjung Pura : 4 meter 3. Kec. Binjai : 28 meter 4. Kec. Selesai : 30 meter 5. Kec. Salapian : 100 meter

6. Kec. Bahorok : 105 meter Batas-batas :

1. Utara : Kabupaten Aceh Tamiang dan Sela Malaka 2. Timur : Kabupaten Deli Serdang

3. Selatan : Kabupaten Karo


(69)

c. Luas daerah menurut kecamatan :

No. Kecamatan Luas (Km2) Rasio terhadap Total (%)

1 Bahorok 884,79 14,13

2 Serapit 96,27 1,54

3 Salapian 280,78 4.48

4 Kutambaru 182,02 2,91

5 Sei. Bingei 331,75 5,30

6 Kuala 188,23 3,01

7 Selesai 148,60 2,37

8 Binjai 48,60 0,78

9 Stabat 85,25 1,36

10 Wampu 203,21 3,24

11 Batang Serangan 993,04 15,85

12 Sawit Seberang 264,06 4,22

13 Padang Tualang 281,38 4,49

14 Hinai 112,98 1,80

15 Secanggang 243,78 3,89

16 Tanjung Pura 165.78 2,65

17 Gebang 186,74 2,98

18 Babalan 110,99 1,77

19 Sei. Lepan 440,54 7,03

20 Brandan Barat 71,53 1,14

21 Besitang 557,67 8,90


(70)

23 Pematang Jaya 197,15 3,15

Jumlah 6263,29 100,00

d. Wilayah Kabupaten Langkat meliputi:

 Kawasan hutan lindung seluas +- 266.232 Ha (42,51 %) dan kawasan lahan budidaya seluas +- 360.097 Ha (57,49 %).

 Kawasan hutan lindung terdiri dari kawasan pelestarian alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) seluas +- 213.985 Ha.

 Kawasan Timur Laut seluas +- 9.520 Ha.

 Kawasan Penyangga seluas +- 7.600 Ha.

 Kawasan Hutan Bakau seluas +- 20.200 Ha dan kawasan lainnya +- 14.927 Ha.

e. Penduduk

Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk kabupaten Langkat berjumlah 902.986 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14 persen pada periode 1990-2000 dan kepadatan penduduk sebesar 144,17 jiwa per km2. sedangkan tahun 1990 adalah sebesar 1,07 persen.8

8


(71)

F. Sejarah singkat Kabupaten Langkat

a. Masa Pemerintahan Belanda dan Jepang

Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi) berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh :

1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892

2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927 3. Sultan Mahmud 1927-1945/46

Di bawah pemerintahan kesultanan dan assisten Residen struktur pemerintahan disebut LUHAK dan di bawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo) yang berada di desa. Pemerintahan luhak dipimpin seorang Pangeran, pemerintahan kejuruan dipimpin seorang Datuk, pemerintahan distrik dipimpin seorang kepala distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya.

Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak

1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T. Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 kejuruan dan 2 distrik yaitu :

o Kejuruan Selesai o Kejuruan Bahorok


(72)

o Kejuruan Sei Bingai o Distrik Kwala o Distrik Salapian

2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/T. Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu :

o Kejuruan Stabat o Kejuruan Bingei o Distrik Secanggang o Distrik Padang Tualang o Distrik Cempa

o Distrik Pantai Cermin

3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik.

o Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji. o Distrik Pulau Kampai

o Distrik Sei Lepan

Awal 1942, kekuasaan pemerintah kolonial Belanda beralih ke pemerintahan Jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17-08-1945.


(73)

b. Masa Kemerdekaan

Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang gubernur yaitu Mr. T. M. Hasan, sedangkan kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati.

Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan kabupaten Langkat terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatera Timur (NST) yang berkedudukan di Binjai dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidulah. Berdasarkan PP No. 7 Tahun 1956 secara administratif kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit.

Mengingat luas kabupaten Langkat, maka kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 (tiga) kewedanan yaitu :

1. Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai

2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura 3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.

Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung dibawah bupati serta assiten wedana (camat) sebagai perangkat akhir. Pada tahun 1965-1966 jabatan bupati kdh. Tingkat II Langkat dipegang oleh seorang Care Taher (Pak Wongso) dan selanjutnya oleh Sutikno yang pada waktu itu sebagai Dan Dim 0202 Langkat. Dan secara berturut-turut jabatan bupati kdh. Tingkat II Langkat dijabat oleh:


(74)

2. HM. Iscad Idris 1974 – 1979 3. R. Mulyadi 1979 – 1984

4. H. Marzuki Erman 1984 – 1989 5. H. Zulfirman Siregar 1989 – 1994 6. Drs. H. Zulkifli Harahap 1994 – 1998

7. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 3-9-1998 s/d 20-2-1999 8. H. Syamsul Arifin, SE 1999-2009

9. Ngogesa Sitepu : 2009 s/d sekarang

Untuk melaksanakan pembangunan yang merata, kabupaten Langkat dibagi atas 3 wilayah pembangunan.

1. Wilayah pembangunan I (Langkat Hulu) meliputi o Kecamatan Bahorok dengan 19 desa o Kecamatan Salapian dengan 22 desa o Kecamatan Kuala dengan 16 desa o Kecamatan Selesai dengan 13 desa o Kecamatan Binjai dengan 7 desa o Kecamatan Sei Bingai 15 desa

2. Wilayah pembangunan II (Langkat Hilir) meliput

o Kecamatan Stabat dengan 18 desa dan 1 kelurahan o Kecamatan Secanggang dengan 14 Desa

o Kecamatan Hinai dengan 12 desa

o Kecamatan Padang Tualang dengan 18 desa

o Kecamatan Tanjung Pura dengan 15 desa dan 1 kelurahan 3. Wilayah pembangunan III (Teluk Haru) meliputi


(75)

o Kecamatan Gebang dengan 9 desa o Kecamatan Brandan Barat dengan 6 desa

o Kecamatan Sei Lepan dengan 5 desa dan 5 kelurahan o Kecamatan Babalan dengan 5 desa dan 3 kelurahan o Kecamatan Pangkalan Susu dengan 14 desa 2 kelurahan o Kecamatan Besitang dengan 8 desa dan 3 kelurahan

Tiap-tiap wilayah pembangunan dipimpin oleh seorang pembantu Bupati. Di samping itu dalam melaksanakan otonomi daerah kabupaten Langkat dibantu atas dinas-dinas otonom, instansi pusat baik departemen maupun non departemen yang kesemuanya merupakan pembantu-pembantu Bupati. Dalam melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan dan pembangunan.9

Adapun tempat ataupun lokasi yang akan diteliti penulis yaitu di Kecamatan Secanggang, tepat nya di Desa Tanjung Ibus. Nama desa tersebut diambil dari pohon ibus yang hanya dibuat oleh masyarakat untuk membuat tikar dan pelepahnya untuk digunakan keperluan rumah tangga, seperti membuat gubuk, batangnya juga bisa dijadikan sebagai penyangga rumah penduduk. Tumbuhnya pohon ibus banyak dijumpai di Tanjung yang tanahnya menjurus ke anak sungai sehingga oleh masyarakat pada waktu itu kurang lebih 1940 dijadikan nama kampung Tanjung Ibus pada masa Kerajaan Lelawangsa.

Luas wilayah Desa Tanjung Ibus = 2.554 Ha

Jumlah penduduk Desa Tanjung Ibus (Desember 2009)

a. Laki-laki = 2.390 Jiwa

b. Perempuan = 2.290 Jiwa

9


(76)

Jumlah = 5.680 Jiwa

c. Jumlah Kepala (KK) = 1.120 KK

Sistem Kepercayaan Masyarakat di desa Tanjung Ibus mayoritas beragama Islam (100%) dengan keragaman suku antara lain : Melayu, Jawa, Sunda, Kalimantan dll.

Sistem Mata Pencaharian Masyarakat di desa Tanjung Ibus rata-rata memiliki pekerjaan sebagai buruh tani, petani, dan nelayan tradisional. Berikut data persentase Mata pencaharian penduduk :

- Buruh Tani 40 % - Petani 30% - Nelayan 20%10

2.2.2 Adat Istiadat Masyarakat Langkat-Secanggang

Masyarakat suku Melayu Langkat-Secanggang ini hampir seluruhnya memeluk agama Islam, yang telah berkembang di kalangan orang mereka sejak beberapa abad yang lalu. Agama Islam begitu kuat tumbuh dalam masyarakat, terlihat dari segala bentuk tradisi adat-istiadat dan budaya suku mereka banyak dipengaruhi unsur budaya Islam. Adapun adat istiadat upacara di dalam masyarakat tersebut yaitu : Upacara Perkawinan, Upacara Kelahiran, Upacara Turun ke Sawah/Ladang dan Upacara Menjamu Laut.11

Adat masyarakat Melayu Langkat- Secanggang terbagi atas 4 bagian yaitu :

1. Adat yang sebenarnya adat

10 Berdasarkan Data Adminisrasi Pemerintahan di Desa Tanjung Ibus, kecamatan Secanggang, kabupaten Langkat.


(77)

Adat ini merupakan yang paling utama dan tidak dapat dirubah sampai kapanpun dia merupakan harga mati bagi seluruh masyarakat Langkat- Secanggang, tidaklah bisa dikatakan dia orang Melayu apabila tidak melaksanakan adat tersebut.

2. Adat yang di adatkan

Adat ini adalah sebuah aturan yang telah disepakati dan diundangkan dalam tatanan adat Melayu dari zaman dahulu melalui sebuah pengkajian dan penelitian yang amat dalam dan sempurna oleh para orang tua dahulu.

3. Adat yang teradat

Adat ini merupakan adat yang sudah teradat dari zaman dahulu, dia dalah ragam budaya di beberapa daerah yang ada di Langkat-Secanggang yang tidak sama masing-masing daerah. Adat ini mengatur tatanan hidup bermasyarakat dalam suatu daerah dan interaksi antara satu suku dengan suku yang lainnya di daerah tersebut, kemudian disesuaikan dengan kultur daerah masing-masing.

4. Adat istiadat

Adat ini merupakan ragam adat dalam pelaksanaan silaturahmi, berkomunikasi, berintegrasi, bersosialisasi dalam masyarakat di daerah tersebut, seperti upacara-upacara adat yang telah disebutkan pada paragraf yang pertama.

2.3 Intelektual Kesusastraan tradisi Melayu

Keintelektualan tradisi Melayu dapat dilihat dari segi kesusastraannya yang terdiri dari bentuk lisan dan tulisan. Bentuk lisan dan tulisan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman Melayu. Sastra lisan misalnya diturunkan dari generasi yang satu ke generasi yang lain secara turun temurun melalui proses sosialisasi anggota masyarakat.


(78)

Bentuk-bentuk sastra lisan itu misalnya cerita penglipur lara, cerita jenaka, cerita nasihat, cerita binatang, mitos, legenda, cerita asal usul, dan lain-lain sebagainya. Bentuk-bentuk lain dari sastra lisan misalnya pantun, pepatah, seloka, pribahasa, menampakkan ciri-ciri akal budi dan kebijaksanaan orang Melayu dalam menangani segala sikap dan perilaku dalam kehidupan yang dihasilkan oleh proses pengintelektualan orang Melayu sepanjang zaman.

Sejarah besarnya perkembangan pusat-pusat keintelektualan dan kesusastraan Melayu yang tertulis awalnya pada masa kerajaan Sriwijaya sekitar tahun 650-1200, Sriwijaya merupakan pusat kebudayaan Melayu tertua yang memiliki peranan penting perkembangan keintelektualan dan kesusastraan Melayu tradisional. Walaupun karya-karya kesusastraan pada zaman ini umumnya ditulis dalam bahasa Sansekerta, namun terdapat juga bentuk penulisan dalam bahasa Melayu kuno seperti yang tercatat di atas batu-batu bersurat. Walau bagaimanapun, hasil kesusastraan yang bertulis di atas bahan-bahan yang lain tidak kedapatan atau ditemui.

Kebesaran kerajaan Sriwijaya secara langsung telah mengawali perkembangan hasil-hasil kesusastraan Melayu mengikuti tahap-tahap perkembangan kerajaan dan kemampuan pengarang-pengarangnya di istana-istana raja Melayu. Istana-istana raja Melayu merupakan pusat kegiatan keintelektualan dalam tamadun Melayu Islam. Setelah kerajaan Sriwijaya, muncul lah kerajaan Pasai sekitar tahun 1250-1524, pada zaman kerajaan Pasai kegiatan kesusasteraan pula lebih banyak dikaitkan dengan kegiatan kerajaan ini sebagai kerajaan Melayu yang pertama menerima dan memeluk agama Islam di Alam Melayu.

Disini muncul bahasa Melayu persuratan yang bertindak sebagai wahana atau alat untuk penyebaran agama dan kesusastraan Islam, dan tulisan Jawi merupakan tulisan yang digunakan dalam kesusastraan Melayu. Hasil-hasil kesusastraan dipenuhi dengan ciri


(79)

kesusastraan agama khususnya sastra kitab, riwayat hidup Nabi Muhammad, cerita nabi-nabi, para sahabat, pahlawan dan sejarah seperti Hikayat Raja-Raja Pasai. Namun, sastra lisan dan hasil karya pada zaman ini masih di pengaruhi ajaran agama Hindu yang masih tidak bergeser.

Kemudian perkembangan kesusatraan Melayu tidak berhenti di situ, beberapa kerajaan seperti Melaka sekitar tahun 1400-1511; diikuti kesusastraan zaman Johor 1528-1779; kesusastraan zaman Palembang sekitar tahun 1650-1824; kesusasteraan di Patani sekitar tahun 1500-1900; di Brunei bermula dengan pemerintahan sultan ketiganya yaitu Sultan Sharif Au (1425-143 2); dan di Riau sekitar tahun 1673 sehingga tahun 1911, ikut menyumbangkan karya-karya kesusastraan melalui cendikiawan kerajaannya.

Ciri-ciri keintelektualan dan kesusatraan Melayu memasuki abad ke-20 sehingga sekarang telah dipengaruhi oleh ideologi dan pemahaman barat yang membawa pengaruh sekularisme, nasionalisme, realisme, dan humanisme dalam cara berfikir dan pengungkapan orang-orang Melayu, lalu ditambah lagi dengan kembalinya pengaruh kebangkitan Islam yang di pelopori oleh Syeikh Muhammad Abduh (1849-1905), Mufti Mesir (1888-1889) yang bersama-sama dengan Jamaluddin Al-Afghani (1838-1897) telah mempelopori gerakan Islam yang terkenal dengan nama Gerakan Salafiah dan menerbitkan majalah-majalah yang menganjurkan pemahaman Islam di masa itu.12

2.4 Pelaksanaan Tradisi Ahoi

Dalam pelaksanaan Ahoi ini, biasanya dilakukan pada saat musim panen padi tiba di daerah Secanggang mereka menyebutnya Pesta panen padi. Tetapi tradisi ini sudah tidak

12

Prof. Wan Syaifuddin, MA, Ph.D, dalam Skripsi Rendy Novrizal, S.s ( Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang


(1)

NILAI-NILAI BUDAYA MASYARAKAT MELAYU LANGKAT DI SECANGGANG PADA TRADISI AHOI : KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA

SKRIPSI

DIKERJAKAN OLEH

NAMA : RINI SALSA BELLA HARDI

NIM : 110702006

PROGRAMSTUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Nilai-nilai Budaya Masyarakat Melayu Langkat- Secanggang Pada Tradisi Ahoi : Kajian Antropologi Sastra. Ahoi merupakan sebuah lagu yang dinyanyikan oleh para petani ketika mengirik padi atau melepaskan gabah dari tangkainya dengan cara menginjak-injaknya. Tradisi ini biasa dilakukan pada saat panen tiba, seiring dengan perkembangan zaman dengan masuknya teknolgi-teknologi mesin yang dapat mempermudah proses kerja mengirik padi dan diikuti dengan kesenian Ahoi sudah mulai memudar. Oleh karena itulah, penulis tertarik untuk meneliti tentang ini. Permasalahan yang akan dibicarakan dalam tulisan ini adalah pada intinya membahas nilai-nilai budaya pada masyarakat Melayu Langkat-Secanggang pada Tradisi Ahoi . Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian pendekatan kualitatif naturalistik, yaitu penelitian yang melakukan interaksi dengan subjek atau responden yang diteliti dengan kondisi apa adanya dan tidak di rekayasa agar data yang diperoleh merupakan fenomena yang asli dan alamiah (natural). Pendekatan ini menggunakan teknik pengumpulan data seperti observasi kuesioner (angket) dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teori pendekatan Antropologi sastra, yaitu membahas tentang permasalahan manusia dalam kehidupan bermasyarakat di dalam aspek-aspek kebudayaan. Hasil penelitian, dahulunya tradisi ini sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat disana tetapi untuk sekarang ini Tradisi Ahoi hanya diingat dan diketahui oleh masyarakat, dan tidak berpengaruh lagi bagi kehidupan mereka.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul judul “ Nilai-nilai Budaya Masyarakat Melayu Secanggang Pada Tradisi Ahoi : Kajian Antropologi Sastra”. Adapun hasil penelitian ini penulis harapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan terhadap kajian sastra dan budaya.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, pikiran, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua yang tidak pernah berhenti memberikan semangat dan do’anya, dosen-dosen pembimbing yang sudah menyediakan waktu nya dan teman-teman yang sudah banyak membantu memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan untuk perbaikan-perbaikan ke depan.

Medan, Juni 2015 Penulis

Rini Salsa Bella Hardi Nim : 110702006


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan ... 6

2.2 Kosmologi Masyarakat Melayu Langkat- Secanggang ... 7

2.2.1 Letak Geografis Dan Sejarah Singkat Langkat- Secanggang ... 8

2.2.2 Adat Istiadat Masyarakat Melayu Langkat- Secanggang ... 17

2.3 Intelektual Kesusastraan Tradisi Melayu ... 18

2.4 Pelaksanaan Tradisi Ahoi ... 20


(5)

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ... 33

3.2 Sumber Data ... 34

3.3 Instrumen Penelitian ... 34

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.4.1 Teknik Observasi ... 35

3.4.2 Teknik Kuesioner ... 36

3.4.3 Teknik Dokumentasi ... 37

3.5 Teknik Analisis Data ... 37

3.5.1 Reduksi Data ... 37

3.5.2 Sajian Data ... 38

3.5.3 Penarikan Kesimpulan ... 38

BAB IV SIKAP MASYARAKAT TERHADAP TRADISI AHOI 4.1 Latar Belakang Responden ... 39

4.2 Hakikat Hidup ... 41

4.3 Hakikat Kerja ... 43

4.4 Hakikat Waktu ... 46


(6)

4.6 Hakikat Sesama Manusia ... 49

BAB V ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teks... 56

5.2 Analisis Konteks ... 65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 74

6.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN... 78