Prevalensi Dan Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Medan Tahun 2012

(1)

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU MEDAN TAHUN 2012

Oleh :

ANGGIE IMANIAH SITOMPUL 100100021

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU MEDAN TAHUN 2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

ANGGIE IMANIAH SITOMPUL 100100021

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Prevalensi dan Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Medan Tahun 2012

Nama : Anggie Imaniah Sitompul NIM : 100100021

Pembimbing Penguji I

(dr.R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK (K)) (dr.Syamsul Bihar, M. Ked (Paru), Sp.P) NIP : 196706221996032001 NIP : 198212192008121004

Penguji II

(dr. Olga Rasiyanti Srg, M.Ked (Ped), Sp.A) NIP : 19830302 200812 2

Medan, 27 Desember 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. TB menjadi masalah utama kesehatan dunia dan penyebab kematian kedua akibat penyakit menular di seluruh dunia, setelah human immunodeficiency virus (

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik penderita TB paru berdasarkan umur, jenis kelamin, tipe penderita, hasil pemeriksaan dahak, hasil pengobatan, dan kategori pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan pada tahun 2012.

HIV).

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 315 orang dengan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medis dan formulir TB-01 yang terdapat pada BP4. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif.

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa bahwa penderita TB paru terbanyak adalah kelompok umur remaja akhir (24,8%), laki-laki (67,6%), kasus baru (91,4%), hasil pemeriksaan dahak negatif (66,7%), hasil pengobatan lengkap (41,0%), dan kategori pengobatan I (97,1%).


(5)

ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by the bacillus Mycobacterium tuberculosis. TB remains a major global health problem and as the second leading cause of death from an infectious disease worldwide, after the human immunodeficiency virus (HIV).

The aim of this study was to find out prevalence and characteristics of pulmonary tuberculosis patients based on age, gender, type of the patient, result of the sputum examination, result of treatment, and categories of treatment at the Center for Lung Disease Treatment in 2012.

The study used a descriptive method with cross sectional design. The amount of sample is 315 patients, selected by total sampling technique. Data were collected using medical records and TB-01 form at the Center for Lung Disease Treatment. Then, data were analyzed using descriptive analysis.

The result of this study shows that the most pulmonary tuberculosis patients were late adolescentage group (24.8%), male (67.6%), new cases (91.4%), negative sputum examination (66.7%), complete treatment outcomes (41.0%), and category I treatment (97.1%).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan terhadap Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan hasil karya tulis ilmiah dengan judul “Prevalensi dan Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Medan Tahun 2012”.

Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan hasil karya tulis ilmiah ini, yaitu :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK (K) selaku dosen pembimbing penelitian. 3. dr. Dudi Aldiansyah, Sp.OG selaku dosen Pembimbing Akademik (PA).

4. Kedua orang tua penulis, Ayahanda dr. Adlan N. Lufti Sitompul, Sp.P dan Ibunda Wati Wartimah..

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan hasil karya tulis ilmiah ini masih jauh dari segi kesempurnaan, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulisi mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil karya tulis ilmiah ini di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan, semoga laporan hasil karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Medan, 8 Desember 2013


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Tuberkulosis ... 5

2.2. Etiologi dan Faktor Risiko TB Paru... 5

2.3. Patogenesis TB Paru ... 7

2.4. Klasifikasi TB Paru ... 9

2.5. Gejala Klinis TB Paru ... 11

2.6. Diagnosis TB Paru ... 12

2.7. Pengobatan TB Paru... 15

2.8. Komplikasi dan Prognosis ... 18


(8)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep ... 24

3.2. Definisi Operasional ... 24

3.2.1. Umur ... 24

3.2.2. Jenis Kelamin ... 25

3.2.3. Tipe Pasien ... 25

3.2.4. Hasil Pemeriksaan Dahak ... 25

3.2.5. Hasil Pengobatan ... 26

3.2.6. Kategori Pengobatan ... 27

3.3. Variabel dan Alat Ukur ... 29

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 30

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

4.3. Populasi dan Sampel ... 30

4.3.1. Populasi ... 30

4.3.2. Sampel ... 30

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.5. Ethical Clearence ... 31

4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 31

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 33

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 33

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden... 33

5.2. Pembahasan ... 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 39

6.2. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Kelompok Umur ... 33 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 34 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Tipe Pasien ... 34 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak ... 35 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Berdasarkan Hasil Pengobatan ... 35 Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Bagan Patogenesis TB... 9 Gambar 2.2.Alur Diagnosis TB Paru ... 14 Gambar 3.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 24


(11)

DAFTAR ISTILAH / SINGKATAN

ASI : Air Susu Ibu

BCG : Bacillus Calmette-Guerin

BMI : Body Mass Index

BP4 : Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru BTA : Bakteri Tahan Asam

CDC : Center for Disease Control and Prevention

Depkes : Departemen Kesehatan

DOTS : Directly Observed Treatment Short-course

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia KDT : Kombinasi Dosis Tetap Manula : Manusia usia lanjut MDR : Multi Drug Resistant

NTP : National TB Prevention

OAT : Obat Anti Tuberkulosis

PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia PMO : Pengawas Menelan Obat

SPS : Sewaktu-Pagi-Sewaktu

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences

TB : Tuberkulosis


(12)

UPT : Unit Pelayanan Terpadu UPK : Unit Pelayanan Kesehatan UV : Ultraviolet

WHO : World Health Organization


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 : Ethical Clearance Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian Lampiran 4 : Master Data


(14)

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. TB menjadi masalah utama kesehatan dunia dan penyebab kematian kedua akibat penyakit menular di seluruh dunia, setelah human immunodeficiency virus (

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik penderita TB paru berdasarkan umur, jenis kelamin, tipe penderita, hasil pemeriksaan dahak, hasil pengobatan, dan kategori pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan pada tahun 2012.

HIV).

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 315 orang dengan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medis dan formulir TB-01 yang terdapat pada BP4. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif.

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa bahwa penderita TB paru terbanyak adalah kelompok umur remaja akhir (24,8%), laki-laki (67,6%), kasus baru (91,4%), hasil pemeriksaan dahak negatif (66,7%), hasil pengobatan lengkap (41,0%), dan kategori pengobatan I (97,1%).


(15)

ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by the bacillus Mycobacterium tuberculosis. TB remains a major global health problem and as the second leading cause of death from an infectious disease worldwide, after the human immunodeficiency virus (HIV).

The aim of this study was to find out prevalence and characteristics of pulmonary tuberculosis patients based on age, gender, type of the patient, result of the sputum examination, result of treatment, and categories of treatment at the Center for Lung Disease Treatment in 2012.

The study used a descriptive method with cross sectional design. The amount of sample is 315 patients, selected by total sampling technique. Data were collected using medical records and TB-01 form at the Center for Lung Disease Treatment. Then, data were analyzed using descriptive analysis.

The result of this study shows that the most pulmonary tuberculosis patients were late adolescentage group (24.8%), male (67.6%), new cases (91.4%), negative sputum examination (66.7%), complete treatment outcomes (41.0%), and category I treatment (97.1%).


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal manusia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya relief yang menggambarkan orang dengan gibbus pada peninggalan mesir kuno (Depkes, 2008). Bukti lainnya adalah penemuan kerusakan tulang vertebra toraks yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Pada tahun 1882, Robert Koch menemukan kuman penyebabnya yaitu semacam bakteri berbentuk batang. Penyakit ini kemudian dinamakan tuberkulosis dan hampir seluruh tubuh manusia dapat terserang olehnya, tetapi yang paling banyak adalah organ paru (Amin dan Bahar, 2009).

Tuberkulosis paling sering menginfeksi sistem respirasi, baik berdiri sendiri ataupun bersamaan dengan TB pada organ lain, dimana TB paru memiliki persentase lebih dari 85% dari keseluruhan kasus TB di Hongkong (Wong, 2008). Pada penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan, yaitu tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80 % dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang mudah menular. Tuberkulosis ekstra paru merupakan bentuk penyakit TB yang menyerang organ tubuh lain, selain paru-paru seperti pleura, kelenjar limpe, persendian tulang belakang, saluran kencing,susunan syaraf pusat dan perut. Pada dasarnya penyakit TB ini tidak pandang bulu karena kuman ini dapat menyerang semua organ-organ dari tubuh (Hiswani, 2002).

Tuberkulosis merupakan penyakit multiorgan dengan berbagai gejala dan manifestasi klinis yang merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi diseluruh dunia (Herchline, 2013). Pada Maret 1993, World Health Organization (WHO) mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap


(17)

sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (Amin dan Bahar, 2009).

Pada tahun 1997, kasus baru secara total diperkirakan 7,96 juta (rentang 6,3-11,1 juta) dengan 3,52 juta (44%) merupakan kasus menular (rentang 2,8-4,9 juta) dengan kuman positif (smear positive) dan sekitar 16,2 juta (12,1-22,5 juta) kasus tercatat sebagai pasien TB. Diperkirakan kematian berkisar 1,87 juta (1,4-2,8 juta) setiap tahun dan angka kematian global sekitar 23% dan lebih dari 50% di Afrika karena angka kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Angka prevalensi secara global adalah 32% (1,86 juta orang). Sekitar 80% dari seluruh kasus TB terdapat di 22 negara dan lebih dari separuhnya berasal dari Asia Tenggara. Diperkirakan 1 kematian setiap 15 detik (lebih dari 2 juta per tahun). Tanpa pengobatan 60% kasus TB akan meninggal (Kusuma, 2007). Pada tahun 2005, 8,8 juta orang terinfeksi TB aktif dan 1,6 juta orang meninggal. Kasus tersebut banyak terjadi di Asia Tenggara dan Afrika (Jeoung dan Lee, 2008).

Pada tahun 2011, kasus TB baru paling banyak terjadi di Asia sekitar 60% dari kasus baru yang terjadi di seluruh dunia. Akan tetapi, Afrika Sub Sahara memiliki jumlah terbanyak kasus baru per populasi dengan lebih dari 260 kasus per 100.000 populasi pada tahun 2011 (WHO, 2013). Jumlah kasus TB terbanyak adalah Asia Tenggara (35%), Afrika (30%), dan Pasifik Barat (20%). Berdasarkan data WHO pada tahun 2011, lima negara dengan insiden kasus TB terbanyak yaitu, India (2,0-2,5 juta), China (0,9-1,0 juta), Afrika Selatan (0,4-0,6 juta), Indonesia (0,4-0,5 juta), dan Pakistan (0,3-0,5 juta). India dan Cina masing-masing menyumbangkan 26% dan 12% dari seluruh jumlah kasus di dunia (WHO, 2012).

Di Indonesia, diperkirakan prevalensi TB untuk semua tipe TB adalah 565.614 kasus pertahun, 244 per 10.000 penduduk dan 1.550 per hari. Insidensi penyakit TB 528.063 kasus per tahun, 228 kasus per 10.000 penduduk dan 1.447 perhari. Insidensi kasus baru 236.029 per tahun, 102 kasus per 10.000 penduduk, dan 647 per hari. Insidensi kasus TB yang mengakibatkan kematian 91.369 kasus per tahun, 30 kasus per 10.000 penduduk dan 250 kasus per hari (Depkes, 2010).


(18)

Di Sumatera Utara, terdapat penemuan kasus baru BTA (+) yaitu 14.158 kasus per tahun (Depkes, 2009). Di tahun 2011, case detection rate TB paru adalah 69,4 % dengan success rate 81,4% (Kemenkes RI, 2012).

Mengingat tingginya kasus TB di Indonesia, terutama Sumatera Utara, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk menilai prevalensi dan karakteristik penderita TB di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana prevalensi dan karakteristik penderita TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan tahun 2012 ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik penderita TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan umur.

2. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan jenis kelamin.

3. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan tipe pasien.

4. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak.

5. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan hasil pengobatan.

6. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru berdasarkan kategori pengobatan.


(19)

1.4. Manfaat penelitian

1. Bagi BP4, penelitian bermanfaat dalam menambah informasi data mengenai karakteristik penderita TB paru yang ada di tempat penelitian tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih tepat sesuai karakteristik masing-masing penderita yang datang berobat.

2. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai tambahan wawasan pengetahuan tentang prevalensi dan karakteristik penderita TB yang datang berobat ke BP4.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini bermanfaat dalam penerapan pencegahan dan bermanfaat dalam mengenal penderita TB lebih dini dengan mengetahui karakteristik dari penderita TB sehingga dapat diobati sedini mungkin untuk mencegah komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi.

4. Penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan informasi untuk penelitian sejenis selanjutnya.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang diketahui banyak menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis kompleks. Penyakit ini biasanya menginfeksi paru. Transmisi penyakit biasanya melalaui saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh pasien yang terinfeksi TB paru (Mario dan Richard, 2005).

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus (Depkes, 2007).

2.2. Etiologi dan Faktor Risiko TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh infeksi kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis. Organisme ini termasuk ordo Actinomycetalis, familia Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Genus Mycobacterium memiliki beberapa spesies diantaranya Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan infeksi pada manusia. Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung, dengan ukuran panjang 2 μm-4 μm dan lebar 0,2 μm–0,5 μm. Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul, bila diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik atau granuler.

Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria tahan asam dan merupakan mikobakteria aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk menggandakan diri dan pertumbuhan pada media kultur biasanya dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu (Putra, 2010). Suhu optimal untuk tumbuh pada 37ºC dan pH 6,4-7,0. Jika dipanaskan pada suhu 60ºC akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan


(21)

radiasi sinar ultraviolet. Selnya terdiri dari rantai panjang glikolipid dan phospoglican yang kaya akan mikolat (Mycosida) yang melindungi sel mikobakteria dari lisosom serta menahan pewarna fuschin setelah disiram dengan asam (basil tahan asam) (Herchline, 2013).

Mikobakteria cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia daripada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang bergerombol. Mikobakteria ini kaya akan lipid., mencakup asam mikolat (asam lemak rantai-panjang C78-C90), lilin dan fosfatida.Dipeptida muramil (dari peptidoglikan) yang membentuk kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid merangsang nekrosis kaseosa. Lipid dalam batas-batas tertentu bertanggung jawabterhadap sifat tahan-asam bakteri (Brooks, et al. 1996).

Faktor risiko TB dibagi menjadi faktor host dan faktor lingkungan : 1. Faktor host terdiri dari:

a. Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena TB.

b. Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena TB. Vitamin D juga memiliki peran penting dalam aktivasi makrofag dan membatasi pertumbuhan Mycobacterium. Penurunan kadar vitamin D dalam serum akan meningkatkan risiko terinfeksi TB.

c. Penyakit sistemik, pasien pasien dengan penyakit-penyakit seperti keganasan, gagal ginjal, diabetes, ulkus peptikum memiliki risiko untuk terkena TB.

d. Immunocompromised, seseorang yang terkena HIV memiliki risiko untuk terkena TB primer ataupun reaktifasi TB. Selain itu, pengguna obat-obatan seperti kortikosteroid dan TNF-inhibitor juga memiliki risiko untuk terkena TB.

e. Usia, di Amerika dan negara berkembang lainnya, kasus TB lebih banyak terjadi pada orang tua daripada dewasa muda dan anak-anak (Horsburgh, 2009).


(22)

2. Faktor lingkungan

Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB akan berisiko untuk terkena TB. Selain itu orang yang tinggal di lingkungan yang banyak terjadi kasus TB juga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB. Selain itu sosioekonomi juga berpengaruh terhadap risiko untuk terkena TB dimana sosioekonomi rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB (Horsburgh, 2009).

Pada anak, faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif. Berarti bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang infeksius (Kartasasmita, 2009).

2.3. Patogenesis TB paru

Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet saluran nafas yang mengandung kuman – kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri tersebut, namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi. Bakteri terus difagositatau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan


(23)

sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Price dan Standridge, 2006).

Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumoni kecil dan disebut sarang primer atau fokus Ghon. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus. Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus dan dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

c. Berkomplikasi dan menyebar (Amin dan Bahar, 2009).

Kuman yang dormant akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. TB sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk tuberkel yakni suatu granuloma yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitar dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk perkejuan. Bila jaringan perkejuan dibatukkan, akan menimbulkan kavitas (Amin dan Bahar, 2009).


(24)

Gambar 2.1. Bagan Patogenesis TB (Depkes - IDAI, 2008

2.4. Klasifikasi TB Paru

Berdasarkan hasil pemerikasaan sputum, TB paru dikategorikan menjadi: 1. TB Paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif.

b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.


(25)

c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.

2. TB Paru BTA Negatif

a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.

b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan menunjukkan tuberkulosis positif (PDPI, 2011).

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

1. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2. Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3. Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4. Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5. Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6. Kasus Lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA (+) setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes, 2007).


(26)

2.5. Gejala Klinis TB paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Depkes, 2007).

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori.

1. Gejala respiratori

Gejala respiratori sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai gejala yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik terdiri dari :

a. Batuk produktif ≥ 2 minggu. b. Batuk darah.

c. Sesak nafas. d. Nyeri dada. 2. Gejala sistemik

Gejala sistemik yang timbul dapat berupa : a. Demam.

b. Keringat malam. c. Anoreksia.


(27)

2.6. Diagnosis TB paru

Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif artinya penjaringan suspek penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif) (Depkes, 2002).

Selain itu semua yang memiliki kontak dengan penderita TB paru BTA positif dengan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu – pagi - sewaktu ( SPS ) (Depkes, 2002).

Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada pemeriksaan fisis, kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara nafas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum (PDPI, 2011). Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya (Amin dan Bahar, 2009).

Pada pemeriksaan radiologi, gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah :

1. Bayangan berawan atau nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.

2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.


(28)

4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) (PDPI, 2011).

Ada beberapa cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB yaitu dengan cara konvensional dan tidak konvensional. Cara konvensional terdiri dari pemeriksaan mikroskopik, biakan kuman, uji kepekaan terhadap obat, dan identifikasi keberadaan kuman isolat serta pemeriksaan histopatologis (Kusuma, 2007).

Pemeriksaan sputum merupakan hal yang penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis TB sudah bisa ditegakkan. Dikatakan BTA (+) jika ditemukan dua atau lebih dahak BTA (+) atau 1 BTA (+) disertai dengan hasil radiologi yang menunjukkan TB aktif (PDPI, 2011).

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru (Depkes, 2007).


(29)

(30)

2.7. Pengobatan TB Paru

Pengobatan TB bertujuan untuk ;

a. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas.

b. Mencegah kematian. c. Mencegah kekambuhan. d. Mengurangi penularan.

e. Mencegah terjadinya resistensi obat (PDPI, 2011).

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) (Depkes, 2007).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. 1. Tahap Awal (Intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan (Depkes, 2007).

2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistent sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes, 2007).


(31)

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia yaitu : a. Kategori I

- TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas.

- Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/6HE atau 2 RHZE/ 4R3H3.

b. Kategori II

- TB paru kasus kambuh.

• Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZES/ 1 RHZE sebelum ada hasil uji resistensi. Bila hasil uji resistensi telah ada, berikan obat sesuai dengan hasil uji resistensi.

- TB paru kasus gagal pengobatan

• Paduan obat yang dianjurkan adalah obat lini 2 sebelum ada hasil uji resistensi (contoh: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin).

• Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE.

• Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.

• Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5 RHE. 3. TB Paru kasus putus berobat.

1. Berobat ≥ 4 bulan

- BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan panyakit paru lain. Bila terbukti TB, maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3).


(32)

- BTA saat ini positif. Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

2. Berobat ≤ 4 bulan

- Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3).

- Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif, pengobatan diteruskan.

c. Kategori III

- TB paru (kasus baru), BTA negatif atau pada foto toraks terdapat lesi minimal.

- Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE / 4 R3H3. d. Kategori IV

- TB paru kasus kronik. Paduan obat yang dianjurkan bila belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif ditambah obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan).

e. Kategori V

- MDR TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi ditambah OAT lini 2 atau H seumur hidup (PDPI, 2006).

Obat-obat TB memiliki efek samping diantaranya :

1. Isoniazid dapat menyebabkan kerusakan hepar yang akan mengakibatkan mual, muntah, dan jaundice. Kadang dapat menyebabkan kebas pada tungkai.

2. Rifampisin dapat menyebabkan kerusakan hepar, perubahan warna air mata, keringat, dan urine menjadi oranye.

3. Pirazinamid dapat menyebabkan kerusakan hepar dan gout.

4. Etambutol dapat menyebabkan pandangan kabur dan gangguan penglihatan warna karena obat ini mempengaruhi Nervus optikus.


(33)

5. Streptomisin dapat menyebabkan pusing dan gangguan pendengaran akibat kerusakan saraf telinga dalam (Nardell, 2008).

• Hasil Pengobatan

Merupakan hasil akhir dari pengobatan penderita TB paru BTA positif dan negatif. Dikategorikan menjadi :

a. Sembuh merupakan pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur negatif pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali pemeriksaan sputum sebelumnya negatif dan pada foto toraks, gambaran radiologi serial (minimal 2 bulan) tetap sama/ perbaikan.

b. Pengobatan lengkap merupakan pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak memiliki hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir pengobatan.

c. Meninggal merupakan pasien yang meninggal dengan apapun penyebabnya selama dalam pengobatan.

d. Gagal merupakan pasien dengan hasil sputum atau kultur positif pada bulan kelima atau lebih dalam pengobatan.

e. Default/drop out merupakan pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu dua bulan berturut-turut atau lebih.

f. Pindah merupakan pasien yang pindah ke unit (pencatatan dan pelaporan berbeda dan hasil akhir pengobatan belum diketahui.

2.8. Komplikasi dan Prognosis

Terdapat berbagai macam komplikasi TB paru, dimana komplikasi dapat terjadi di paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura ataupun dinding dada (Jeoung dan Lee, 2008).

Komplikasi TB ini dapat terjadi baik pada pasien yang diobati ataupun tidak. Secara garis besar, komplikasi TB dikategorikan menjadi:

1. Lesi Parenkim


(34)

-Sikatriks dan destruksi paru.

-Aspergilloma.

-Karsinoma bronkogenik. 2. Lesi Saluran Nafas

-Bronkiektasis.

-Stenosis trakeobronkial.

-Bronkolitiasis. 3. KomplikasiVaskular

-Trombosis dan vaskulitis.

-Dilatasi arteri bronchial.

-Aneurisma rassmussen. 4. Lesi Mediastinum

-Kalsifikasi nodus limfa.

-Fistula esofagomediastinal.

-Tuberkulosis perikarditis. 5. Lesi Pleura

-Chronic tuberculous empyema dan fibrothorax.

-Fistula bronkopleura. - Pneumotoraks. 6. Lesi dinding dada

-TB kosta.

-Tuberculous spondylitis.

-Keganasanyang berhubungan dengan empyema kronis (Kim et al, 2001).

Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan ekstraparu, keadaan immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Pada suatu penelitian TB di Malawi, 12 dari 199 orang meninggal, dimana faktor risiko terjadinya kematian diduga akibat BMI yang rendah, kurangnya respon terhadap terapi dan keterlambatan diagnosa (Herchline, 2013).

Kesembuhan sempurna biasanya dijumpai pada kasus MDR dan non-XDR TB, ketika regimen pengobatan selesai. Beberapa penelitian menunjukkan


(35)

bahwa terapi dengan sistem DOTS memiliki tingkat kekambuhan 0-14 %. Pada negara dengan prevalensi TB yang rendah, kekambuhan biasanya timbul 12 bulan setelah pengobatan selesai dan biasanya diakibatkan oleh relaps. Hal ini berbeda pada negara dengan prevalensi TB yang tinggi, dimana kekambuhan diakibatkan oleh reinfeksi (Herchline, 2013).

2.9. Pencegahan TB

Cara terbaik untuk mencegah TB adalah dengan pengobatan terhadap pasien yang mengalami infeksi TB sehingga rantai penularan terputus. Tiga topik dibawah ini merupakan topik yang penting untuk pencegahan TB :

1. Proteksi terhadap paparan TB

Diagnosis dan tatalaksana dini merupakan cara terbaik untuk menurunkan paparan terhadap TB. Risiko paparan terbesar terdapat di bangsal TB dan ruang rawat, dimana staf medis dan pasien lain mendapat paparan berulang dari pasien yang terkena TB. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemungkinan transmisi antara lain :

a. Cara batuk

Cara ini merupakan cara yang sederhana, murah, dan efektif dalam mencegah penularan TB dalam ruangan. Pasien harus menggunakan sapu tangan untuk menutupi mulut dan hidung, sehingga saat batuk atau bersin tidak terjadi penularan melalui udara.

b. Menurunkan konsentrasi bakteri - Sinar Matahari dan Ventilasi

Sinar matahari dapat membunuh kuman TB dan ventilasi yang baik dapat mencegah transmisi kuman TB dalam ruangan. - Filtrasi

Penyaringan udara tergantung dari fasilitas dan sumber daya yang tersedia.


(36)

- Radiasi UV bakterisidal

M.tuberculosis sangat sensitif terhadap radiasi UV bakterisidal. Metode radiasi ini sebaiknya digunakan di ruangan yang dihuni pasien TB yang infeksius dan ruangan dimana dilakukan tindakan induksi sputum ataupun bronkoskopi.

c. Masker

Penggunaan masker secara rutin akan menurunkan penyebaran kuman lewat udara. Jika memungkinkan, pasien TB dengan batuk tidak terkontrol disarankan menggunakan masker setiap saat. Staf medis juga disarankan menggunakan masker ketika paparan terhadap sekret saluran nafas tidak dapat dihindari.

d. Rekomendasi NTP (National TB Prevention) terhadap paparan TB:

- Segera rawat inap pasien dengan TB paru BTA (+) untuk pengobatan fase intensif, jika diperlukan.

- Pasien sebaiknya diisolasi untuk mengurangi risiko paparan TB ke pasien lain.

- Pasien yang diisolasi sebaiknya tidak keluar ruangan tanpa memakai masker.

- Pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi TB sebaiknya tidak ditempatkan di ruangan yang dihuni oleh pasien yang immunocompromised, seperti pasien HIV, transplantasi, atau onkologi.

2. Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)

BCG merupakan vaksin hidup yang berasal dari M.bovis. Fungsi BCG adalah melindungi anak terhadap TB diseminata dan TB ekstra paru berat (TB meningitis dan TB milier). BCG tidak memiliki efek menurunkan kasus TB paru pada dewasa. BCG diberikan secara intradermal kepada populasi yang belum terinfeksi.


(37)

a. Tes Tuberkulin

Neonatus dan bayi hingga berusia 3 bulan tanpa adanya riwayat kontak dengan TB, dapat diberikan vaksinasi BCG tanpa tes tuberkulin sebelumnya.

b. Vaksinasi Rutin

Pada negara dengan prevalensi TB yang tinggi, WHO merekomendasikan pemberian vaksinasi BCG sedini mungkin, terutama saat baru lahir.

Pada bayi baru lahir hingga usia 3 bulan, dosisnya adalah 0,05 ml sedangkan untuk anak yang lebih besar diberikan 0,1 ml.

3. Terapi Pencegahan

Tujuan terapi pencegahan adalah untuk mencegah infeksi TB menjadi penyakit, karena penyakit TB dapat timbul pada 10 % orang yang mengalami infeksi TB. Kemoprofilaksis dapat diberikan bila ada riwayat kontak dengan tes tuberkulin positif tetapi tidak ada gejala atau bukt i radiologis TB. Obat yang digunakan biasanya adalah isoniazid (5 mg/kg) selama 6 bulan. Jika memungkinkan, dilakukan dengan pengamatan langsung.

Kelompok yang mendapat profilaksis, yaitu :

- Bayi dengan ibu yang terinfeksi TB paru

Bayi yang sedang mendapat ASI dari ibu dengan TB paru, sebaiknya mendapat isoniazid selama 3 bulan. Setelah 3 bulan, dilakukan tes tuberkulin. Jika hasil negatif maka diberikan vaksinasi, jika positif maka dilanjutkan isoniazid selama 3 bulan lagi. Jika terdapat adanya bukti penyakit, maka perlu diberikan pengobatan penuh.

- Anak dengan riwayat kontak, tuberkulin negatif, tampak sehat, tanpa riwayat BCG, sama seperti di atas.

- Anak dengan riwayat kontak, tuberkulin positif (tanpa riwayat BCG).


(38)

• Anak tanpa gejala sebaiknya diberikan profilaksis isoniazid 6 bulan.

• Anak dengan gejala dan pemeriksaan yang menunjukkan TB diberikan pengobatan TB.

• Anak dengan gejala, tapi pemeriksaan tidak menunjukkan TB, diberikan profilaksis isoniazid (Wieslaw et al, 2001).


(39)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Prevalensi dan Karakteristik Penderita TB Paru

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Umur

Merupakanlamanya hidup penderita TB paru yang dihitung berdasarkan tahun sejak pasien lahir, sesuai yang tercatat dalam rekam medis di BP4 Medan. Dikategorikan menjadi :

a. Remaja awal (12-16 tahun) b. Remaja akhir (17-25 tahun) c. Dewasa awal (26-35 tahun) e. Dewasa akhir (36-45 tahun) f. Lansia awal (46-55 tahun) g. Lansia akhir (56-65 tahun) h. Manula ( >65 tahun) Karakteristik:

1. Umur

2. Jenis kelamin 3. Tipe pasien 4. Hasil pemeriksaan

dahak

5. Hasil pengobatan 6. Kategori pengobatan


(40)

3.2.2.Jenis Kelamin

Merupakan jenis kelamin penderita TB paru sesuai yang tercatat dalam rekam medis di BP4 Medan. Dikategorikan menjadi:

a. Laki-laki b. Perempuan 3.2.3. Tipe Pasien

Merupakan seorang pasien yang setelah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikroskopis (BTA) dan pemeriksaan radiologi sehingga didiagnosis TB oleh dokter maupun petugas kesehatan, sesuai yang tercatat dalam rekam medis di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan. Dikategorikan menjadi :

a. Kasus baruadalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b. Kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

c. Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

d. Pengobatan setelah default adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

e. Pengobatan setelah gagal adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

3.2.4. Hasil Pemeriksaan Dahak

Merupakan hasil pemeriksaan tiga spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu pasien suspek TB secara mikroskopis sesuai yang tercatat dalam rekam medis di BP4 Medan. Pembacaan hasil pemeriksaan


(41)

sediaan dahak dilakukan dengan menggunakan skala IUATLD dikategorikan menjadi :

a. 1+ : ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang

b. 2+ :ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, minimal dibaca 50 lapang pandang

c. 3+ : ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang

d. Negatif : tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang (Depkes, 2002).

3.2.5. Hasil Pengobatan

Merupakan hasil akhir dari pengobatan penderita TB paru BTA positif dan negatif. Dikategorikan menjadi :

a. Sembuh merupakan pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur negatif pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali pemeriksaan sputum sebelumnya negatif dan pada foto toraks, gambaran radiologi serial (minimal 2 bulan) tetap sama/ perbaikan.

b. Pengobatan lengkap merupakan pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak memiliki hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir pengobatan

c. Meninggal merupakan pasien yang meninggal dengan apapun penyebabnya selama dalam pengobatan

d. Gagal merupakan pasien dengan hasil sputum atau kultur positif pada bulan kelima atau lebih dalam pengobatan.

e. Default/drop out merupakan pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu dua bulan berturut-turut atau lebih.

f. Pindah merupakan pasien yang pindah ke unit (pencatatan dan pelaporan berbeda dan hasil akhir pengobatan belum diketahui).


(42)

3.2.6. Kategori Pengobatan

Merupakan pengkategorian pasien sesuai dengan kasus penderita dan panduan pengobatannya. Kategori pengobatan ini diperoleh dari informasi yang terdapat dalam rekam medis pasien. Kategori pengobatan dikategorikan menjadi :

a. Kategori I

- TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas.

- Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE atau 2 RHZE/ 4R3H3.

b. Kategori II

• TB paru kasus kambuh.

- Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZES/ 1 RHZE sebelum ada hasil uji resistensi. Bila hasil uji resistensi telah ada, berikan obat sesuai dengan hasil uji resistensi.

• TB paru kasus gagal pengobatan

- Paduan obat yang dianjurkan adalah obat lini 2 sebelum ada hasil uji resistensi (contoh: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin).

- Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE.

- Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.

- Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5 RHE. • TB Paru kasus putus berobat.

1. Berobat ≥ 4 bulan

-BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak aktif atau adaperbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan panyakit paru lain. Bila terbukti TB, maka


(43)

pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5R3H3E3).

-BTA saat ini positif. Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

2. Berobat ≤ 4 bulan

-Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3).

-Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif, pengobatan diteruskan.

c. Kategori III

-TB paru (kasus baru), BTA negatif atau pada foto toraks terdapat lesi minimal.

- Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE /4 R3H3. d. Kategori IV

-TB paru kasus kronik. Paduan obat yang dianjurkan bila belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif ditambah obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan).

e. Kategori V

-MDR TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi ditambah OAT lini 2 atau H seumur hidup (PDPI, 2006).


(44)

3.3 Variabel dan Alat Ukur

VARIABEL ALAT

UKUR

CARA UKUR

HASIL UKUR SKALA

UKUR

Umur Data rekam

medis

Melihat rekam medis

1.Remaja awal (12-16 tahun) 2.Remaja akhir (17-25 tahun) 3.Dewasa awal (26-35 tahun) 4.Dewasa akhir (36-45 tahun) 5.Lansia awal (46-55 tahun) 6.Lansia akhir (56-65 tahun) 7.Manula ( >65 tahun)

Ordinal

Jenis kelamin Data rekam medis Melihat rekam medis 1.Laki-laki 2.Perempuan Nominal

Tipe pasien Data rekam medis

Melihat rekam medis

1.Kasus baru 2.Kambuh 3.Pindahan 4.Setelah default

5.Setelah gagal

Nominal Hasil pemeriksaan dahak Data rekam medis Melihat rekam medis

1. 1+ 2.2+ 3.3+ 4.Negatif Nominal Hasil pengobatan Data rekam medis Melihat rekam medis a. Sembuh

b. Pengobatan lengkap c.Meninggal

d. Gagal

e. Default/drop out

f. Pindah Nominal Kategori pengobatan Data rekam medis Melihat rekam medis

a.Kategori I b.Kategori II c.Kategori III d.Kategori IV e.Kategori V


(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif dengan disain penelitian cross sectional retrospective, dimana pengambilan data dilakukan hanya sekali saja dengan menggunakan data yang berasal dari rekam medisdan formulir pelaporan TB-01 dengan tujuan untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik penderita TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan pada tahun 2012.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan. Pemilihan lokasi ini atas pertimbangan bahwa BP4 Medan merupakan salah satu UPT Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara.

Pengumpulan data akan dilakukan pada Agustus-September 2013, dengan kegiatan sebagai berikut : melakukan survei awal, konsul proposal, seminar proposal penelitian, perbaikan proposal, pengumpulan data, analisa data, seminar hasil penelitian, dan perbaikan laporan hasil penelitian.

4.3. Populasi Dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medik penderita TB paru. Sedangkan populasi terjangkau adalah seluruh data rekam medik penderita TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru periode Januari 2012- Desember 2012 di Medan.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh penderita TB paru yang datang berobat ke Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Medanperiode Januari 2012 - Desember 2012. Besar sampel penelitian ini dengan metode total sampling dimana seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian. Pengambilan sampeladalah berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.


(46)

Adapun kriteria yang ditentukan dalam penelitian ini adalah:

a. Kriteria Inklusi

Data rekam medis yang mencakup hal berikut:

- Penderita TB paru

- Penderita TB paru yang berusia lebih dari 12 tahun

b. Kriteria Eksklusi

Data rekam medis yang mencakup hal berikut :

-Penderita TB paru anak

-Penderita TB ekstra paru

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pencatatan pada rekam medik pada penderita TB paru berdasarkan karakteristiknya di Balai Pengobatan Penyakit Paru – Paru Medan periode Januari 2012-Desember 2012. Semua rekam medik penderita TB paru dikumpulkan dan dilakukan pencatatan/tabulasi sesuai dengan jenis variabel yang akan diteliti.

4.5. Ethical Clearance

Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti mendapat surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Data yang dikumpulkan melalui rekam medis dan formulir pelaporan TB-01 di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru medan periode Januari 2012 sampai Desember 2012 berdasarkan izin yang telah didapatkan. Untuk memenuhi prinsip etika penelitian, kerahasiaan subyek akan tetap dijaga dengan tidak mencantumkan nama dan identitas pasien.

Peneliti melindungi subjek dari kerugian material, nama baik, bebas dari tekanan fisik dan psikologis yang mungkin timbul akibat penelitian ini.

4.6. Metode Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan bantuan SPSS ver.17 (Statistical Package for the Social Sciences version 17) dan


(47)

kemudian dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi dan dilakukan pembahasan sesuai dengan pustaka yang ada.


(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan di jalan Asrama No.18 simpang Gaperta. BP4 berada di Kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, responden yang diteliti sebanyak 315 orang yang mengunjungi Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Medan periode Januari-Desember 2012. Karakteristik responden pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Kelompok Umur Frekuensi %

Remaja Awal 3 1,0

Remaja Akhir 78 24,8

Dewasa Awal 61 19,4

Dewasa Akhir 34 10,8

Lansia Awal 67 21,3

Lansia Akhir 48 15,2

Manula 24 7,6

Total 315 100,0

Pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa mayoritas penderita TB paru adalah kelompok umur remaja akhir yaitu sebanyak 78 penderita (24,8%) dan diikuti oleh kelompok umur lansia awal yaitu sebanyak 67 penderita (21,3%).


(49)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki-laki 213 67,6

Perempuan 102 32,4

Total 312 100,0

Pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa mayoritas penderita TB paru adalah laki-laki yaitu sebanyak 213 orang (67,6%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tipe Pasien

Tipe Pasien Frekuensi %

Kasus baru 288 91,4

Kambuh 14 4,4

Pindahan 13 4,1

Setelah default 0 0

Setelah gagal 0 0

Total 315 100,0

Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas tipe penderita TB paru adalah kasus baru yaitu sebanyak 288 orang (91,4%).


(50)

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak

Hasil Pemeriksaan Dahak Frekuensi %

Negatif 210 66,7

1+ 3 1,0

2+ 2 0,6

3+ 100 31,7

Total 315 100,0

Pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa mayoritas penderita TB paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak adalah negatif yaitu sebanyak 210 orang (66,7%).

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Hasil Pengobatan

Hasil Pengobatan Frekuensi %

Sembuh 77 24,4

Pengobatan lengkap 129 41,0

Meninggal 1 0,3

Gagal 0 0

Default/ drop out 107 34,0

Pindah 1 0,3

Total 315 100,0

Pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa mayoritas penderita TB paru berdasarkan hasil pengobatan adalah pengobatan lengkap yaitu sebanyak 129 orang (41,0%).


(51)

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pengobatan

Kategori Pengobatan Frekuensi %

Kategori I 306 97,1

Kategori II 9 2,9

Kategori III 0 0

Kategori IV 0 0

Kategori V 0 0

Total 315 100,0

Pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa mayoritas penderita TB paru berdasarkan kategori pengobatan adalah kategori I yaitu sebanyak 306 orang (97,1%).

5.2. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan data sekunder rekam medis dan formulir TB-01 di BP4 Medan periode Januari 2012-Desember 2012, diperoleh data mengenai prevalensi dan karakteristik penderita tuberkulosis paru. Pada tabel 5.1 diketahui bahwa mayoritas penderita TB paru adalah kelompok umur remaja akhir (17-25 tahun) yaitu sebanyak 78 orang (24,8%) dan lansia awal (46-55 tahun) yaitu sebanyak 67 orang (21,3%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15 – 50) tahun (Hiswani, 2002). Panjaitan (2010), mengungkapkan bahwa penderita tuberkulosis paru dewasa yang dirawat di RSU dr. Soedarso Pontianak umumnya berada pada usia yang masih produktif (18-59 tahun), yaitu sebanyak 35 orang (77,8%) subyek.

Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit kronis yang dapat menyerangsemua lapisan usia; selain menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi, juga dapat merugikan secara ekonomi karena hilangnya jam kerja. Insidens tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa.


(52)

Penyakit TB paru sebagian besar terjadi pada orang dewasa yang telah mendapatkan infeksi primer pada waktu kecil dan tidak ditangani dengan baik. Usia dewasa dan diikuti usia tua merupakan kelompok yang paling sering terkena TB di Amerika Serikat pada tahun 2008. Jumlah kasus TB paling tertinggi mengenai usia 25 sampai dengan 44 tahun (33% dari semua kasus), diikuti usia 45 sampai dengan 64 tahun (30% dari semua kasus). Pada usia tua di atas 65 tahun berkisar 19%. Sedangkan sisanya berada pada usia antara 15 sampai dengan usia 24 tahun (11%) dan usia 14 tahun kebawah (6%) (CDC, 2009). Keadaan ini diduga ada hubungannya dengan tingkat aktivitas dan pekerjaan sebagai tenaga kerja produktif yang memungkinkan untuk mudah tertular dengan kuman TB setiap saat dari penderita, khususnya dengan BTA positif. Mobilitas dan interaksi sosial yang lebih tinggi pada orang usia 15-50 tahun, yang harus bekerja untuk memperoleh pemasukan guna memenuhi kebutuhan keluarga, memungkinkan mereka untuk terinfeksi dari orang lain menjadi lebih tinggi. Meningkatnya kebiasaan merokok pada usia muda di negara-negara miskin juga menjadi salah satu faktor banyaknya kejadian tuberkulosis paru pada usia produktif (Godoy et al, 2001).

Dari tabel 5.2 didapatkan bahwa mayoritas penderita TB paru adalah laki-laki yaitu sebanyak 213 orang (67,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian Gustafon et al (2004), yang menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai risiko 2,58 kali untuk menderita tuberkulosis dibandingkan dengan wanita, dimana hal ini mungkin berhubungan dengan interaksi sosial laki laki lebih tinggi dibandingkan wanita sehingga kemungkinan transmisi TB lebih besar. Menurut R.E. Watkins dan A.J. Plant (2006), hal ini dikarenakan kebiasaan merokok pada laki-laki.

Dari tabel 5.3 didapatkan bahwa mayoritas tipe penderita TB paru adalah kasus baru yaitu sebanyak 288 orang (91,4%). Hal ini sesuai dengan laporan situasi Epidemiologi Tuberkulosis di Indonesia tahun 2010 bahwa kasus tuberkulosis menurut tipenya masih didominasi oleh kasus baru, yaitu sebesar 94,74% pada tahun 2009 triwulan pertama (dengan rincian 56,58% dengan BTA positif dan 38,16% dengan BTA negatif) serta 94,20% pada tahun 2010 triwulan


(53)

pertama (dengan rincian 59,5% dengan BTA positif dan 34,7% dengan BTA negatif) (Depkes RI, 2010).

Dari tabel 5.4 didapatkan bahwa mayoritas hasil pemeriksaan dahak penderita TB paru adalah negatif yaitu sebanyak 210 orang (66,7%). Hal ini sesuai dengan WHO (2012) yang menyebutkan bahwa persentase dari kasus baru TB paru yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA (+) relatif rendah di wilayah Rusia (31%), Zimbabwe (40%), Myanmar (41%), Afrika Selatan (47%), Ethiopia(47%) dan Kenya (48%). Namun hal yang berbeda diungkapkan oleh Rasmin et al (2006), dimana didapatkan sebanyak 227 orang (86%) yang memiliki BTA positif. Berdasarkan teori Crofton (2002), pasien TB paru yang memiliki sputum BTA positif adalah orang yang sangat infektif menularkan infeksi TB kepada orang lain.

Dari tabel 5.5 didapatkan bahwa mayoritas penderita TB paru berdasarkan hasil pengobatan adalah pengobatan lengkap yaitu sebanyak 129 orang (41,0%). Berdasarkan proporsi hasil pengobatan pasien baru TB paru BTA positif pada tahun 2009 triwulan 1 yang terbesar adalah angka kesembuhan sebesar 80,2%, kemudian diikuti oleh pengobatan (9%), default (4%), belum dievaluasi (3,5%) pindah (2,1%), meninggal (2,1%) dan gagal (06,%). Bila dibandingkan dengan proporsi hasil pengobatan pasien baru TB paru BTA positif tahun 2008 triwulan 1 angka kesembuhan (2,8%) dan angka gagal (0,4%) mengalami penurunan. Kemungkinan hal ini disebabkan masih terdapat pasien yang belum dilakukan evaluasi pengobatan (Depkes, 2010).

Dari tabel 5.6 didapatkan bahwa mayoritas penderita TB paru berdasarkan kategori pengobatan adalah adalah kategori I yaitu sebanyak 306 orang (97,1%). Sebagian besar subjek penelitian mendapatkan pengobatan kategori 1 yaitu 202 orang (79,8%). Kategori 1 adalah kategori pengobatan untuk TB paru dengan kasus baru dengan BTA positif atau BTA negatif dengan lesi luas pada gambaran radiologi (Reisa, 2010). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rasmin et al (2006), di RS Persahabatan Jakarta Timur dengan jumlah sampel 264 orang, dimana didapatkan sebanyak 225 orang (85,2%) mendapatkan pengobatan kategori 1.


(54)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa mayoritas penderita tuberkulosis paru dari masing-masing karakteristik sebanyak 315 sampel adalah kelompok umur remaja akhir (24,8%), laki-laki (67,6%), tipe kasus baru (91,4%), hasil pemeriksaan dahak negatif (67,7%), hasil pengobatan lengkap (41,0%), dan kategori pengobatan I (97,1%).

6.2.Saran

1. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut dan tidak hanya mengenai prevalensi dan karakteristik tuberkulosis paru. Tetapi, mencari lebih jauh hubungan antara setiap karakteristik tersebut dengan kejadian tuberkulosis paru.

2. Kepada instansi kesehatan terkait diharapkan tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan menyesuaikan tipe penderita dan mengelompokkannya sesuai dengan kategori pengobatan yang terbaru.

3. Kepada praktisi medis, agar dapat melakukan tindakan promotif dan preventif sehingga kejadian tuberkulosis paru tidak lagi menjadi masalah kesehatan di masyarakat.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z., Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam:Sudoyo, A., W., dkk. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid III. Ed 5. Jakarta : FKUI; 2230-2239.

Brooks, et al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick and Adelberg. Jakarta; EGC: 302-304.

Center For Disease Control and Prevention (CDC). 2009. Reported Tuberculosis in the United States, 2008. Atlanta, GA: U.S. Departmentof Health and Human Services.

Crofton, J., Horne, N., Miller, F., 2002. Clinical Tuberculosis. England: TALC IUATLD.

DepkesRI, 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Cetakan 8.

DepkesRI, 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi 2, Cetakan I.

Depkes - IDAI, 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI, 2010. Situasi Epidemiologi TB Indonesia. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Available from:


(56)

Godoy P, Nogues A, Alseda M, et al, Risk Factors Associated to Tuberculosis Patients With Positive Sputum Microscopy. Gac Sanit 2001;15:506–12.

Gustafon, P., et al, 2004. Tuberculosis in Bissau: Incidence and Risk Factor In An Urban Community in Sub-Saharan Africa. International Journal of Epidemiology 33(1): 24-28.

Herchline, T.E., 2013. Tuberculosis. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview [Accesed 10 April 2013].

Hiswani, 2002. Tuberkolosis Merupakan Penyakit Infeksi yang Masih Menjadi

Masalah Kesehatan Masyarakat. Available from:

2013].

Horsburgh, C.R., 2009. Epidemiology of Tuberculosis. Available from:

Isbaniyah, et al, 2011. Tuberkulosis. Dalam: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

Jeong, Y.J., Lee, K.S., 2008. Pulmonary Tuberculosis : Up-To-Date Imaging and Management. American Journal of Roentgenology : 191 (3).Available

from: [Accesed 9

May 2013].

Kartasasmita, C.B., 2009. Epidemiologi Tuberkulosis. Sari Pediatri : 11 (2) ; 124-125.


(57)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Lingkungan, 2013. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2012.

Kim, H.Y., 2001. Thoracic Sequelae and Complications of Tuberculosis. Radio Graphics. 21 (4) ; 839-856.

Kusuma, C., 2007. Diagnostik Tuberkulosis Paru. Sari Pediatri : 8 (4) ; 143-151

Mario, C.R.& Richard, J.O., 2003. Tuberculosis. Dalam: Kasper, D., L., et al. Harrison Principles of Internal Medikine. Ed 16. Mc Graw-Hill.

Nardell, E.A., 2008. Tuberculosis. Available from:

[Accesed 9 May 2013].

Panjaitan, F., 2012. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Dewasa Rawat Inap di Rumah Sakit Umum DR. Soeroso Pontianak Periode September-November.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Putra, A.K., 2010. Kejadian Tuberkulosis Pada Anggota Keluarga Yang Tinggal Serumah Dengan Penderita TB Paru BTA Positif. Available from: 2013].

Price, S.A., Standridge, M.P., 2006. Tuberkulosis Paru. Dalam: Price, S.A., Wilson, L.M., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC ; 852-861.


(1)

162 Laki-laki 21 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

163 Laki-laki 29 tahun Baru 3+ Drop out 1

164 Laki-laki 82 tahun Baru Negatif Drop out 1

165 Perempuan 20 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

166 Laki-laki 26 tahun Baru Negatif Drop out 1

167 Perempuan 17 tahun Baru 3+ Pengobatan lengkap 1

168 Laki-laki 62 tahun Pengobatan setelah lalai Negatif Pengobatan lengkap 1

169 Laki-laki 38 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

170 Laki-laki 62 tahun Baru 3+ Sembuh 1

171 Laki-laki 57 tahun Kambuh 3+ Sembuh 2

172 Perempuan 34 tahun Baru 3+ Sembuh 1

173 Laki-laki 49 tahun Pengobatan setelah lalai Negatif Pengobatan lengkap 1

174 Laki-laki 40 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

175 Laki-laki 20 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

176 Laki-laki 23 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

177 Laki-laki 20 tahun Baru Negatif Drop out 1

178 Laki-laki 53 tahun Baru Negatif Drop out 1

179 Laki-laki 66 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

180 Laki-laki 53 tahun Baru Negatif Drop out 1

181 Perempuan 26 tahun Kambuh 3+ Sembuh 2

182 Perempuan 60 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

183 Perempuan 25 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

184 Laki-laki 24 tahun Baru 3+ Sembuh 1

185 Laki-laki 57 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

186 Laki-laki 40 tahun Pengobatan setelah lalai Negatif Pengobatan lengkap 1

187 Perempuan 51 tahun Kambuh Negatif Pengobatan lengkap 1

188 Laki-laki 53 tahun Baru 3+ Sembuh 1

189 Laki-laki 34 tahun Baru 3+ Sembuh 1

190 Laki-laki 67 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

191 Laki-laki 57 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

192 Laki-laki 24 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

193 Laki-laki 27 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

194 Laki-laki 52 tahun Baru 3+ Drop out 1

195 Laki-laki 57 tahun Baru Negatif Drop out 1

196 Laki-laki 22 tahun Baru 3+ Drop out 1

197 Laki-laki 24 tahun Baru 3+ Sembuh 1

198 Perempuan 55 tahun Baru Negatif Drop out 1

199 Laki-laki 57 tahun Pengobatan setelah lalai Negatif Drop out 1

200 Perempuan 24 tahun Baru Negatif Drop out 1

201 Perempuan 35 tahun Baru Negatif Drop out 1


(2)

203 Laki-laki 21 tahun Baru 3+ Sembuh 1

204 Laki-laki 28 tahun Pengobatan setelah lalai Negatif Pengobatan lengkap 1

205 Laki-laki 55 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

206 Laki-laki 50 tahun Baru 3+ Sembuh 1

207 Perempuan 22 tahun Baru 3+ Sembuh 1

208 Laki-laki 30 tahun Baru 3+ Sembuh 1

209 Laki-laki 18 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

210 Laki-laki 42 tahun Baru Negatif Drop out 1

211 Laki-laki 55 tahun Kambuh Negatif Pengobatan lengkap 1

212 Perempuan 20 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

213 Laki-laki 34 tahun Baru 3+ Sembuh 1

214 Laki-laki 33 tahun Baru 3+ Sembuh 1

215 Perempuan 45 tahun Baru 3+ Drop out 1

216 Laki-laki 34 tahun Baru 3+ Drop out 1

217 Perempuan 46 tahun Baru Negatif Meninggal 1

218 Laki-laki 26 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

219 Perempuan 24 tahun Baru Negatif Drop out 1

220 Laki-laki 68 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

221 Perempuan 23 tahun Baru Negatif Drop out 1

222 Perempuan 51 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

223 Laki-laki 25 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

224 Laki-laki 59 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

225 Perempuan 61 tahun Baru 1+ Drop out 1

226 Laki-laki 29 tahun Baru Negatif Drop out 1

227 Laki-laki 23 tahun Baru 3+ Drop out 1

228 Perempuan 20 tahun Baru 3+ Sembuh 1

229 Laki-laki 53 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

230 Perempuan 54 tahun Baru Negatif Drop out 1

231 Laki-laki 24 tahun Baru Negatif Drop out 1

232 Laki-laki 68 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

233 Laki-laki 62 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

234 Laki-laki 45 tahun Baru 3+ Sembuh 1

235 Laki-laki 21 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

236 Laki-laki 55 tahun Baru Negatif Drop out 1

237 Perempuan 52 tahun Baru 3+ Sembuh 1

238 Laki-laki 49 tahun Kambuh 2+ Sembuh 2

239 Laki-laki 50 tahun Baru Negatif Drop out 1

240 Perempuan 24 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

241 Laki-laki 15 tahun Baru Negatif Drop out 1

242 Perempuan 35 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1


(3)

244 Laki-laki 66 tahun Baru Negatif Drop out 1

245 Laki-laki 73 tahun Baru 3+ Drop out 1

246 Laki-laki 29 tahun Baru 3+ Sembuh 1

247 Laki-laki 31 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

248 Laki-laki 49 tahun Baru Negatif Drop out 1

249 Perempuan 25 tahun Baru 3+ Sembuh 1

250 Perempuan 31 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

251 Laki-laki 32 tahun Baru 3+ Sembuh 1

252 Perempuan 61 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

253 Perempuan 52 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

254 Laki-laki 65 tahun Baru Negatif Drop out 1

255 Laki-laki 52 tahun Baeru Negatif Drop out 1

256 Laki-laki 71 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

257 Laki-laki 52 tahun Baru Negatif Drop out 1

258 Laki-laki 35 tahun Baru 3+ Sembuh 1

259 Perempuan 41 tahun Baru Negatif Drop out 1

260 Laki-laki 30 tahun Baru Negatif Drop out 1

261 Laki-laki 49 tahun Baru 3+ Drop out 1

262 Laki-laki 52 tahun Baru Negatif Drop out 1

263 Laki-laki 49 tahun Baru 3+ Sembuh 1

264 Laki-laki 21 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

265 Laki-laki 49 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

266 Laki-laki 33 tahun Baru Negatif Drop out 1

267 Laki-laki 56 tahun Baru 3+ Drop out 1

268 Perempuan 54 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

269 Laki-laki 18 tahun Baru Negatif Drop out 1

270 Laki-laki 34 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

271 Laki-laki 70 tahun Baru Negatif Drop out 1

272 Laki-laki 16 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

273 Laki-laki 35 tahun Baru Negatif Drop out 1

274 Laki-laki 46 tahun Kambuh 3+ Sembuh 2

275 Laki-laki 17 tahun Baru Negatif Drop out 1

276 Laki-laki 60 tahun Baru 3+ Sembuh 1

277 Perempuan 22 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

278 Perempuan 69 tahun Baru Negatif Drop out 1

279 Laki-laki 28 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

280 Laki-laki 23 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

281 Perempuan 25 tahun Baru 3+ Sembuh 1

282 Laki-laki 19 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

283 Laki-laki 49 tahun Baru Negatif Drop out 1


(4)

285 Perempuan 25 tahun Baru Negatif Drop out 1

286 Perempuan 26 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

288 Perempuan 42 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

288 Laki-laki 22 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

289 Laki-laki 22 tahun Baru Negatif Drop out 1

290 Perempuan 69 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

291 Laki-laki 37 tahun Kambuh 3+ Drop out 2

292 Perempuan 49 tahun Baru Negatif Drop out 1

293 Laki-laki 41 tahun Baru 3+ Sembuh 1

294 Perempuan 30 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

295 Perempuan 25 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

296 Perempuan 24 tahun Baru 3+ Sembuh 1

297 Perempuan 40 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

298 Laki-laki 49 tahun Baru 3+ Sembuh 1

299 Laki-laki 52 tahun Baru Negatif Drop out 1

300 Laki-laki 27 tahun Baru Negatif Drop out 1

301 Perempuan 19 tahun Baru 3+ Sembuh 1

302 Laki-laki 40 tahun Pengobatan setelah lalai 3+ Sembuh 1

303 Laki-laki 58 tahun Pengobatan setelah lalai Negatif Pengobatan lengkap 1

304 Laki-laki 57 tahun Baru 3+ Sembuh 1

305 Perempuan 19 tahun Baru 3+ Sembuh 1

306 Laki-laki 22 tahun Baru 3+ Drop out 1

307 Perempuan 40 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

308 Perempuan 32 tahun Baru Negatif Drop out 1

309 Laki-laki 60 tahun Baru 3+ Pengobatan lengkap 1

310 Laki-laki 60 tahun Baru Negatif Pengobatan lengkap 1

311 Perempuan 59 tahun Baru 3+ Sembuh 1

312 Perempuan 23 tahun Baru Negatif Drop out 1

313 Laki-laki 56 tahun Baru Negatif Drop out 1

314 Laki-laki 54 tahun Baru 3+ Drop out 1


(5)

Frequency Table

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Remaja awal 3 1.0 1.0 1.0

Remaja akhir 78 24.8 24.8 25.7

Dewasa awal 61 19.4 19.4 45.1

Dewasa akhir 34 10.8 10.8 55.9

Lansia awal 67 21.3 21.3 77.1

Lansia akhir 48 15.2 15.2 92.4

Manula 24 7.6 7.6 100.0

Total 315 100.0 100.0

Jenis_kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 213 67.6 67.6 67.6

Perempuan 102 32.4 32.4 100.0

Total 315 100.0 100.0

Tipe_penderita

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baru 288 91.4 91.4 91.4

Kambuh 14 4.4 4.4 95.9

Pindahan 13 4.1 4.1 100.0


(6)

Pemeriksaan_lab

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid (-) 210 66.7 66.7 66.7

(1+) 3 1.0 1.0 67.6

(2+) 2 .6 .6 68.3

(3+) 100 31.7 31.7 100.0

Total 315 100.0 100.0

Hasil_pengobatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sembuh 77 24.4 24.4 24.4

Pengobatan lengkap 129 41.0 41.0 65.4

Meninggal 1 .3 .3 65.7

Default/drop out 107 34.0 34.0 99.7

Pindah 1 .3 .3 100.0

Total 315 100.0 100.0

Kategori_pengobatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kategori I 306 97.1 97.1 97.1

Kategori II 9 2.9 2.9 100.0