Representasi Nasionalisme Dalam Film Dokumenter Cerita Dari Tapal Batas (Analisis Semiotika Roland Pada Film Dokumenter Cerita Dari Tapal Batas Karya Wisnu Adji)

(1)

REPRESENTASI NASIONALISME DALAM FILM

DOKUMENTER CERITA DARI TAPAL BATAS

(Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Film Dokumenter Cerita

Dari Tapal Batas Karya Wisnu Adji)

ARTIKEL

Oleh :

ADE INDRA IRAWAN NIM : 41810095

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG 2015


(2)

ABSTRACT

REPRSENTATION OF NATIONALISM IN DOCUMENTARY

MOVIE OF CERITA DARI TAPAL BATAS

(ROLAND BARTHES SEMIOTIC ANALYSIS OF DOCUMENTARY MOVIE OF CERITA DARI TAPAL BATAS

IN THE WORKS OF WISNU ADJI)

By

ADE INDRA IRAWAN

NIM: 41810095

The minithesis is prepared under guidance of

Adiyana Slamet, S.IP., M.Si.

The study is designed to understand semiotic meaning of

nationalism in documentary movie of Cerita Dari Tapak Batas,

analyze any meaning found in the movie related to nationalism:

denotation, connotation, myth/ideology in Roland Barthes.

The study is qualitative research using Roland Barthes semiotic

analysis. The techniques of data collection used are literature studies,

documentation, and investigation of online data. The object under

analysis is sequence found in the documentary movie of Cerita Dari

Tapal Batas by adopting 7 sequences.

The results of the study suggest three meanings are suitable to

Roland Barthes semiotic. The meaning of denotation found in movie

sequence of Cerita Dari Tapal Batas show any nationalism mark of

Martini whose profession is teacher and Kusnadi as medical aide

served in a border region. The meaning of connotation represents the

lack of government interest in education, health, and economics. The

meaning of myth/ideology is visible in teacher and medical aide task;

they are select individuals, as those tasks need for individuals having

the spirit of high nationalism.

The study give film-makers with suggestions to make a film by

adopting reality found in a community into an attractive film and,

thus, the film should contain well conceivable moral value by the

public.


(3)

I. Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Film Cerita dari Tapal Batas ini mengisakan dedikasi dan semangat dari seorang guru dan mantri yang mengabdikan hidupnya bagi masyarakat yang terisolir di beranda terdepan negeri kita, Indonesia.

Film ini bercerita tentang kehidupan masyarakat di daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, masyarakat disana terlihat banyak kekurangan, entah mungkin karena letak mereka yang jauh dari akses pemerintahan dan pembangunan sehingga jadi kurang diperhatikan, dimulai dari masalah pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. pendidikan disana terlihat sangat kurangnya perhatian dari pemerintah Indonesia, terlihat dengan kurangnya guru di sekolah SDN 14 Badat Baru, Entikong, Kalimantan Barat. Dalam film ini terlihat satu adegan dimana seorang guru bernama Martini, tiap hari Martini mengajar di sekolah tersebut harus berjalan kaki selama 8 jam. Di sekolah SDN 14 Badat Baruhanya ada satu guru yang mengajar, selain bertindak sebagai guru, Martini juga sekaligus sebagai kepala sekolah di sekolah tersebut.

Kisah Kusnadi, seorang mantri kesehatan yang kerap menjelajahi lima desa setiap dua minggu sekali, demi memberikan pelayanan pengobatan bagi masyarakat di beranda terdepan tanah air tersebut. Dengan memanggul obat-obatan, ia pun datang dari satu dusun ke dusun lainnya, untuk memberikan pengobatan kepada penduduk yang sakit. Mulai dari darah tinggi, demam, hingga malaria.

Cerita dari Tapal Batas merupakan film yang sarat dengan pesan-pesan nasionalisme yang begitu tinggi untuk sebuah harapan adanya keadilan dari sebuah negara, yaitu negara Indonesia. Dalam film ini isu pertama yang diangkat adalah cerita mengenai nasib penduduk atau nasib masyarakat di perbatasan Indonesia-Malaysia di daerah Dusun Badat Baru di wilayah Entikong, Kalimantan Barat. Tentang pendidikan yang masih tertinggal, tentang perekonomian yang jauh dari kesetaraan serta jauh dari realita kemerdekaan. Jauhnya pusat pemerintahan, membuat kontrol terhadap pendidikan, perekonomian, dan kemerdekaan di dusun badat baru ini sangat lemah jauh dari harapan.

Film ini bukan hanya menampilkan sisi lain dari wilayah perbatasan, namun juga memiliki nilai-nilai mengenai arti nasionalisme yang dapat dilihat dari pesan verbal maupun nonverbalnya. Hal itu lah yang didasari peneliti untuk mengangkat film tersebut pada penelitian ini. Inti dari film ini adalah mengajak kepada masyarakat


(4)

Indonesia khususnya bagi pemerintah Indonesia untuk merasakan bagaimana isi kehidupan yang sebenarnya terjadi di perbatasan Indonesia-Malaysia yang di dalamnya memberikan gambaran mengenai pesan nasionalisme pada beberapa adegannya.

Nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikan kepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa (Hartanto 2013:159)

film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan cerita nyata, dilakukan pada lokasi yang seseungguhnya. Juga sebuah gaya dalam memfilmkan dengan efek realitas yang diciptakan dengan cara penggunaan kamera, suara, dan lokasi. Selain mengandung fakta, film dokumenter juga mengandung subjektivitas pembuatannya, yakni sikap atau opini pribadi terhadap suatu peristiwa. Film dokumenter bisa menjadi wahana untuk mengungkapkan realitias dan menstimulasi perubahan (dalam Zoebazary, 2009).

2. Rumusan Masalah Makro

Bagaimana Representasi nasionalisme dalam Film Cerita dari Tapal Batas?

3. Rumusan Masalah Mikro

1. Bagaimana tanda denotatif pesan nasionalisme dalam Film Cerita Dari Tapal Batas?

2. Bagaimana tanda konotatif pesan nasionalisme dalam Film Cerita Dari Tapal Batas?

3. Bagaimana mitos/ideologi pesan nasionalisme dalam Film Cerita Dari Tapal Batas?

II. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang dilakukan itu diamati oleh indera manusia, empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mempengaruhi cara-cara yang digunakan. Sistematisnya artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yakni salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses


(5)

berpikir induktif. Yaitu, jenis penalaran yang melangkah dari suatu yang khusus ke yang umum. Peneliitian kualitatif dilakukan untuk mengemukakan gambar atau pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atas suatu realitas komunikasi terjadi.

Penelitian kualitatif merupakan metode yang didasarkan pada intrepretasi penulis atau peneliti. Penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (Kuntjara, 2006:9)

Sedangkan metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atas perilaku yang diamati. Pendekatanya diarahkan pada latar dan individu secara utuh. (Maleong, 2002:3)

III. Pembahasan

1. Makna Denotatif pada film Dokumenter Cerita Dari Tapal Batas

Sequence-1 Seorang anak dengan menggunakan pakaian tidak seragam sedang melakukan sikap penghormatan terhadap bendera Merah Putih di saat melakukan upacara bendera dimana hal ini menunjukkan bahwa tidak seragamnya pakaian dalam bersekolah tetapi anak-anak di desa Entikong memiliki jiwa nasionalisme yang sangat tinggi, tidak dilihat dari seragam apa yang mereka pakai namun dilihat dari mana mereka berpijak.

Sequence-2 Terlihat martini memakai topi dengan latar belakang sungai yang besar dengan menggunakan sebuah perahu untuk sampai di tempat dimana Martini mengabdi. Jarak yang memakan tempuh waktu selama 8-12 jam dan pada musim hujan gelombang besar pun tidak menjadi halangan Martini untuk mengabdi kepada negara Indonesia.

Sequence-3 Terlihat Seorang Martini berjalan kaki dengan latar belakang keadaan sebuah perkebunan yang begitu hijau dengan suara burung-burung yang berkicau dengan merdu. Dimana martini berkata berprofesi sebagai guru merasa terpanggil disitu lah letak nasioalisme yang terlihat dari seorang Martini.

Sequence-4. Martini sedang mengajar anak-anak di dalam kelas dengan latar belakang dalam kelas yang dalam keadaan kurang layak untuk di jadikan tempat anak-anak belajar. Hal tersebut tidak menjadi sebuah hambatan bagi Martini untuk memberikan sebuah ilmu pengetahuan terhadap murid-muridnya dan tidak menjadi sebuah hambatan juga bagi murid-murid disana untuk mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru Martini.

Sequence-5 Kusnadi yang bertugas sebagai Mantri kesehatan yang memakai baju abu, celana warna hijau, dan membawa sebuah tas yang didalamnya terdapat obat-obatan untuk memberikan bantuan kesehatan kepada masyarakat di perbatasan. Untuk sampai ke tempat yang dituju Kusnadi harus melewati medan jalan yang sangat menghawatirkan seperti mengancam nyawa melewati arus jalan berapa jam, badai, angin topan yang datang melewati hutan lindung

Sequence-6 Terlihat salah satu warga yang memakai topi dan baju warna biru yang terlihat identik dengan petani dengan latar belakang tumpukan padi, dimana bertani merupakan sebagian besar mata pencaharian mereka. Dan terlihat juga gambar sebuah buku yang bergambar bendera indonesia dimana meskipun hidup di perbatasan


(6)

pengetahuan tentang sebuah negara atau nasionalisme harus di tekankan sejak dini agar tau bahwa mereka itu adalah warga negara Indonesia.

Sequence-7 Terlihat Martini yang memakai baju biru muda degan latar belakang sekolah dimana Martini mengajar, Kusnadi pun serupa yang memakai baju abu dengan latar belakang sebuah pemandangan perkebunan yang indah tetapi tidak sesuai dengan rumah-rumah yang berdiri disana dengan kata layak

2. Makna Konotatif pada Film Dokumenter Cerita Dari Tapal Batas

Sequence-1 Makna konotatif yang diambil dari seorang anak yang sedang melakukan penghormatan saat melakukan upacara bendera dengan menyayikan lagu Indonesia Raya, anak itu ingin menunjukkan sebuah arti tanda nasionalisme yang begitu tinggi meski ia berada di perbatasan negara dengan kurangnya sarana dan prasarana yang bisa memenuhi kebutuhan mereka untuk bersekolah.

Selain itu Makna Konotatif juga dapat dilihat dari ungkapan

Martini yang menyebutkan bahwa “Dari berdirinya sekolah ini belum

pernah tersentuh oleh seorang guru yang bertahan selama 8 tahun seperti

saya ini”, dari apa yang di katakan oleh Martini seolah-olah ingin menyampaikan pesan terhadap khalayak bahwa sekolah di perbatasan sangat membutuhkan seorang pendidik.

Dari keenam prosedur yang dijelaskan Barthes, pada sequence pertama ini terdapat satu unsur yaitu pose/sikap yaitu gerak tubuh yang berdasarkan stock of sign yang menimbulkan arti pose seorang anak yang sedang melakukan penghormatan saat upacara sekolah. Selain itu terlihat dari segi photogenia pengambilan angle saat seorang anak melakukan penghormatan kepada bendera merah putih dengan pengambilan gambar dengan medium close agar menyampaikan pesan nasionalisme terhadap masyarakat luas atau khalayak.

Sequence-2 makna Konotatif di ambil dari wajah Martini dengan pengambilan gambar secara Establishing Shot dimana wajah martini yang terlihat begitu lelah tertutup topi dalam perjalanan menuju dimana Martini mengajar namun dengan semangat yang lebih walaupun perjalanan menggunakan sampan melewati deras air yang cukup deras menunjukkan bahwa dengan perjalanan yang cukup jauh dan cukup melelahkan tidak membuat Martini menyerah untuk tetap mengabdi kepada Negara Indonesia.

Makna konotatif juga dapat dilihat dari ungkapan Martini yang

mengungkapkan “Transportasi untuk kesini ini menggunakan sampan

lewat sungai, jarak waktu nya itu bisa memakan 8 jam kadang 12 jam” dari

apa yang dikatakan oleh Martini merupakan pernyataan bahwa ingin menunjukan tanda nasionlaisme seorang Martini untuk menjadi seorang pendidik meski perjalanan untuk ke sekolah memakam waktu yang cukup lama.

Dari keenam prosedur barthes, pada sequence ini terdapat satu unsur yaitu pose/sikap dimana yaitu gerak tubuh yang berdasarkan stock of sign dengan pengambilan gambar secara Establishing Shot bertujuan memperkenalkan situasi tertentu dimana Martini untuk sampai ke tempat ia bekerja harus melalui sungai dengan arus yang cukup deras dengan menggunakan sebuah sampan.


(7)

Sequence-3 Makna Konotatif dalam sequence ini dilihat dari dimana Martini berjalan dengan lantunan lagu dari piano dengan pengambilan gambar secara Long Shot menunjukkan bahwa keadaan di daerah perbatasan dengan di kelilingi hutan lindung tidak menyurutkan niat seoranng Martini untuk menjadi seroang pendidik.

Barthes, pada sequence ketiga ini terdapat unsur yaitu estetika yaitu dalam hal ini berkaitan dengan pengkomposisikan gambar secara keseluruhan sehingga menimbulkan makna-makna tertentu. Sedangkan dari segi photogenia yaitu lebih banyak mengambilan gambar secara long Shot.

Sequence-4 Potongan film ini merupakan sebuah sequence dalam film dimana dari sequence ini terdiri dari beberapa sequence yang diambil dari beberapa shot. Makna Konotatif yang diambil dari sequence mengambil dari gerak tubuh dan wajah Martini saat mengajar di kelas dengan latar belakang kelas yang jauh dari kata layak. Martini begitu semangat mengajar anak-anak mulai dari pelajaran kelas 1 sampe kelas 6.

Makna konotatif juga dapat dilihat dari ungkapan Martini “saya sebagai peran tunggal disini” dari apa yang dikatakan martini sebagai sebuah penegasan kalau di SD 14 badat butuh seorang pendidik agar saat Martini mengajar memberikan pengajaran terhadap murid-muridnya lebih makimal.

Terdapat beberapa tahapan konotasi dalam sequence ini yaitu pose/sikap dimana yaitu gerak tubuh yang berdasarkan stock of sign dengan pengambilan gambar secara Establishing Shot bertujuan memperkenalkan situasi tertentu dimana Martini sedang mengajar anak-anak di sekolah SD 14 Badat dimana martini bekerja.

Sequence-5 Potongan film ini merupakan sebuah sequence dalam film dimana dari sequence ini terdiri dari beberapa sequence yang diambil dari beberapa shot. Makna Konotatif yang diambil dapat dilihat dari Gambar Pertama dengan pengambilan gambar secara Long Shot, menunjukkan saat Kusnadi sebagai Mantri kesehatan berjalan melewati hutan lindung menggambarkan letak jauhnya kesetaraan di masyarakat perbatasan dari mulai kurangnya perhatian pemerintah dalam hal kesehatan.

Makna Konotatif juga dapat dilihat dari Gambar Kedua dengan pergerakan kamera secara Zoom dimana ungkapan Kusnadi bahwa Kusnadi melakukan hal ini dengan ikhlas tanpa pamrih hal ini menegaskan bahwa seorang Kusnadi ingin memberikan kesenangan walaupun hanya dalam bentuk memberikan pengobatan dan kesehatan bagi masyarakat sekitar.

Dari keenam prosedur yang dijelaskan barthes, pada sequence ini terdapat satu unsur yaitu estetika yaitu dalam hal ini berkaitan dengan pengkomposisikan gambar secara keseluruhan sehingga menimbulkan makna-makna tertentu. Sedangkan dari segi photogenia yaitu lebih banyak mengambilkan gambar secara long shot dimana ingin menunjukkan suatu pesan tertentu.

Sequence-6 Makna konotatif yang diambil dari sequence ini dilihat dari pakaian seorang warga yang bekerja sebagai petani menunjukkan tidak terlihatnya kemakmuran atau kesetaraan di beranda perbatasan. Dan


(8)

Indonesia” ungkapan tersebut menggambarkan jauhnya perhatian dari

pemerintah seakan kemerdekaan tidak dirasakan oleh masyarakat kecil seperti masyarakat yang hidup di perbatasan.

Dari keenam prosedur yang dijelaskam Barthes, pada sequence ini terdapat satu unsur yaitu Objek adalah sesuatu (benda-benda atau objek) yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesimpulan atau diasosiasikan dengan ide-ide tertentu.

Dalam gambar kedua terlihat beberapa buku indonesia menunjukkan bahwa di perbatasan masih memerlukan sebuah pengetahuan tentang kebangsaan, kalau pengetahuan tentang nasinalis itu harus diciptakan sedari kecil agar tau mereka bepijak dimana.

Sequence-7 Makna konotatif yang diambil dari sequence ini diambil dalam gambar pertama dengan pengambilan gambar secara Close

Up, dimana saat Martini berkata “bendera di sekolah itu harus selalu di

kibarkan selama 24 jam menunjukan bahwa kita ini adalah inilah

Indonesia” dari apa yang dikatakan Martini merupakan sebuah penjelasan

bahwa kita bangga sebagai warga negara Indonesia.

Makna konotatif juga dapat dilihat dari Gambar kedua dengan pengambilan gambar secara Close Up, dimana seorang mantri Kusnadi dengan ekspresi wajah yang santai namun terlihat seperti memberikan harapan bahwa dikatakan nasionalisme itu adalah melakukan sesuatu tanpa ada nya jasa melakukannya dengan ikhlas karena menurutnya masyarakat sehat negara pun kuat.

Dari keenam prosedur barthes, pada sequence ini terdapat satu unsur yaitu pose/sikap dimana yaitu gerak tubuh yang berdasarkan stock of sign dengan pengambilan gambar secara Establishing Shot bertujuan untuk memperkenalkan situasi yang ada disekitar pada gambar yang terdapat di sequence ini terlihat Martini dan Kusnadi menceritakan arti sebuah nasionalisme dengan mimik muka dengan penuh harapan masyarakat perbatasan khususnya ingin lebih baik dan lebih maju dari sekarang ini.

3. Makna Mitos/Ideologi Pada Film Dokumenter Cerita Dari Tapal Batas

Sequence-1 Mitos yang terdapat dari sequence ini adalah

“sepanjang sejarah berdirinya SD 14 Badat Entikong Kalimantan Barat,

belum ada seorang guru yang mampu bertahan selama 8 tahun seperti

Martini”

Maksud mitos/ideologi diatas adalah dimana selama berdirinya sekolah SD 14 Badat belum ada yang sampai bertahan selama 8 tahun seperti seorang Martini. Berprofesi sebagai guru merupakan profesi yang tidak sembarang orang yag bisa melakukannya. Dengan berada di beranda perbatasan bukan hanya profesi yang dilakukan namun dengan hati yang berjiwa nasionalisme yang bisa membuat seorang guru khususnya martini yang bisa bertahan selama 8 tahun.

Sequence-2 Mitos yang terdapat dalam sequence ini adalah “untuk sampai di SDN 14 Badat ini jarak waktu bisa memakan waktu 8 jam

sampai 12 jam”

Maksud mitos/ideologi diatas adalah pada jaman sekarang ini orang-orang saling bermewah-mewahan dalam hal materi, dengan fasilitas yang serba canggih dari mulai kendaraan atau pun dari segi tekhnologi, bebannding terbalik dengan masyarakat di perbtasan dengan sulitnya akses


(9)

jalan untuk menuju tempat dituju harus melewati sungai dengan arus sungai yang cukup deras dengan menggunakan sampan.

Hal ini lah yang dilakukan oleh seorang Martini untuk menuju dimana Martini bekerja, mengabdi dan memberikan ilmu pengethuan kepada anak-anak di beran perbatasan Indonesia-malaysia. Dengan jarak tempuh memakan waktu 8jam sampai 12 jam tidak mengurungkan niat Martini untuk selalu memberikan pengabdian kepada negara Indonesia.

Sequence-3 Mitos yang terdapat dalam sequence ini adalah ketika

“Martini mengungkapkan alasan memilih berprofesi sebagai guru karena merasa terpanggil”

Maksud mitos/ideologi diatas adalah setiap manusia ingin memiliki kehidupan yang lebih baik dari segi ekonomi. Tapi tidak seorang martini yang memilih bekerja sebagai guru merasa terpanggil. Memilih bekerja sebagai guru di perbatasan merupakan jiwa nasionalisme yang sangat kuat di diri Martini karena ia hanya ingin masyarakat di perbatasan khususnya dalam masalah hal pendidikan ingin menjadi lebih maju dan di perhatikan oleh pemerintah Indonesia.

Sequence-4 Mitos yang terdapat dalam sequence ini adalah “ketika Martini berkata saya sebagai peran tunggal di SDN 14 Badat, Entikong,

Kalimantan barat.”

Maksud mitos/ideologi diatas adalah berprofesi sebagai guru yang dilakukan oleh seorang Martini bukanlah pekerjaan yang mudah. Pada umumnya bekerja sebagai guru hanya memberikan pengajaran atau memberikan ilmu kepada murid-muridnya, namun berbeda dengan Martini ia bekerja bukan hanya sebagai guru namun sebagai peran tunggal di sekolah tersebut.

Berperan sebagai staff, sebagai kepala sekolah, sebagai juru kunci, sebagai pesuruh merupakan peran Martini selain berprofesi sebagai guru. Dengan banyak peran diseolah tersebut menandakan nasionalisme yang terdapat di seorang Martini karena melakoni peran seorang guru pada umumnya.

Sequence-5 Mitos yang terdapat di dalam sequence ini adalah

ketika Kusnadi mengungkapkan “melihat warga sembuh dari penyakit kita pun ikut senang”

Maksud mitos/ideologi diatas adalah berprofesi sebagai mantri kesehatan bukanlah hal yang sangat mudah dengan medan yang sangat sulit untuk ditempuh menjadi niali tersendiri bagi seorang Kusnadi. Dengan tidak melihat dari seberapa besar ia harus mendapatkan imbalan yang besar tapi kusnadi masih memikirkan hal lain seperti kurangnya perhatian dari pemerintah dimulau dari hal kesehatan membuat seorang Kusnadi merasa terpaggil untuk menjadi seorang mantri kesehatan..

Dengan melihat warga sembuh dari penyakit yang diderita menjadi kabar baik dan bahagia bagi kusnadi karena hal itulah yang diinginkan oleh seorang kusnadi disamping memilih mendapatkan imbalan dari apa yang ia lakukan.

Sequence-6 Mitos yang terdapat dalam sequence ini ketika Martini

berkata “Garuda didadaku tapi tidak semua warga indonesia memiliki

garuda didadaku malah yang ada bendera garuda di belakangku”

Maksud mitos/ideologi diatas adalah identik dengan berjiwa nasionalis adalah garuda didadaku namun berbanding terbalik dengan yang


(10)

terjadi di masyarakat perbatasan, yang nampak adalah garuda dibelakangku maksudnya adalah soal kemerataan, baik itu dalam hal pendidikan, kesehatan, ekonomi., sangat jauh dari kata kemerdekaan yang selalu di kumandangkan ketika hari kemerdekaan itu dirayakan.

Sequence-7 Mitos yang terdapat dalam sequence ini adalah ketika

Kusnadi berkata “Nasionalisme menurut saya adalah melakukan sesuatu tanpa pamrih”

Maksud mitos/ideologi diatas adalah pada jaman sekarang melakukan segala hal pasti selalu diakhiri dengan apa yang kita dapat (imbalan) namun tidak dengan Martini dan Kusnadi mereka melakukan profesi mereka sebagai guru dan mantri kesehatan dengan ikhlas tanpa pamrih. Karena menurut mereka bekerja untuk mengabdi kepada negara tidak harus dengan apa yang kita dapat namun dengan melihat masyarakatnya senang mereka pun ikut senang.

IV. Simpulan

Film merupakan salah satu media komunikasi yang mengandung banyak tanda yang sarat akan makna, oleh karena itu diperlukan metode semiotika dalam menganalisis sebuah film untuk dapat mengupas tanda-tanda. Film memiliki pesan-pesan tertentu tergantung dari hasil gagasan sutradara. Gagasan ini menjadi tanda yang akan memberikan suatu makna tersendiri yang akan bergantung dari masing-masing khalayak yang menyaksikannya. Dalam penelitian ini, analisis semiotika dipahami sebagai suatu cara memahami film Cerita Dari Tapal Batas yang menggambarkan tanda Nasionalisme tanda visual dan teks yang kemudian mengungkap tanda pesan didalamnya.

Penulis melakukan penganalisisan secara mendalam pada film Cerita Dari Tapal Batas, sesuai dengan tujuan penelitian maka penulis menarik kesimpulan :

1. Makna denotasi mengenai adegan tanda nasionalisme adalah :

Sequence-1 : Seorang anak dengan menggunakan pakaian tidak seragam sedang melakukan sikap penghormatan terhadap bendera Merah Putih di saat melakukan upacara bendera dimana hal ini menunjukkan bahwa tidak seragamnya pakaian dalam bersekolah tetapi anak-anak di desa Entikong memiliki jiwa nasionalisme yang sangat tinggi, tidak dilihat dari seragam apa yang mereka pakai namun dilihat dari mana mereka berpijak, sequence-2: Terlihat martini memakai topi dengan latar belakang sungai yang besar dengan menggunaka, sebuah perahu menunjukkan untuk memberikan sebuah ilmu kepada anak-anak di perbatasan tidak harus dengan kemewahan seperti kota-kota besar, sequence-3: Terlihat Seorang Martini berjalan kaki dengan latar belakang keadaan sebuah perkebunan yang begitu hijau dengan suara burung-burung yang berkicau dengan merdu. Dimana martini berkata berprofesi sebagai guru merasa terpanggil disitu lah letak nasioalisme yang terlihat dari seorang Martini, sequence-4: Martini sedang mengajar anak-anak di dalam kelas dengan latar belakang dalam kelas yang dalam keadaan kurang layak untuk di jadikan tempat anak-anak belajar, sequence-5: Kusnadi yang bertugas sebagai Mantri kesehatan yang memakai baju abu, celana warna hijau, dan membawa sebuah tas yang didalamnya terdapat obat-obatan untuk memberikan bantuan kesehatan kepada masyarakat di perbatasan, sequence-6: Terlihat salah satu warga yang memakai topi dan baju warna biru yang terlihat identik dengan petani dengan latar belakang tumpukan padi, dimana bertani merupakan sebagian besar mata pencaharian merek, sequence-7: Terlihat Martini yang memakai baju biru muda degan latar belakang sekolah dimana Martini


(11)

mengajar, Kusnadi pun serupa yang memakai baju abu dengan latar belakang sebuah pemandangan perkebunan yang indah tetapi tidak sesuai dengan rumah-rumah yang berdiri disana dengan kata layak.

2. Makna konotasi mengenai adegan tanda nasionalisme adalah:

sequence-1: ungkapan Martini yang menyebutkan bahwa “Dari berdirinya sekolah ini belum pernah tersentuh oleh seorang guru yang bertahan selama 8 tahun

seperti saya ini”, dari apa yang di katakan oleh Martini seolah-olah ingin menyampaikan pesan terhadap khalayak bahwa sekolah di perbatasan sangat membutuhkan seorang pendidik, sequence-2: wajah Martini yang terlihat begitu lelah tertutup topi dalam perjalanan menuju dimana Martini mengajar namun dengan semangat yang lebih walaupun perjalanan menggunakan sampan melewati deras air yang cukup deras menunjukkan bahwa dengan perjalanan yang cukup jauh dan cukup melelahkan tidak membuat Martini menyerah untuk tetap mengabdi kepada Negara Indonesia, sequence-3: ungkapan martini “saya ingin pendidikan di desa terpencil dan desa terisolir seperti desa Badat ini lebih maju

kedepannya tidak seperti ini” dari apa yang dikatakan Martini ada sebuah harapan

yang lebih ingin pendidikan di beranda perbatasan lebih maju dari apa yang diharapkan, sequence-4: gerak tubuh dan wajah Martini saat mengajar di kelas dengan latar belakang kelas yang jauh dari kata layak. Martini begitu semangat mengajar anak-anak mulai dari pelajaran kelas 1 sampe kelas 6, sequence-5: ungkapan Kusnadi bahwa Kusnadi melakukan hal ini dengan ikhlas tanpa pamrih hal ini menegaskan bahwa seorang Kusnadi ingin memberikan kesenangan walaupun hanya dalam bentuk memberikan pengobatan dan kesehatan bagi masyarakat sekitar, sequence-6: pakaian seorang warga yang bekerja sebagai petani menunjukkan tidak terlihatnya kemakmuran atau kesetaraan di beranda

perbatasan. Dan beliau berpendapat “saya memang warga Indonesia tapi saya tidak tau Indonesia” ungkapan tersebut menggambarkan jauhnya perhatian dari

pemerintah seakan kemerdekaan tidak dirasakan oleh masyarakat kecil seperti masyarakat yang hidup di perbatasan, sequence-7: pakaian seorang warga yang bekerja sebagai petani menunjukkan tidak terlihatnya kemakmuran atau

kesetaraan di beranda perbatasan. Dan beliau berpendapat “saya memang warga

Indonesia tapi saya tidak tau Indonesia” ungkapan tersebut menggambarkan jauhnya perhatian dari pemerintah seakan kemerdekaan tidak dirasakan oleh masyarakat kecil seperti masyarakat yang hidup di perbatasan.

3. Mitos tanda nasionalisme dalam film Cerita Dari Tapal Batas adalah:

(1). sepanjang sejarah berdirinya SD 14 Badat Entikong Kalimantan Barat, belum ada seorang guru yang mampu bertahan selama 8 tahun seperti Martini, (2). sampai di SDN 14 Badat ini jarak waktu bisa memakan waktu 8 jam sampai 12 jam, (3). ketika Martini mengungkapkan alasan memilih berfrofesi sebagai guru karena merasa terpanggil, (4). ketika Martini berkata saya sebagai peran tunggal di SDN 14 Badat, Entikong, Kalimantan barat, (5). ketika Kusnadi mengungkapkan melihat warga sembuh dari penyakit kita pun ikut senang, (6)

ketika Martini berkata “Garuda didadaku tapi tidak semua warga indonesia memiliki garuda didadaku malah yang ada bendera garuda di belakangku”, (7). ketika Kusnadi berkata “Nasionalisme menurut saya adalah melakukan sesuatu


(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku :

Ardianto, Komala, Karlinah. 2012. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media.

Barthes, Roland. 2010. Imaji, Musik, Teks. Penerjemah, Agustinus Hartono. Yogyakarta, Jalasutra

Effendy Uchana. Onong 2013.Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek: Cetakan kedua puluh lima Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Fiske, John 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi-Edisi Ketiga.Cetakan Kedua. Penerjemah. Hapsari Dwiningtyas. Jakarta. PT Rajagrafindao Persada.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Cetakan Ketiga. Jakarta. Kencana

Halim, Syaiful. 2013. Postkomodifikasi Media. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Jalasutra.

Mulyana, Deddy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana. Deddy. 2013. Metedologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Cetakan kedelapan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. ,

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi, Cetakan Keempat. Bandung. Remaja Rosdakarya

Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

2. Skripsi :

Irfianto, Irfan, 2010 Makna Kekerasan Pada Film Dokumenter Jagal (The Act Of Killing). Bandung : UNIKOM

Niugroho, Eko .Representasi Rasisme dalam Fim “This Is England”. Bandung : UNIKOM

Pradita , Abbas Fauzie . Representasi makna kesetiaan

dalam Film “Hachico: A Dog’s Story Karya Lasse Hallstrom.

Bandung : UNIKOM

Yuniarda, Rilly . 2010 .Representasi Diskriminasi Terhadap Perempuan dalam Film Perempuan Berkalung Sorban pendekatan analisis Semiotika Roland Barthes. Bandung : UNPAD

3. Sumber Online:

http://setda.sanggau.go.id

http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertia n-film.html

http://www.tuanguru.com/2012/07/pengertian-nasionalisme.html


(13)

REPRESENTASI NASIONALISME DALAM FILM DOKUMENTER

CERITA DARI TAPAL BATAS

(Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Film Dokumenter Cerita Dari Tapal Batas Karya Wisnu Adji)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh,

ADE INDRA IRAWAN NIM. 41810095

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(14)

(15)

(16)

iv ABSTRAK

REPRESENTASI NASIONALISME DALAM FILM DOKUMENTER CERITA DARI TAPAL BATAS

(ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES PADA FILM DOKUMENTER CERITA DARI TAPAL BATAS KARYA WISNU ADJI)

Oleh:

ADE INDRA IRAWAN NIM: 41810095

Skripsi ini di bawah bimbingan: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna semiotik tentang nasionalisme yang terdapat dalam film dokumenter Cerita Dari Tapal Batas, menganalalisis apa saja makna yang terdapat dalam film tersebut yang berkaitan dengan nasionalisme, yaitu makna denotasi, makna konotasi, mitos/ideologi menurut Roland Barthes.

Penelitian ini merupakan Penelitian Kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, studi dokumentasi, dan penelusuran data online. Objek yang dianalisis merupakan sequence yang terdapat dalam film dokumentasi Cerita Dari Tapal Batas dengan mengambil 7 sequeence.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga makna sesuai dengan semiotik Roland Barthes. Makna denotasi yang terdapat pada sequence film Cerita Dari Tapal Batas memperlihatkan adanya tanda nasionalisme dari seorang Martini yang berprofesi sebagai guru dan seorang Kusnadi sebagai mantri kesehatan yang mengabdi di daerah perbatasan. Makna konotasi ini menunjukkan bahwa kurangya perhatian dari pemerintah dari mulai, pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Makna mitos/ideologi terlihat dari pekerjaan seorang guru dan mantri ini merupakan orang-orang terpilih karena pekerjaan seperti ini membutuhksn orang-orang berjiwa nasionalisme yang tinggi.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa film Cerita Dari Tapal Batas mengandung pesan nasionalisme dilihat dari Martini yang berprofesi sebagai guru merasa terpanggil dan Kusnadi sebagai Mantri kesehatan melakukan pekerjaan seperti ini dengan ikhlas tanpa pamrih.

Peneliti memberikan saran kepada para sineas agar dapat membuat sebuah film dengan mengangkat realita yang ada di masyarakat ke dalam sebuah film dengan tampilan yang menarik, dan film tersebut harus mengandung nilai yang dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat luas.


(17)

v

ABSTRACT

REPRSENTATION OF NATIONALISM IN DOCUMENTARY MOVIE OF CERITA DARI TAPAL BATAS

(ROLAND BARTHES SEMIOTIC ANALYSIS OF DOCUMENTARY MOVIE OF CERITA DARI TAPAL BATAS

IN THE WORKS OF WISNU ADJI) By

ADE INDRA IRAWAN NIM: 41810095

The minithesis is prepared under guidance of Adiyana Slamet, S.IP., M.Si.

The study is designed to understand semiotic meaning of nationalism in documentary movie of Cerita Dari Tapak Batas, analyze any meaning found in the movie related to nationalism: denotation, connotation, myth/ideology in Roland Barthes.

The study is qualitative research using Roland Barthes semiotic analysis. The techniques of data collection used are literature studies, documentation, and investigation of online data. The object under analysis is sequence found in the documentary movie of Cerita Dari Tapal Batas by adopting 7 sequences.

The results of the study suggest three meanings are suitable to Roland Barthes semiotic. The meaning of denotation found in movie sequence of Cerita Dari Tapal Batas show any nationalism mark of Martini whose profession is teacher and Kusnadi as medical aide served in a border region. The meaning of connotation represents the lack of government interest in education, health, and economics. The meaning of myth/ideology is visible in teacher and medical aide task; they are select individuals, as those tasks need for individuals having the spirit of high nationalism.

The study give film-makers with suggestions to make a film by adopting reality found in a community into an attractive film and, thus, the film should contain well conceivable moral value by the public.


(18)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Karena atas rahmat,hidayah, dan Karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan usulan penelitian ini dengan judul “Representasi Nasionalisme dalam Film Dokumenter Cerita Dari Tapal Batas (analisis semiotika Roland Barthes pada Film Dokumenter Cerita Dari Tapal Batas Karya Wisnu Adji)”.

Atas ridho Allah SWT dan do’a dari orang tua peneliti serta berkat kegigihan yang dicanangkan oleh peneliti, doa, semangat, bimbingan serta bantuan yang peneliti terima baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, sehingga pada akhirnya peneliti pun dapat menyelesaikan penulisan usulan penelitian tersebut.

Tidak lupa juga, penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang Tua saya Babeh dan Mamah yang selalu memberikan support dan motivasi berupa doa, materi terima kasih atas dukungannya.

2. Yth. Bapak Prof.Dr.Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A , selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik periode 2010-sekarang, yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaannya kepada penulis untuk melaksanakan penyusunan usulan penelitian di Program Studi Ilmu


(19)

vii

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

3. Yth. Ibu Melly Maulin, S.Sos.,M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi periode 2014-sekarang, yang telah banyak membantu baik saat penulis melakukan kegiatan perkuliahan maupun saat mengurus berbagai perizinan yang cukup membantu kelancaran melaksanakan penyusunan usulan penelitian .

4. Yth. Sanggra Juliano, M.I.Kom selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu baik saat penulis melakukan kegiatan perkuliahan maupun saat memberikan arahan mengenai pelaksanaan penyusunan usulan penelitian.

5. Yth. Ibu Melly Maulin, S.Sos.,M.Si.,selaku dosen wali bagi penulis yang telah bannyak membantu saat penulis melakukan kegiatan perkuliahan dan memberikan motivasi untuk terus maju.

6. Yth. Bapak Adiyana Slamet,S.IP.,M.Si, selaku dosen pembimbing penulisan usulan penelitian, yang telah banyak membantu dan memberi bimbingan kepada penulis dalam penyusunan usulan penelitian.

7. Yth. Staf Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis dari awal sampai akhir perkuliahan. 8. Ibu Astri Ikawati, A.Md kom, selaku Sekretariat Program Studi Ilmu

Komunikasi serta ibu Ratna selaku Sekretasris Dekan FISIP Unikom yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya.


(20)

viii

9. Untuk teteh dan adikku beserta keluarga yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih untuk memberikan semangat dan doanya.

10. Special People in My Life, Anisa Muslimah, Dindin, Denny, Abhywidya, Gilang, Mulya, Novik, Ali yang selalu memberikan semangat dalam menyusun penelitian ini.

11. Rekan-rekan Ilmu Komunikasi ’10 dan Merekenyeh Family terimakasih atas segala kerja samanya, jangan pernah menyerah untuk menggapai cita-cita.

12. Untuk semua pihak yang telah mendukung hingga usulan penelitian terselesaikan, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk dukungannya.

Peneliti menyadari bahwa dalam pembuatan laporan inni ini masih diperlukan penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan pembuatan laporan ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandung, Agustu 2015 Peneliti

Ade Indra Irawan NIM.41810095


(21)

x

DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN. ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.2.1 Rumusan Masalah Makro ... 9

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro ... 9

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4Kegunaan Penelitian... 10

1.4.1Kegunaan Teoritis ... 10


(22)

xi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 12 2.1.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 12 2.2 Tinjauan Pustaka ... 16 2.2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 16 2.2.1.1 Komunikasi Sebagai Ilmu ... 16 2.2.1.2 Pengertian Komunikasi ... 16 2.2.2 Definisi Komunikasi Menurut Para Ahli ... 20 2.2.3TinjauanTentang Komunikasi Massa ... 20 2.2.3.1 Komunikasi Massa menggunakan Media Massa . 20 2.2.3.2 Fungsi Komunikasi Massa ... 22 2.2.3.3 Proses Komunikasi Massa ... 24 2.2.4 Makna Denotatif dan Konotatif... 24 2.2.5 Representasi ... 27 2.2.6 Tinjauan Tentang Film ... 29 2.2.6.1 Pengertian Film ... 29 2.2.6.2 Fungs Film ... 31 2.2.6.3 Jenis-jenis Film ... 31 2.2.6.4 Tata Bahasa Film ... 33 2.2.5 Semiotika ... 42 2.2.5.1 Teori Semiotika Menurut Para Ahli ... 44 2.2.6 Nasionalisme Menurut Para Ahli ... 46


(23)

xii

2.3 Karangka Pemikiran ... 47 2.3.1 Semiologi Roland Barthes ... 51

BAB III Metode Penelitian

3.1 Metode Penelitian ... 54 3.1.1 Desain Penlitian ... 55 3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 67 3.2.1 Studi Pustaka ... 67 3.3 Uji Keabsahan Data... 68 3.3.1 Triangulasi Data ... 68 3.4 Teknik Analisis Data ... 69 3.5 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 70 3.5.1 Lokasi Penelitian ... 70 3.5.2 Waktu Penelitian ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 72 4.1.1 Objek Penelitian ... 72 4.1.2 Sinopsis Film Dokumenter Cerita Dari Tapal Batas ... 73 4.1.3 Makna Denotatif Nasionalisme Film Cerita Tapal Batas 74 4.1.4 Makna Konotatif Nasionalisme Film Cerira Tapal Batas 84 4.1.5 Makna Mitos/Ideologi Nasionalisme ... 96 4.2 Pembahasan ... 104 4.2.1 Makna Denoatif Nasionalisme Film Cerita Tapal Batas.. 105


(24)

xiii

4.2.2 Makna Konotatif nasionalisme Film Cerita Tapal Batas 107 4.2.3 Makna Mitos/Ideologi Nasionalisme Cerita Tapal Batas 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 117 5.2 Saran ... 121 5.2.1 Saran Akademia ... 121 5.2.3 Saran Penonton ... 121 5.2.4 Saran Praktisi Film ... 122


(25)

xiv

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 2.1Tabel Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 13 Tabel 2.2 Tabel Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 14 Tabel 2.3 Tabel Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 15 Tabel 2.4 Tabel Proses Representasi Fiske ... 28 Tabel 3.1 Adegan-Adegan yang bermuatan tanda Nasionalisme ... 61 Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 71 Tabel 4.1 Makna atau Deskripsi Sequence-1 ... 74 Tabel 4.2 Makna atau Deskripsi Sequence-2 ... 75 Tabel 4.3 Makna atau Deskripsi Sequence-3 ... 77 Tabel 4.4 Makna atau Deskripsi Sequence-4 ... 78 Tabel 4.5 Makna atau Deskripsi Sequence-5 ... 79 Tabel 4.6 Makna atau Deskripsi Sequence-6 ... 81 Tabel 4.7 Makna atau Deskripsi Sequence-7 ... 82 Tabel 4.1 Makna atau Deskripsi Sequence-1 ... 84 Tabel 4.2 Makna atau Deskripsi Sequence-2 ... 86 Tabel 4.3 Makna atau Deskripsi Sequence-3 ... 87 Tabel 4.4 Makna atau Deskripsi Sequence-4 ... 89 Tabel 4.5 Makna atau Deskripsi Sequence-5 ... 90 Tabel 4.6 Makna atau Deskripsi Sequence-6 ... 92


(26)

xv

Tabel 4.7 Makna atau Deskripsi Sequence-7 ... 94 Tabel 4.1 Makna atau Deskripsi Sequence-1 ... 96 Tabel 4.2 Makna atau Deskripsi Sequence-2 ... 97 Tabel 4.3 Makna atau Deskripsi Sequence-3 ... 98 Tabel 4.4 Makna atau Deskripsi Sequence-4 ... 99 Tabel 4.5 Makna atau Deskripsi Sequence-5 ... 100 Tabel 4.6 Makna atau Deskripsi Sequence-6 ... 101 Tabel 4.7 Makna atau Deskripsi Sequence-7 ... 102


(27)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 2.1 Jarak Pengambilan Gambar ... 36 Gambar 2.2 Sudut Pengambilan Gambar ... 37 Gambar 2.3 Teknik Pergerakan Kamera ... 39 Gambar 2.4 Peta Tanda Roland Barthes ... 48 Gambar 2.5 Model Pengembangan Teori Konotasi Barthes ... 49 Gambar 2.6 Signifikasi Dua Tahap Barthes ... 50 Gambar 2.7 Model Kerangka Pemikiran ... 53 Gambar 3.1 Peta Tanda Roland Barthes ... 57 Gambar 3.2 Signifikasi Dua Tahap Barthes ... 59 Gambar 4.1 Cover Film Cerita Dari Tapal Batas ... 72


(28)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tinjauan pustaka bertujuan untuk menjelaskan teori yang relevan dengan masalah yang diteliti tinjauan pustaka berisikan tentang data-data sekunder yang peneliti peroleh dari jurnal-jurnal ilmiah atau hasil penelitian pihak lain yang dapat dijadikan asumsi-asumsi yang memungkinkan terjadinya penalaran untuk menjawab masalah yang diajukan peneliti.

2.1.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dalam tinjauan pustaka, peneliti mengawali degan menelaah penelitian terdahulu yang relevan. Dengan demikian, peneliti mendapatkan referensi pendukung, pelengkap, serta pembanding sehingga lebih memadai.

Tabel rekapitulasi penelitian terdahulu yang relevan sehingga dijadikan acuan antara lain sebagai berikut :


(29)

13

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Uraian

Nama Peneliti

Eko Nugroho Universitas Universitas Komputer Indonesia

Judul Penelitian

Representasi Rasisme dalam film “This Is England

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui makna semiotik tentang rasisme dalam film This Is England

Metode Penelitian

Pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika Roland Barthes.

Hasil Penelitian

Makna mitos/ideoligi yang terdapat dari imigran pakistan yang paling sering mendapat tindakan rasis termasif yang dilakukan

warga pribumi asli Inggris yang merasa berhak memperoleh “jatah singga” dan menikmati berbagai keistimewaan di atas penderitaan


(30)

14

Tabel 2.2

Tabel Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Uraian

Nama Peneliti Fauzie Pradita abbas

Universitas Universitas Komputer Indonesia

Judul penelitian

Representasi makna kesetiaan dalam film “Hachiko: A Dog’s

Story” karya Lasse Hallstrom

Tujan Penelitian

Usaha dalam meneliti representasi makna kesetiaan dalam film Hachiko: A Dog’s Story

Metode Penelitian

Pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika Roland Barthes

Hasil Penelitian

Peneliti membahas apa saja yang menjadi makna-makna yang terdapat dalam sequence yang menjadi subjek penelitian khususnya pada film hachiko : A Dog’s Story yang dijelaskan melalui pembedahan makna sayang, konotatif, serta mitos/ sayang.


(31)

15

Tabel 2.3

Tabel Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Uraian

Nama Peneliti Rilly Yuniarda

Universitas Universitas Padjadjaran, Jatinangor

Judul Penelitian

Representasi Diskriminasi Terhadap Perempuan Dalam Film Perempuan Berkalung Sorban

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adegan-adegan yang mengandung tanda-tanda diskriminasi terhadap perempuan

Metode Penelitian

Metode Penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis semiotika Roland Barthes.

Hasil Penelitian

Menunjukan bahwa terdapat enam adegan dalam film “Perempuan

Berkalung Sorban” yang secara khusus mempresentasikan

diskriminasi terhadap perempuan. Dari adegan tersebut, terindentifikasi mitos-mitos. Mitos perempuan tidak memiliki kebebasan untuk memilih: mitos perempuan tidak pantas untuk bergerak diruang publik; mitos perempuan dilarang menjadi pemimpin; mitos perempuan berguna ketika sudah menikah; mitos perempuan hak milik keluarga, dan mitos peran perempuan hanya terbatas pada ruang domestik.


(32)

16

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.2.1.1 Komunikasi Sebagai Ilmu

Sebagai ilmu, komunikasi menembus banyak disiplin ilmu. Sebagai jadi perilaku, komunikasi di pelajari bermacam-macam disiplin ilmu, antara lain sosiologi dan psikologi (Rackmat, 2011:3)

Ilmu komuniaksi merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang pamjang. Dapat dikatakan bahwa lahirnya ilmu komunikasi dapat diterima dengan baik di Eropa maupun di Amerika Serikat, bahkan diseluruh dunia. Hal tersebut merupakan hasil perkembangan dari publistik dan ilmu komunikasi massa yang dimulai dengan adanya pertemuan antara tradisi Eropa yang menggembangkan ilmu publisistik dengan tradisi Amerika yang mengembangkan ilmu komunikasi massa.

2.2.1.2 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris berasal dari communication, berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini makna antara pemberi pesan dengan penerima pesan. Jadi, apabila dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama terdapat kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.


(33)

17

Beberapa pakar komunikasi dalam buku Mahi M Himat(2010) memberi definisi komunikasi diantaranya sebagai berikut, William Albig dalam Djoernasih (1991:16) mendefinisikan komunikasi

sebagai “Proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung makna diantara individu-individu”. Jadi, disini komunikasi merupakan proses pernyataan antar manusia yang saling berhubungan dengan cara menyampaikan dan menerima suatu pesan melalui lambang-lambang yang mengandung arti tertentu.

Menurut Bernard Berelson dan Barry A.Stainer dalam buku

Mahi M.Hikmat mendefinisikan komunikasi sebagai “Penyampaian

informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan bahasa, gambar-gambar, bilangan, grafik dan lain-lain. Jadi, komunikasi merupakan proses penyampaian informasi, penyampaian informasi tersebut bukan hanya dalam bentuk bahasa tetapi bisa dalam bentuk lain misalnya saja gambar dan grafik.

Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian suatu informasi atau pesan yang dapat disampaikan dengan berbagai macam cara bukan hanya disampaikan dengan bahasa. Berhasil atau tidaknya komunikasi tergantung dari faktor manusia itu sendiri untuk menentukan sikap karena manusia merupakan sarana utama terjadinya suatu komunikasi.


(34)

18

Adapun pendapat para ahli tentang pengertian Komunikasi sebagai berikut.

A.Bernard Barelson & Garry A. Steiner

Komunikasi adalah proses transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, grafis, angka, dan sebagainya.

B.Theo dore M. Newcomb

Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.

C.Everett M. Rogers

Proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

D.Gerald R. Miller

Komunikasi terjadi ketika suatu sumber penyampaian suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima

E.Raymond Ross

Komunikasi adalah proses menyortir, memilih dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar


(35)

19

membangkitkan respons/ makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator.

F. Harold Lasswell

Menjelaskan bahwa “(cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh bagaimana?

Pendapat para ahli tersbut memberikan gambaran bahwa komponen-komponen pendukung komunikasi termasuk efek yang ditimbulkan, antara lain adalah:

1. Komunikator (Komunikator, source, sender) 2. Pesan (message)

3. Media (channel)

4. Komunikan (komunikan,receiver) 5. Efek (effect)

Dari beberapa pengertian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran makna/pesan dari seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain..


(36)

20

2.2.2 Definisi Komunikasi Menurut Para Ahli:

1. Bernard Berelon & gary S. Steiner. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan simbol, kata-kata gambar, figur, grafik dan sebagainya. Tindakan dan proses tranmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

2. Theodore M. Newcomb. Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi terdiri dari rangsangan yang deskriminatif, dari sumber kepada penerima.

3. Chal I. Hovland. Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan).

4. Harold Laswel. Who says what in which chanel to whom with what effect? ( siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana).

2.2.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa

2.2.3.1 Komunikasi Massa menggunakan Media Massa

Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bitter (Rachmat, 2003:188, dalam Ardianto dkk, 2012:3), yakni : Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication


(37)

21

is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti raoat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan orang, jika tidak menggunakan media massa itu bukan komunikasi massa.

Media komunikasi yang termasuk media massa adalah: radio siaran dan televisi, keduanya dikenal sebagai media elektronik. Surat kabar dan majalah keduanya disebut sebagai media cetak. Serta media film. Film sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop (Ardianto, dkk, 2013:3).

Sedangkan menurut ahli komunikasi lainnya. Joseph A. Devito merumuskan definis komunikasi massa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang pengertian massa serta tentangmedia yang digunakannya. Ia mengemukakkan definisinya dalam dua item, yakni:

Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditunjukkan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini bukan berarti bahwa khalayak meliputi seluruh produk atau semua orang yang menonton televisi, tetapi ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agar sukar untuk di definisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan logis bila di definisikan menurut bentuknya: televisi, radio, siaran, surat kabar, majalah, dan film-film (Effendy, 19:26 dalam Ardianto,2012;5-6).


(38)

22

Dari beberapa pengertian atau definisi mengenai komunikasi massa terlihat bahwa ini proses komunikasi ini adalah media massa sebagai salurannya untuk menyampaikan pesan kepada komunikan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2.2.3.2 Fungsi Komunikasi Massa

Fungsi komunikasi Massa menurut Dominick dalam Ardiano, Elvinaro. dkk. Komunikasi massa suatu pengantar terdiri dari:

1. Surveillance (Pengawasan) 2. Interpretation (Penafsiran) 3. Linkage (Pertalian)

4. Transmission of Values (Penyebaran nilai-nilai) 5. Entertainment (Hiburan)

(Dominick dalam Ardianto, Elvinaro. dkk. 2009:14)

Surveillance (pengawasan) Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama: fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang suatu ancaman; fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari.

Interpretation(penafsiran) Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap


(39)

23

kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang memuat atau ditayangka. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca, pemirsa atau pendengar untuk memperluas wawasan.

Linkage (pertalian) Media Massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.

Transmission of values (penyebaran nilai-nilai)Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini disebut juga socialization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu kepada cara, diamana invidu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya.

Entertaniment (hiburan) Radio siaran, siarannya banyak memuat acara hiburan, melalui berbagai macam acara radio siaran pun masyarakat dapat menikmati hiburan. Meskipun memang ada radio siaran yang lebih mengutamakan tayangan berita. Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur tiada lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan membaca


(40)

24

berita-berita ringan atau melihat tayangan hiburan ditelevisi dapat membuat pikiran khalayak segera kembali.

2.2.3.3 Proses Komunikasi Massa

Menurut McQuaill (1992:33) dalam Bungin (2007:74-75), proses komunikasi massa terlihat berproses dalam bentuk:

1. Melakukan distribusi dan penerimaan informasi dalam bentuk skala besar, proses komunikasi massa melakukan distribusi informasi kemasyrakatan dalam skala besar, sekali siaran pemberitaan yang disebarkan dalam jumlah yang luas, dan diterima oleh massa yang besar pula.

2. Proses komunikasi massa juga dilakukan melalui satu arah, yaitu dari komunikator ke komunikan. Apabila terjadi interaksi diantara komunikator dan komunikan, maka umpan baliknya bersifat sangat terbatas, sehingga tetap saja sidominasi oleh komunikator.

3. Proses komunikasi massa berlangsung secara asimetris diantara komunikator dan komunikan yang menyebabkan komunikasi yang terjadi berlangsung datar dan bersifat sementara.

4. Proses komunikasi massa juga berlangsung impersonal (non-pribadi) dan tanpa nama (anonim). Proses ini menjamin, bahwa komunikasi massa akan sulit diidentifikasikan siapa penggerak dari pesan-pesan yang disampaikan.

5. Proses komunikasi massa yang berlangsung berdasarkan pada hubungan-hubungan kebutuhan (market) di masyarakat. Seperti radio dan televisi yang melakukan penyiaran karena adanya kebutuhan masyarakat akan informasi.

2.2.4 Makna Denotatif dan Konotatif

Salah satu cara yang digunakan para ahli untuk membahas lingkup makna yang lebih besar ini adalah dengann membedakan antara makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (yang disebut sebagai makna referensi).


(41)

25

Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yng terdapat dalam sebuahh tanda dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah pertanda (Berger, 2000:55).

Makna denotatif (denotatif meaning) disebut juga dengan beberapa istilah lain seperti sebagaian pernah disinggung, makna denotasional, makna konseptual, makna ideasionnal, makna referensional, atau makna proposional (Keraf, 1994:28). Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan: stimulus (daru pihak pembicara) dan respons (dari pihak pendengar) menyangkut hal-hal yang dapat diserap panca indra (kesadaran) dan rasio manusia. Dan makna ini disebut juga makna proposional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-pernyataan yang bersifat faktual. Makna ini yang diacu dengan berbagai macam nama, adalah makna yang paling dasar pada suatu waktu.

Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif atau makna evaluatif (Keraf, 1994:29). Makna konotatif, seperti yang sudah disinggung adalah jenis makna dimana stimulus dan respon mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, dan sebagainya pada pihak pendengar, di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaraanya juga memendam perasaan yang sama.

Pemetaan perlu dilakukan pada tahap-tahap konotasi. Tahapan konotasi pun dibagi menjadi 2. Tahap pertama memiliki 3 bagian, yaitu: efek tiruan, sikap


(42)

26

(pose), dan objek. Sedangkan 3 tahap terakhir adalah : fotogenia, estetisme, dan sinaksis.

1. Efek tiruan : Hal ini merupakan tindakan manipulasi terhadp objek seperti meanambah,, mengurangi atau mengubah objek yang ada menjadi objek yang sama sekali lain (berubah) dan memiliki arti yang lain juga.

2. Pose/sikap : gerak tubuh yang berdasarkan stock of sign masyarakat tertentu dan memiliki arti tertentu pula.

3. Objek : benda-benda yang dikomposisikan sedemikan rupa sehingga diasumsikan dengan ide-ide tertenttu. Seperti halnya pengunaan mahkota diasumsikan sebagai penguasa dengan keindahan yang ada dikepalanya sebagai syimbol kekuasaan.

4. Fotogenia : adalah seni memotret sehingga foto yang dihasilkan telah dibumbui atau dihiasai de ngan teknik-teknik lighthing, eksprosure, dan hasil cetakan. Dalam sebuah film, fotogenia digunakan untuk menghasilkan suasana yang disesuaikan dengan kondisi cerita yang ada dalam scene film itu sendiri.

5. Esestisisme : disebut sebagai estetika yang berkaitan dengan komposisi gambar untuk menampilkan sebuah keindahan senimatografi.

6. Sintaksis : biasanya hadir dalam rangkaian gambar yang ditampilkan dalam satu judul dimana waktu tidak muncul lagi pada masing-masing gambar, namun pada keseluruhan gambar yang ditampilkan terutama bila dikaitkan dengan judul utamanya (Barthes, 2010:7-11).


(43)

27

2.2.5 Representasi

Representasi merupakan kegunaan dari tanda. Marcel Danesi

mendefinisikannya sebagai “Proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik tersebut representasi”. Representasi ini dapat

didefinisikan ebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru susuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan daam bentuk beberapa fisik.

Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada peta konseptual, representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, bahasa yang berperan penting dalam proses konstruksi makna, konsep abstrak yang harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim supaya dapat menghubungkan konsep ide dengan sesuatu tanda dari simbol-simbol tertentu. (Seto, 2013:148)

Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Isi media bukan hanya pemberitaan tetapi juga iklan dan hal-hal lain diluar pemberitaan.

John Fiske merumuskan tiga proses yang terjadi dalam representasi melalui 2.4 dibawah ini:


(44)

28

Tabel 2.4

Tabel Proses Representasi Fiske

Pertama

Realitas

Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara transkip dan sebagainya. Dalam televisi sperti perilaku, make up, pakaian, ucapan, gerak-gerik dan sebagainya.

Kedua Representasi

Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahas tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik dan sebagainya. Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain-lain. Elemen-elemen tersebut di transmisikan kedalam kode representasional yang memasukkan diantaranya bagaimana objek digambarkan (Karakter, narasi setting, dialog, dan lain-lain.

Ketiga Ideologi

Semua elemen diorganisasikan dalam koherensi dan kode-kode ideologi, seperti individualisme liberalisme, sosialisme, patriaki, ras, kelas, materialisme, dan sebagainya.

Sumber : John Fiske, Television culture, London, Routledge

Pertama, realitas. Dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain. Disini realitas selalu ditandakan dengan sesuatu yang lain.

Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat teknis, seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lain-lain. Ketiga, tahap ideologis dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan


(45)

29

dan diorganisasikan kedalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan kedalam koherensi sosial dan kepercayaan dominan yang ada di dalam masyarakat.

2.2.6 Tinjauan Tentang Film 2.2.6.1 Pengertian Film

Film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan di TV (Cangara, 202:135 dalam ratih, 2012:33). Gamble (1986:235 dalam Ratih, 2002:33-34) berpendapat, film adalah sebuah rangkaian gambar statis yang sirepresentasikan dihadapan mata secara berturut-turut dalam kecepatan yang tinggi. Sementara bila mengutip pernyataan sineas new wave asal Prancis, Jean Luc Godard: “film adalah ibarat papan tulis, sebuah film revolusioner dapat menunjukan bagaimana

perjuangan senjata dapat dilakukan”.

Film sebagai salah satu media komunikasi massa, memiliki pengertian yaitu merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara masal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu (Tan dan Wright, dalam Ardianto & Erdinaya, 2005:3 dalam Ratih 2012:33).


(46)

30

Sejarah Film atau montoin pictures ditemukan hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Film yang pertama kali diperkenalkan kepada publik amerika serikat adalah The life of an American Fireman dan film the great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903 (Hiebert, Ungurait, Bohn, 1975:246). Sedangkan di Indonesia film yang pertama diputar berjudul Lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David (Ardianto, dkk, 2012:144).

Film merupakan gambar bergerak adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Film dapat mempegaruhi sikap, perilaku dan harapan orang-orang di belahan dunia.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, film diartikan selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret), atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop).

Pada dasarnya film merupakan alat audio visual yang menarik perhatian orang banyak, karena dalam film itu selain memuat adegan yang terasa hidup juga adanya sejumlah kombinasi antara suara, tata warna, costum, dan panorama yang indah. Film memiliki daya pikat yang dapat memuaskan penonton1

1

http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-film.htmldiakses pada tanggal 15 Maret 2015


(47)

31

2.2.6.2 Fungsi Film

Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan hasil perfilman nasional sejak tahun 1997, bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation dan character building (Effendy, 1981:212, dalam Ardianto, dkk, 2012:145)

Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah objektif, atau film dokumenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang.

2.2.6.3 Jenis-jenis Film

Penting untuk mengetahui jenis film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Pada umumnya film dibagi kedalam beberapa jenis, diantaranya:

1. Film Cerita (Story Film)

Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan.


(48)

32

Film berita adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (news value)

3. Film Dokumeter (Documentary Film)

Film dokumenter didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan” (creative treatment of actuality)

4. Film Cartoon (Cartoon Film)

Film kartun pada awalnya memang dibuat untuk konsumsi anak-anak, namun dalam perkembangannya kini film yang menyulap gambar lukisan menjadi hidup itu telah diminati semua kalangan termasuk orang tua. Menurut Effendy (2003:216) titik berat pembuatan film kartun adalah seni lukis, dan setiap lukisan memerlukan ketelitian. Satu per satu dilukis dengan saksama untuk kemudian dipotret satu per satu pula. Apabila rangkaian tulisan itu `setiap detiknya di putar dalam proyektor film. Maka lukisan-lukisan itu menjadi hidup.

5. Film-film Jenis Lain

a. Profil Perusahaan (Corporate Profile)

Film ini untuk kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan kegitatan yang mereka lakukan. Film ini sendiri berfungsi sebagai alat bantu presentasi.


(49)

33

Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang produk (iklan produk) maupun layanan masyarakat (iklan layanan masyarakat atau public service announcement/PSA).

c. Program Televisi (TV Program)

Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi. Secara umum program televisi dibagi menjadi dua jenis yakni cerita dan non cerita.

d. Video Klip (Music Video)

Dipopulerkan pertama kali melalui saluran televisi MTV pada tahun 1981, sejatinya video klip adalah sarana bagi para produser musik untuk memasarkan produknya lewat medium televisi.

2.2.6.4 Tata Bahasa Film

Dalam proses pembuatannya, film dan juga televisi menggunakan beberapa teknik yang diterapkan berdasarkan suatu konvensi tertentu. Terdapat beberapa konvensi umum yang digunakan dalam film dan seringkali dirujuk sebagai grammar atau tata bahasa media audio visual. Daniel Chandler dalam makalahnya The Grammar of Television and Film menyebutkan beberapa elemen penting yang membangun tata bahasa tersebut yang pada gilirannya menjadi bahan pertimbangan bagi seseorang yang ingin menemukan makna dalam suatu film.


(50)

34

Konvensi bukanlah suatu aturan baku, telaah terhadapnya tetap harus dilakukan karena hanya dengan begitulah seseorang akan mampu mengerti pesan yang ingin disampaikan oleh para pembuat film. Konvensi tersebut meliputi teknik kamera dan teknik editing.

Beberapa teknik kamera dapat dilihat dari jarak pengambilan gambar (shot sizes), sudut pengambilan gambar (shot angles) dan gerakan kamera (camera movement). Konvensi-konvensi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jarak dan Sudut Pengambilan Gambar (Shot and Shot Angles) Long Shot (LS). Shot yang menunjukkan semua atau sebagian besar subjek (misalnya saja, seorang tokoh) dan keadaan di sekitar objek tersebut. Long Shot masih dapat dibagi menjadi Extreem Long Shot (ELS) yang menempatkan kamera pada titik terjauh di belakang subjek, dengan penekanan pada latar belakang subjek, serta Medium Long Shot (MLS) yang biasanya hanya menampilkan pada situasi di mana subjek berdiri, garis bawah dari frame memotong lutut dan kaki dari subjek. Beberapa film dengan tema-tema sosial biasanya menempatkan subjek dengan Long Shot, dengan pertimbangan bahwa situasi sosial (dan bukan subjek individual) yang menjadi fokus perhatian utama.

a. Establishing Shot. Shot atau sekuens pembuka, umumnya objek berupa eksterior, dengan menggunakan Extreem Long Shot (ELS).


(51)

35

Establishing Shot digunakan dengan tujuan memperkenalkan situasi tertentu yang akan menjadi tempat berlangsungnya sebuah adegan kepada penonton.

b. Medium Shot (MS). Pada shot semacam ini, subjek atau aktor dan setting yang mengitarinya menempati area yang sama pada frame. Pada kasus seorang aktor yang sedang berdiri, frame bawah akan dimulai dari pinggang sang aktor, dan masih ada ruang untuk menunjukkan gerakan tangan. Medium Close Shot (MCS) merupakan variasi dari Medium Shot, di mana setting masih dapat dilihat, dan frame bagian bawah dimulai dari dada sang aktor. Medium Shot biasa digunakan untuk merepresentasikan secara padat kehadiran dua orang aktor (the two shot) atau tiga orang sekaligus (the three shot) dalam sebuah frame. c. Close Up (CU). Sebuah frame yang menunjukkan sebuah bagian kecil dari adegan, misalnya wajah seorang karakter, dengan sangat mendetail sehingga memenuhi layar. Sebuah Close Up Shot akan menarik subjek dari konteks. Close Up masih dapat dibagi menjadi dua variasi, yaitu Medium Close Up (MCU) yang menampilkan kepala dan bahu, serta Big Close Up (BCU), yang menampilkan dahi hingga dagu. Shot-shot Close Up akan memfokuskan perhatian pada perasaan atau reaksi seseorang dan biasanya digunakan dalam interviewuntuk menunjukkan situasi emosional seseorang, seperti kesedihan atau kegembiraan


(52)

36

Gambar 2.1

Jarak Pengambilan Gambar

e Angle of shot. Arah dan ketinggian dari sebelah mana sebuah kamera akan mengambil gambar sebuah adegan. Konvensi menyebutkan bahwa dalam pengambilan gambar biasa, subjek harus diambil dari sudut pandang eye-level. Angle yang tinggi akan membuat kamera melihat seorang karakter dari atas, dan dengan sendirinya membuat penonton merasa lebih kuat ketimbang sang karakter—atau justru menimbulkan efek ketergantungan pada sang karakter. Angle yang rendah akan menempatkan kamera di bawah sang karakter, dengan sendirinya melebih – lebihkan keberadaan atau kepentingan sang karakter. f. View Point. Jarak pengamatan dan sudut dari apa yang dilihat kamera dan rekaman gambar. Tidak untuk membingungkan pengambilan point of view atau pengambilan kamera secara subjektif.

g. Point of View Shot (POV). Yakni memperlihatkan shot dalam posisi objek diagonal dengan kamera. ada dua jenis POV, yakni kamera sebagai subjek yang menjadi lawan objek. sebagai subjek maka kamera membidik langsung


(53)

37

ke objek seolah objek dan subjek bertemu secara langsung, padahal tidak. dalam teknik ini komposisi dan ukuran gambar harus diperhatikan.

h. Two Shot. Pengambilan gambar dua orang secara bersamaan.

i. Selective Focus. Pemilihan bagian dari kejadian untuk diambil dengan fokus yang tajam, menggunakan depth of field yang rendah pada kamera. j. Soft Focus. Sebuah efek dimana ketajaman sebuah gambar atau bagian

darinya, dikurangi dengan menggunakan sebuah alat optik.

k. Wide-angle shot. Pengambilan gambar secara luas yang diambil dengan menggunakan lensa dengan sudut yang lebar.

l. Tilted Shot. Sebuah shot dimana kamera diletakkan pada derajat kemiringan tertentu, sehingga menimbulkan efek ketakutan atau ketidaktenangan.

Gambar 2.2

Sudut Pengambilan Gambar

1. Pergerakan Kamera

a. Zoom. Dalam proses zooming, kamera sama sekali tidak bergerak. Proses mengharuskan lensa difokuskan dari sebuah Long Shot menjadi Close Up sementara gambar masih dipertunjukan. Subjek diperbesar, dan perhatian


(54)

38

dikonsentrasikan pada detail yang sebelumnyatidak Nampak. Hal tersebut biasa biasa digunakan untuk memberikan kejutan kepada penonton.

b. Following Pan. Kamera bergerak mengikuti subjek, yang akan menimbulkan efek kedekatan antara penonton dengan subjek tersebut. c. Tilt. Pergerakan kamera secara vertikal – ke atas atau ke bawah –

sementara kamera tetap pada posisinya.

d. Crab. Kamera bergerak ke kiri atau ke kanan seperti gerakan kepiting yang sedang berjalan. Gerakan ini menempatkan subjek pada sebelah pojok kiri atau kanan frame. Grakan ini ingin menggambarkan keadaan atau situasi di sekitar subjek.

e. Tracking (dollying). Mengharuskan kamera bergerak secara mulus, menjauhi atau mendekati subjek, menjauhi atau mendekati subjek. Kecepatan tracking juga dapat menentukan perasaan dalam diri penonton, baik perasaan tegang ataupun relaksasi.


(55)

39

Gambar 2.3

Teknik Pergerakan Kamera

2. Teknik – teknik Penyutingan

a. Cut. Perubahan tiba – tiba dalam shot, dari satu sudut pandang ke lokasi lain. Di televisi, cut terjadi di setiap 7 atau 8 detik. Cutting berfungsi untuk:

 Mengubah adegan

 Meminimalisir waktu

 Memberi variasi pada sudut pandang


(56)

40

Perpindahan yang lebih halus juga dapat dilakukan, diantaranya dengan menggunakan teknik cutting seperti fade, dissolve dan wipe.

b. Jump cut. Perpindahan mendadak dari satu adegan ke adegan yang lain, biasanya digunakan secara sengaja untuk menegaskan sebuah poin dramatis.

c. Motivated cut. Dibuat tepat pada satu titik dimana apa yang baru saja terjadi membuat penonton ingin melihat sesuatu yang tidak jelas Nampak pada saat itu.

d. Cutting rate. Pemotongan yang dilakukan dalam frekuensi tinggi, untuk menimbulkan efek terkejut atau penekanan pada satu hal.

e. Cutting rhythm. Ritme pemotongan bisa secara kontinu dikurangi untuk meningkatkan ketegangan.

f. Cross-cut. Sebuah pemotongan dari satu kejadian menuju kejadian yang lain.

g. Cutaway Shot. Sebuah shot yang menjembatani dua shot terhadap subjek yang sama. Cutaway shot merepresentasikan aktivitas sekunder yang terjadi pada saat yang bersamaan dengan kejadian utama.

h. Reaction Shot. Shot dalam bentuk apapun, yang memperlihatkan reaksi seorang karakter terhadap kejadian yang baru saja berlangsung.

i. Insert Shot. Sebuah Close Up Shot yang dimasukkan ke dalam konteks lebih besar, menawarkan detail penting dari sebuah adegan.

j. Fade atau dissolve (Mix). Fade dan dissolve adalah transisi bertahap di antara beberapa shot. Dalam fade, sebuah gambar secara bertahap muncul


(1)

124

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi, Cetakan Keempat. Bandung. Remaja Rosdakarya

Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda, dan Makna, Buku Teks Dasar mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra

Sobur, Alex, 2014. Komunikasi Naratif. Paradigma, Analisis dan aplikasi. Rosdakarya: Bandung.

Moleong, J. Lexy. 2007. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Skripsi :

Irfianto, Irfan, 2010 Makna Kekerasan Pada Film Dokumenter Jagal (The Act Of Killing). Bandung : UNIKOM

Niugroho, Eko .Representasi Rasisme dalam Fim “This Is England”. Bandung : UNIKOM

Pradita , Abbas Fauzie . Representasi makna kesetiaan dalam Film “Hachico: A Dog’s Story Karya Lasse Hallstrom. Bandung : UNIKOM

Yuniarda, Rilly . 2010 .Representasi Diskriminasi Terhadap Perempuan dalam Film Perempuan Berkalung Sorban pendekatan analisis Semiotika Roland Barthes. Bandung : UNPAD


(2)

125

Sumber Online:

http://setda.sanggau.go.id

http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-film.html http://www.tuanguru.com/2012/07/pengertian-nasionalisme.html


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. DATA PRIBADI

Nama : Ade Indra Irawan

Nama Panggilan : Ade, Indra

Tempat,Tanggal Lahir : Bandung, 18 Desember 1991 Jenis Kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Hobby : Biliard, Travelling, Basket, Sepak Bola

Alamat : Jl. Kebon Kopi, Gg Saluyu dalam No 124 B RT 07 RW 04, Cibeureum, Cimahi Selatan


(4)

B. RIWAYAT PENDIDIKAN PENDIDIKAN FORMAL

No. Tahun Uraian Keterangan

1 2010 Sekarang

Mahasiswa Program Studi Ilmu

Komunikasi, Konsentrasi Ilmu

Jurnalistik Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas

Komputer Indonesia, Bandung.

-

2 2007 – 2010 SMA Angkasa Bandung Lulus/Berijazah 3 2004 – 2007 SMP Negeri 6 Bandung Lulus/Berizajah 4 1997 - 2004 SD Negeri Dr. Cipto Bandung Lulus/Berizajah

5 1996 - 1997 TK Widya Iswara Lulus/Berizajah

PENDIDIKAN NON FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1 2004 Les KSS -


(5)

C. PENGALAMAN ORGANISASI

No Tahun Uraian Keterangan

1 2010 - 2012 Anggota Karang Taruna Kebon Kopi -

2 2009 – 2010 Anggota PKS SMA Angkasa Bandung - 3 2007 - 2009 Anggota Basket SMA Angkasa Bandung -

4 2005 – 2006 Anggota Basket SMP Negeri 6 Bandung - 5 2004 - 2005 Anggota Pramuka SMP Negeri 6 Bandung -

D. PELATIHAN DAN SEMINAR

No Tahun Uraian Keterangan

1 2010 Peserta Pelatihan Table Manner, di Hotel

Amaroossa , Bandung

Bersertifikat

2 2011 Peserta Mentoring Agama Islam, di

Auditorium Unikom

Bersertifikat

3 2011 Peserta Seminar Broadcasting “ One Day Workshop MC&Radio Announcer”, di Unikom.

Bersertifikat

4 2012 Peserta Seminar dalam Kegiatan One Day workshop Great Managing Event “Master of

Ceremony”, di Auditorium Unikom.

Bersertifikat

5 2012 Peserta Seminar dalam Talkshow “ Kreatif Meulis, Rejeki Tak Akan Habis” Bersama Raditya Dika, di Auditorium Unikom.


(6)

E. PENGALAMAN KERJA

No Waktu Keterangan

1 16 Juli 2014 – 16 Agustus 2014

PT. Radio Mora Parna Karsa Bandung (Radio

Mora FM) – JL. PHH. Mustofa No. 39 Grand Sucore Blok C 7, Bandung 40192. Tlp (022)

87242822

Demikian CV ini dibuat dengan sesungguhnya, untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Bandung, Agustus 2015 Hormat saya,

Ade Indra Irawan NIM.41810095


Dokumen yang terkait

Konstruksi Sosial Kehidupan Penjual Tahu Dalam Film Features Dokumenter Dongeng Rangkas

1 27 114

NASIONALISME DALAM FILM Nasionalisme Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Nasionalisme dalam Film “Habibie dan Ainun”).

1 4 16

NASIONALISME DALAM FILM Nasionalisme Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Nasionalisme dalam Film “Habibie dan Ainun”).

0 2 15

REPRESENTASI PENDIDIKAN KARAKTER NASIONALISME DAN KERJA KERAS PADA TOKOH MARTINI-KUSNADI DALAM FILM Representasi Pendidikan Karakter Nasionalisme Dan Kerja Keras Pada Tokoh Martini-Kusnadi Dalam Film “Cerita Dari Tapal Batas” (Analisis Semiotik untuk Pemb

0 2 16

PENDAHULUAN Representasi Pendidikan Karakter Nasionalisme Dan Kerja Keras Pada Tokoh Martini-Kusnadi Dalam Film “Cerita Dari Tapal Batas” (Analisis Semiotik untuk Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan).

0 1 16

DAFTAR PUSTAKA Representasi Pendidikan Karakter Nasionalisme Dan Kerja Keras Pada Tokoh Martini-Kusnadi Dalam Film “Cerita Dari Tapal Batas” (Analisis Semiotik untuk Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan).

0 4 5

REPRESENTASI PENDIDIKAN KARAKTER NASIONALISME DAN KERJA KERAS PADA TOKOH MARTINI-KUSNADI DALAM FILM Representasi Pendidikan Karakter Nasionalisme Dan Kerja Keras Pada Tokoh Martini-Kusnadi Dalam Film “Cerita Dari Tapal Batas” (Analisis Semiotik untuk Pemb

0 1 12

PENGUMUMAN TAPAL BATAS

0 0 1

Pesan Moral dalam Film Dokumenter Nasional SM 3T “Pengabdian Tiada Batas” (Analisis Semiotika Roland Barthes) - Repositori UIN Alauddin Makassar

2 2 117

Representasi Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania dalam Film Dokumenter “The Jak” (Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Film Dokumenter The Jak Karya Andibachtiar Yusuf) - FISIP Untirta Repository

0 1 128