Fenomena Pengguna Piercing Dikalangan Mahasiswa Kota Bandung
(Studi Fenomenologi Pengguna Piercing Dikalangan Mahasiswa Kota Bandung)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana Pada Program Studi Ilmu Komunikasi
Konsentrasi Humas
Oleh,
Duane Masaji Raharja
NIM : 41807075
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
(2)
iv ABSTRAK
FENOMENA PENGGUNA PIERCING DIKALANGAN MAHASISWA KOTA BANDUNG
(Studi Fenomenologi Pengguna Piercing Dikalangan Mahasiswa Kota Bandung)
Penyusun : Duane Masaji Raharja
NIM : 41807075
Skripsi ini di bawah bimbingan, Adiyana Slamet, S.I.P., M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena pengguna piercing dikalangan mahasiswa Kota Bandung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang pengguna piercing, pemaknaan simbolik pengguna piercing, konsep diri pengguna piercing, realitas pengguna piercing, dan fenomena pengguna piercing dikalangan mahasiswa Kota Bandung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan informan yang berjumlah tujuh orang mahasiswa. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, studi pustaka, dokumentasi, internet searching, dan juga triangulasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, pengumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan evaluasi.
Hasil penelitian menunjukkan latar belakang penggunaan piercing adalah tindakan imitasi untuk mewakili “gaya”. Pemaknaan simbolik dari piercing yang digunakan untuk menyampaikan pesan bahwa “saya berbeda”, belum ada makna khusus dari piercing yang digunakan. Dalam konsep diri mereka, lebih percaya diri ketika telah menggunakan piercing. Mereka tetap menggunakan piercing meskipun realitas sosial yang ada cenderung menilai negatif.
Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa fenomena yang terjadi dari penggunaan piercing dikalangan mahasiswa Kota Bandung hanya sebagai pemaknaan gaya pergaulan, yang digunakan untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa mereka memiliki sesuatu yang berbeda. Piercing yang digunakan dapat mengungkapkan “kedirian” mereka.
Saran yang dapat peneliti berikan adalah pikirkan kembali secara matang sebelum memutuskan untuk melakukan piercing. Piercing juga memiliki dampak yang kurang baik terhadap segi kesehatan yang menggunakan. Pengguna piercing harus siap dengan penilaian negatif dari lingkungan sosial sekitar mereka tinggal.
(3)
v
PHENOMENON OF PIERCING USER AMONG STUDENTS IN BANDUNG (Study of Phenomenology on Piercing User among Students in Bandung)
By:
Duane Masaji Raharja NIM : 41807075
This research under the guidance of,
Adiyana Slamet, S.I.P., M.Si.
This study intends to find out the phenomenon of piercing user among students in Bandung. The purpose of this study was to determine the background, the symbolic meaning, the self-concept, the reality, and the phenomenon of piercing user among students in Bandung.
This study used a qualitative approach to the informants who totaled seven students. Data obtained through in-depth interviews, observation, book study, documentation, internet searching, and triangulation. The data analysis techniques used are data reduction, data collection, data presentation, drawing conclusions, and evaluation.
The results showed the background is the act of piercing the use of imitation to represent the "style". Symbolic meaning of the piercing used to convey the message that "I am different", there has been no specific meaning of piercing used. In their self-concepts, more confident when it has been using piercing. They still use the piercing even though the social realities that exist tend to judge negatively.
From the results of this study can be concluded that the phenomenon that occur from the use of piercing among students in Bandung is only as the interpretation of socialization style used to show others that they have something different.
Suggestion that the researcher can give is to think back carefully before choosing a decision to do piercing. Piercing also has unfavorable impact on health for the user. Piercing user should be ready with the negative assessment of social environment around them.
(4)
vi Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu ’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah
SWT. Karena atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan tepat waktu, dengan judul penelitian,
“Fenomena Pengguna Piercing Dikalangan Mahasiswa Kota Bandung (Studi
Fenomenologi Pengguna Piercing Dikalangan Mahasiswa Kota Bandung)”, dan
merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan nilai akhir
bagi kelulusan di tingkat strata satu (S1).
Dalam penelitian ini, peneliti cukup mengalami beberapa hambatan dan
kesulitan baik itu secara teknis atau non-teknis. Akan tetapi atas izin Allah SWT,
dengan usaha dan doa dari peneliti, serta dukungan dari semua pihak yang telah
turut serta membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, akhirnya
penelitian ini dapat diselesaikan oleh peneliti.
Hasil penelitian ini peneliti persembahkan kepada orang tua peneliti, saudara,
sahabat, dan semua pihak yang telah memberikan dukungan, nasihat, dan
pelajaran dalam hidup yang berarti bagi peneliti.
Melalui kesempatan ini pula, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin
menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada yang
(5)
vii dapat menimba ilmu.
2. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik periode 2010-sekarang, yang telah memberikan
kesempatan dan kepercayaan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.
3. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi periode 2010-sekarang, yang telah banyak membantu baik saat
peneliti melakukan kegiatan perkuliahan maupun saat mengurus berbagai hal
yang berhubungan dengan penelitian.
4. Ibu Melly Maulin, S.Sos.,M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu baik saat peneliti melakukan
kegiatan perkuliahan maupun saat memberikan arahan mengenai penelitian.
5. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., selaku dosen wali bagi peneliti yang telah banyak membantu saat peneneliti melakukan kegiatan perkuliahan,
penelitian, dan memberikan motivasi untuk terus maju.
6. Bapak Adiyana Slamet, S.I.P., M.Si, selaku dosen pembimbing peneliti, yang untuk kedua kalinya membimbing peneliti, telah banyak membantu dan
memberi arahan kepada penulis dalam penelitian, saat pengerjaan laporan
praktek kerja lapangan dan skripsi.
7. Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si., selaku dosen program studi ilmu komunikasi, yang telah banyak memberikan motivasi kepada peneliti dalam melaksanakan
(6)
viii
kepada peneliti dari awal sampai akhir perkuliahan.
9. Ibu Astri Ikawati, A.Md.Kom, selaku sekretariat program studi ilmu komunikasi dan public relations, yang telah banyak membantu dalam
mengurus surat perizinan yang berkaitan dengan perkuliahan, praktek kerja
lapangan, serta penelitian yang peneliti laksanakan.
10.Semua Informan Penelitian, Hadis Syah, Andri Kurniawan, Yanuar Arvind, Adi Pratama, Insani Istiqomah, Rizky Zulian, dan Rizky Nugraha yang telah
meluangkan waktu dan membantu memberikan informasi yang berguna bagi
peneliti dalam melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini.
11.Keluarga Di Ponorogo, Mama, Papa, Kakak, dan semuanya yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan materil, moril dan semangat spiritual
yang begitu berarti.
12.Special People in My Life, Eva Astriana, Asha Athifah, Gita Aulia, Helmi Riza, Kiqien Afyatien, Bayu Sakti, Imaddudin, Mutiah Fahmi, Tommy
Andryandy, Taufik Nugraha, Sendhy Irawati, Adiana Juju, Yudi Satria, Ayu
Yustining, Rachmawati, Friska Anjani, Eko Mauliditia, dan semua yang tidak
dapat peneliti sebutkan satu per satu. Terimakasih untuk segala kebersamaan
dalam suka dan duka.
13.Rekan-Rekan Ilmu Komunikasi ’07, terimakasih atas segala kerja samanya, jangan pernah menyerah, kita semua adalah agen perubahan bangsa.
(7)
ix bulan Juli 2011.
15.Sahabat Jauh, Deni, Alfan, Ayik, Elbet, Wawan, Hendra, Ferdy, Ardi, dan semua yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu, jarak bukanlah
hambatan bagi kita.
16.Semua Pihak, Areji, Yanti, Sarah, Fajar, Ona, Aji, Zaynal, dan semuanya maaf tidak dapat menyebutkan satu persatu, pasti banyak semua pihak yang
telah membantu dan memberikan motivasi kepada peneliti baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan penelitian ini masih diperlukan
penyempurnaan, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk kesempurnaan penelitian ini.
Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah turut serta membantu peneliti dalam melakukan penelitian ini dan semoga
laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti khususnya dan
pembaca umumnya. Semoga semua bantuan, dorongan dan bimbingan yang telah
diberikan itu akan mendapat balasan yang sepadan dari Allah SWT, Amien.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandung, 31 Juli 2011
(8)
1.1 Latar Belakang Masalah
Tindik atau saat ini yang lebih populer disebut dengan piercing sudah bukan
merupakan hal yang asing dan aneh dalam kehidupan para kalangan remaja di
negara kita, Indonesia, terutama bagi mereka yang berdomisili di kota-kota besar
di Indonesia yang sudah mengalamai banyak proses modernisasi yang berasal dari
dunia barat.
Tindik atau piercing sudah merupakan sesuatu hal yang sekarang ini cukup
akrab terdengar di telinga kita. Tindik atau piercing tersebut memiliki pengertian
secara umum yaitu penyematan benda (logam, tulang, gigi, dan sebagainya) pada
bagian tubuh seseorang. Piercing tersebut dapat bersifat permanen maupun semi
permanen.
“Menurut sejarahnya, tindik atau piercing sendiri sudah dikenal sejak tahun 3000 SM yang terdapat pada mumi tertua, Otzi The Iceman. Mumi tersebut memiliki lubang pada daun telinganya yang berdiameter 7-11 mm. Selain itu juga, tindik juga diidentikkan dengan suatu kebudayaan, tindakan spiritual, sebagai ornamen, dan indikasi perlawanan”.1
Tindik sebenarnya juga sudah merupakan kebudayaan bagi beberapa suku
yang ada di Indonesia, misalnya seperti suku dayak yang berada di pulau
Kalimantan, mereka selalu menyematkan anting pada telinga. Namun tindik yang
lebih populer disebut piercing dari modernisasi dunia barat ini sedikit berbeda,
karena bagian-bagian tubuh yang ditindik cenderung pada bagian-bagian tubuh
1
http://www.mediaindonesia.com/mediaperempuan/index.php/read/2009/03/03/1216/3/Lebih_Jauh _tentang_Tindik, oleh Firda Kurnia Widyasari, Selasa 19/04/2011 pukul 07.27 WIB
(9)
yang tidak lazim. Misalnya saja melakukan piercing pada bagian hidung, dagu,
pipi, bagian bawah bibir, kening, dan sekitar pusar. Bahkan ada juga beberapa
yang melakukan piercing pada bagian tubuh yang cukup sensitif dan sangat vital
seperti, pada bagian lidah, kelopak mata, dan sebagainya. Berikut ini adalah
beberapa contoh dari piercing yang sering dilakukan :
Gambar 1.1 Contoh Piercing
Sumber : http://rhyandhy.blogspot.com/2010/05/jerinx-sid-q-ngefen-baget-5-tato-amu.html
Proses penindikan atau piercing itu sendiri memiliki cukup banyak variasi,
mulai dari cara yang sederhana sampai dengan cara yang modern, diantaranya
(10)
1. Cara sederhana
2. Cara medis
3. Cara cannula
4. Senapan tindik
Piercing yang dilakukan bukanlah tidak memiliki resiko atau dampak negatif
terhadap tubuh individu yang melakukannya. Dampak negatif yang biasa terjadi
akibat piercing adalah iritasi atau infeksi parah pada bagian tubuh yang
di-piercing, dan tidak jarang pula waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan
infeksi tersebut cukup lama. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.1
Masa Penyembuhan Infeksi Akibat Piercing
No. Bagian Tubuh yang di-piercing Periode Penyembuhan
1. Telinga bagian bawah 6-8 minggu
2. Telinga bagian atas 6-12 minggu
3. Alis 6-8 minggu
4. Hidung 2-3 bulan
5. Lidah 4 minggu
6. Bibir 2-3 bulan
7. Puting Susu 3-6 bulan
8. Pusar 4-6 bulan
9. Alat kelamin perempuan 4-10 minggu
10. Alat kelamin laki-laki 1-6 bulan
(11)
Penggunaan piercing pada kaum laki-laki memang kurang begitu lazim,
namun hal tersebut sudah bukan merupakan hal yang asing dan aneh lagi pada
zaman sekarang. Piercing saat ini cukup mendapatkan tempat tersendiri di dalam
proses pergaulan pada kalangan remaja.
Seperti hal tersebut tidak terkecuali juga bagi para mahasiswa dari berbagai
universitas di kota Bandung. Kota Bandung yang memiliki lebih dari 20
universitas (perguruan tinggi negeri dan swasta) merupakan salah satu kota di
Indonesia yang menjadi tujuan untuk melanjutkan studi. Maka tidak
mengherankan jika di kota Bandung memiliki jumlah mahasiswa yang tidak
sedikit. Dikalangan para kaum laki-laki alias para mahasiswa dari berbagai
universitas di kota Bandung, piercing sudah cukup akrab dengan mereka.
Setiap mereka, para mahasiswa yang melakukan tindakkan piercing
menganggap hal tersebut adalah cerminan dari gaya hidup yang mereka pilih.
Piercing yang dilakukan seolah-olah ingin menunjukkan kepada orang-orang di
sekitar mereka, bahwa mereka berbeda dengan orang-orang yang tidak melakukan
piercing. Dengan piercing, mereka ingin atau berusaha untuk menunjukkan
“inilah saya”. Terjadi sebuah pemaknaan simbolik pada saat mereka (mahasiswa
pengguna piercing) menunjukkan “inilah saya” kepada siapa saja orang-orang
yang berada disekitarnya.
Interaksi simbolik secara umum memiliki pengertian bagaimana suatu
interaksi antar satu orang dengan orang lain dapat memunculkan makna khusus
(12)
dikatakan mereka memiliki suatu konsep diri yang tersendiri dan ingin mereka
tunjukkan kepada orang lain.
Pengertian dari konsep diri Menurut William D. Brooks mendefinisikan
konsep diri adalah :
“Those physical, social, and physilogical perceptioans of ourselves that we have derived from experiences and interaction with other. Pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisik.” (Rakmat, 2008 : 101)
Konsep diri pada setiap orang berbeda-beda, setiap orang memiliki konsep
diri masing-masing yang melekat. Bahkan suatu kematian pun tidak akan
menghilangkannya.
Mempunyai maksud untuk menunjukkan dirinya “inilah saya” kepada orang
lain melalui penggunaan piercing yang dilakukan pada bagian-bagian tubuh
tertentu, berarti bertujuan untuk menyampaikan sebuah pesan kepada orang lain
mengenai siapa dirinya.
Pada kebudayaan yang dikenal oleh masyarakat di Indonesia, mayoritas pada
awalnya hanya mengetahui dan mengenal bahwa kaum perempuan saja yang
sering melakukan tindik atau piercing, terutama pada bagian daun telinga, yang
sudah dilakukan sebagian besar orang tua kepada anak perempuannya pada saat
usia balita sebagai penyemat anting. Akan tetapi dewasa ini perkembangan dunia
teknologi berinovasi dengan cukup pesat. Akibat perkembangan dari dunia
teknologi itu pula banyak budaya dari dunia barat masuk dalam kehidupan
bermasyarakat di Indonesia, padahal budaya tersebut lebih cenderung bertolak
belakangan dan menyimpang dari norma agama, susila, sosial dan hukum yang
(13)
lebih menganut dan memegang budaya dunia timur. Tindik atau piercing
termasuk dalam budaya dunia barat yang diadopsi dalam gaya hidup masyarakat
di Indonesia. Dari perkembangan tersebut membuat tidak sedikit pula kaum
laki-laki yang melakukan piercing.
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut, maka peneliti
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
“Bagaimana Fenomena Pengguna Piercing di Kalangan Mahasiswa Kota Bandung?”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti
mengidentifikasi yang menjadi pokok masalah yang akan diteliti yaitu sebagai
berikut :
1. Bagaimana latar belakang pengguna piercing dikalangan mahasiswa kota
Bandung?
2. Bagaimana pemaknaan simbolik pengguna piercing dikalangan
mahasiswa kota Bandung?
3. Bagaimana konsep diri pengguna piercing dikalangan mahasiswa kota
Bandung?
4. Bagaimana realitas pengguna piercing dikalangan mahasiswa kota
Bandung?
5. Bagaimana fenomena pengguna piercing dikalangan mahasiswa kota
(14)
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskrepsikan mengenai
bagaimana fenomena penggunaan piercing dikalangan mahasiswa kota Bandung,
mulai dari dari alasan sampai dengan tujuan melakukan piercing, pesan yang
disampaikan dan sampai dengan proses interaksi simbolik yang dilakukan melalui
piercing.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang pengguna piercing dikalangan
mahasiswa kota Bandung.
2. Untuk mengetahui pemaknaan simbolik pengguna piercing dikalangan
mahasiswa kota Bandung.
3. Untuk mengetahui konsep diri pengguna piercing dikalangan mahasiswa
kota Bandung.
4. Untuk mengetahui realitas pengguna piercing dikalangan mahasiswa kota
Bandung.
5. Untuk mengetahui bagaimana fenomena pengguna piercing dikalangan
(15)
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis
Kegunaan secara teoritis dari penelitian ini berguna untuk mengembangkan
ilmu komunikasi secara umum dan ilmu komunikasi interaksi simbolik secara
khusus mengenai fenomena penggunaan piercing dikalangan mahasiswa kota
Bandung.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini diharapkan dapat berguna ke
depannya nanti. Kegunaan praktis dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti dan sebagai
aplikasi ilmu pengetahuan dalam bidang komunikasi.
2. Bagi Universitas
Penelitian ini diharapkan berguna untuk mahasiswa UNIKOM secara
umum, mahasiswa UNIKOM Ilmu Komunikasi, sebagai literatur
terutama untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian pada
kajian yang sama.
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan berguna untuk masyarakat, sebagai landasan
persepsi mengenai fenomena penggunaan piercing dikalangan
(16)
1.5 Kerangka Pemikiran 1.5.1 Kerangka Teoritis
Teori adalah sesuatu pernyataan mengenai apa yang terjadi terhadap suatu
fenomena yang ingin kita pahami. Teori yang bermanfaat adalah teori yang
memberikan pencerahan, serta pemahaman yang mendalam terhadap suatu
permasalahan atau fenomena dalam realita kehidupan. Akan tetapi perlu
dijelaskan sebagai suatu arahan atau pedoman peneliti untuk dapat mengungkap
fenomena agar lebih terfokus. Hal tersebut didasarkan pada suatu tradisi bahwa
fokus penelitian diharapkan berkembang sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Penelitian kualitatif mementingkan perspektif emik, dan bergerak dari fakta,
informasi atau peristiwa menuju ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi (apakah itu
konsep atau teori) serta bukan sebaliknya dari teori atau konsep ke data informasi.
Adapun empat fungsi dari teori adalah :
1. Menjelaskan atau memberi tafsir baru terhadap fenomena atau data.
2. Memprediksi sesuatu berdasarkan pengamantan.
3. Menghubungkan satu studi dengan studi lainnya.
4. Menyediakan kerangka yang lebih terarah dari temuan dan pengamatan
bagi kita dan orang lain.
Adapun paradigma dan teori yamng memberi arahan untuk dapat menjelaskan
fenomena piercing di kalangan mahasiswa kota Bandung sebagai berikut :
(17)
1.5.1.1 Fenomenologi
Fenomenologi mempelajari struktur pengalaman sadar (dari sudut pandang
orang pertama), bersama dengan kondisi-kondisi yang relevan.
“Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku kata phainomenon yang berarti “yang menampak”. Menurut Husserl, dengan fenomenologi, kita dapat mempelajari bentuk-bentuk pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya langsung, seolah-olah kita mengalaminya sendiri.” (Kuswarno, 2009 : 10)
Adapun studi fenomenologi bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam
para subjek mengenai pengalaman beserta maknanya. Sedangkan pengertian
fenomena dalam studi fenomenologi sendiri adalah pengalaman atau peristiwa
yang masuk dalam kesadaran subjek. Adapun fokus dari penelitian fenomenologi
adalah :
1. Textural Description
Apa yang dialami subjek penelitian tentang sebuah fenomena.
2. Structural Description
Bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya.
1.5.1.2 Interaksionisme Simbolik
Interaksi manusia dimediasi penggunaan simbol-simbol, oleh interpretasi,
atau oleh penetapan makna dari tindakan orang lain. Mediasi ini ekuivalen dengan
pelibatan proses interpretasi antara interaksionisme simbolik memberikan banyak
penekanan pada individu yang aktif dan kreatif daripada pendekatan-pendekatan
(18)
Semua interaksi antara individu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol.
Ketika kita berinteraksi dengan lainnya, kita secara konstan mencari “petunjuk”
mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai
bagaimana mengintepretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain.
Interaksionisme silmbolik mengarahkan perhatian kita pada interaksi antar
individu, dan bagaimana hal ini bisa dipergunakan untuk mengerti apa yang orang
lain katakan dan lakukan kepada kita sebagai individu.
Ralph La Rosa dan Donald C. Reitzes mencatat tujuh asumsi yang mendasari
terori interaksionisme simbolik, yang memperlihatkan tiga tema besar, yaitu :
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia.
2. Pentingnya konsep mengenai diri.
3. Hubungan antara individu dan masyarakat. (West dan Turner, 2007 : 96)
Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang
berasal dari pemikiran manusia (mind) mengenai diri (self) dan hubungannya
ditengah interaksi sosial, dan bertujuan akhir untuk memediasi, dan
mengintepretasi makna di tengah masyarakat (society) dimana individu tersebut
menetap. Penyataan tersebut diungkapkan oleh Douglas dalam Ardianto (2007 :
136), makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk
makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui
(19)
1.5.1.3 Konstruksi Realitas Sosial
Konstruksi sosial (social constrictions) merupakan sebuah teori sosiologi
kontemporer yang dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann.
Menurut Berger, realitas sosial eksis dengan sendirinya dan struktur dunia sosial
bergantung pada manusia yang menjadi subjeknya. (Kuswarno, 2009 : 11)
Sebagaimana telah diungkapkan dalam buku karangan Engkus Kuswarno
yang berjudul Metode Penelitian Komunikasi : Fenomenologi, menyebutkan
bahwa Thomas Luckmann dan Berger menuangkan pikiran tentang konstruski
sosial dalam bukunya yang berjudul “The Soscial Construstion of Reality”, bahwa
seseorang hidup dalam kehidupannya mengembangkan suatu perilaku yang
repetitif, yang mereka sebut dengan “kebiasaan” (habits). (Kuswarno, 2009 : 112)
Kebiasaan ini memungkinkan seseorang mengatasi suatu situasi secara
otomatis. Kebiasaan seseorang ini juga berguna untuk orang lain. Dalam situasi
komunikasi interpersonal, para partisipan saling mengamati dan merespon
kebiasaan orang lain, dengan demikian para partisipan saling mengamati dan
merespon kebiasaan tersebut, seseorang dapat membangun komunikasi dengan
orang lain yang disesuaikan tipe-tipe seseorang, yang disebut dengan pengkhasan
(typication).
1.5.2 Kerangka Konseptual 1.5.2.1 Fenomenologi
Fenomenologi menjadikan pengalaman hidup yang sesungguhnya sebagai
(20)
fenomena pengguna piercing di kalangan mahasiswa kota Bandung sebagai
bagian dari masalah penelitian. Karena penggunaan piercing adalah sebuah fakta
atau realita dari pengalaman hidup yang memungkinkan dialami atau dilakukan
oleh kalangan mahasiswa.
Fenomenologi tidak pernah berusaha mencari pendapat dari informan, apakah
hal ini benar atau salah. Akan tetapi fenomenologi berusaha “mereduksi”
kesadaran informan dalam memahami fenomena itu. Studi fenomenologi ini
digunakan penulis untuk menjelaskan komunikasi dari penggunaan piercing di
kalangan mahasiswa kota Bandung, berdasarkan pengalaman mereka sendiri dan
hal ini menjadi data penting dalam penelitian.
1.5.2.2 Interaksionisme Simbolik
Dengan atau tanpa disadari pada dasarnya setiap orang telah melakukan
proses interaksi simbolik dalam setiap harinya. Dari penggunaan piercing yang
dilakukan oleh beberapa kalangan mahasiswa mahasiswa di kota Bandung, telah
terjadi sebuah proses interaksi simbolik di dalamnya. Dengan maksud untuk
menunjukkan apa yang ada pada dirinya kepada orang lain melalui piercing.
Interaksi simbolik melalui piercing masuk ke dalam kategori artifaktual. Dari
apa yang telah dijelaskan sebelumnya, Umumnya pakaian atau aksesoris
digunakan untuk menyampaikan identitas komunikator, menyampaikan identitas
berarti menunjukkan kepada orang lain bagaimana perilaku kita dan bagaimana
(21)
Hanya dengan melalui piercing yang ada pada bagian tubuh, sudah terjadi
proses penyampaian pesan. Karena orang lain cenderung akan memperhatikan
piercing yang ada pada bagian tubuh tertentu dan ada pada seorang mahasiswa
yang berbeda dengan mahasiswi yang masih dianggap wajar apabila
menggunakan piercing. Dari setiap piercing yang ada pada bagian tubuh
mahasiswa pasti memiliki makna-makna tertentu. Makna atau pesan yang dapat
dimunculkan dari piercing tersebut adalah ingin menunjukkan bahwa “inilah
saya”. Dengan piercing tersebut dirasakan oleh penggunanya dapat menunjukkan
siapa dia dan termasuk kelompok apa dia. Kemudian daripada itu, piercing
tersebut pastinya juga memiliki fungsi dalam konteks interaksi simbolik. Dengan
piercing yang ada pada bagian tubuh tertentu, berarti telah terjadi proses
penyampaian pesan kepada orang lain. Selain itu juga, melalui piercing tersebut
sebagai pengganti pesan atau lambang-lambang verbal dan juga bisa sebagai
penegasan dari pesan verbal yang sebelumnya telah diungkapkan.
Selain itu juga dalam penggunaan piercing dikalangan mahasiswa di kota
Bandung, juga terdapat suatu interaksi simbolik. Dimana dengan piercing tersebut
telah memunculkan makna khusus dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran.
Dalam interaksi simbolik yang terjadi melalui piercing terjadi pengonsepsian diri
dari yang menggunakannya.
1.5.2.3 Konstruksi Realitas Sosial
Dalam teori konstruksi sosial menurut Berger, realitas sosial eksis dengan
(22)
subjeknya. Dalam hal ini, piercing yang digunakan di kalangan mahasiswa adalah
suatu tindakkan yang timbul akibat dari pergaulan serta perkembangan zaman dan
berkembang menjadi suatu komunikasi melalui piercing tersebut.
Berger memiliki kecenderungan untuk menggabungkan dua perspektif yang
berbeda, yaitu perspektif fungsionalis dan interaksi simbolik, dengan mengatakan
bahwa realitas sosial secara objektif memang ada (perspektif fungsionalis), namun
maknanya berasal dari dan oleh hubungan subjektif individu dengan dunia
objektif (perspektif interaksionisme simbolik). (Paloma, 2000 : 299)
Berdasarkan paparan di atas, fenomena piercing di kalangan mahasiswa kota
Bandung dapat dijelaskan dengan perspektif teori konstruksi realitas secara sosial.
Mengetahui dan mengerti bagaimana proses komunikasi dari penggunaan piercing
di kalangan mahasiswa kota Bandung dengan lingkungannya.
1.6 Pertanyaan Penelitian
1. Latar belakang pengguna piercing dikalangan mahasiswa kota Bandung.
a. Apa yang anda ketahui mengenai pengertian piercing?
b. Sejak kapan anda menggunakan piercing?
c. Hal apa yang menjadi faktor pendorong anda melakukan
piercing?
d. Seperti apa piercing yang digunakan?
a. Apakah mengetahui resiko atau dampak penggunaan piercing
(23)
2. Pemaknaan simbolik pengguna piercing dikalangan mahasiswa kota
Bandung.
a. Apakah penggunaan piercing pada bagian tertentu memiliki
makna tertentu?
b. Apa saja makna yang ada dari penggunaan piercing?
c. Komunikasi dengan pesan seperti apa yang anda ingin sampaikan
melalui piercing?
3. Konsep diri pengguna piercing dikalangan mahasiswa kota Bandung.
a. Bagaimana pendapat anda mengenai piercing?
b. Bagaimana perasaan atau penilaian anda terhadap diri sendiri
ketika menggunakan piercing?
c. Apakah ada perbedaan ketika anda sebelum dan saat
menggunakan piercing?
d. Sesering apakah anda menggunakan piercing?
4. Realitas pengguna piercing dikalangan mahasiswa kota Bandung.
a. Bagaimana pendapat anda mengenai pengguna piercing?
b. Komunikasi dengan pesan seperti apa yang dapat melalui
penggunaan piercing?
5. Fenomena pengguna piercing dikalangan mahasiswa kota Bandung.
a. Apakah anda merasa nyaman ketika menggunakan piercing?
b. Apa tanggapan dari orang-orang terdekat pada piercing yang
(24)
c. Apakah yang anda harapkan dari penggunaan piercing tersebut
telah tercapai?
1.7 Metode Penelitian
Peneliti pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi
fenomenologi. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati (Bodgan dan Taylor dalam Moleong, 2007 : 3).
Pernyataan di atas juga dipertegas oleh Creswell, mengatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang latar tempat dan waktunya alamiah
(Creswell, 1998 : 14).
Paradigma ini juga memungkinkan untuk dilakukan interpretasi secara
kualitatif atas data-data penelitian yang telah diperoleh. Sehingga pengertian
umum mengenai fenomenologi adalah :
“Pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada
pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Dalam hal
ini fenomenologis ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada orang
lain.” (Moleong, 2007 : 15)
Sebagai bidang filsafat modern, fenomenologi menyelidiki pengalaman
kesadaran, yang berkaitan dengan pertanyaan seperti, bagaimana pembagian
antara subjek (ego) dengan objek (dunia) muncul dan bagaimana sesuatu hal di
(25)
Pendekatan penelitian kualitatif dirasakan lebih cocok dan relevan dengan
topik atau pembahasan yang akan diteliti karena menggali dan memahami apa
yang tersembunyi di balik fenomena pengguna piercing di kalangan mahasiswa
kota Bandung dan bagaimana komunikasi yang muncul melalui penggunaan
piercing tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Denzin dan Lincoln :
“Penelitian kualitatif memiliki fokus pada banyak metode, meliputi pendekatan interpretatif dan naturalistik terhadap pokok persoalannya. Ini bererti bahwa para peneliti kualitatif mempelajari segala sesuatu di lingkungan yang alami, mencoba untuk memahami atau menafsirkan fenomena menurut makna-makna yang diberikan kepada fenomena tersebut oleh orang-orang. Penelitian kualitatif meliputi penggunaan dan pengumpulan berbagi bahan empiris yang diteliti penelitian kasus, pengalaman pribadi, instropektif, kisah pekerjaan, wawancara, pengamatan, sejarah, interaksi, dan naskah-naskah visual yang menggambarkan momen-momen problematik dan pekerjaan sehari-hari serta makna yang ada dalam pekerjaan individu.” (Creswell, 1998 : 15)
Bagi penelitian kualitatif, satu-satunya realita adalah situasi yang diciptakan
oleh individu-individu yang terlibat dalam penelitian. Peneliti memaparkan realita
di lapangan secara jujur dan mengandalkan pada suara dan penafsiran informan.
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli (Bodgan dan Taylor,
1992 : 5; Bodgan dan Biglen, 1990 : 2; Miles dan Huberman, 1994 : 15; Branmen,
1997 : 1) menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif ini sangat bergantung
pada pengamatan mendalam terhadap perilaku manusia dan lingkungannya.
Orientasi kualitatif ini berupaya untuk mengungkapkan realitas fenomena
pengguna piercing di kalangan mahasiswa kota Bandung bagaimana komunikasi
(26)
1.8 Subjek dan Informan Penelitian 1.8.1 Subjek Penelitian
Pada hakekatnya pada setiap penelitian haruslah memiliki subjek penelitian
sebagai tujuan yang akan diteliti. Subjek penelitian yang dimaksud adalah sesuatu
baik mahkluk hidup, benda ataupun lembaga (instansi), yang sifat dan keadaannya
(atributnya) akan diteliti. Adapun pengertian lain dari subjek penelitian adalah,
sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau terkandung objek penelitian” (Tatang,
2009). Penelitian ini dilakukan di kota Bandung, dengan subjek penelitian di
dalam penelitian ini mahasiswa aktif di kota Bandung yang menggunakan
piercing.
1.8.2 Informan Penelitian
Informan adalah seseorang yang mengetahui informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian. Informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang
latar penelitian (Moleong, 2007 : 90). Sedangkan menurut Websters New
Colleagiete Dictiory seorang informan adalah seorang pembaca asli yang
berbicara dengan mengulang kata-kata, frase, dan kalimat dalam bahasa atau
dialegnya sebagai model instansi atau sumber informasi.
Informan kunci dalam penelitian ini berjumlah empat orang yang
semuanya berstatus sebagai mahasiswa aktif di universitas-universitas kota
Bandung. Informan pendukung dalam penelitian ini berjumlah tiga orang yang
berstatus sebagai mahasiswa aktif di universitas-universitas kota Bandung, yang
(27)
kunci tersebut adalah mahasiswa yang melakukan piercing, sedangkan informan
pendukung adalah mahasiswa yang tidak melakukan piercing. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel di berikut :
Tabel 1.2 Informan Penelitian
No. Nama Mahasiswa Universitas Keterangan
1. Yanuar Arvind A. Telkom PDC Informan Kunci
2. Andri Kurniawan Unpad Informan Kunci
3. Hadis Syah P. Unikom Informan Kunci
4. Adi Pratama Unpas Informan Kunci
5. Rizky Nugraha UIN Informan Pendukung
6. Rizky Zulian ITB Informan Pendukung
7. Insani Istiqomah Unisba Informan Pendukung
Sumber : Analisis Peneliti, 2011
Pemilihan informan yang menggunakan dilakukan dengan teknik purpusive
sampling dimana informan dijadikan sumber informasi yang mengetahui tentang
masalah penelitian yang sedang diteliti oleh peneliti, dengan pertimbangan bahwa
merekalah yang paling mengetahui informasi yang akan diteliti, semua informan
(28)
1.9 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan dalam proses pengumpulan data pada penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interview) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban pertanyaan itu (Moleong, 2007 : 135).
Wawancara juga dimaksudkan untuk memverifikasi khususnya
pengumpulan data. Wawancara yang akan dilakukan secara terstruktur
bertujuan mencari data yang mudah dikualifikasikan, digolongkan,
diklasifikasikan dan tidak terlalu beragam, dimana sebelumnya peneliti
menyiapkan data pertanyaan.
Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara mendalam kepada para
mahasiswa di kota Bandung yang melakukan tindakan piercing serta dari
beberapa individu yang bisa menjadi informan dalam penelitian ini.
2. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah dimana peneliti berusaha untuk
mengumpulkan data penelitian dengan mengamati segala sesuatu atau
kejadian-kejadian yang berkaitan dengan fenomena yang sedang diteliti.
3. Studi pustaka
Studi pustaka adalah dimana peneliti mencari data dengan mengadakan
(29)
ilmiah yang memiliki hubungan dengan penelitian yang dilakukan.
Melalui studi pustaka ini diharapkan mendapat dukungan teori dalam
pembahasan masalah, yaitu dengan mengutip pernyataan atau pendapat
para ahli, hal ini diharapkan akan memperjelas dan memperkuat
pembahasan yang akan diuraikan.
4. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari catatan peristiwa yang telah berlalu. Dokumen
dapat berupa tulisan, gambar, foto, dan sebagainya. Dokumen sudah lama
digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal
dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji,
menafsirkan, bahkan meramalkan (Moleong, 2007 : 161).
Dokumentasi sendiri merupakan salah satu pengumpul data dimana
sumber dokumentasi ini diperoleh dari beberapa data atau dokumen,
laporan, buku, surat kabar, dan juga beberapa bacaan lainnya yang
mendukung penelitiaan ini.
5. Internet searching
Internet searching merupakan salah satu dari produk perkembangan
teknologi manusia. Melalui browser untuk mencari informasi yang
diperlukan. Dalam jejaring dunia maya menampung banyak data dari
situs-situs yang ada diseluruh dunia, dengan hanya memasukkan kata
kunci dari informasi yang diinginkan maka akan muncul alamat-alamat
(30)
1.10 Teknik Analisa Data
Dalam setiap kegiatan penelitian pasti diperlukan adanya suatu analisis data
sebagai media pengumpulan data. Analisis data adalah proses mengatur urutan
data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan urutan
dasar (Patton dalam Moleong, 1980 : 268).
Dalam penelitian kulaitatif analisis data dilakukan sepanjang penelitian tersebut
berlangsung. Hal ini dilakukan melalui deskripsi data penelitian, penelaahan
tema-tema yang ada, serta penonjolan-penonjolan pada tema tertentu (Creswell,
1998 : 65).
Teknik analisis data dialkukan sepanjang proses penelitian sejak penelitian
memasuki lapangan untuk mengumpulkan data. Terkait dengan itu, teknik analisis
data yang akan ditempuh peneliti melalui tiga tahap yakni, reduksi data, penyajian
data, serta penarikkan kesimpulan dan verifikasi. Seperti digambarkan di bawah
ini model komponen-komponen analisis data model interaktif.
Data yang diperoleh dari lapangan dilakukan analisis melalui tahap-tahap
sebagai berikut :
1. Tahap pertama “pengumpulan data”
Data yang dikelompokkan selanjutnya disusun dalam bentuk
narasi-narasi, sehingga berbentuk rangakaian informasi yang bermakna sesuai
dengan masalah penelitian.
2. Tahap kedua “reduksi data”
Miles dan Huberman (Suprayogo dan Tobroni, 2001 : 193) menyatakan
(31)
“Reduksi data diartikan sebagi proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstakan, transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data berlangsung
terus-menerus selama penelitian berlangsung.”
Hasil wawancara di lapangan akan dituangkan dalam sebuah narasi yang
kemudian disederhanakan dengan memilih hal-hal yang sejenis dan
dibutuhkan serta mengelompokkannya sesuai pembahasan agar lebih
mudah dalam penyajiannya.
3. Tahap ketiga “penyajian data”
Penyajian hasil dari penelitian akan dipaparkan berdasarkan
temuan-temuan di lapangan dengan bahasa khas dari informan yang disertai
bahasa indonesia agar mudah dipahami. Melakukan interpretasi data
yaitu mengintepretasikan apa yang telah diintepretasikan oleh informan
terhadap masalah yang diteliti.
4. Tahap keempat “penarikkan kesimpulan”
Logika yang dilakukan dalam penarikan kesimpulan penelitian kualitatif
bersifat induktif (dari khusus ke umum), seperti dikemukakan Faisal
(Bungin, 2003 : 68-69) bahwa :
“Dalam penelitian kualitatif digunakan logika induktif abstraktif. Suatu logika yang bertitik tolak dari khusus ke umum, bukan dari umum ke khusus sebagaimana dalam logika deduktif verifikatif. Karenanya, antara kegiatan pengumpulan data dan analisis data menjadi tak mungkin dipisahkan satu sama lain. Keduanya berlangsung secara simultan atau berlangsung serempak. Prosesnya berbentuk siklus, bukan linier. Huberman dan Miles melukiskan siklusnya seperti terlihat pada gambar berikut ini” :
(32)
Gambar 1.2
Komponen-Komponen Analisis Data : Model Kualitatif
Sumber : Miles and Huberman (1992 : 20)
Penarikan kesimpulan mulai dari permulaan pengumpulan data, mencari
arti, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur
sebab-akibat, dan proposisi. Kemudian peneliti berkompeten untuk membentuk
kesimpulan-kesimpulan dan tetap terbuka, namun pada mulanya belum
jelas dan kemudian menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.
Mulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan merupakan satu kesatuan yang jalin-menjalin pada
saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang
sejajar untuk membangun wawasan umum yang disebut “analisis”.
5. Tahap lima “evaluasi”
Melakukan verifikasi hasil analisis data dengan informan, yang
didasarkan pada tahap kesimpulan. Tahap ini dimaksudkan untuk
(33)
informan yang dapat mengaburkan makna persoalan sebenarnya dari
fokus penelitian.
Tahapan-tahapan dalam analisis data di atas merupakan bagian yang tidak
terpisahkan, sehingga saling berhubungan antara tahapan yang satu dengan yang
lain. Analisis dilakukan secara berkesinambungan dari awal sampai akhir
penelitian, untuk mengetahui fenomena pengguna piercing di kalangan
mahasiswa kota Bandung dan komunikasi dan bagaimana komunikasi yang
muncul melalui penggunaan piercing tersebut.
1.11 Uji Keabsahaan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi beberapa pengujian.
Peneliti menggunakan uji credibility (validitas interbal) atau uji kepercayaam
terhadap hasil penelitian. Uji keabsahan data ini diperlukan untuk menentukan
valid atau tidaknya suatu temuan atau data yang dilaporkan peneliti dengan apa
yang terjadi sesungguhnya di lapangan.
Cara pengujian kredibilitas data atau kepercayaan terhadap hasil penelitian
menurut Sugiyono dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis
kasus negatif, dan membercheck. (Sugiyono 2005:270)
1. Perpanjangan pengamatan
Berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara
(34)
2. Peningkatan ketekunan
Berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan
peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
3. Triangulasi
Sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek
data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Triangulasi teknik
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek
dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Triangulasi waktu
dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,
observasi,atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
(Sugiyono, 2005:270-274)
4. Diskusi dengan teman sejawat
Teknik ini dilakukan dengan mengekspos hasil sementara atau hasil akhir
yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat.
Pemeriksaan sejawat berarti pemerikasaan yang dilakukan dengan jalan
mengumpulkan rekan-rekan sebaya, yang memiliki pengetahuan umum
yang sama tentang apa yang sedang diteliti, sehingga bersama mereka
peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang
(35)
5. Analisis kasus negatif
Peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan
data yang ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau
bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat
dipercaya.
6. Membercheck,
Proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data.
Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Sehingga
informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan
sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan. (Sugiyono,
2005:275-276)
1.12 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.12.1 Lokasi Penelitian
Pada penelitian mengenai fenomena piercing ini, peneliti melakukan
penelitian di beberapa lingkungan universitas seperti, Unikom, Unpad, Telkom
PDC, UIN, Unpar, IT Telkom, ITB, dan Unisba yang bertempat di kota Bandung.
1.12.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu lima bulan, terhitung mulai dari
(36)
Sumber : Analisis Peneliti, 2011
Tabel 1.3
Waktu dan Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Maret 2011 April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajuan
Judul 2 Penyusunan
BAB I Bimbingan
3 Seminar UP
4 Penyusunan
BAB II Bimbingan
5 Penyusunan
BAB III Bimbingan
6 Pengumpulan
Data Wawancara Bimbingan Pengolahan Data 7 Penyusunan
BAB IV Bimbingan
8 Penyusunan
BAB V Bimbingan
9 Penyusunan
Keseluruhan 10 Sidang
(37)
1.13 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran tentang penulisan dari skripsi ini, makan
ringkasan secara sistematis dijelaskan pada beberapa bab yang akan dibuat
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, maksud dan tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, pertanyaan penelitian,
pendekatan metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,
lokasi dan waktu penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan tinjauan permasalahan dari aspek teoritis, yaitu tinjauan tentang
komunikasi, tinjauan tentang fenomenologi, interaksi simbolik, konsep diri,
serta teori penunjang lainnya dalam memecahkan masalah pada penelitian ini.
BAB III OBYEK PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang objek yang menjadi
fokus penelitian, yaitu piercing dan penggunaannya.
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan mengenai hasil wawancara dengan informan. Data
yang terkumpul, yang meliputi analisis deskriptif, identitas informan, dan
(38)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti memberikan kesimpulan dari hasil pembahasan yang
ada pada identifikasi masalah dan juga peneliti memberikan saran-saran
(39)
2.1 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi
Sebagai makhluk sosial kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari
aktivitas komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian yang penting dalam
kehidupan sosial manusia atau masyarakat.
Pengertian komunikasi secara umum adalah suatu proses penyampaian pesan
dari komunikator kepada komunikan melalui suatu media dengan tujuan untuk
mendapatkan umpan balik. Sedangkan pengertian dari komunikasi itu sendiri
menurut Hovland, Janis & Kelley (1953) adalah suatu proses melalui mana
seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk
kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya
(khalayak).
Dalam hal penyampaian informasi ini, tentu saja bukanlah hal yang mudah.
Hal ini sebab pada saat komunikasi terjadi antara dua orang atau lebih, ibarat dua
kutub yang berbeda sedang berhadapan, dikarenakan individu memiliki
pengalaman yang berbeda dan dari latar belakang yang berbeda pula.
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Kata atau istilah komunikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Communication
dan dalam bahasa latin berasal dari kata Communicatus yang artinya berbagi atau
menjadi milik bersama. Menurut Webster New Collogiate Dictionary dijelaskan
(40)
bahwa komunikasi adalah “suatu proses pertukaran informasi di antara individu
melalui system lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku”. Ada yang
berpendapat komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan melalui saluran terntentu.
Pada dasarnya komunikasi merupakan proses komunikasi dua arah,
komunikasi tidak hanya berupa memberitahukan dan mendengarkan saja,
komunikasi harus mengandung pembagian ide, pikiran, fakta atau pendapat.
Definisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan,
penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri
seseorang atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Terdapat
beberapa definisi tentang komunikasi dari beberapa para ahli, diantaranya :
Weaver mendefinisikan komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana
pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lain.
Harold Lasswell mendefinisikan komunikasi pada dasarnya merupakan suatu
proses yang menjelaskan “siapa”, “mengatakan apa”, “dengan saluran apa”,
“kepada siapa”, “dan dengan akibat apa” atau “hasil apa”. (who says what in
which channel to whom and with what effect)
Definisi Lasswell, secara eksplisit dan kronologis menjelaskan tentang lima
komponen yang terlibat dalam komunikasi, yaitu :
1. Siapa (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau
sumber).
(41)
3. Kepada siapa (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran
penerima).
4. Melalui saluran apa (saluran atau alat apa yang digunakan dalam
penyampaian informasi).
5. Dengan akibat atau hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima).
Wilbur Schrarmm menyatakan komunikasi sebagai suatu proses berbagi
(sharing proses), Schrarmm menguraikannya demikian :
“Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) latin communis yang berarti
umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita
sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonness) dengan
seseorang. Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide, dan sikap. Seperti dalam
uraian ini, misalnya saya sedang berusaha berkomunikasi dengan para pembaca
untuk menyampaikan ide bahwa hakikat sebuah komunikasi sebenarnya adalah
usaha membuat penerima atau pemberi komunikasi memilki pengertian
(pemahaman) yang sama terhadap pesan tertentu.
Dari uraian Schrarmm itu dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang
berhasil melahirkan kebersamaan (commonness) ; kesepahaman antara sumber
(source) dengan penerima (audience-receiver)-nya. Sebuah komunikasi akan
benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, pengertian dan lain-lain
(42)
2.1.2 Proses Komunikasi
Setelah kita memahami pengertian komunikasi, maka selanjutnya perlu
diketahui pula tentang proses komunikasi. Proses komunikasi adalah setiap
langkah mulai dari saat menciptakan informasi sampai dipahaminya informasi
oleh komunikan. Komunikasi adalah suat proses, suatu kegiatan yang berlangsung
kontinu.
Dalam setiap proses transaksi, setiap elemen-elemen berkaitan secara integral
dengan elemen lain. Elemen-elemen komunikasi saling bergantung, tidak pernah
independen, masing-masing komponen saling mengait dengan komponen yang
lain. Karena sifat saling bergantung ini, perubahan pada elemen proses akan
mengakibatkan perubahan pada elemen-elemen yang lain.
Esensi dalam proses komunikasi adalah untuk memperoleh kesamaan makna
di antara orang yang terlibat dalam proses komunikasi antar manusia. Menurut
pandangan Ruesch dan Bateson dalam Liliweri (1994), bahwa tingkatan yang
paling penting dalam komunikasi manusia adalah komunikasi antar pribadi yang
diartikan sebagai relasi individual dengan orang lain dalam konteks sosialnya.
Melalui proses ini individu menyesuaikan dirinya dengan orang lain melalui
proses yang disebut pengiriman (transmitting) dan penerimaan (receiving).
William G.Scott mengutip pendapat Babcock dalam Thoha (1977)
mengatakan bahwa ada 5 faktor yang mempengaruhi proses komunikasi :
1. The Act (Perbuatan)
Perbuatan komunikasi menginginkan pemakaian lambing-lambang yang
(43)
oleh manusia. Pada umumnya lambing tersebut dinyatakan dengan
bahasa atau dalam keadaan terntentu tanda-tanda lain dapat pula
dipergunakan.
2. The Scene (Adegan)
Adegan sebagai salah satu faktor dalam komunikasi ini menekankan
hubungannya dengan lingkungan komunikasi. Adegan ini menjelaskan
apa yang akan dilakukan, simbol apa yang digunakan dan arti dari apa
yang dikatakan. Dengan pengertian adegan ini merupakan apa yang
dimaksudkan yakni sesuatu yang akan dikomunikasikan dengan melalui
symbol apa, sesuati itu dapat dikomunikasikan.
3. The Agent (Pelaku)
Individu-individu yang mengambil bagian dalam hubungan komunikasi
dinamakan pelaku-pelaku komunikasi. pengirim dan penerima yang
terlibat dalam hubungan komunikasi ini, adalah contoh dari
pelaku-pelaku komunikasi tersebut dan peranannya seringkali saling
menggantikan dalam situasi komunikasi yang berkembang.
4. The Agency (Perantara)
Alat-alat yang dipergunakan dalam komunikasi dapat membangun
terwujudnya perantara itu (the agency). Alat-alat itu selain dapat
berwujud komunikasi lisan, tatap muka, dapat juga alat komunikasi
tertulis, seperti surat perintah, memo, bulletin, nota, surat tugas dan
(44)
5. The Purpose (Tujuan)
Menurut Grace dalam Thoha (1977), ada 4 (empat) macam tujuan trsebut
yaitu :
a. Tujuan Fungsional (The Functional Goals) ialah tujuan yang
secara pokok bermanfaat untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi/lembaga.
b. Tujuan Manipulasi (The Manipulative Goals) tujuan ini
dimaksudkan untuk menggerakkan orang-orang yang mau
menerima ide-ide yang disampaikan baik sesuai atau pun tidak
dengan nilai dan sikapnya sendiri.
c. Tujuan Keindahan (The Aesthetics Goals) tujuan ini dimaksudkan
untuk menciptakan tujuan-tujuan yang bersifat kreatif.
Komunikasi ini dipergunakan untuk memungkinkan seseorang
mampu mengungkapkan perasaan tadi dalam kenyataan.
d. Tujuan Keyakinan (The Confidence Goals) tujuan ini bermaksud
untuk meyakinkan atau mengembangkan keyakinan orang-orang
pada lingkungan.
2.1.3 Unsur Komunikasi
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku yang berjudul Dinamika
Komunikasi, bahwa dari berbagai pengertian komunikasi yang telah ada, tampak
adanya sejumlah komponen unsure yang dicakup, yang merupakan pernyataan
(45)
1. Komunikator
Orang yang menyampaikan pesan.
2. Pesan
Pernyataan yang didukung oleh lambing.
3. Komunikan
Orang yang menerima pesan.
4. Media
Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh
tempatnya atau banyak jumlahnya.
5. Efek
Dampak atau hasil akhir sebagai pengaruh dari adanya pesan yang
disampaikan.
Perkembangan terakhir mengenai unsure komunikasi adalah munculnya
pandangan dari Joseph de Vito, K. Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor
lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah pentingnyadalam mendukung
terjadinya proses komunikasi.
Kalau unsur-unsur komunikasi yang dikemukakan di atas dilukiskan dalam
gambar, kaitan antara satu unsure dengan unsure lainnya dapat dilihat seperti
berikut :
Gambar 2.1 Unsur Komunikasi
SUM BER PESAN M EDIA PENERIM A EFEK
UM PAN BALIK
(46)
2.1.4 Karakteristik Komunikasi
Berdasarkan dari beberapa definisi tentang komunikasi di atas, dapat
diperoleh gambaran bahwa komunikasi mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Komunikasi adalah suatu proses. Artinya bahwa komunikasi merupakan
serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara beriritan (ada
tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun
waktu tertentu.
2. Komunikasi bersifat simbolis. Yaitu komunikasi pada dasarnya
merupakan tindakan yang dilakukan menggunakan tanda-tanda atau
lambang-lambang. Lambing yang paling umum digunakan dalam
komunikasi antar manusia adalah dengan bahasa verbal yaitu dalam
bentuk kata-kata, kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya.
3. Komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan.
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar,
disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya.
4. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku
yang terlibat. Kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila
pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat
dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topic pesan
yang disampaikan.
5. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu. Dimana para peserta
atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu
(47)
komunikasi seperti telepon, internet, faximili, dan lain-lain, faktor ruang
dan waktu tidak lagi menjadi masalah dalam berkomunikasi.
6. Komunikasi bersifat transaksional. Pada dasarnya komunikasi menuntu
dua tindakan, yaitu member dan menerima. Dua tindakan tersebut
tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau porsional.
2.1.5 Tujuan Komunikasi
Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku Dimensi-dimensi Komunikasi,
tujuan komunikasi adalah sebagai berikut :
1. Perubahan sosial dan partisipasi sosial. Memebrikan berbagai informasi
pada masyarakat yang tujuan akhirnya supaya masyarakat mau
mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.
Misalnya supaya masyarakat ikut serta dalam pemilihan suatu pada
pemilu.
2. Perubahan sikap. Kegiatan memberikan berbagai informasi pada
masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah sikapnya.
Misalnya kegiatan memberikan informasi mengenai hidup sehat
tujuannya adalah supaya masyarakat mengikuti pola hidup sehat dan
sikap masyarakat berubah menjadi positif terhadap pola hidup sehat.
3. Perubahan pendapat. Memberikan berbagai infromasi pada masyarakat
dengan tujuan akhirnya supaya masyarakat mau merubah pendapat dan
persepsinya terhadap tujuan informasi itu disampaikan, misalnya
(48)
tantangan dari masyarakat maka harus disertai penyampaian informasi
yang lengkap supaya pendapat masyarakat dapat terbentuk untuk
mendukung kebijakan tersebut.
2.1.6 Fungsi Komunikasi
Begitu pentingnya komuniaksi dalam hidup manusia, maka Harold Lasswell
mengemukakan bahwa fungsi komunikasi antara lain :
1. Manusia dapat mengontrol lingkungannya.
2. Beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka berada.
3. Melakukan transformasi warisan sosial kepada generasi berikutnya.
Onong Uchjana Effendi dalam buku Dimensi-dimensi Komunikasi
mempunyai pendapat sebagai berikut :
1. Memberikan informasi kepada masyarakat.
Karena perilaku menerima informasi merupakan perilaku alamiah
masyarakat. Dengan menerima informasi yang benar masyarakat akan
merasa aman tentram. Informasi akurat diperlukan oleh beberapa bagian
masyarakat untuk bahan dalam pembuatan keputusan. Informasi dapat
dikaji secara mendalam sehingga melahirkan teori baru dengan demikian
akan menambah perkembangan ilmu pengetahuan. Informasi
disampaikan pada masyarakat melalui berbagai tatanan komunikasi,
(49)
2. Mendidik masyarakat.
Kegiatan komunikasi pada masyarakat dengan memberiakan berbagai
informasi tidak lain agar masyarakat menjadi lebih baik, lebih maju,
lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan mendidik masyarakat dalam
arti luas adalah memberikan berbagai informasi yang dapat menambah
kemajuan masyarakat dengan tatanan komunikasi massa. Sedangkan
kegiatan mendidik masyarakat dalam arti sempit adalah memberikan
berbagai informasi dan juga berbagai ilmu pengetahuan melalui berbagai
tatanan komunikasi kelompok pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas,
dan sebagainya. Tetapi kegiatan mendidik masyarakat yang paling efektif
adalah melalui kegiatan Komunikasi Interpersonal antara penyuluh
dengan anggota masyarakat, antara guru dengan murid, antara pimpinan
dengan bawahan, dan antara orang tua dengan anak-anaknya.
3. Mempengaruhi masyarakat.
Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat juga dapat
dijadikan sarana untuk mempengaruhi masyarakat tersebut ke arah
perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan. Misalnya mempengaruhi
masyarakat untuk mendukung suatu pilihan dalam pemilu dapat
dilakukan melalui komunikasi massa dalam bentuk kampanye,
propaganda, selebaran-selebaran, spanduk dan sebagainya. Tetapi
berdasarkan beberapa penelitian kegiatan mempengaruhi masyarakat
(50)
4. Menghibur masyarakat.
Perilaku masyarakat menerima informasi selain untuk memenuhi rasa
aman juga menjadi sarana hiburan masyarakat. Apalagi pada masa
sekarang ini banyak penyajian informasi melalui sarana seni hiburan.
2.1.7 Ruang Lingkup Komunikasi
Istilah komunikasi kian hari kian popular. Begitu populernya sampai muncul
berbagai macam istilah komunikasi. ada komunikasi timbale balik, ada
komunikasi tatap muka, ada komunikasi langsung, komunikasi tidak langsung,
komunikasi vertical, komunikasi horizontal, komunikasi dua arah dan masih
banyak lainnya.
Sebenarnya istilah-istilah seperti ini tidak perlu membingungkan kita.
Apapun istilahnya, bila kita tetap berpijak pada objek formal ilmu komunikasi dan
memahami ruang lingkupnya, semua istilahitu dapat diberi pengertian secara jelas
dan dapat dibedakan menurut karakteristiknya masing-masing.
Dalam kehidupan kita sehari-sehari kita menemukan peristiwa komunikasi
dimana-dimana. Dalam ruang lingkup yang lebih terinci, komuniasi yang
menggambarkan bagaimana seseorang menyampaikan sesuatu melalui bahasa
atau sombol-simbol tertentu kepada orang lain.
2.1.8 Konteks Komunikasi
Menurut Deddy Mulyana dalam buku Ilmu Komunikasi suatu pengantar,
(51)
suatu konteks atau situasi tertentu. Secara luas, konteks komunikasi di sini berarti
semua faktor-faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi yang etrdiri dari :
1. Aspek bersifat Fisik, seperti : iklim, suhu, cuaca, bentuk ruangan, warna
dinding, tempat duduk, jumlah peserta komunikasi dan alat untuk
penyampaian pesan.
2. Aspek Psikologis, seperti : sikap, kecenderungan, prasangka dan emosi
para peserta komunikasi.
3. Aspek Sosial, seperti : norma kelompok, nilai sosial, dan karakteristik
budaya.
4. Aspek Waktu, seperti : yaitu kapan berkomunikasi.
Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi
berdasarkan konteks atau tungkatannya adalah jumlah peserta yang
terlibat dalam komunikasi. sehingga dikenal adanya komunikasi dengan
diri sendiri (intrapersonal communication), komunikasi diadik (dyadic
communication), komunikasi antar pribadi (interpersonal
communication), komunikasi kelompok kecil (small group
comminication), komunikasi public (public communication), komunikasi
oraganisasi (organization communication) dan komunikasi massa (mass
communication), (Mulyana, 2002 :69-70).
2.2 Tinjauan Tentang Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku
(52)
Dictionary, yang dimaksud dengan fenomenologi adalah (a) the science of
phenomena as distinct from being (ontology), dan (b) division of any science
which describes and classifies its phenomena. Jadi fenomenologi adalah ilmu
mengenai fenomena yang dibedakan dari sesuatu yang sudah menjadi, atau
disiplin ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan fenomena, atau studi
tentang fenomena. Dengan kata lain, fenomenologi mempelajari fenomena yang
tampak di depan kita, bagaimana penampakannya (Kuswarno, 2009:1).
Menurut Husserl, fenomenologi merupakan gabungan antara psikologi dan
logika. Fenomenologi membangun penjelasan dan analisis psikologi, untuk
menjelaskan dan menganalisis tipe-tipe aktivitas mental subjektif, pengalaman,
dan tindakan sadar. Jadi fenomenologi adalah bentuk lain dari logika. Teori
tentang makna (logika semantik) menjelaskan dan menganalisis isi objektif dari
kesadaran, seperti ide, konsep, gambaran, dan proposisi (Kuswarno, 2009:6).
Keterlibatan subyek peneliti di lapangan dan penghayatan fenomena yang
dialami menjadi salah satu ciri utama. Hal tersebut juga seperti dikatakan
Moleong bahwa pendekatan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa
dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu
(1988:7-8).
“Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji” (Creswell, 1998:54).
Pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang
(53)
(jangka waktu). Konsep epoche adalah membedakan wilayah data (subjek)
dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat dimana peneliti
menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti
tentang apa yang dikatakan oleh responden. Ketika epoche adalah langkah awal
untuk “memurnikan” objek dari pengalaman dan prasangka awal, maka tugas dari
reduksi fenomenologi adalah menjelaskan dalam susunan bahasa bagaiman objek
itu terlihat. Fokusnya terletak pada kualitas dari pengalaman, sedangkan
tantangannya ada pada pemenuhan sifat-sifat alamiah dan makna dari
pengalaman. Dalam reduksi fenomenologi kita kembali pada “diri” kita yang
sebenarnya, memahami dari titik mana kita membuat makna secara sadar. Pada
akhirnya akan membawa kita pada kualitas dari fenomena, memunculkan sifat
alamiah dan makna yang ada padanya, dan menjadikannya pengetahuan.
Dengan demikian tahap-tahap yang terjadi dalam reduksi fenomenologi ini
adalah sebagai berikut :
1. Bracketing, atau proses menempatkan fenomena dalam “keranjang” atau
tanda kurung, dan memisahkan hal-hal yang dapat mengganggu untuk
memunculkan kemurniannya.
2. Horizonalizing, atau membandingkan dengan persepsi orang lain
mengenai fenomena yang diamati, sekaligus mngoreksi atau melengkapi
proses bracketing.
3. Horizon, yakni proses menemukan esensi dari fenomena yang murni, atau
(54)
4. Mengelompokkan horizon-horizon ke dalam tema-tema tertentu, dan
mengorganisasikannya ke dalam deskripsi tekstural dari fenomena yang
relevan.
Fokus Penelitian Fenomenologi :
1. Textural description: apa yang dialami subjek penelitian tentang sebuah
fenomena.
2. Structural description: bagaimana subjek mengalami dan memaknai
pengalamannya.
Teknik Pengumpulan Data Fenomenologi :
1. Teknik “utama” pengumpulan data: wawancara mendalam dengan subjek
penelitian.
2. Kelengkapan data dapat diperdalam dengan : observasi partisipan,
penulusuran dokumen, dan lain-lain.
Orleans mencontohkan penelitian fenomenologi yang dilakukan oleh Peele
tentang fenomena “alkoholisme sebagai suatu penyakit”. Dalam penelitiannya ini,
Peele tidak berusaha mencari pendapat benar dan salah dari informan, melainkan
berusaha untuk ‘mereduksi’ kesadaran informan dalam memahami fenomena
tersebut. Proses ‘mereduksi’ kesadaran informan inilah yang oleh Hitztler dan
Keller disebut “metode verstehen”. Metode ini membantu peneliti
menggambarkans ecara rinci bagaimana kesadaran itu berjalan secara alamiah.
Dengan demikin, peneliti harus masuk ke dalam pikiran informan (Kuswarno,
(55)
2.3 Tinjauan Tentang Interaksionisme Simbolik
Mead dianggap sebagai bapak interaksionisme simbolik, karena
pemikirannya yang luar biasa. Dia mengatakan bahwa pikiran manusia
mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang
dialaminya, menerangkan asalmulanya dan meramalkannya. Bagi Mead tidak ada
pikiran yang lepas bebas dari situasi sosial. Berpikir adalah hasil internalisasi
proses interaksi dengan orang lain. Berlainan dengan reaksi binatang yang bersifat
naluriah dan langsung, prilaku manusia diawali oleh proses pengertian dan
penafsiran.
Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas
manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif
interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang
subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai
proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka
dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi
mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek, dan
bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka. (Mulyana,
2008:70)
Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah
“interaksi manusia dengan menggunakan symbol-simbol”. Mereka tertarik pada
cara manusia menggunakan symbol-simbol yang menginterpretasikan apa yang
mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh
(56)
yang terlibat dalam interaksi sosial. Penganut interaksionisme simbolik
berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dari interpretasi
mereka atas dunia disekeliling mereka. Secara ringkas, interaksi simbolik
didasarkan premis-premis berikut : pertama, individu merespons suatu situasi
simbolik. Mereka merespons lingkungan, termasuk objek fisik, (benda) dan objek
social (perilaku manusia) berdasarkan makna yang dikandung
komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Ketika mereka menghadapi suatu
situasi, respons mereka tidak bersifat mekanis, tidak pula ditentukan oleh
factor-faktor eksternal, alih-alih respons mereka bergantung pada bagaimana mereka
mendefinisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi social.jadi, individulah yang
dipandang aktif untuk menentukan lingkungan mereka sendiri. Kedua, makna
adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek,
melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Negosiasi itu
dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya
objek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindakan
atau peristiwa itu), namun juga gagasan yang abstrak. Akan tetapi nama atau
symbol yang digunakan untuk menandai objek, tindakan, peristiwa atau gagasan
itu bersifat arbitrer (sembarang). Artinya, apa saja dijadikan bisa symbol dan
karena itu tidak ada hubungan logis. Melalui penggunaan symbol itulah manusia
dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang dunia. Ketiga, makna yang
diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu , sejalan dengan
perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi
(57)
berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Manusia membayangkan atau
merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Dalam proses ini, individu
mengantisipasi reaksi orang lain, mencari alternatif-alternatif ucapan atau
tindakan yang akan ia lakukan. Individu membayangkan bagaimana orang lain
akan merespons ucapan atau tindakan mereka. (Mulyana, 2008:71-73)
Konsep tentang “self ” atau diri merupakan inti dari teori interaksi simbolik.
Mead menganggap konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi
sosial individu dengan orang lain (D. Mulyana, 2001:73). Konsep diri
memberikan motif yang penting untuk perilaku, Mead berpendapat bahwa
manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan
dirinya sendiri. Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku dan sikap.
Konsep diri berasal dari bahasa inggris yaitu self concept ; merupakan suatu
konsep mengenai diri individu itu sendiri yang meliputi bagaimana seseorang
memandang, memikirkan dan menilai dirinya sehingga tindakan-tindakannya
sesuai dengan konsep tentang dirinya tersebut. Pandangan Mead tentang diri
terletak terletak pada konsep “pengambilan peran orang lain” (taking the role of
the other). Konsep Mead tentang diri merupakan penjabaran “diri sosial” (social
self) yang dikemukakan William James dan pengembangan dari teori Cooley
tentang diri. Cooley mendefinisikan diri sebagai sesuatu yang dirujuk dalam
pembicaraan biasa melalui kata ganti orang pertama tunggal, yaitu ”aku”, ”daku”
(me), ”milikku (mine), dan ”diriku” (myself). Ia mengatakan bahwa segala sesuatu
yang dikaitkan dengan diri menciptakan emosi lebih kuat daripada yang tidak
(1)
Nasution, S., 2003, Metode Penelitian Natularistik Kualitatif, Bandung, Tarsito.
Poloma, Margaret M, 2000, Sosiologi Kontemporer, Jakarta, Raja Grafindo. Rakmat, Jalaludin, 2008, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono, 2005, Model Penelitian Kuantitatif Kualitatid dan R&D, Bandung, Alfabeta.
Suprayogo, Imam dan Tobroni, 2001, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Suryabrata, Sumadi, 1993, Psikologi Kepribadian, Jakarta, Rajawali.
West, R. dan Turner H. Lyn, 2007, Introducing Communication Theory, Analysis and Aplication, New York, Mc Graw Hill.
INTERNET
http://www.mediaindonesia.com/mediaperempuan/index.php/read/2009/03/0 3/1216/3/Lebih_Jauh_tentang_Tindik, oleh Firda Kurnia Widyasari, Selasa 19/04/2011 pukul 07.27 WIB
http://www.tatandud.blogspot.com/2011_01_01_archive.html, oleh Tata, Minggu 01/05/2011 pukul 17.15 WIB
http://www.twentea.com/20081128/tertarik-body-piercing, oleh Lany, Jum’at 18/03/2011 pukul 17.25 WIB
(2)
http://infonta.blogspot.com/2010/11/kehidupan-suku-dayak-kenyah-dan-modang.html, oleh Franky Raden, Senin 16/05/2011 pukul 11.00 WIB
http://female-body-piercing.blogspot.com/2010/10/tongue-piercings-history.html, oleh NN, Senin 16/05/2011 pukul 11.20 WIB
http://rhyandhy.blogspot.com/2010/05/jerinx-sid-q-ngefen-baget-5-tato-amu.html, oleh Andy Priyanto, Jum’at 20/05/2011 pukul 10.00 WIB
KARYA ILMIAH
Muzammil, Ardhi, 2009, KOMUNIKASI WANITA PENJAJA SEKS (Studi Fenomenologi Keberadaan Wanita Penjaja Seks di Daerah Alun-Alun & Jl. ABC Kota Bandung), Bandung, Universitas Padjajaran. Zakiah, Sarah Siti, 2011, KOMUNIKASI REMAJA BROKEN HOME (Studi
Fenomenologi Komunikasi Remaja Broken Home Dengan Orang Tuanya di Kota Bandung), Bandung, Universitas Komputer Indonesia.
(3)
Daftar Riwayat Hidup
A. Identitas Pribadi
1. Nama Lengkap : Duane Masaji Raharja 2. Nama Panggilan : Dwen
3. Tempat / Tgl. Lahir : Ponorogo, 24 Maret 1989 4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Status Pernikahan : Belum Kawin
6. Status Saudara : Anak ke dua (2) dari dua (2) bersaudara
7. Agama : Islam
8. No. Telp : 085 720 300 344 / 081 321 550 066 9. E-mail : duane_masaji_raharja@yahoo.co.id 10.Alamat : Bandung : Jl. Cigadung RayaTimur
Griya Cigadung Baru B4 Bandung
Ponorogo : Jl. Halim Perdana Kusuma VIII/12
Ponorogo 11.Orang Tua Kandung
a. Nama Ayah : Dadiet Sudarmaji
b. Nama Ibu : Destyawati Rahayu, S.Pd.
c. Alamat : Jl. Halim Perdana Kusuma VIII/12 Ponorogo
(4)
B. Data Pribadi
1. Berat /Tinggi Badan : 68 kg/ 175 cm 2. Warna Kulit : Sawo matang 3. Golongan Darah : O
C. Kesehatan
Pernah punya penyakit berat dan dirawat di rumah sakit? (Ya/Tidak)
D. Hobby
1. Fotografi 2. Sepak Bola 3. Design 4. Catur 5. Musik 6. Berpetualang
E. Pendidikan Formal
1. Sarjana Ilmu Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia, Bandung, 2007-2011.
2. SMA Negeri 1 Kediri, 2004 – 2007. 3. SMP Negeri 1 Ponorogo, 2001 – 2004. 4. SD Muhammadyah I Ponorogo, 1995 – 2001.
F. Pendidikan Non-Formal
1. 2011, Panitia Diskusi Politik Prodi Ilmu Pemerintahan UNIKOM, Gedung Indonesia Menggugat, Bandung (Bersertifikat).
2. 2011, Pembicara Latihan Dasar Kepemimpinan Prodi Ilmu Pemerintahan UNIKOM, Dodik Bela Negara Rindan III Siliwangi, Lembang (Bersertifikat).
3. 2011, Panitia Pelatihan Keprotokolan Tim Protokoler UNIKOM, UNIKOM, Bandung (Bersertifikat).
4. 2010, Peserta Seminar Budaya Preneurship, UNIKOM, Bandung (Bersertifikat).
(5)
5. 2010, Peserta Seminar Fotografi, Lomba Foto Essay, dan Apresiasi Seni, UNIKOM, Bandung (Bersertifikat).
6. 2010, Paniti Penerimaan Mahasiswa Baru T.A. 2010/2011 dan Wisuda T.A. 2009/2010, UNIKOM, Bandung (Bersertifikat).
7. 2010, Peserta Pelatihan Public Speaking, UNIKOM, Bandung (Bersertifikat).
8. 2010, Peserta Pelatihan Table Manner, Banana Inn, Bandung (Bersertifikat).
9. 2010, Peserta Pelatihan Shadr Leadership, UNPAD, Bandung (Bersertifikat).
10.2010, Peserta Pelatihan Presentation Skills, UNPAD, Bandung (Bersertifikat).
11.2010, Peserta Pelatihan Problem Solving and Decision Making, UNPAD, Bandung (Bersertifikat).
12.2010, Peserta Pelatihan Personality Development, UNPAD, Bandung (Bersertifikat).
13.2009, Peserta Pelatihan Protokoler II, UNIKOM, Bandung (Bersertfikat).
14.2009, Peserta Pelatihan Quantum of Change, UNPAD, Bandung (Bersertifikat).
15.2009, Peserta Pelatihan Interpersonal Skills & Communication, UNPAD, Bandung (Bersertifikat).
16.2009, Peserta Pelatihan Communication Skill, UNPAD, Bandung (Bersertifikat).
17.2009, Peserta Kuliah Umum Kebudayaan Film & Sensor Film, UNIKOM, Bandung (Bersertifikat).
18.2009, Peserta Study Tour Mass Media, Jakarta (Bersertfikat).
19.2009, Peserta Seminar dan Pelatihan Konseptual Fotografi dan Lighting Indoor, UNIKOM, Bandung (Bersertifikat).
20.2009, Peserta Seminar Jurnalistik, ITB & Metro TV, Bandung (Bersertifikat).
21.2008, Peserta Pelatihan A Workshop on Modern Strategic Public Relations, UNPAD, Bandung (Bersertifikat).
(6)
22.2008, Peserta Mentoring Agama Islam, UNIKOM, Bandung (Besertifikat).
23.2008, Peserta Pelatihan Master of Ceremony, UNIKOM, Bandung (Bersertifikat).
24.2008, Peserta Pelatihan Personal Development & Brain Management, UNIKOM, Bandung (Bersertifikat).
25.2007, Peserta Pelatihan Sutradara & Membuat Film, Savoy Homan, Bandung (Bersertifikat).
G. Prestasi yang Pernah Diraih
1. 2007 Juara 1 Band Tingkat SMA.
H. Kemampuan yang Dikuasai 1. Fotografi dan Editing Foto 2. Presentasi dan Public Speaking 3. Design Majalah
4. Penguasaan Komputer : Software (MS. Office 2007, Adobe Photoshop, Adobe Page Maker) dan Internet.
I. Pengalaman Organisasi
1. 2010 - sekarang : Ketua Departemen Pengurus dan Kelembagaan Korps Protokoler Mahasiswa Indonesia
2. 2010 - sekarang : Ketua Tim Protokoler Mahasiswa UNIKOM 3. 2009 - sekarang : Anggota Tim Protokoler Program Studi Ilmu