keterangan, pemberitahuan
yang dapat
menimbulkan kesadaran
dan mempengaruhi perilaku.
2.2 Nifas
2.2.1 Definisi Nifas Masa nifas puerperium adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar
dan berakhir kembali seperti keadaan semula sebelum hamil yaitu pemulihan dari perubahan anatomis dan fisiologis yang berlangsung selama kira-kira 6-12
minggu setelah kelahiran anak Hutahaean, 2009; Sulistyawati, 2009.
2.3 Tanda-Tanda Bahaya Pada Masa Nifas
Diperkirakan bahwa 60 kematian ibu akibat kehamilan setelah persalinan Prawihardjo, 2006. Oleh karena itu, penting bagi bidanperawat untuk
memberikan informasi dan bimbingan pada ibu untuk dapat mengenali tanda- tanda bahaya pada masa nifas yang harus diperhatikan.
Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas adalah meliputi:
2.3.1 Demam
Infeksi nifas merupakan masuknya bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, kenaikan suhu sampai 38ºC atau selama 2 hari dalam 10 hari
pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Etiologi: organisme pada bekas implantasi plasenta atau laserasi akibat persalinan adalah
Kuman Anaerob: kokus gram positif peptostreptokok, peptokok, bakteriodes dan clostridium dan Kuman Aerob: gram positif dan E. Coli. Faktor predisposisi
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
seperti semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, kelahiran yang lama dengan ketuban pecah lama, tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan
bekuan darah, tekhnik aseptik yang tidak baik dan benar, pemeriksaan vagina selama persalinan, manipulasi intrauterus, traumaluka terbuka, hematom dan
hemoragi darah hilang lebih dari 1000 ml, perawatan perineum yang tidak tepat, dan infeksi vaginaserviks atau penyakit menular seksual yang tidak ditangani
Rukiyah, dkk, 2011. 2.3.2
Perdarahan Pervaginam Postpartum Perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih, sesudah anak lahir atau setelah
kala III. Perdarahan ini bias terjadi segera begitu ibu melahirkan. Terutama di 2 jam pertama. Kalau terjadi perdarahan, maka tinggi rahim menjadi tinggi, dan
denyut nadi ibu menjadi cepat. Klasifikasi klinis: Perdarahan Pasca Persalinan Primer yakni perdarahan yang terjadi pada 24 jam pertama, penyebab: atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Perdarahan Pasca Persalinan Sekunder yakni perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama setelah
melahirkan, penyebab: robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran. Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak lebih dari
pada perdarahan haid biasa atau bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam setengah jam, disertai gumpalan darah yang besar-besar dan berbau busuk
Maryunani, 2009; Rukiyah, dkk, 2011.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Pre-eklampsia dan Eklampsia
Menurut Shennan Chappell dalam Chapman, 2006, Pre-eklampsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan
darah TD=14090 mmHg dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan kejang eklampsia dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin
meliputi restriksi pertumbuhan dan abrupsio plasenta. Tanda dan gejala seperti: nyeri perut hebatrasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung, serta nyeri
ulu hati, sakit kepala parahterus menerus, gangguan penglihatankabur, mual dan muntah, edema pada wajah, jari-jari atau tangan dan rasa sakit, merah, atau
bengkak dibagian betis atau kaki. Dikatakan eklampsia bila sudah terjadi kejang. Kalau hanya gejala atau
tanda-tandanya saja dikatakan preeklampsia. Gangguan ini merupakan penyebab kematian ibu yang nomor satu. Penyebab dari eklampsia dan pre-eklampsia belum
dapat diketahui secara pasti. Ada yang mengatakan akibat kekurangan asam arakidonat dari kacang-kacangan, ada juga yang menduga akibat stres pada ibu
dan faktor emosional lainnya. Selama masa nifas di hari ke 1 sampai 28, ibu harus mewaspadai munculnya gejala preeklampsia. Jika keadaannya bertambah berat
bisa terjadi eklampsia, dimana kesadaran hilang dan tekanan darah meningkat tinggi sekali. Akibatnya, pembuluh darah otak bisa pecah, terjadi oedema pada
paru-paru yang memicu batuk berdarah. Semuanya ini bisa menyebabkan kematian Hutahaean, 2009.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Infeksi Payudara
Mastitis merupakan infeksi yang terjadi pada parenkhim kelenjar payudara atau pecah-pecah pada permukaan puting susu yang dapat menyebabkan abses
payudara sebagai komplikasinya. Infeksi ini biasanya terjadi pada minggu ke-2 sampai dengan ke-3 pertama pada masa nifas. Penyebabnya antara lain:
kumanbakteri: Staphilococcus
Aureus, Hemolitic
Streptococcus, tekhnik
menyusui yang tidak tepat, penggunaan sabun pada puting susu. Diagnosis: menggigil temperatur 40ºC, takipnea, takikardia, tenderness payudara, jaringan
payudara kemerah-merahan, massa keras pada payudara. Abses payudara seperti keluarnya cairan purulent putih kekuningan pada puting payudara, massa atau
area berwarna kemerah-merahan pada area abses. Implikasidampak pada Ibu: perasaan sangat sakit, nyeri, tidak nyaman, kesulitan untuk menyusui, kerusakan
jaringan payudara menetap, dan perasaan kecewaputus asa membuat berhenti menyusui yang menimbulkan gangguan body image Maryunani, 2009.
2.3.5 Eliminasi: BAK dan BAB
Dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah harus dapat buang air kecil. Semakin lama urine tertahan dalam kandung kemih maka dapat
mengakibatkan kesulitan pada organ perkemihan, misalnya infeksi. Biasanya, pasien menahan air kencing karena takut akan merasakan sakit pada luka jalan
lahir. Kita harus dapat meyakinkan pasien bahwa kening sesegera mungkin setelah melahirkan akan mengurangi komplikasi post partum. Berikan dukungan
mental pada pasien bahwa ia pasti mampu menahan sakit pada luka jalan lahir
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
akibat terkena air kencing karena ia pun sudah berhasil berjuang untuk melahirkan bayinya.
Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat buang air besar karena semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan semakin sulit baginya
untuk buang air besar secara lancar. Feses yang tertahan dalam usus semakin lama akan mengeras karena cairan yang terkandung dalam feses akan selalu terserap
oleh usus. Kita harus dapat meyakinkan pasien untuk tidak takut buang air besar karena buang air besar tidak akan menambah parah luka jalan lahir. Untuk
meningkatkan volume feses, anjurkan pasien untuk makan tinggi serat dan banyak minum air putih Hutahaean; Sulistyawati, 2009.
2.3.6 Depresi Postpartum
Depresi postpartum merupakan perasaan tidak nyaman yang dialami wanita pasca melahirkan yang bisa disebabkan oleh hormon-hormon dan
gangguan psikologi. Penyebabnya ada beberapa hal, antara lain lingkungan tempat melahirkan yang kurang mendukung, perubahan hormon yang cepat dan
keraguan terhadap peran yang baru. Ibu yang mengalami depresi postpartum dapat dikenal dari beberapa gejala yaitu: sering merasa marah, sedih yang berlarut-larut,
kurang nafsu makan, terlalu mencemaskan keadaan bayinya. Depresi di masa nifas seharusnya dikenali oleh suami dan juga keluarga. Hal ini dikarenakan
pengaruh perubahan hormonal, adanya proses involusi dan ibu kurang tidur serta lelah karena mengurus bayi dan sebagainya. Depresi juga biasanya timbul jika ibu
dan keluarganya mengalami konflik rumah tangga, anak yang lahir tak diharapkan, keadaan sosial ekonominya lemah atau trauma karena telah
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
melahirkan anak cacat. Menurut Reva Rubin dalam Sulistyawati, 2009 periode adaptasi psikologis ibu masa nifas dibagi menjadi 3 bagian: 1 Periode “taking in”
2 Periode “taking hold” dan 3 Periode “letting go”. Periode “taking in” meliput i: periode ini terjadi sesudah melahirkan. Ibu
baru pada umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya. Ia akan mengulang-ulang menceritakan pengalamannya waktu
melahirkan. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat kurang istirahat. Peningkatan, nutrisi dibutuhkan untuk
mempercepat pemulihan dan penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif. Dalam memberikan asuhan, harus dapat memfasilitasi kebutuhan psikologis
ibu. Pada tahap ini, dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu menceritakan pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil
perjuangan ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya. Harus dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan leluasa
dan terbuka mengemukakan permasalahan yang dihadapi. Dalam hal ini, sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan oleh pasien
terhadap dirinya dan bayinya hanya karena kurangnya jalinan komunikasi yang baik dengan pasien.
Periode “taking hold” meliputi: periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orangtua yang
sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK serta kekuatan dan ketahanan
tubuhnya. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
misalnya: menggendong, memandikan, memasang popok dan sebagainya. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-
hal tersebut. Pada tahap ini, harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi. Tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk memberikan bimbingan cara
perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik bimbingannya jangan sampai menyinggung perasaan atau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ia
sangat sensitif. Hindari kata “jangan begitu” atau “kayak gitu salah” pada ibu karena hal itu akan sangat menyakiti perasaannya dan akibatnya ibu akan putus
asa untuk mengikut i bimbingan yang berikan. Periode “letting go” meliputi: periode ini biasanya terjadi setelah ibu
pulang ke rumah. Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap waktu dan
perhatian yang diberikan oleh keluarga. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang
sangat tergantung padanya. Hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial. Depresi post partum umumnya terjadi pada
periode ini Hutahaean, 2009; Rukiyah, dkk, 2011.
2.4 Masalah Yang Sering Muncul Pada Masa Puerperium