Nilai Budaya Legenda Tengku Raden Di Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong

(1)

Skripsi Sarjana

NILAI BUDAYA LEGENDA TENGKU RADEN DI MASYARAKAT MELAYU KUALUH - LEIDONG

Dikerjakan O

L E H

NAMA : RAHMAD FADHLAN SYAHDI NIM : 080702001

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013


(2)

NILAI BUDAYA LEGENDA TENGKU RADEN DI MASYARAKAT MELAYU KUALUH – LEIDONG

SKIRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : RAHMAD FADHLAN SYAHDI NIM : 080702001

Diketahui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Wan Syaifuddin, M.A., Ph. D.Drs. Yos Rizal, MSP.

NIP 19650909 199403 1004 NIP 19660617 199203 1003

Disetujui Oleh : Departemen Sastra Daerah

Ketua

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. NIP 196207161988031002


(3)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Hari / Tanggal : ………..

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP 195110131976031001 Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. ……….. ……….

2. ……….. ……….

3. ……….. ……….

4. ……….. ……….

5. ……….. ……….


(4)

Disetujui Oleh :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

MEDAN 2013

Departemen Sastra Daerah Ketua

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. NIP 196207161988031002


(5)

ABSTRAK

Rahmad Fadhlan Syahdi, 2013. Judul Skripsi :Nilai Budaya Legenda Tengku Raden di Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong di Desa Kuala Beringin Kabupaten Labuhanbatu Utara. Terdiri dari 5 bab, 89 halaman.

Dalam penelitian ini membahas tentang unsur – unsur intrinsik dan nilai – nilai budaya yang terkandung dalam legenda Tengku Raden tersebut.Dengan tujuan untuk memaparkan unsur – unsur intrinsik legenda Tengku Raden serta menguraikan nilai – nilai budaya yang terkandung dalam legenda Tengku Raden.Seperti yang diungkapkan Teeuw (1984:135), “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama – sama menghasilkan makna menyeluruh”. Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian yaitu : sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan dalam penyampaiannya adalah dari mulut ke mulut yang berisi cerita – cerita terhadap sesama (sastra oral) yang merupakan warisan turun – temurun dan mempunyai nilai – nilai luhur yang perlu dikembangkan misalnya mitos, legenda, dan dongeng.Sastra tulisan dalam penyampaiannya adalah melalui tulisan yang sudah dibukukan dan dibaca orang banyak.

Etnis Melayu Kualuh merupakan salah satu etnis yang sudah mempunyai kebudayaan dan karya sastra sendiri.Sebagai suatu contoh sastra lisan Melayu Kualuh ialah legenda.Legenda merupakan cerita yang mengisahkan terjadinya sesuatu yang dapat dibuktikan kebenarannya dan masih bisa dilihat bukti peniggalannya.Dari kebenaran itu diyakini memiliki magis oleh masyarakat penganutnya.

Metode yang dipergunakan dalam penganalisisan ini adalah metode analisis deskriptif dengan teknik penelitian lapangan.Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan secara rinci hubungan antara suatu objek tertentu dengan dengan populasi yang ada di daerah tersebut, demikian juga halnya dengan Tengku Raden tersebut kepada masyarakatnya serta nilai – nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa legenda Tengku Raden terdapat unsur – unsur intrinsik yaitu : Tema, tema dalam legenda Tengku Raden menggambarkan tentang seorang pendekar yang sakti mandraguna yang ingin memperjuangkan kemerdekaan untuk Nusantara pada umumnya dan Sumatera Timur khususnya dari penjajahan Belanda, Alur atau Plot, Latar atau Setting, dan perwatakan dalam legenda Tengku Raden terdiri dari beberapa tokoh yaitu Tengku Raden, Puteri Bedagai ( Permaisuri Kualuh ) dan Raja Kualuh. Dalam penelitian ini terdapat nilai – nilai Budaya yang terkandung pada legenda Tengku Raden yaitu sistem kekerabatan, tanggung jawab, kasih sayang, dan pertentangan.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah legenda Tengku Raden dalam masyarakat memiliki hubungan yang erat karena lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat serta mempunyai objek dari berbagai aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat begitu juga dengan unsur – unsur intrinsik yang dipelajari oleh masyarakat khususnya terarah pada nilai – nilai budaya yang terdapat dalam legenda Tengku Raden.

Kata Kunci :Legenda Tengku Raden


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi syarat untuk dapat menempuh ujian komprehensif untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini berjudul Nilai Budaya Legenda Tengku Raden di Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong. Judul ini penulis ambil berdasarkan sejarah dan cerita masyarakat Kualuh yang terdapat di Desa Kuala Beringin, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.Terwujudnya skripsi ini bukanlah semata – mata jerih payah penulis sendiri, tetapi tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.Maka dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih khusus kepada orang tua penulis : Jalaluddin Sitorus S.Pd dan Almh. Syamsiar Gultom, yang telah mendidik dan membimbing penulis sejak kecil sampai sekarang ini. penulis menyadari bahwa dengan sepenuh hati segala pengorbanan telah diberikan oleh kedua orang. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kedua orang tua penulis.


(7)

Penulis juga menyadari penulisan skripsi ini belum sempurna.Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis.

Medan, April 2013 Penulis,

Rahmad Fadhlan Syahdi


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, sebagai Ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum, selaku sekretaris Departemen Sastra

Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. wan syaifuddin, M.A., Ph. D, selaku pembimbing I penulis yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Yos Rizal, MSP, selaku pembimbing II penulis yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak / Ibu staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis sejak berada di Departemen Sastra Daerah Universitas Sumatera Utara.

7. Kedua orang tua Penulis Jalaluddin Sitorus S.Pd, dan ibunda tercinta Almh. Syamsiar Gultom, yang telah banyak berkorban baik dalam materi, tenaga, pikiran, yang telah banyak melimpahkan kasih


(9)

sayangnya kepada penulis serta doa sehingga penulis sampai pada penulisan skripsi ini.

8.Kepada kakak – kakak penulis, Nurfaizah Zam-Zam Permata S.H, dan Elvina Masithah S.S, serta adik – adik penulis Dewi Kartika Sari dan Ahmad Fauzan Azmi yang selalu memberikan motivasi dan dorongan serta bantuannya kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

9. Kepada abanganda Ir. Awaluddin Sitorus, S.S. M.Pd, yang selalu memberikan motivasi dan dorongan serta bantuannya kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

10. Rekan – rekan stambuk 2008, Mustaqim Tanjung, Fakhrizal Fahri bin Ikhlas Muhammad Zein alias wak alang, Bobi Heryawan Tarigan, Surya Darma, Rendi Novrizal, Juni Chaniago, Hasudungan, Girson Tarigan, Ardiani Tarigan, Rama Astika, Widya, Fitri, Pinky, Nadila serta kawan – kawan lainnya.

11. Kawan – kawan kos LAJANG, Wak Iboy Dorlap Dordur, Lek Nawir Ganteng, Ucok Dolok, Wak Alang, Nuari Katolapan, si GePe, Wak Unuz, Topan alias si Gilas dan bang Obi yang selalu memberikan masukan – masukan serta dorongan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

12. Kawan – kawan dari GEMA LABURA, Yunuz Lubis, Mustakim Tanjung, Rafi Suwandira BB, Dian Pramana Hsb, Obi Darlin Tanjung, Mastopan Sitorus, Popi, serta seluruh jajaran kepengurusan GEMA LABURA.


(10)

13. Seluruh keluarga besar yang berada di LABURA yang telah banyak memberikan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, atas bantuan dari semua pihak, penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak – banyaknya.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………. KATA PENGANTAR ……….. UCAPAN TERIMAKASIH ………. DAFTAR ISI ………. BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………. 1.2 Rumusan Masalah... 1.3 Tujuan Penelitian... 1.4 Manfaat Penelitian... 1.5 Anggapan Dasar……….. 1.6 Lokasi Penelitian……….……… BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmologi Masyarakat………. 2.1.1 Sejarah Singkat Kerajaan Kualuh – Leidong……… 2.1.2 Sistem Sosial Budaya………….……….. 2.1.3 Sistem Kepercayaan dan Agama……….. 2.2Khazanah Sastra Tradisional...

2.2.1Ciri – Ciri ... 2.2.2Bentuk – Bentuknya ... 2.2.3 Kedudukan Dalam Masyarakat ... 2.3Landasan Teori………... 2.3.1 Pengertian Nilai Budaya………..


(12)

2.3.2 Teori Struktural... 2.3.3 Teori Budaya……….………... BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar... 3.2 Lokasi Penelitian... 3.3 Instrumen Penelitian... 3.4 Metode Pengumpulan Data... 3.5 Metode Analisis Data... BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Unsur Intrinsik Legenda Tengku Raden……….. 4.1.1 Tema……….. 4.1.2 Alur atau Plot………. 4.1.3 Latar atau Setting………... 4.1.4 Perwatakan………. 4.2 Analisis Nilai – nilai Budaya Legenda Tengku Raden…………. 4.2.1 Menghormati Orang Lain………... 4.2.2 Tanggung Jawab……… 4.2.3 Kasih Sayang………. 4.2.4 Keberanian...……….. 4.2.5 Cinta Tanah Air………. 4.2.6 Menuntut Ilmu………... 4.2.7 Gotong Royong………. 4.2.8 Kepercayaan Kepada Takdir………


(13)

4.2.9 Kepercayaan Kepada Kekuatan Gaib……… 4.3 Pandangan Masyarakat terhadap legenda Tengku Raden……… BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan……….. 5.2 Saran………

DAFTAR PUSTAKA... Lampiran 1. Cerita awal mulanya Tengku Raden………... Lampiran 2. Daftar Pertanyaan……… Lampiran 3. Daftar Nama Informan……… Lampiran 4. Foto Kuburan Tengku Raden……….. Lampiran 5. Surat izin Penelitian dari Kepala Desa………


(14)

ABSTRAK

Rahmad Fadhlan Syahdi, 2013. Judul Skripsi :Nilai Budaya Legenda Tengku Raden di Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong di Desa Kuala Beringin Kabupaten Labuhanbatu Utara. Terdiri dari 5 bab, 89 halaman.

Dalam penelitian ini membahas tentang unsur – unsur intrinsik dan nilai – nilai budaya yang terkandung dalam legenda Tengku Raden tersebut.Dengan tujuan untuk memaparkan unsur – unsur intrinsik legenda Tengku Raden serta menguraikan nilai – nilai budaya yang terkandung dalam legenda Tengku Raden.Seperti yang diungkapkan Teeuw (1984:135), “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama – sama menghasilkan makna menyeluruh”. Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian yaitu : sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan dalam penyampaiannya adalah dari mulut ke mulut yang berisi cerita – cerita terhadap sesama (sastra oral) yang merupakan warisan turun – temurun dan mempunyai nilai – nilai luhur yang perlu dikembangkan misalnya mitos, legenda, dan dongeng.Sastra tulisan dalam penyampaiannya adalah melalui tulisan yang sudah dibukukan dan dibaca orang banyak.

Etnis Melayu Kualuh merupakan salah satu etnis yang sudah mempunyai kebudayaan dan karya sastra sendiri.Sebagai suatu contoh sastra lisan Melayu Kualuh ialah legenda.Legenda merupakan cerita yang mengisahkan terjadinya sesuatu yang dapat dibuktikan kebenarannya dan masih bisa dilihat bukti peniggalannya.Dari kebenaran itu diyakini memiliki magis oleh masyarakat penganutnya.

Metode yang dipergunakan dalam penganalisisan ini adalah metode analisis deskriptif dengan teknik penelitian lapangan.Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan secara rinci hubungan antara suatu objek tertentu dengan dengan populasi yang ada di daerah tersebut, demikian juga halnya dengan Tengku Raden tersebut kepada masyarakatnya serta nilai – nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa legenda Tengku Raden terdapat unsur – unsur intrinsik yaitu : Tema, tema dalam legenda Tengku Raden menggambarkan tentang seorang pendekar yang sakti mandraguna yang ingin memperjuangkan kemerdekaan untuk Nusantara pada umumnya dan Sumatera Timur khususnya dari penjajahan Belanda, Alur atau Plot, Latar atau Setting, dan perwatakan dalam legenda Tengku Raden terdiri dari beberapa tokoh yaitu Tengku Raden, Puteri Bedagai ( Permaisuri Kualuh ) dan Raja Kualuh. Dalam penelitian ini terdapat nilai – nilai Budaya yang terkandung pada legenda Tengku Raden yaitu sistem kekerabatan, tanggung jawab, kasih sayang, dan pertentangan.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah legenda Tengku Raden dalam masyarakat memiliki hubungan yang erat karena lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat serta mempunyai objek dari berbagai aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat begitu juga dengan unsur – unsur intrinsik yang dipelajari oleh masyarakat khususnya terarah pada nilai – nilai budaya yang terdapat dalam legenda Tengku Raden.

Kata Kunci :Legenda Tengku Raden


(15)

BAB l

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sastra etnik merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra etnik itu dapat dikatakan masih berkisar pada lisan. Sastra itu sebagian besar tersimpan di dalam ingatan orang tua atau tukang cerita, yang jumlahnya semakin berkurang dimakan usia. Dia tidak hanya berfungsi sebagai alat hiburan saja, melainkan juga dapat menjadi alat untuk memelihara dan menurunkan buah pikiran suatu suku atau bangsa pemilik sastra itu sendiri.

Dalam masyarakat yang sedang membangun seperti halnya Indonesia, berbagai bentuk sastra etnik itu tidak mustahil akan terabaikan dan mungkin lama kelamaan akan hilang tanpa bekas. Hal itu disebabkan oleh ada anggapan bahwa segala sesuatu yang tidak modern, apalagi yang bersifat pribumi,kurang mendapat perhatian.

Diakui bahwa ada di antara sastra etnik itu yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat sekarang ini. Namun, banyak di antara sastra etnik itu yang mengandung ide yang besar, buah pikiran yang luhur, pengalaman jiwa yang berharga. Semuanya itu masih tetap dapat dimanfaatkan pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang. Inilah salah satu fungsi karya sastra karena karya sastra itu mengandung nilai-nilai budaya.


(16)

Sastra lisan Melayu adalah sastra yang lahir dan berkembang di lingkungan masyarakat Melayu , Sumatera Utara. Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian yaitu : sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan dalam penyampainnya adalah dari mulut ke mulut yang berisi cerita-cerita terhadap sesama (sastra oral) yang merupakan warisan turun-temurun yang mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan misalnya mitos, legenda, dongeng, dan lain-lain. Sastra tulisan dalam penyampaiannya adalah melalui tulisan yang sudah dibukukan dan dibaca orang banyak. Sastra tulisan ini banyak yang berasal dari sastra lisan misalnya dongeng yang diceriterakan seseorang kemudian ditulis dan dibukukan oleh orang yang mendengarnya.

Sastra lisan merupakan dasar komunikasi antara pencipta dan peminat karya sastra tersebut. Sastra lisan merupakan kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra karena sastra lisan sebagai modal apresiasi sastra, sebab sastra lisan telah membimbing pembaca untuk melakukan apresiasi dan pemahaman gagasan berdasarkan praktik selama berabad-abad. Sastra lisan merupakan dasar komunikasi antara pencipta, masyarakat, dan peminat cerita yang dalam arti bahwa karya atau ciptaan yang didasarkan pada karya sastra akan lebih mudah untuk dipahami dan dihayati sebab unsur-unsurnya lebih mudah dikenal dan dilaksanakan oleh masyarakat.

Karya-karya lisan tersebut telah banyak memberikan sumbangan berupa nilai didaktis, filsafat, ilmu pengetahuan, dan lain-lain yang perlu diteliti dan diangkat ke permukaan melalui buku-buku yang menyangkut kepada karya sastra lisan tersebut agar masyarakat lain dapat mengetahui dan mengenal. Sebagai suatu


(17)

contoh sastra lisan Melayu Sumatera Utara ialah legenda. Legenda merupakan cerita yang mengisahkan terjadinya sesuatu yang dapat dibuktikan kebenarannya dan masih bisa dilihat bukti peninggalannya. Dari kebenaran itu diyakini memiliki magis oleh masyarakat penganutnya. Banyak hal dan nilai-nilai yang didapatkan dari sebuah legenda dan nilai-nilai itu dipercaya oleh masyarakat pemiliknya dan diajarkan secara turun-temurun. Banyak sastra lisan yang telah dibukukan, tetapi harus diakui juga masih banyak yang belum dibukukan. Dengan segala kekurangan dan kelemahannya penulis mencoba mengangkat karya sastra tersebut berupa legenda atau cerita rakyat, yakni Legenda Tengku Raden yang mengisahkan tentang seorang pendekar yang sakti mandraguna yang ingin memperjuangkan kemerdekaan untuk Nusantara pada umumnya dan Sumatera Timur khususnya dari penjajahan Belanda.

Dengan melihat sedikit keterangan di atas, penulis mengangkat judul skripsi Nilai Budaya Legenda Tengku Raden di masyarakat Melayu Kualuh – Leidong.

1.2Rumusan Masalah

Untuk menghindari pembahasan atau pembicaraan yang menyimpang dari permasalahan, penulis membatasi masalah seperti berikut:

1. Bagaimana unsur intrinsik legenda Tengku Raden.

2. Nilai-nilai budaya apa saja yang terkandung dalam legenda Tengku Raden

tersebut.


(18)

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk

1. Memaparkan unsur-unsur intrinsik legenda Tengku Raden.

2. Menguraikan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam legendaTengku Raden.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pembaca khususnya terhadap penulis untuk dijadikan sebagai :

1. Dokumentasi cerita rakyat pada Departemen Sastra Daerah FIB USU. 2. Sebagai apresiasi sastra daerah khususnya apresiasi sastra Melayu terhadap

prosa rakyat (legenda)

3. Menyukseskan program pelestarian sastra daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional

4. Menjadi sumber informasi bagi mahasiswa Departemen Sastra Daerah FIB USU.

1.5 Anggapan Dasar

Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu anggapan dasar. Menurut Arikunto (1996:96), “Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas”. Maksud kebenaran di sini adalah apabila anggapan dasar tersebut dapat dibuktikan kebenarannya.Oleh karena itu anggapan Dasar penulis dalam penelitian ini adalah

legendaTengku Raden memiliki nilai – nilai budaya masyarakat Melayu Kualuh.


(19)

Dari Anggapan Dasar di atas penulis merumuskan hipotesis atau dugaan sementara atau dapat juga dikatakan sebagai kesimpulan sementara bahwa

legenda Tengku Raden memiliki nilai budaya yang sangat kental dan tinggi dari masyarakat Kualuh.Hipotesis di atas perlu dibuktikan kebenarannya melalui analisis terhadap cerita tersebut.Suatu hipotesis boleh benar dan boleh juga tidak benar.

1.6 Lokasi Penelitian

Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dengan luas Kabupaten 3.570.928 Km2 yang terletak pada koordinat 1° 58’00’’ - 2° 50’00” LU 99025’00’’-1000

Kabupaten Labuhanbatu Utara terletak di antara beberapa Kabupaten, dan mempunyai batas – batas wilayah, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu, Barat berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir, Utara berbatasan dengan Kabupaten Asahan, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Padang Lawas.

05’00’’ BT. kabupaten Labuhanbatu Utara memiliki delapan kecamatan diantaranya adalah kecamatan Kualuh Leidong, Kualuh Hilir, Aek Kuo, Marbau, NA IX-X, Aek Natas, Kualuh Selatan, dan Kualuh Hulu. Kecamatan Kualuh Hulu adalah daerah yang menjadi tempat penelitian, tepatnya di Desa Kuala Beringin.

Kecamatan Kualuh Hulu memiliki beberapa Desa diantaranya adalah Desa Membang Muda, Labuhan Haji, Hanna, Sonomartani, Sukarame Baru, Sukarame,


(20)

Kanopan Ulu, Parpaudangan, Pulo Dogom, Londut, Kuala Beringin serta Kelurahan Aek Kanopan dan Aek Kanopan timur.

Keadaan Penduduk

Penduduk Kabupaten Labuhanbatu Utara berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 2011 berjumlah 334.776 jiwa dengan komposisi yang berimbang antara laki – laki dan perempuan. Dengan wilayah terpadat di Kecamatan Kualuh Hulu. Masyarakat yang tinggal di Desa Kuala Beringin terdiri dari berbagai macam suku, seperti : Suku Melayu, Jawa, Minang, Mandailing, dan Batak, tetapi lebih mayoritas masyarakatnya yang mendiami desa tersebut adalah Suku Batak, hal ini disebabkan letak Geografis dari Kabupaten Labuhanbatu Utara sebelah Barat berbatasan Langsung dengan Kabupaten Toba Samosir.

Penduduk yang berada di Desa Kuala Beringin rata – rata mata pencahariannya adalah berkebun.Produk perkebunan unggulan di desa ini adalah sawit dan karet. Namun sebagian kecil masyarakat yang Tinggal di pinggiran sungai Kualuh dan sungai aek rimau ada juga yang bekerja sebagai nelayan.Namun demikian tidak sedikit juga masyarakatnya yang bekerja pada instansi pemerintah.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmologi Masyarakat

Kosmologi masyarakat Kabupaten Labuhanbatu Utara secara umum dapat digambarkan sebagai Tanah Bertuah, masyarakat Multi Etnis yang beradab, rukun dan mufakat menjunjung tinggi Adat Istiadat dan Budaya Melayu, taat beragama dan menjujung tinggi nilai kemanusian.

2.1.1 Sejarah Singkat Kesultanan Kualuh – Leidong

Raja-raja Asahan, Bilah, Kotapinang, Kualuh dan Panai mempunyai hubungan keluarga. Menurut cerita, Batara Sinomba dari Minangkabau menikah dengan adiknya sendiri (mungkin maksudnya satu marga, yaitu Nasution). Batara Sinomba dan istrinya diusir dan sampai di Tapanuli Selatan. Suami istri tersebut menetap di Pinang Awan, dekat Sungai Barumun. Batara Sinomba dirajakan di Air Merah. Mereka kemudian mempunyai dua putra dan seorang putri yang bernama Siti Onggu.

Batara Sinomba menikah lagi dan istri mudanya berkeinginan agar putranya ditunjuk sebagai pengganti ayahnya. Oleh karena itu, istri kedua berusaha mengusir putra Batara Sinomba dari istri pertama. Usahanya berhasil. Dua putra Batara Sinomba dari istri pertama dendam dan menemui rombongan Sultan Aceh yang kebetulan lewat di situ. Tentara Aceh tersebut ternyata mempunyai masalah dengan Batara Sinomba, sehingga akhirnya Batara Sinomba


(22)

terbunuh, kemudian diberi gelar Marhum Mangkat Di Jambu. Siti Onggu dibawa orang Aceh dan diperistri Sultan Aceh. Lama-kelamaan putra Batara Sinomba dari istri pertama rindu dan ingin mengetahui nasib Siti Onggu. Oleh karena itu, mereka pergi ke Asahan menemui Haro-haro yang pandai mengadu ayam. Mereka bertiga pergi ke Aceh untuk menebus Siti Onggu. Sultan Aceh mengajak mereka untuk mengadu ayam. Ayam Sultan kalah dalam pertandingan dan terpaksa melepaskan Siti Onggu yang sedang hamil tua. Siti Onggu boleh dibawa pulang dengan syarat apabila bayi yang lahir laki-laki harus menjadi raja di Asahan. Setelah mereka kembali, Siti Onggu melahirkan seorang putra yang kemudian dirajakan di Asahan dengan gelar Sultan Abdul Jalil (Marhum Mangkat Di Tangkahan Sitarak).

Selanjutnya Siti Onggu menikah dengan Haro-haro. Setelah masuk Islam, Haro-haro bernama Raja Bolon. Dari pernikahan ini lahir putranya yang bernama Abdul Karim, yang disebut bangsawan Bahu Kanan. Haro-haro menikah lagi dengan putri Raja Siman Golong dan memperoleh dua putra, masing-masing bernama Abdul Samad dan Abdul Kahar. Keturunan mereka disebut bangsawan Bahu Kiri.

Cicit Sultan Asahan yang bernama Sultan Abdul Jalil II pernah membantu Raja Ismail dalam merebut tahta Siak dari tangan Raja Alam (1771). Setelah berhasil, maka Siak memberinya gelar “Yang Dipertuan”. Berdasarkan gelar ini, Sultan Yahya dari Siak dalam suratnya kepada Gubernur Belanda di Melaka pada tahun 1791 menyebutkan bahwa Asahan adalah jajahannya dan ini ditentang oleh Asahan sendiri.


(23)

Cucu Sultan Abdul Jalil II adalah Raja Musa dan Raja Ali. Raja Musa menjadi raja di Asahan. Ketika Raja Musa mangkat, putranya masih dalam kandungan. Oleh karena itu pemerintahan digantikan oleh adiknya, Raja Ali. Raja Ali mempunyai seorang putra yang bernama Husin dan seorang putri yang bernama Raja Siti. Raja Siti menikah dengan Sultan Deli dengan mas kawin daerah Bedagai, dan putra yang lahir dari pernikahan tersebut harus menjadi raja di Bedagai.

Sultan Musa mempunyai putra bernama Raja Ishak. Ketika Sultan Musa mangkat, di Asahan pecah perang saudara antara Raja Husin (putra Sultan Ali) dengan Raja Ishak (putra Sultan Musa). Situasi ini ditemui John Anderson ketika ia berkunjung ke Asahan pada tahun 1823. Perang saudara itu diakhiri dengan perdamaian. Dalam perdamaian ditetapkan bahwa Raja Husin menjadi sultan dan Raja Ishak menjadi Rajamuda Asahan merangkap Raja Kualuh-Leidong. Maka dinobatkanlah Raja Ishak menjadi Sultan dinegeri Kualuh bergelar yang dipertuan Muda, pada tahun 1829.

Ketika yang dipertuan Muda Ishak mangkat Baginda meninggalkan putra dan putri. Untuk menggantikan marhum yang dipertuan Muda Ishak, dinobatkanlah Tengku Ni’mat menjadi Sultan dinegeri Kualuh dan Leidong. Setelah Tengku Ni’matsyah menikah dengan permaisuri dan mempunyai seorang putra. Dinamai Tengku Biyong. Sesudah Tengku Biyong berumur lebih kurang 6 tahun, berangkatlah Baginda dan permaisuri membawa anakanda Baginda ke Mekkah. Selain dari pada meyempurnakan rukun Islam yang kelima. Baginda menyampaikan juga nazar dan kaul untuk putranya.


(24)

Sejak itu Baginda bergelar Tengku Alhaji Abdullahsyah dan putranya Tengku Biyong bergelar Tengku Alhaji Muhammadsyah. Setelah selesai dari pada mengerjakan haji kembalilah Baginda dan Permaisuri serta putranya ke Kualuh. Tiada lama kemudian dari pada itu, mangkatlah Permaisuri (Tengku Tengah), dimakamkan di Singgasana. Sesudah Permaisuri mangkat, Baginda beristri pula dua orang. Dari kedua istri itu Baginda memperoleh empat orang putra. Tak lama kemudian yang dipertuan Tengku Alhaji Abdullahsyah mangkat pada 29 hari bulan Rabi’ul akhir 1299 H (1882 M) dimakamkan di Kampung Mesjid. Ketika ayahandanya mangkat, Tengku Biyong bergelar Tengku Alhaji Muhammadsyah, putra mahkota dari kerajaan Kualuh dan Leidong, masih muda, karena itu belum ditetapkan Governement Hindia Belanda menjadi Raja.

Setelah diadakan musyawarah dengan orang – orang besar negeri Kualuh serta menimbang menurut adat negeri maka diangkatlah Tengku Uda Negeri Kualuh untuk menggantikan sementara Tengku Alhaji Muhammadsyah sembari menunggunya setelah dewasa. Setelah dewasa, sesuai dengan hasil musyawarah orang – orang besar Negeri Kualuh, maka digantikanlah tahta kerajaan oleh putra mahkota yang dipertuan Tengku Alhaji Muhammadsyah. saat Baginda sudah dinobatkan menjadi Raja Kualuh, baginda belum mempunyai Permaisuri. Di dalam suatu musyawarah orang – orang besar di negeri Kualuh mempunyai suatu ketetapan untuk meminang putri dari Tengku Pangeran Nara Deli (Tengku Sulung Laut) Bedagai. Setelah selesai perkawinan Agung itu kembalilah Baginda membawa Tengku Zubaidah dengan segala pengiringnya ke Kualuh. Seraya ditabalkan menjadi Permaisuri dan diberi gelaran Tengku Puan.


(25)

Dikampung Mesjid sebelumnya kedudukan ke Sultanan pindah ke Tanjung Pasir, dari Tengku Puan yang dipertuan Alhaji Muhammadsyah memperoleh putra – putri, yaitu : Tengku Randlah kawin dengan Tengku Mahsuri dari Sultan Mahmud Langkat. Tengku Mansyursyah, Tengku Besar Negeri Kualuh atau putra Mahkota. Tengku Kamilah kawin dengan Tengku Sahmenan, Putra dari Tengku Alang Yahya, Gep. Regent van Asahan. Tengku Salmah kawin dengan Tengku Ibrahim, Tengku Seri Maharaja Binjei. Dan yang terakhir adalah Tengku Darmansyah. Di masa kepemimpinan Tengku Alhaji Muhammadsyah lah ada berkembang cerita tentang sosok Tengku Raden.

Putra yang tertua dari yang dipertuan, ialah Tengku Mansyursyah. Setelah Tengku Mansyursyah tamat di H.I.S Tanjung Balai, beliau pergi ke Betawi melanjutkan pelajaran. Dengan besluit Gubernement tgl 10 Mei 1916 No. 25 Tengku Mansyursyah diangkat menjadi Tengku Besar. Tengku Mansyursyah merupakan Raja terakhir di Kerajaan Kualuh dan Leidong.

2.1.2 Sistem Sosial Budaya

Sistem sosial budaya masyarakat Kualuh pada zaman dahulu masih sangat kental dengan mistis, dikarenakan pengetahuan masyarakat pada saat itu sangat sederhana terhadap keyakinan beragama. Masyarakat Kualuh masih percaya pada manusia yang luar biasa dengan kata lain disebut sakti. Masyarakat Kualuh pada umumnya patuh dan menghormati seseorang yang ganjil dan gaib.Penduduk terikat dan menghargai pesan, petuah, isyarat, tanda – tanda dan mimpi.


(26)

Penghuni Kualuh belum banyak mengenal tentang tafsir Alquran, apalagi kitab peraturan dan undang – undang. Masyarakat lebih banyak pasrah dari pada berpikir, bilamana ada sesuatu malapetaka yang menimpa mereka. Kalau masyarakat ditimpa bencana atau kejadian yang luar biasa, mereka tidak ada tempat mengadukan halnya. Senantiasa mereka menyerah pada yang maha kuasa. Seraya menantikan apa sebagai jawaban untuk menanggulangi hal – hal yang terjadi. Mereka banyak mengenang dan mengingat – ingat pada masa yang silam selama hidupnya yang silih berganti didatangi berbagai kejadian.

Kalau ingatan mereka kuat tentang peristiwa atau kejadian yang lalu maka mereka cepat mencari akal untuk mengatasi bahaya atau kejadian yang mengancam mereka. Hampir sebahagian besar dari penghuni daerah Kualuh ketika itu masih serba darurat. Pemerintah waktu itu adalah pemerintahan Belanda . yang menjalankan pemerintahan waktu itu ialah raja – raja yang takluk pada Belanda. Pengadilan hanya ada pada kekuasaan suku. Rumah Sakit pun tidak ada,dukun lah pengobat yang merangkap jadi bidan. Masyarakat mesti belajar dari keadaan, keadaan lah yang menjadi guru masyarakat ketika itu.

Tapi seiring berkembangnya zaman, dan Indonesia telah merdeka dari penjajahan Belanda, maka pola pikir masyarakat mulai berubah, mereka telah melewati masa – masa sulit, dan mulai berpikir dengan realistis dan meniggalkan hal – hal yang dianggap mistis, berpedoman atas Pancasila dan UUD 1945. Meskipun demikian ritual – ritual adat yang ada masih banyak mengadopsi hal – hal mistis.


(27)

2.1.3 Sistem Kepercayaan dan agama

Masyarakat Melayu Kualuh yang saat ini disebut Kabupaten Labuhanbatu Utara secara umum memiliki beragam suku.Dari jumlah penduduk keseluruhan yaitu 334.776, mayoritas masyarakatnya bersuku Batak (45.50 persen) diikuti Jawa (44.83 persen) Melayu (3.85 persen) Minang (0.81 persen) dan Aceh (0.21 persen) dan lainnya (4.80 persen).

Sementara itu kepercayaan dan agama mayoritas yang dianut masyarakatnya adalah Islam dengan memiliki jumlah (83.71 persen) diikuti Kristen Protestan (13.08 persen), Kristen Katolik (2.10 persen), Budha (1.01 persen), dan Hindu (0.06 persen) lain – lain (0.04 persen).

Berdasarkan data tersebut dapat kita ketahui Sistem Kepercayaan dan Agama masih dipengaruhi oleh budaya etnis yang ada pada masyarakat Labuhanbatu Utara secara umum dan masyarakat Kualuh Desa Kuala Beringin secara khusus. Hal ini dapat dilihat dari ritual – ritual adat yang masih sering dilakukan masyarakat Kualuh, antara lain : tolak bala, upah – upah, mandi air pange sewaktu memasuki bulan Ramadhan, dan Bordah.

2.2Khazanah Sastra Tradisional

2.2.1 Ciri – Ciri

Kesusastraan masyarakat Melayu Kualuh – Leidong mempunyai beberapa ciri tertentu. Ciri pertama yang paling ketara adalah cara ia disampaikan yaitu secara lisan. Namun setengah daripadanya telah ditulis dan kemudian


(28)

dilisankan. Manakala ada juga yang dituturkan secara individu kepada individu atau kepada sekumpulan yang lain. Kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong juga dipertuturkan untuk diperluas penggunaannya.

Berkaitan dengan isi kandungannya, ciri kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong telah menerima pengaruh Hindu-Budha dan Islam dan kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong ini ialah tersebar dikalangan masyarakatnya. Dari berbagai pengaruh dan cara penyebarannya terdapat tiga hal yang selalu terjadi yaitu, Pertama kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong mengalami penambahan sama ada dalam bentuk, isi maupun pertuturannya. Kedua, kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong mengalami pengurangan sama ada dari segi isi, bentuk maupun cara pertuturannya, dan yang Ketiga didalam masyarakat Melayu Kualuh – Leidong sendiri ditemui berbagai genre dan variasi serta gaya penceritaan. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh penutur sama ada pencatat maupun perekam akan penambahan tokoh cerita, bentuk serta penyampaiannya untuk menambah kesedapan, kesesuaian cerita dengan suasana dan alam sekitar, dimana dia dituturkan dan disampaikan serta dimana pula dia berkedudukan, hingga tidak akan ada rasa ragu – ragu untuk membuang dan menambah isi serta bentuk dan juga gaya penyampaiannya.

Disebabkan itulah ditemui beberapa karya sastra yang bersifat cerita dan bukan cerita sama ada berbentuk prosa ataupun puisi mempunyai tajuk yang sama. Namun begitu, tetapi terdapat perbedaan apabila dilihat dari segi isi ataupun kandungan cerita serta gaya penyampaian dan penuturannya. Begitu juga halnya


(29)

dengan bentuknya, dari sebuah tajuk diceritakan dalam genre yang berbeda- beda. Ciri yang kedua melibatkan soal kelahiran daripada kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong yaitu lebih banyak lahir dan berkembang dalam masyarakat yang sederhana.

Berkenaan dengan isi cerita – cerita yang berkembang dalam masyarakat sederhana dan masyarakat bangsawan pada masa pengaruh Hindu – Budha, dia bertemakan atau mengacu kepada kebesaran raja sebagai titisan dewa. Semasa pengaruh Islam cerita – cerita yang berkembang berisi dan bertemakan kebesaran Allah sebagai pencipta manusia, langit dan alam sekitar beserta isi – isinya.

Ciri ketiga ialah kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong mengandung ciri – ciri budaya asal masyarakat yang melahirkannya, hingga menggambarkan suasana masyarakat Melayu yang tabii. Hal ini wujud dalam karya sastra yang berbentuk cerita sama ada karya – karya dalam bentuk lisan ataupun tulisan disebabkan oleh sastra rakyat merupakan ekspresi ataupun pernyataan budaya, melalui kesusastraan rakyatlah masyarakat Melayu Kualuh – Leidong dapat mewujudkan corak budaya asli atau tradisional, sehingga ciri asalnya tetap terpelihara sebagai tunjangan walaupun terdapat unsur – unsur tokoh tambahan. Hal tersebut menunjukan bahwa karya – karya sastra masyarakat Melayu Kualuh – Leidong pada hakikatnya cagar budaya bangsa karena kesemuanya tuangan pengalaman jiwa bangsanya dan turut meliputi pandangan hidup serta landasan falsafah bangsa.


(30)

Ciri keempat menunjukan bahwa kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong kepunyaan bersama, sama ada dianggap sebagai milik masyarakatnya ataupun bukan milik perseorangan. Dengan itu apabila disusurgalurkan dengan kewujudan masyarakat Melayu Kualuh – Leidong kesusastraan rakyat masyarakatnya ditemui mempunyai banyak perbedaan versi. Ini bermakna hasil kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong, sama ada yang bersifat lisan maupun tulisan juga mempunyai gaya penceritaan dan bukan bersifat penceritaan. Terdapat beberapa kelainan didalam isi, gaya pertuturan dan bentuknya walaupun tajuknya sama.

Ciri kelima dan terakhir ialah dalam kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong terdapat unsur – unsur pemikiran yang luas tentang kehidupan masyarakatnya. Pengajaran atau bersifat didaktif dan unsur sejarah. Ketiga - tiga unsur ini berlaku dalam setengah susunan kata – kata yang puitis dan teratur indah. Manakala susunan kata – kata demikian timbul apabila gambaran sesuatu keadaan atau peristiwa dipaparkan. Ini menunjukan bahwa aspek pemikiran masyarakat Melayu sangat luas mencakupi alam nyata dan alam gaib. Bentuk pemikiran itu ada kaitan pula dengan sistem kepercayaan dan agama yang mereka anuti seperti animisme, Hindu – Budha dan Islam.

2.2.2 Bentuk – Bentuknya

Kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong, dilihat dari segi isi dan sifat penceritaanya yang lahir dalam dua sifat, kedua – duanya diwujudkan dalam bentuk prosa dan puisi yang hidup didalam masyarakatnya. Sifat


(31)

penceritaan yang dimaksudkan wujud dalam cerita rakyat legenda. Cerita rakyat yang dimaksudkan merupakan cerita yang pada zamannya mempunyai isi bagi tujuan pengajaran dan hiburan yang kadang kala berbentuk jenaka pula.

Legenda adalah cerita – cerita yang dianggap, atau dalam konsepsi yang empunyanya sebagai peristiwa – peristiwa sejarah. Dundes didalam bukunya yang bertajuk The Study of Folklore yang dipetik dari pada James Dananjaya (1986 : 67) menyatakan bahwa legenda adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi manusia yang ada kalanya memiliki sifat - sifat luar biasa dan dibantu oleh kuasa atau makhluk ajaib. Cerita – cerita legenda juga dipercayai pernah benar – benar terjadi oleh penuturnya dan masyarakatnya tetapi tidak dianggap suci. Legenda bersifat keduniawian, terjadi pada masa yang belum begitu lama dan bertempat di dunia. Selanjutnya jumlah legenda dalam suatu kebudayaan mungkin jauh lebih besar daripada mitos karena setia zaman akan melahirkan legenda baru atau sekurang – kurangnya varian baru bagi legenda yang telah ada.

Dan Awang juga menyatakan dalam Wan Syaifuddin (1995:44) Legenda adalah sebuah uraian atau pernyataan yang biasanya bercorak cerita atau naratif, yang berlatar belakang masa ataupun sejarah yang masih diingati oleh masyarakat berkenaan, yang mungkin menghubungkan pengalaman masa lampau dengan kekinian, yang biasanya dipercayai sebagai benar oleh mereka yang menyampaikannya dan juga oleh mereka yang menerima penyampaian cerita itu terutama apabila wujud tanda –tanda dimuka alam yang seolah – olah mensahihkan semula kandungan cerita atau naratif itu.


(32)

Tokoh – tokoh yang dibawa dalam uraian legenda mungkin mempunyai kebolehan atau sifat – sifat tertentu yang luar biasa, tetapi tokoh – tokoh itu selalunya tidak boleh mengatasi hukum alam semula jadi. Ini bermakna legenda tidak bersifat ritual atau kudus tetapi bersifat gaib seperti legenda Tengku Raden di masyarakat Melayu Kualuh – Leidong.

2.2.3 Kedudukan dalam Masyarakat

Melihat kepada ciri, isi dan bentuknya, kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong mempunyai kedudukan yang tinggi di dalam kehidupan masyarakatnya sama ada dalam masyarakat masa lalu maupun masa kini. Ia merupakan salah satu warisan budaya yang mempunyai nilai kegunaan yang tinggi. kesusastraan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong bukan saja menjadi alat hiburan yang indah tetapi juga sebagai alat pengajaran yang memberikan yang lebih berkesan. Disamping memancarkan nilai –nilai kehidupan Masyarakat Melayu Kualuh – Leidong ia juga memancarkan segala pewarnaan jiwa, semangat, sikap kepercayaan dan sejarah ideologi dan cerminan hidup hati nurani masyarakatnya. Dalam hubungannya dengan kehidupan sosial budaya masyarakat Melayu Kualuh – Leidong, kesusastraan rakyat tidak dapat diabaikan karena ia sebagian daripada keseluruhan hidup.


(33)

2.3Landasan Teori

Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti kebulatan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetisi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.

Pengertian teori menurut Pradopo, dkk (2001:35) ialah, “seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan, atau menjelaskan suatu fenomena. Teori juga dapat dilepaskan dari fakta. Atau menjelaskan suatu fenomena”. Untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam skripsi ini, penulis akan menggunakan teori struktural yaitu dengan melihat unsur-unsur intrinsiknya dari segi tema, amanat, alur, perwatakan, dan latar serta menggunakan teori budaya yaitu dengan melihat unsur-unsur ekstrinsiknya, dalam hal ini akan dibatasi yakni hanya melihat nilai-nilai budayanya saja.

2.3.1 Pengertian Nilai Budaya

Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri.


(34)

Sedangkan yang dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri sudah dirumuskan oleh beberapa ahli seperti :

• Koentjaraningrat

Menurut Koentjaraningrat nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan pembuatan yang tersedia.

• Clyde Kluckhohn

Clyde Kluckhohn mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.

• Sumatmadja

Sementara itu Sumatmadja mengatakan bahwa pada perkembangan, pengembangan, penerapan budaya dalam kehidupan, berkemb ang pula nilai-nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur keserasian,


(35)

keselarasan, serta keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya.

Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap individu dalam melaksanakan aktifitas sosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada nilai-nilai atau sistem nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai-nilai itu sangat banyak mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut

Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas, dan lain-lain. Jadi, secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu.

Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.

2.3.2 Teori Struktural

Untuk melihat unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra diterapkan teori struktural. Teori struktural diharapkan mendapakan suatu hasil yang optimal dari karya sastra yang akan dianalisis.


(36)

Teeuw (1984:135) berpendapat, “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh”.

Berdasarkan pendapat diatas, teori struktural adalah pendekatan yang bertujuan untuk menganalisis karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dalam suatu hubungan antara unsur pembentuknya.

Pada dasarnya penelitian struktur, yaitu suatu penelitian yang membahas unsur-unsur karya sastra. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur, latar, dan penokohan.

1. Tema

Staton (1965:88), tema adalah makna yang dikandung sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung didalamnya menyangkut persamaan dan perbedaan. Tema disaring dalam motif-motif yang terdapat dalam karya sastra. Kemudian Fananie (2000:84) mengatakan, “Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi karya sastra”. Selanjutnya Sudjiman (1978:74), “tema adalah gagasan, ide atau pemikiran utama didalam karya sastra yang terungkap ataupun yang tak terungkap”.


(37)

Dari pendapat diatas, jelas terungkap bahwa tema adalah suatu hal yang penting dalam sebuah karya sastra. Tema adalah apa yang ingin diungkapkan pengarang.

2. Alur atau Plot

Semi (1984:45), “Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang di susun sebagai buah interaksi khusus sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”.

Alur atau plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa yang disebabkan sesuatu dengan tahapan-tahapan yang melibatkan konflik atau masalah. Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang dikemukakan oleh Lubis (1981:17), yaitu :

1. “Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

2. Generating Circumtances (Peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak) 3. Rising Action (keadaan mulai memuncak)

4. Climax (peristiwa mencapai puncak)

5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dalam semua peristiwa)”

3. Latar atau Setting

Daryanto (1997:35), “Latar atau setting adalah jalan (aturan, adap) memanjang rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam karya fiksi”. Selanjutnya, Sumarjo dan Saini (1991:76), menjelaskan bahwa setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk memuat suatu cerita menjadi logis. Latar juga memiliki unsur psikologis sehingga latar mampu


(38)

menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana tertentu yang menggerakan emosi atau aspek kejiwaan pembacannya.

Latar atau setting adalah tempat-tempat kejadian suatu peristiwa atau kejadian di dalam penceritaan karya sastra. Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat namun waktu, musim peristiwa penting dan bersejarah, masa kepemimpinan seseorang di masa lalu dan lain-lain.

4. Perwatakan/Penokohan

Perwatakan atau karakter kadang-kadang disebut juga penokohan. Dalam sebuah karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan alur meyakinkan watak-watak atau tokoh-tokoh beraksi dan bereaksi. Hubungan perwatakan dan alur menjadi penting karena perwatakan adalah sifat menyeluruh manusia yang disorot, termasuk perasaan, keinginan, cara berfikir, dan cara bertindak.

Bangun, dkk (1993:21), “Perwatakan/tokoh cerita dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu aspek psikologis, visiologis dan sosiologis”.

Perwatakan adalah karakter dari tokoh. Dalam hal ini pengertian sifat atau ciri khas yang terdapat pada diri tokoh yang dapat membedakan antara satu tokoh dengan yang lainnya. Gambaran watak seorang tokoh dapat diketahui melalui apa yang diperankan dalam cerita tersebut kemudian jalan pikirannya serta bagaimana penggambaran fisik tokoh.


(39)

Setiap cerita mempunyai tokoh dimana tokoh itu dianggap sebagai pembentuk peristiwa alur dalam alur cerita. Oleh karena itu, setiap tokoh yang mempunyai watak tersendiri yang dapat dianalisis dan diramalkan secara analisis yaitu dapat diterangkan secara langsung watak tokohnya, sedangkan secara dramatik yaitu dapat diterangkan secara tidak langsung tetapi mungkin melalui tindakannya dan lain-lain. Aspek perwatakan (karakter) merupakan imajinasi pengarang dalam membentuk suatu personalita tertentu dalam sebuah karya sastra. Pengarang sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan diri seseorang tokoh yang ada dalam karyanya.

2.3.3 Teori Budaya

Analisis nilai budaya di dalam legenda Tengku Raden ini sudah di luar teori struktural, tetapi mengarah pada sebuah makna teks sastra itu sendiri. Koentjaraningrat (1980:15) berpendapat bahwa kebudayaan suatu bangsa terwujud dalam tiga unsur yang dapat ditemukan dalam berbagai segi kehidupan bangsa, yakni (1) kompleks gagasan, nilai, nama dan peraturan, (2) kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat, dan (3) benda hasil karya manusia. Ketiga unsur itu sebagian di antaranya akan tersimpan di dalam sebuah karya sastra, seperti ungkapan pikiran, cita – cita, serta renungan manusia pada zaman silam. Lebih lanjut koentjaraningrat (1984:25) mengatakan bahwa nilai budaya itu adalah tingkat pertama kebudayaan ideal atau adat.Nilai budaya adalah lapisan paling abstrak dan luas ruang lingkupnya.Tingkat ini adalah ide – ide yang mengonsepsikan hal – hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat.Selain itu, sistem nilai budaya terdiri atas konsepsi yang hidup dalam


(40)

pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang harus mereka anggap bernilai dalam kehidupan.Oleh karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Dalam kaitan itu, dapat dipastikan bahwa etnis Melayu Kualuh – Leidong masih memiliki warisan budaya, khususnya nilai – nilai kehidupan yang masih tersimpan di dalam naskah sastra lama. Oleh sebab itu, penulis akan berusaha menggali nilai – nilai budaya yang terkandung di dalam karya sastra legenda Tengku Raden.

Kenyataan atau latar belakang nilai budaya yang tergambar dalam karya sastra ini yakni :

1. Menghormati orang lain 2. Tanggung jawab

3. Kasih sayang 4. Keberanian 5. Cinta tanah air 6. Menuntut ilmu 7. Gotong Royong

8. Kepercayaan kepada takdir


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; logos artinya ilmu pengetahuan. Sudaryanto (1982:2), “Metodologi adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”.

Penelitian adalah suatu kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai suatu pemahaman.

3.1 Metode Dasar

Metode yang dipergunakan dalam penganalisisan ini adalah metode analisis deskriptif dengan teknik penelitian lapangan. Metode ini dilakukan agar dapat menyajikan dan menganalisis data secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerahnya.

Tujuan metode deskriptif ialah membuat pembahasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerah tertentu.


(42)

Demikian juga halnya dengan legenda Tengku Raden tersebut kepada masyarakatnya serta nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Kuala Beringin Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten Labuhanbatu Utara. Alasan penulis untuk memilih lokasi penelitian ini adalah karena pada masa Kerajaan Kualuh, daerah tersebut masih termasuk kedalam wilayah kekuasaan Kerajaan Kualuh dan juga dikarenakan tempat pembunuhan dan makam Tengku Raden tersebut berada di Desa Kuala Beringin, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Di desa ini penulis dapat memperoleh keterangan tentang legenda Tengku Raden. Bahkan sampai sekarang legenda ini masih sering diperbincangkan masyarakat yang berada di desa tersebut.

3.3 Instrumen Penelitian

Sumber data penelitian ini adalah data lapangan yang melalui beberapa wawancara dengan beberapa informan yang tinggal di desa itu. Dalam melakukan wawancara dengan informan, penulis menggunakan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang diajukan dalam melakukan wawancara dengan informan.


(43)

Alat rekam (tape recorder) Pulpen

Buku tulis

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ialah sebuah cara penelitian dalam penyajian data baik dari tinjauan pustaka maupun penelitian lapangannya.

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a. Metode Observasi

Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi data yang dibutuhkan, teknik yang dipergunakan penulis adalah teknik catat.

b. Metode wawancara

Metode ini dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lengkap tentang cerita rakyat sebagai objek yang diteliti, sehingga didapatkan cerita yang komprehenshif.

c. Metode Kepustakaan

Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan. Dalam metode ini penulis juga mencari buku-buku


(44)

pendukung yang berkaitan dengan masalah dalam penulisan skripsi ini nantinya, dengan menggunakan teknik catat.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara peneliti dalam mengolah data mentah sehingga menjadi data akurat dan ilmiah. Pada dasarnya dalam menganalisis data diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu. Untuk menganalisis data penelitian ini, penulis menggunakan metode struktural dan teori budaya.

Dalam metode struktural dan teori sosiologi penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mencari datadari lapangan dan mengumpulkannya.

2. Menguraikan unsur-unsur intrinsik pembentuk legenda Tengku Raden.


(45)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Unsur Intrinsik Legenda Tengku Raden

4.1.1 Tema

Tema dalam Legenda Tengku Raden menggambarkan tentang kepahlawanan, keinginannya untuk membangun masyarakat dan ingin membebaskan masyarakat dari penjajahan Belanda. Unsur – unsur kepahlawan yang dijumpai dalam Legenda Tengku Raden dapat dilihat dari dalam kutipan berikut :

“…Ketika Panglima dan bala tentara Sultan Deli menyerang kerajaan Bedagai, pada waktu itu Tengku Raden tampil memimpin pasukan perang kerajaan Bedagai. Tengku Raden berkata”.

“ jangan kita musnahkan orang yang tidak bersalah, dan jangan ditarungkan Panglima dengan yang bukan Panglima. Tarungkanlah Panglima dengan Panglima, pembantu Panglima dengan pembantu Panglima, supaya jelas diketahui siapa yang benar dan jujur. Kalau Panglima telah takluk maka yang lain berarti sudah takluk”.

Hal ini mengingatkan kepada kita agar berani bertindak atas dasar yang benar. Diceritakan pula bahwa Tengku Raden sebagai Panglima yang baru ditunjuk berani mengambil kebijaksanaan dengan mempertaruhkan dirinya, terlihat jelas pada kutipan berikut :


(46)

“…Panglima Deli berkata tunjukkan siapa Panglima yang kamu banggakan itu supaya segera kutusuk dengan kerisku ini. Panglima Deli tidak menyangka bahwa Tengku Raden yang sedang memakai ikat kepala kain hitam bukan Panglima Bedagai. Ketika itu Panglima – panglima dari Raja Bedagai semuanya terdiam. Di samping itu para Panglima disuruh menyarungkan keris, pedang dan tombak oleh Tengku Raden”.

Dalam bagian lain diceritakan bahwa untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pihak Belanda terhadap raja di daerah pantai Timur Kualuh, Tengku Raden dan mengadakan siasat sendiri, hal ini dilakukannya beberapa tahun lamanya. Untuk melakukan siasat Tengku Raden dengan perahu atau rakit hilir mudik di sungai Kualuh dan berjalan kaki ke daerah pedalaman.

Legenda Tengku Radenini juga melukiskan keberanian Tengku Raden melakukan siasat perang gerilya, terhadap serdadu Belanda, yang telah menguasai sebahagian tanah Batak yang berpusat di Habinsaran, Sipirok, Tarutung dan Balige.

Dalam usahanya untuk melemahkan pihak militer Belanda yang makin hari makin memperlihatkan kekejamannya, secara diam – diam Tengku Raden bergerak sendiri sempat menculik lalu membunuh 4 orang konteler bangsa Belanda.

Sifat Tengku Raden di atas memperlihatkan seorang tokoh yang percaya kepada diri sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab dapat menghasilkan yang besar. Saat – saat yang menegangkan dan merupakan tantangan yang mesti dipertanggung jawabkan oleh Tengku Raden ialah pada waktu datangnya perintah kolonial Belanda kepada Raja Kualuh untuk menangkap Tengku Raden hidup atau mati.


(47)

Sebagai seorang ksatria yang perkasa, yang cinta pada bangsanya. Kutipan ucapan Tengku Raden, Tengku Raden tidak mengindahkan pesan kalau atas perintah Belanda, adalah ucapan yang pantas dihargai. Dalam hal ini tergambar bahwa sifat Tengku Raden yang tegas dan konsekwen melawan kehendak Belanda.

Menjelang akhir hayatnya Tengku Raden menunjukkan betapa cintanya dia kepada bangsanya dengan mempertaruhkan jiwanya dimata pedang, dengan diterimanya Tengku Raden usul adik angkatnya untuk menyerahkan diri agar Raja Kualuh dan rakyat terhindar dari tekanan dan ancaman Belanda.

Dari legenda Tengku Raden tampak unsur – unsur kepahlawanan yang dimiliki oleh Tengku Raden sebagai seorang pahlawan pada zamannya.

4.1.2 Alur atau Plot

1. Situation (pengarang mulai melukiskan keadaan)

Situation merupakan tahap awal dari bagian sebuah cerita dan memperkenalkan terlebih dahulu tentang permulaan terjadinya sebuah kisah atau dapat disebut pengantar cerita.

Legenda Tengku Raden ini mengisahkan tentang kepahlawan dan perjuangan putra seorang raja untuk melanjutkan perjuangan ayahnya, walaupun ia tidak menjadi seorang raja dikerajaanya sendiri, dikarenakan terjadi selisih paham dengan saudara tirinya, sehingga dia memutuskan untuk merantau keberbagai negeri untuk menuntut berbagai macam ilmu. Hal ini didukung oleh kutipan sebagai berikut:


(48)

“…Menurut keterangan orang tua masyarakat kualuh bahwa pemuda ini adalah orang perantauan yang berasal dari keturunan Singamangaraja kesepuluh yang beristana di tanah Batak. Kabarnya pemuda ini ditanah Batak bernama Raja Mangalambung, anak dari istri kedua Raja Singamangaraja kesepuluh, dan semasa kecil Raja Mangalambung ini diberi ayahnya bernama Raja Paima. Menurut orang yang bercerita, pemuda ini lebih tinggi kesaktiannya dari pada anak isteri pertama dari Singamangaraja kesepuluh. Dalam pertempuran melawan Belanda Singamangaraja kesepuluh gugur ditanah Batak, ketika itu belum ada pengganti Raja Batak. Utusan raja –raja suku Batak pengganti Singamangaraja kesepuluh terpilih Raja Paima, karena kesaktiannya, wibawa dan rendah hatinya serta tampan rupanya, dan berkelebihan dari abangnya. Abangnya merasa keberatan atas putusan Raja – raja suku tanah Batak, akhirnya abangnya mengusir Raja Mangalambung ( Raja Paima ) dari tanah Batak. Raja Mangalambung ( Tengku Raden ) berfikir luas, dari pada malu keturunan ayahnya dan Raja – raja adat yang telah bersusah payah berunding dan menjaga martabat kerajaan, anak muda ini mengundurkan diri dari hunjukan Raja – raja adat, kemudian dia pergi dengan bersusah payah dari negeri yang satu ke negeri yang lain hingga tidak diketahui oleh sebahagian besar dari Raja adat Batak dan keturunan ayahnya kemana ia pergi. Anak muda ini dalam perantauan terkenal pengembangan agama parmalim yang dianut oleh ayahnya dahulu. Kabarnya anak muda perantau ini mengembangkan ilmu – ilmu lain seperti ilmu obat – obatan, ilmu bela diri, ilmu kebatinan yang diperolehnya dari ayahnya, mimpi dan yang dipelajarinya dari negeri yang telah dikunjunginya. Raja Paima atau yang bergelar Raja Mangalambung ini pernah pergi ke Turki. Setelah di ketahui oleh Belanda bahwa dia pelopor parmalim di daerah Limau Mungkur Balige, dikirim Belanda mata – mata ( siasat ) untuk menangkap Raja Mangalambung ( Tengku Raden ). Tengku Raden berhasil melarikan diri ke tanah Gayo, ke tanah Alas terus menuju Aceh. Di Aceh dia bertemu dengan seorang bangsa Turki. Mereka bersahabat. Dari bangsa Turki ini Tengku Raden belajar, kabarnya rupa bangsa Turki ini mirip dengan wajah Tengku Raden. Pada kesempatan inilah Tengku Raden dibawa bangsa Turki ke Istambul.Beberapa tahun tinggal di Turki, disana dia mempelajari ilmu milliter, ilmu batin dan obat – obatan. Kemudian raja Turki mengatakan Belanda jangan beri masuk ke tanah airmu. Sebab pada masa itu rupanya bangsa Turki berselisih dengan bangsa Eropa”.

Latar aksi ini juga tampak dari watak Tengku Raden yang selalu ingin memperjuangkan bangsanya, dan mengabdikan dirinya untuk masyarakat dengan berbagai macam ilmu yang didapatnya sehingga ia terus melakukan perlawanan – perlawanan terhadap Belanda baik dari ucapan ataupun perbuatan, sehingga ia di


(49)

tangkap Belanda dan diasingkan kepulau Jawa. Hal ini didukung oleh kutipan sebagai berikut :

“…Setelah lama merantau disekitar tanah Batak dan di luar tanah Batak, Belanda dimana – mana berada ditanah air, mengintip orang – orang yang berpengaruh. Tengku Raden tetap mengingat bahwa yang membunuh ayahnya adalah akibat hasutan Belanda. Semakin lama Tengku Raden semakin berani mengeluarkan ucapan – ucapan dan perbuatan menentang penjajah Belanda melalui pengembangan agama parmalin dan ilmu yang diajarkannya. Pengintaian Belanda semakin ketat, sehingga Tengku Raden ( anak muda ini ) termasuk salah satu yang diintai Belanda.Pada masa Tengku Raden pesat mengembangkan agama parmalim dan ilmu lain, beliau sempat menikah puteri Batak. Setelah itu dia ditangkap Belanda dan suami isteri diasingkan ke pulau Jawa. Setelah Tengku Raden atau Raja Mangalambung diasingkan kepulau Jawa, pemeluk agama parmalim mengalami kegoncangan sebab pemimpinnya ditawan Belanda dan penganutnya ditakut – takuti pula”.

2. Generating Circumtances (peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)

Peristiwa selanjutnya mulai bergerak setelah Tengku Raden melarikan diri dari tempat pengasingannya, dan menghambakan diri kepada kerajaan Bedagai. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

“…Beberapa puluh tahun kemudian Tengku Raden ini dapat melarikan diri dari tempat pengasingannya menuju pulau Sumatera dengan memakai perahu bersama nelayan, akhirnya sampailah kesalah satu muara sungai dikerajaan Bedagai. Dengan pengetahuan yang cukup banyak serta akhlak yang baik, Tengku Raden dapat menghambakan diri pada kerajaan Bedagai.Tengku Raden pandai menyesuaikan diri dan banyak bahas asing yang diketahuinya serta mengerti bahwa dirinya adalah orang yang memerlukan orang lain untuk mencapai tujuannya. Setelah cukup diperhatikan Raja Bedagai perangai dan tabiat ilmu dan akhlak Tengku Raden selama memperhambakan diri dikerajaan Bedagai, maka Raja mengangkatnya menjadi anak angkat. Setelah menjadi anak angkat, Raja memberi tanggung jawab pada Tengku Raden. Waktu siang membantu panglima dan waktu malam harinya mengajar putera dan puteri Raja ( adik angkatnya ). Kerajaan Bedagai yang di maksud penulis dalam cerita ini ialah Bedagai Kabupaten Deli Serdang. Menurut pencerita bahwa gelar Tengku pada Tengku Raden diperoleh setelah bermukim lama dikerajaan bedagai. Sebelum sampai di Bedagai dari Jawa dia bernama Raden”.


(50)

3. Rising Action (keadaan mulai memuncak)

Keadaan mulai memuncak ketika puteri Raja Bedagai ingin dipinang Raja kualuh, padahal sang Puteri sudah semakin cinta dengan Tengku Raden.

Tahapan – tahapan peristiwa dalam legenda Tengku Raden adalah pada saat dia memutuskan untuk kembali ketanah Batak dan menjaga perbatasan antara Sumatera Timur dengan tanah Batak.

Rising Action terus meningkat saat Tengku Raden membunuh empat orang konteler Belanda. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut :

“…Kemudian Tengku Raden menerima laporan dari utusan pejuang tanah Batak, bahwa kekuasaan Belanda semakin keras terhadap penduduk, dan Belanda telah berani masuk ke rumah penduduk serta tidak segan – segan memegang kaum perempuan tanah Batak. Setelah menerima laporan ini, Tengku Raden berunding dengan para panglima perangnya. Hasil perundingan, panglima–panglima menjaga simpang jalan menuju desa penduduk, agar penduduk jangan kacau balau diserang serdadu Belanda. Yang bertugas membunuh Konteler bangsa Belanda itu ialah Tengku Raden. Beberapa panglima perang Tengku Raden turut hanya untuk membawa senjata yang dilucuti dari konteler bangsa Belanda yang terbunuh. Hasil perjuangan membantu tanah Batak Tengku Raden dapat membunuh 4 orang konteler bangsa Belanda. Seorang pun dari serdadu pengawal konteler bangsa Belanda itu tidak ada yang mengetahui bagaimana cara Tengku Raden membunuh dan melucuti senjatanya, tanpa ada bunyi letusan dan teriakan”.

4. Climax (peristiwa mencapai puncak)

Peristiwa ini mencapai puncak setelah pihak Belanda mengetahui yang membunuh empat kontelernya adalah Tengku Raden. Maka pihak Belanda memberikan perintah terhadap Raja Kualuh untuk menangkap tengku Raden hidup atau mati. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut :


(51)

“…Kemudian pihak Belanda mengetahui dari penduduk Kualuh yang anti pada Tengku Raden dan Raja Kualuh, bahwa yang membunuh 4 orang konteler bangsa Belanda itu adalah Tengku Raden saudara angkat permaisuri Raja Kualuh. Karena Kerajaan Kualuh takluk di bawah pemerintahan kolonial Belanda, dengan mudah Raja Kualuh diperintahkan untuk menangkap Tengku Raden hidup atau mati. Dengan ketentuan, bila Tengku Raden tak dapat ditangkap hidup atau mati Raja Kualuh tidak di akui Belanda kedudukannya sebagai raja. Kemudian Raja Kualuh suami isteri harus di tangkap pihak militer Belanda, untuk mempertanggung jawabkan pihak militer bangsa Belanda yang mati terbunuh ditanah Batak itu. Menngingat ketentuan itu Raja Kualuh memesankan beberapa kali pada upas raja agar Tengku Raden segera menghadap ke istana di Tanjung Pasir. Tengku Raden tidak mengindahkan pesan kalau atas perintah Belanda. Sebab Tengku Raden sering ke istana tanpa di lihat dan diketahui oleh Raja Kualuh itu. Demikian juga beberapa pengawal istana selalu melihat Tengku Raden keluar dari ruangan tamu permaisuri raja ( adik angkatnya ) untuk mengetahui rahasia istana. Maka Raja Kualuh memanggil semua panglima – panglimanya dan beberapa orang panglima dari Asahan berunding untuk menangkap atau membunuh Tengku Raden. Setelah perundingan memutuskan bahwa Tengku Raden mesti dibunuh”. Suasana semakin memuncak, setelah Tengku Raden tak mempan di tikam oleh panglima utusan Raja Kualuh, maka dijemputlah adik angkat Tengku Raden Permaisuri Raja Kualuh. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan dibawah ini.

“…Setelah tiba di Dolok Baringin bicaralah mereka berdua dihadapan ke empat panglima itu. Permaisuri berkata pada Tengku Raden, agar kembali kerajaan dipangku oleh iparnya, supaya jangan ada masyarakat bersibunuh – bunuhan dan bakar – membakar kampong. Kalau tak mau menyerahkan dirimu, semua kami sekeluarga dan orang banyak nanti ditangkap Belanda. Panjang dan luas Tengku Raden berfikir, apa maksud dan tujuan ucapan adik angkatnya itu. Tengku Raden berkata pada adik angkatnya itu, “angkatlah kakiku ini, supaya panglimamu mengangkat tubuhku, kalau kena tanah , tak mampan perkakas panglimamu itu padaku. Tapi lebih dulu kamu tikam anjingku itu, kemudian baru kamu tikam tubuhku dengan kerisku ini. Selesai Tengku Raden yang bicara itu, dirampas salah seorang dari tangan Tengku Raden, maka keris itu pun ditikamkan pada anjing putih yang mengikut pada Tengku Raden. Setelah di tikam anjing itu, diangkatlah Tengku Raden, kemudian ditikam jasadnya. Pesan Tengku Raden lebih dahulu ditikam duburnya, kalau bukan itu lebih dahulu tidak mempan. Semua yang dikatakan Tengku Raden itu dituruti mereka, sesuai pada yang dipesankannya. Sekarang Tengku Raden kena tikam. Tapi dia berkata, “siapa yang menyuruh membunuh, mati terbunuh, yang membunuh tidak ada turunannya yang menjadi panglima terkenal, dari


(52)

mana asal mula tanah Kualuh kembali pada yang empunya. Mendengar ucapan Tengku Raden itu, permaisuri raja Kualuh menghampiri kepada Tengku Raden kemudian memangkunya. Kemudian menangislah adik angkatnya itu melihat Tengku Raden dalam keadaan begitu. Seorang diantara panglima Raja Kualuh melihat hal ini, kemudian menarik permaisuri yang sedang memangku kepala Tegku Raden itu lalu membawanya ke Bandar Manis. Setelah terlindung dari pandangan permaisuri, salah seorang diantara panglima Raja Kualuh itu memenggal leher Tengku Raden. Setelah di penggal leher Tengku Raden ini kemudian dimasukkan kedalam peti, lalu di bawa ke istana Raja Tanjung Pasir, terus ke Tanjung Balai, akhirnya ke negeri Belanda, itulah tandanya bahwa telah terbunuh Tengku Raden kebincian Belanda itu”.

5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dalam sebuah peristiwa)

Pada tahap ini Tengku Raden sebenarnya tidaklah mati, karena ia hanya memenuhi janji, yaitu untuk meremajakan badan berganti rupa, sehingga tubuhnya kelak tidak seperti yang sekarang ini. Walaupun rupa beralih muda tetapi sifat tetap sebagaimana yang telah dilihat selama ini. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan di bawah ini.

“…Sebelum dibawa kepala Tengku Raden yang di dalam peti itu ke negeri Belanda, lebih dahulu di buka utusan yang datang dari negeri Belanda, itu peti yang berisi kepala Tengku Raden itu di Tanjung Balai, setelah dibuka, di dalam dilihat telah berobah menjadi jantung pisang abu yang besar. Heranlah utusan Belanda melihat kejadian itu. Utusan bangsa Belanda itu mengatakan pada Raja kualuh agar segera menggantinya dengan kepala orang lain sebagai ganti jantung pisang abu itu dikirimkan ke negeri Belanda. Dicari rajalah kepala orang lain sebagai ganti kepala Tengku Raden dikirim ke negeri Belanda”.

Badan Tengku Raden dikuburkan ditepi sungai Kualuh, dekat muara sungai antara Aek Rimo dengan sungai Kualuh. Demikianlah Legenda ini menyatakan bahwa Tengku Raden tidak mati sampai saat ini, sehingga makamnya dianggap orang keramat.


(53)

4.1.3 Latar atau Setting

Setting biasanya mencakup tempat tertentu, daerah tertentu, orang tertentu, watak – watak tertentu, akibat situasi atau zamannya, cara hidup tertentu dan cara berfikir tertentu.

Dalam legenda Tengku Raden ini terdapat tiga latar yaitu :

-Latar tempat -Latar waktu -Latar sosial

1. Latar tempat

Latar tempat dilihat dari sudut geografis, dimana kejadian itu berada yang menyangkut nama – nama tempat. Legenda Tengku Raden ini dilatarkan dalam Sembilan tempat yaitu : tanah Batak, Aceh, Turki, Jawa, Bedagai, Kualuh, dan Bandar Manis (Kuala Beringin). Hal ini di dukung dengan kutipan sebagai berikut:

“…Pemuda ini dikatakan orang terkenal bernama Tengku Raden. Menurut keterangan orang tua masyarakat Kualuh bahwa pemuda ini adalah orang perantauan yang berasal dari keturunan Singamangaraja ke sepuluh yang beristana ditanah Batak. Kabarnya pemuda ini di tanah batak bernama Raja Mangalambung, anak dari istri ke dua Raja Singamangaraja ke sepuluh, dan semasa kecil Raja Mangalambung ini diberi ayahnya bernama Raja Paima”.


(54)

Dikarenakan ada kedengkian dan iri hati dari abang tirinya, abangnya mengusir Tengku Raden dari kerajaan. Tengku Raden mempunyai pemikiran luas, dari pada malu keturunan ayahnya dan raja – raja adat yang telah bersusah payah berunding dan menjaga martabat kerajaan, kemudian dia pergi dari negeri yang satu ke negeri yang lain, sehingga tidak diketahui oleh sebahagian besar dari raja adat batak dan keturunan ayahnya ke mana dia pergi. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan berikut :

“…Tengku Raden berhasil melarikan diri ke tanah Gayo, ke tanah Alas terus menuju Aceh. Di Aceh dia bertemu dengan seorang bangsa Turki. Mereka bersahabat. Dari bangsa Turki ini Tengku Raden belajar, kabarnya rupa bangsa Turki ini mirip dengan wajah Tengku Raden. Pada kesempatan inilah Tengku Raden dibawa bangsa Turki ke Istambul. Beberapa tahun tinggal di Turki, disana dia mempelajari ilmu milliter, ilmu batin dan obat – obatan. Kemudian raja Turki mengatakan Belanda jangan beri masuk ke tanah airmu. Sebab pada masa itu rupanya bangsa Turki berselisih dengan bangsa Eropa. Tengku Raden pulang ke tanah Batak, sekembali dari Turki semakin berkembanglah ajaran parmalim itu. Setelah lama merantau disekitar tanah Batak dan diluar tanah Batak, Belanda dimana – mana berada ditanah air, mengintip orang – orang yang berpengaruh. Tengku Raden tetap mengingat bahwa yang membunuh ayahnya adalah akibat hasutan Belanda. Semakin lama Tengku Raden semakin berani mengeluarkan ucapan – ucapan dan perbuatan menentang penjajah Belanda melalui pengembangan agama parmalin dan ilmu yang diajarkannya. Pengintaian Belanda semakin ketat, sehingga Tengku Raden ( anak muda ini ) termasuk salah satu yang diintai Belanda.

Pada masa Tengku Raden pesat mengembangkan agama parmalim dan ilmu lain, beliau sempat menikah puteri Batak. Setelah itu dia ditangkap Belanda dan suami isteri diasingkan ke pulau Jawa. Setelah Tengku Raden atau Raja Mangalambung diasingkan kepulau Jawa, pemeluk agama parmalim mengalami kegoncangan sebab pemimpinnya ditawan Belanda dan penganutnya ditakut – takuti pula. Beberapa puluh tahun kemudian Tengku Raden ini dapat melarikan diri dari tempat pengasingannya menuju pulau Sumatera dengan memakai perahu bersama nelayan, akhirnya sampailah kesalah satu muara sungai dikerajaan Bedagai. Dengan pengetahuan yang cukup banyak serta akhlak yang baik, Tengku Raden dapat menghambakan diri pada kerajaan Bedagai”.


(55)

Setelah lama menghambakan diri di kerajaan Bedagai, dia pun mendapat perhatian dari Raja Bedagai, dikarenakan Tengku Raden pandai menyesuaikan diri dan banyak bahasa asing yang diketahuinya, maka Raja Bedagai pun mengangkatnya menjadi anak angkat. Ketika anak kandung dari Raja bedagai telah dipersunting oleh Raja Kualuh, dan dibawa ke negeri Kualuh, Tengku Raden pun permisi kepada ayah angkatnya Raja Bedagai untuk kembali ke daerah perbatasan Sumatera Timur dan tanah Batak yaitu desa Kuala Beringin . Selama beberapa tahun Tengku Raden sering hilir mudik di sungai Kualuh banyak mendidik dan menolong masyarakat dengan sukarela. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan berikut :

“…Kedatangan Tengku Raden ke daerah Bandar Manis, Kuala Beringin, dan semua desa yang berada dalam lingkungan perbatasan tanah Batak dengan Sumatera Timur di sambut oleh penduduk dengan gembira. Penduduk desa tepi sungai Kualuh dan pedalaman yang masuk wilayah Sumatera Timur dan tanah batak sangat gembira mendapat pemimpin yang mengerti kepentingan masyarakat pantai dan pedalaman. Setelah berada di daerah desa tersebut di atas, Tengku Raden melanjutkan perjalanannya ke tanah Batak, untuk menghubungkan kekuatan perjuangannya yang ada diperbatasan dari Sumatera Timur dan tanah Batak bahagian timur dengan pejuang tanah batak yang dipimpin Singamangaraja ke – 11 yang gugur dalam pertempuran itu. Hasil pertemuan Tengku Raden dengan para panglima – panglima perang Batak itu, perjuangan dikobarkan terus dengan cara bermacam – macam gerilya. Kemudian Tengku Raden kembali ke desa – desa perbatasan, untuk membina kekuatan dan ketahanan penduduk desa. Beberapa tahun lamanya Tengku Raden berperahu dan rakit hilir mudik disungai Kualuh memperhatikan masyarakat pantai dan pedalaman, serta menyiasati sampai sejauh mana Raja Kualuh telah dapat dikuasai dan diperintah oleh kolonial Belanda. Selama beberapa tahun Tengku raden hilir – mudik disungai Kualuh banyak mendidik / mengajar dan menolong masyarakat dengan sukarela. Antara lain mengadakan gelanggang pencak silat, kumpulan orang tua dan pemuda, pelage yang mempergunakan bunyi – bunyian seperti gambang, bangsi, suling, serdam, dangkut, saga – saga, kecapi, dan bordah dengan menari seperti orang istambul. Masyarakat yang ketiadaan garam, ikan dan yang memerlukan pengobatan apa saja dimasa Tengku Raden dengan murah hati menyumbangkannya”.


(56)

2. Latar waktu

Uraian tentang legenda Tengku Raden merupakan nama – nama tempat dan zaman terjadinya suatu peristiwa, latar yang terdapat dalam legenda ini menghidupkan kembali suatu peristiwa pada zaman itu.

Latar waktu terjadinya cerita yakni saat masa – masa penjajahan Belanda di kerisidenan Sumatera Timur. Hal ini dapat kita lihat dalam kutipan berikut :

“…Pihak Belanda yang berkedudukan di Sumatera Timur dengan jelas mengetahui kematian 4 konteler bangsa Belanda didaerah tanah Batak. Akibatnya semua pihak Belanda yang berkedudukan di Sumatera Timur dan tanah Batak dengan keras melancarkan siasatnya. Kemudian pihak Belanda mengetahui dari penduduk Kualuh yang anti pada Tengku Raden dan Raja Kualuh, bahwa yang membunuh 4 orang konteler bangsa Belanda itu adalah Tengku Raden saudara angkat permaisuri Raja Kualuh. Karena Kerajaan Kualuh takluk di bawah pemerintahan kolonial Belanda”. 3. Latar Sosial

Latar sosial mengarah kepada hal – hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, spiritual, dan lain sebagainya.

Latar sosial yang menyebabkan terjadinya cerita ini dapat kita lihat dalam kutipan berikut :


(57)

“…Pengetahuan masyarakat pada masa itu sangat sederhana terhadap keyakinan beragama. Masyarakat kualuh masih percaya pada manusia yang luar biasa dengan kata lain sakti. Masyarakat kualuh pada umumnya patuh menghormati keadaan seseorang yang ganjil atau gaib. Penduduk terikat dan menghargai pesan, petuah, mantera, isyarat, tanda – tanda dan mimpi.

Penghuni kualuh belum banyak mengenal tentang tafsir Alquran, apalagi kitab peraturan dan undang – undang. Masyarakat lebih banyak pasrah dari pada berfikir, bilamana ada sesuatu malapetaka yang menimpa mereka. Kalau masyarakat ditimpa bencana atau kejadian yang luar biasa, mereka tidak ada tempat mengadukan halnya. Senantiasa mereka menyerah pada yang maha kuasa. Seraya menantikan apa sebagai jawaban untuk menanggulangi hal – hal yang terjadi. Mereka banyak mengenang dan mengingat – ingat pada masa yang silam selama hidupnya yang silih berganti didatangi berbagai kejadian.

Kalau ingatan mereka kuat tentang peristiwa atau kejadian yang lalu maka mereka cepat mencari akal untuk mengatasi bahaya atau kejadian yang mengancam mereka. Hampir sebahagian besar dari penghuni daerah kualuh ketika itu masih serba darurat. Pemerintah waktu itu adalah pemerintah Belanda . yang menjalankan pemerintahan waktu itu ialah raja – raja yang takluk pada Belanda. Pengadilan hanya ada pada kekuasaan suku. Rumah Sakit pun tidak ada, dukunlah pengobat yang merangkap jadi bidan. Masyarakat mesti belajar dari keadaan, keadaanlah yang menjadi guru masyarakat ketika itu. Pada saat masyarakat mengalami seperti tersebut di atas muncullah seorang pemuda yang tampan gagah berani dan mempunyai budi pekerti yang luhur. Laki – laki ini dikatakan seorang pemuda karena tidak seorang pun mengetahui dia telah mempunyai keluarga pada waktu itu. Pemuda ini dikatakan orang terkenal bernama Tengku Raden”.

4.1.4 Perwatakan

Perwatakan dapat disebut juga sebagai penokohan. Pada karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, hal ini dikarenakan alur meyakinkan kita tentang watak dan tokoh – tokoh yang beraksi dan bereaksi.

Perwatakan dapat digambarkan baik secara langsung dan tidak langsung dari tokoh – tokoh dalam cerita Tengku Raden. Perwatakan sangat penting karena merupakan puncak dan konflik dalam watak – watak tokoh cerita. Inilah yang


(58)

membuat alur dan perwatakan sangat penting karena sifat – sifat dari tokoh cerita digambarkan yang di dalamnya terdapat perasaan tokoh, cara berpikir tokoh, keinginan tokoh.

Perwatakan dalam legenda Tengku Raden ini dapat kita bagi berdasarkan sifat – sifat tokoh dalam cerita :

1. Tengku Raden

2. Puteri Bedagai ( Tengku Zubaidah, setelah menjadi isteri Raja Kualuh permaisuri diberi gelar Tengku Puan )

3. Raja Kualuh ( Alhaji Muhammadsyah )

Skripsi ini akan membahas watak – watak tokoh legenda Tengku Raden yang sangat mendasar dalam cerita.

1. Tengku Raden

Tengku Raden ( Raja Mangalambung / Raja Paima ) merupakan pemeran utama dalam legenda Tengku Raden, Tengku Raden adalah anak dari isteri kedua Raja Sisingamangaraja ke X yang mempunyai watak rendah hati, wibawa, sakti mandraguna dan tegas. Disebabkan ayahnya telah meninggal dalam peperangan melawan penjajah Belanda, maka terjadilah perselisihan antara Tengku Raden dan abangnya dalam hal pergantian tahta kerajaan. Dikarenakan Raja – Raja suku tanah Batak telah melakukan perundingan dan musyawarah untuk menetapkan pengganti Raja Sisingamangaraja ke X, maka terpilihlah Tengku Raden. Untuk menghindari perselisihan dengan abangnya tersebut, dengan kerendahan hatinya Tengku Raden lebih memlilih pergi dari tanah Batak.


(59)

Watak dari dari Tengku Raden ini dapat kita lihat dalam kutipan berikut : “…Abangnya merasa keberatan atas putusan Raja – raja suku tanah Batak, akhirnya abangnya mengusir Raja Mangalambung ( Raja Paima ) dari tanah Batak. Raja Mangalambung ( Tengku Raden ) berfikir luas, dari pada malu keturunan ayahnya dan Raja – raja adat yang telah bersusah payah berunding dan menjaga martabat kerajaan, anak muda ini mengundurkan diri dari hunjukan Raja – raja adat, kemudian dia pergi dengan bersusah payah dari negeri yang satu ke negeri yang lain hingga tidak diketahui oleh sebahagian besar dari Raja adat Batak dan keturunan ayahnya kemana dia pergi”.

Semasa hidupnya Tengku Raden banyak mengabdikan dirinya untuk hal – hal yang bersifat kebaikan, dengan kewibawaan dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, dia banyak menyampaikan pesan – pesan moral kepada siapa saja, terlebih di saat dia berada dikerajaan Bedagai. Hal itu dapat kita lihat dalam kutipan berikut :

“…Tengku Raden banyak mengajarkan ilmu tentang mengenal diri selama di Bedagai antara lain mengatakan, “ sebagai seorang hamba Allah yang hanya menerima rahmat dan nikmatnya, tetapi mahluk tiada mampu untuk membalasnya, tahta kerajaan bukan untuk menindas kaum yang lemah, nyawa yang dianugerahkan Allah jangan disia – siakan penggunaannya, tuhan tidak memberi lebih dari satu nyawa untuk setiap jasad “. Tengku Raden mengajarkan putera puteri raja setiap selesai maghrib diistana ilmu kerohanian, agar adik angkatnya itu semua mengetahui bahwa kehidupan ini mesti dipertanggung jawabkan dihadapan yang Maha Esa supaya adik angkatnya jangan diserang penyakit takabur pada Tuhan dan penyakit sombong pada siapapun”.

Tengku Raden banyak memiliki ilmu pengetahuan, ilmu kebatinan, ilmu obat – obatan dan ilmu bela diri, yang dia peroleh dari ayahnya dan yang dipelajarinya dari negeri – negeri yang telah dikunjunginya. Oleh sebab itu Tengku Raden banyak pengikutnya dan menjadi pemimpin yang tegas dalam perlawanan terhadap Belanda, baik dengan pernyataan sikap ( statement ) maupun dengan tindakan penyerangan yang mempunyai strategi dan taktik yang matang. Sehingga Belanda begitu murka dan benci kepada Tengku Raden, dan


(60)

menginginkannya untuk ditangkap dan dibunuh. Hal ini dapat kita lihat dalam kutipan berikut :

“…Diutuslah 4 orang panglima dan beberapa orang serdadu. Sebelum berangkat keempat orang panglima raja ini telah berlatih dan dibekali dengan ilmu bermacam – macam kekebalan. Panglima – panglima Raja Kualuh dan rombongan lebih dahulu melihat langkah. Sebab Tengku Raden ini dikenal orang yang sakti, kebal dari segala mcam aniaya orang, binatang dan jin”.

2. Puteri Bedagai ( Tengku Zubaidah, setelah menjadi isteri Raja Kualuh permaisuri diberi gelar Tengku Puan )

Permaisuri Kualuh merupakan tokoh kedua dari legenda Tengku Raden. Permaisuri Kualuh ini adalah anak dari Raja Bedagai yang dipersunting Oleh Raja Kualuh menjadi isterinya. Sebelum menjadi isteri Raja Kualuh, tengku Zubaidah ini sempat menaruh hati terhadap Tengku Raden, tetapi Tengku Raden hanya menganggapnya sebagai adik angkat. Dalam legenda ini Puteri Bedagai mempunyai watak yang patuh dan penyayang. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita sebagai berikut :

“…Kebetulan dalam pelaksanaan itu puterinya insyaf akan dirinya sebagai seorang puteri dan wajar taat pada orang tua. Untuk menolak itu tidak berani, tetapi mengetengahkan masalah dirinya, kalau boleh jangan dipisahkan dari abang angkatnya Tengku Raden. Sekarang barulah terfikir oleh raja Bedagai dan permaisuri bahwa puterinya telah jatuh cinta pada Tengku Raden. Puterinya mengemukakan alasan yakni walaupun anak Raja kalau tidak diketahui baik buruk hatinya dan perangainya tidaklah patut dijadikan teman hidupnya”.

Permisuri Kualuh sangat sayang kepada orang – orang yang ada di dalam kehidupannya, selain orang tua dan suaminya, dia juga sangat sayang terhadap abang angkatnya Tengku Raden. Hal ini dapat kita lihat dalam kutipan sebgai berikut :


(1)

antara panglima Raja Kualuh itu memenggal leher Tengku Raden. Setelah dipenggal leher Tengku Raden ini kemudian dimasukkan kedalam peti, lalu dibawa ke istana Raja Tanjung Pasir, terus ke Tanjung Balai, akhirnya ke negeri Belanda, itulah tandanya bahwa telah terbunuh Tengku Raden kebincian Belanda itu.

Sebelum dibawa kepala Tengku Raden yang di dalam peti itu ke negeri Belanda, lebih dahulu dibuka utusan yang datang dari negeri Belanda, itu peti yang berisi kepala Tengku Raden itu di Tanjungbalai, setelah dibuka, di dalam dilihat telah berobah menjadi jantung pisang abu yang besar. Heranlah utusan Belanda melihat kejadian itu. Utusan bangsa Belanda itu mengatakan pada Raja kualuh agar segera menggantinya dengan kepala orang lain sebagai ganti jantung pisang abu itu dikirimkan ke negeri Belanda. Dicari Raja lah kepala orang lain sebagai ganti kepala Tengku Raden dikirim ke negeri Belanda. Kepala orang lainlah dikatakan kepala Tengku Raden. Setelah kepala dibawa, badan Tengku Raden dikuburkan di tepi sungai Kualuh, dekat muara sungai antara Aek Rimo dengan sungai Kualuh.

Demikianlah Legenda ini menyatakan bahwa Tengku Raden tidak mati sampai saat ini. Sehingga makamnya dianggap orang keramat.


(2)

Daftar pertanyaan.

1. Sejak kapan ada legenda Tengku Raden di Desa Kuala Beringin ?

2. Bagaimana cerita atau sejarah adanya legenda Tengku Raden di Desa Kuala Beringin ?

3. bagaimana perkembangan legenda Tengku Raden dimasyarakat ?

4. Nilai – nilai apa sajakah yang terkandung dalam legenda Tengku Raden menurut masyarakat Desa Kuala Beringin ?

5. Apakah makam Tengku Raden masih dianggap sakral oleh masyarakat Desa Kuala Beringin ?

6. Bagaimana tanggapan atau pandangan masyarakat dengan adanya legenda Tengku Raden di Desa Kuala Beringin ?

7. Apakah ada pengaruh legenda Tengku Raden di Masyarakat Desa Kuala Beringin dalam kehidupan sehari – sehari ?

8. Apakah ada kaitan atau hubungan legenda Tengku Raden dengan budaya Melayu Kualuh ?

9. Bagaimana cara masyarakat mempertahankan dan menjaga kelestarian legenda Tengku Raden ?


(3)

Lampiran 3

Daftar nama – nama informan :

1. Nama : Zakaria lubis Umur : 70 Tahun J. Kelamin : Laki – laki Pekerjaan : Petani

2. Nama : Fandi Juntak Umur : 56 Tahun J. Kelamin : Laki – laki Pekerjaan : Petani

3. Nama : Abun Siagian Umur : 55 Tahun J. Kelamin : Laki - laki Pekerjaan : Petani


(4)

Umur : 39 Tahun J. Kelamin : Laki – laki Pekerjaan : Petani

5. Nama : Hilman Tanjung Umur : 35 Tahun J. Kelamin : Laki – laki Pekerjaan : Petani

6. Nama : Drs. MD Sitorus Umur : 69 Tahun

J. Kelamin : Laki – laki


(5)

Lampiran 4


(6)