BAB II KERANGKA KERJA LOGIS

(1)

BAB II 

KERANGKA KERJA LOGIS 

PEMBANGUNAN SANITASI KOTA

2.1.  Umum

2.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Sanggau

Letak geografis Kabupaten Sanggau terletak pada koordinat 100” Lintang Utara ­ 006’ Lintang Selatan dan 10908’ Bujur Timur ­ 11103’ Bujur Barat. Adapun batas­batas wilayah Kabupaten Sanggau adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara dengan Malaysia Timur (Sarawak)  Sebelah Selatan dengan Kabupaten Ketapang   Sebelah Timur dengan Kabupaten Sekadau

 Sebelah Barat dengan Kabupaten Landak dan Kabupaten Kubu Raya

Dilihat dari kondisi geografis, Kabupaten Sanggau mempunyai posisi strategis yaitu (a) terletak di tengah­tengah Provinsi Kalimantan Barat; (b) terletak pada jalur lalulintas   sektor   timur   menuju   Kabupaten   Sekadau,   Melawi,   Sintang   dan   Kapuas Hulu;   (c)   terletak   pada   jalur   Sungai   Kapuas,   Sungai   terpanjang   di   Indonesia;   (d) terletak pada jalur Trans Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan   Timur);   (e)   Terletak   pada   jalur   Trans­Borneo   (Sarawak   dan   Brunei Darussalam);   (f)   berbatasan   langsung   dengan   negara   bagian   Sarawak   Malaysia (Malaysia  Timur);  (g) memiliki  PPLB  Entikong sebagai  pintu  keluar/masuk  barang dan manusia antar negara melalui jalur darat resmi pertama di Indonesia. 

Berdasarkan jarak tempuh, letak masing­masing ibukota kecamatan menuju ibukota kabupaten memiliki jarak tempuh yang berbeda­beda. Jarak tempuh terjauh adalah   Ibukota   kecamatan   Noyan   dengan   panjang     158   Km.   Sementara   Ibukota kecamatan dengan jarak tempuh terdekat adalah Pusat Damai dan Kedukul dengan jarak tempuh + 25 Km.

Pada umumnya Kabupaten Sanggau merupakan daerah dataran tinggi yang berbukit dan berawa­rawa yang dialiri oleh beberapa sungai di antaranya: Sungai Kapuas,   Sungai   Sekayam,   Sungai   Mengkiang   dan   Sungai   Tayan.   Sungai   Kapuas merupakan sungai terpanjang di Kalbar yang mengalir dari Kabupaten Kapuas Hulu melalui   Kabupaten   Sintang,   Kabupaten   Sanggau   dan   bermuara   di   Kabupaten Pontianak.  Sedangkan   sungai­sungai  kecil  lainnya  merupakan  cabang  dari  sungai Kapuas yang berhubungan satu dengan lainnya.


(2)

Berdasarkan   Undang­undang   RI   Nomor   34   tahun   2003   tangal   18 desember   2003   tentang   pembentukan   Kabupaten   Melawi   dan   Kabupaten Sekadau   di   Provinsi   Kalimantan   Barat,   wilayah   kabupaten   Sanggau   setelah pemekaran adalah 15 kecamatan yang terdiri 163 desa dengan 760 dusun dan 6 kelurahan.


(3)

Tabel 2.1.

Luas Daerah Setiap Kecamatan di Kabupaten Sanggau

NAMA KECAMATAN LUAS (KM2) PRESENTASE TERHADAPLUAS KABUPATEN (%)

1. Toba 1.127,20 6,16

  2. Meliau 1.495,70 8,17

  3. Kapuas    568,60 3,11

  4. Mukok    501,00 2,74

  5. Jangkang 1.589,20 8,68

  6. Bonti 1.121,80 6,13

  7. Parindu    593,90 3,25

  8. Tayan Hilir 1.050,50 5,74

  9. Balai    395,60 2,16

10. Tayan Hulu    719,20 3,93

11. Kembayan    610,80 3,34

12. Beduwai    435,00 2,38

13. Noyan    487,90 2,67

14. Sekayam    841,01 4,60

15. Entikong    506,89 2,77

Jumlah 12.857,70 100,00

Sumber:  Kabupaten Sanggau Dalam Angka, 2012

Kabupaten   Sanggau   terdiri   dari   15   Kecamatan   dengan   luas   wilayah   12.857.7 Km2 atau 8.76% dari luas wilayah Kalimantan Barat. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Jangkang (1589.2 Km) dan terkecil adalah Kecamatan Balai (395.6 Km2) dari wilayah kabupaten.

2.1.2. Jenis Tanah

Tofografi berhubungan erat dengan kondisi fisik lahan serta relief setempat. Seperti   telah   diketahui   bahwa   wilayah   Kabupaten   Sanggau   sebagian   besar merupakan   tanah   Podsolik   Merah   Kuning   (576.910   ha)   sedangkan   yang   terkecil adalah tanah Latosol (19.375 ha). Berikut uraian jenis tanah dengan luas arealnya. a. Tanah Organosol bersamaan dengan Glei humus, berjumlah 71.250 ha, yaitu di

Kecamatan Toba dan Tayan Hilir.

b. Tanah   Podsol   terdapat   di   Kecamatan   Toba,   Meliau   dan   Tayan   Hilir   berjumlah 46.875 ha.

c. Tanah   Podsolik   merah   kuning   batuan   endapan   hampir   terdapat   di   seluruh Kabupaten Sanggau terkecuali di Kecamatan Entikong berjumlah 576.910 ha.


(4)

d. Tanah Podsolik merah kuning latosol dan litosol, berada di Kecamatan Noyan dan Sekayam seluas 36.915 ha

e. Tanah   Podsolik   merah   kuning   batuan   beku   dan   endapan   hampir   seluruhnya ditemui di hampir di semuaKecamatan, yaitu seluas 536.455 ha.

f. Tanah Latosol terdapat di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Toba dan Kecamatan Meliau dengan jumlah 19.375 ha.

2.1.3. Iklim dan Curah Hujan

Pada   umumnya   iklim   di   daerah   Kabupaten   Sanggau   adalah   beriklim   tropis basah (subtropis) mengingat daerah ini dilalui oleh garis khatulistiwa. Sehubungan dengan itu, maka dikenal adanya dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Biasanya di antara kedua musim tersebut terdapat musim pancaroba yaitu terjadinya perubahan cuaca, suhu udara, tingkat kelembaban udara, panjang sinar matahari serta arus angin. Hal ini terjadi sebagai akibat di musim panas seringkali terjadi turun hujan, sementara pada musim hujan juga dijumpai teriknya matahari. 

Tingkat   curah   hujan   di   Kabupaten   Sanggau   berdasarkan   stasiun   pengukur hujan, bahwa hari hujan di wilayah ini setiap tahun mengalami perubahan, tahun 2010 hari hujan 72 hari     pertahun, sedangkan tahun 2011 meningkat menjadi 50 hari   hujan   pertahun     rata­rata   876   mm   dengan   suhu   udara   berkisar   sekitar   30 derajat   celcius   atau   sedang.   Berdasarkan   kedua   data   tersebut   terlihat   adanya perbedaan yang cukup mencolok, namun demikian perubahan cuaca yang terjadi dan merupakan gejala alam sejogyanya   agak sulit untuk diprediksi sebelumnya. Pada bulan­bulan   Juni   sampai   dengan   Agustus   merupakan   bulan­bulan   kering   karena curah   hujan   tergolong   sangat   rendah.   Sebaliknya,   pada   bulan­bulan   September sampai dengan bulan­bulan Pebruari dapat digolongkan ke dalam musim hujan dan pada saat inilah para petani mulai menggarap lahan pertanian mereka, khususnya pertanian padi.

Tabel  2.2.

Komposisi  Curah  Hujan  Rata ­ Rata Kabupaten Sanggau Tahun 2010

- 2011

Bulan 2010 2011

Curah

Hujan (mm) Hari Hujan(hari) Curah Hujan(mm) Hari Hujan(hari)

Januari 871 82 1.224,3 55

Pebruari 537 67 561,5 44

Maret 650 76 1.035,5 69

April 1.170 91 1.153,2 72

Mei 1.391 91 860,1 43

Juni 1.298 60 683,2 40


(5)

Agustus 1.087 57 254,1 25

September 1.875 93 627,8 33

Oktober 1.693 94 1.305,1 65

Nopember 2.538 100 1.710,0 75

Desember ­ ­ 504,3 32

Rata­Rata 1.189 72 876,71 50

Sumber : Kabupaten Sanggau Dalam Angka, 2011 ­ 2012

2.1.4. Geohidrologis

Air   bawah   tanah   di   kecamatan   Kapuas,   Kabupaten   Sanggau   umumnya adalah   air   bawah   tanah   susupan   (Influent)   pada   dataran   alluvial.   Air   bawah tanah   susupan   adalah   air   bawah   tanah   yang   terdapat   pada   lapisan   yang mengendap pada dataran banjir ditepi sungai. Air bawah tanah susupan selain mendapatkan pengimbuhan (recharge) dari air hujan yang jatuh pada DAS­nya juga   mendapatkan   penambahan   dari   peresan   (penyusupan)   air   sungai.   Air bawah tanah susupan permukaannya dangkal sehingga dapat diperoleh dengan cara membuat sumur gali. Permukaan airnya dapat turun pada musim kemarau saat sungai berada pada periode kurang air.

Kelestarian   air   bawah   tanah   susupan   pada   dataran   alluvial   sangat dipengaruhi   oleh   kelestarian   sungai   karena   keterkaitan   yang   erat   antara keduanya.   Selain   dapat   saling   mempengaruhi   dalam   hal   kuantitas,   keduanya juga   saling   mempengaruhi   dalam   hal   kualitas.   Zat­zat   pencemar   dapat berpindah dari sungai ke air bawah tanah atau sebaliknya mengikuti aliran air. Oleh   karena   itu   penurunan   kualitas   air   sungai   juga   akan   menyebabkan penurunan kualitas air bawah tanah dan sebaliknya. 

Potensi air tanah dikabupaten Sanggau khususnya dikecamatan Kapuas sebagian kecil telah dimanfaatkan oleh masyarakat namun  pemanfaatan secara maksimal   belum   dilakukan.   Hal   ini   dikarenakan   belum   terungkapnya   jumlah cadangan air bawah tanah yang terdapat di dalam suatu cekungan air tanah. 

2.1.5.  Jumlah Penduduk

Berdasarkan hasil registrasi penduduk Kabupaten Sanggau tahun 2011 berjumlah   415.955   Jiwa,   dengan   rincian;   penduduk   laki   –   laki   sebanyak 215.742 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 200.213 jiwa menyebar di 15 Kecamatan, apabila kita bandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Sanggau


(6)

(12.857,70   Km2)   maka   kepadatan   penduduk   adalah   32   jiwa   /   Km2   yang penyebarannya tidak merata antara kecamatan yang satu dengan yang lainnya.

Pertumbuhan   penduduk   tahun   2011   mengalami   penurunan dibandingkan   pertumbuhan   penduduk   tahun   2010   yaitu   sebesar   1,83   %. Perbandingan penduduk laki­laki terhadap perempuan (Sex Ratio) sebesar 108, ini berarti bahwa setiap 108 jiwa laki­laki terdapat 100 jiwa perempuan.

Kecamatan  Kapuas  (Ibu   Kota   Kabupaten)  merupakan   kecamatan   yang terpadat penduduknya dibandingkan dengan kecamatan lainnya dalam wilayah Kabupaten   Sanggau  lain,  yaitu   sebanyak   80.109   jiwa   sedangkan   kecamatan yang   terkecil   jumlah   penduduknya   adalah   kecamatan   Noyan   dengan   jumlah penduduk sebanyak 9.968 jiwa.

Berikut adalah data penduduk Kabupaten Sanggau tahun 2011:

Tabel 2.3

Data Penduduk Kabupaten Sanggau Tahun 2011

No Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah JenisRatio

Kelamin Laki – Laki Perempuan

1. Kapuas 40.280 39.829 80.109 101

2. Mukok 9.504 8.983 18.487 106

3. Parindu 17.245 16.144 33.389 107

4. Bonti 10.752 9.875 20.627 109

5. Meliau 24.553 22.161 46.714 111

6. Tayan Hilir 16.024 14.630 30.654 110

7. Tayan Hulu 16.628 15.273 31.901 109

8. Balai 11.749 10.752 22.501 109

9. Toba 6.381 5.700 12.081 112

10. Sekayam 15.928 14.436 30.364 110

11. Entikong 7.971 7.108 15.079 112

12. Beduwai 5.604 5.239 10.843 107

13. Kembayan 13.488 12.697 26.185 106

14. Jangkang 14.342 12.711 27.053 113

15. Noyan 5.293 4.675 4.675 113

Jumlah 215.742 200.213 415.955 108

Sumber Data : Kabupaten Sanggau Dalam Angka, 2012.

Secara garis besar penduduk dalam hubungan dengan kegiatan ekonomi dapat digolongkan dua macam, yaitu :

 Usia kurang dari sepuluh tahun.  Usia sepuluh tahun keatas.


(7)

Penduduk yang berusia sepuluh tahun keatas dianggap sebagai tenaga kerja   potensial   yang   merupakan   sumber   tenaga   kerja   produktif   yang dimanfaatkan   disemua   sektor   ekonomi   untuk   menggerakkan   sumber­sumber produksi   yang   ada   dalam   menghasilkan   barang   dan   jasa.   Penduduk   usia sepuluh   tahun   keatas   dibedakan   atas   angkatan   kerja   dan   bukan   angkatan kerja.

 Angkatan   kerja   adalah   penduduk   yang   bekerja   dan   mencari pekerjaan.

 Bukan angkatan kerja adalah penduduk yang kegiatannya mengurus rumah tangga,sekolah dan lainnya.

Pada tahun 2011 penduduk menurut mata pencaharian atau penduduk menurut lapangan usaha utama (penduduk usia 10 tahun keatas) di Kabupaten Sanggau berjumlah 211.152 jiwa dengan rincian mata pencaharian / lapangan usaha sebagai berikut :

Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel  2.4

Penduduk Berumur 15 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Sanggau Tahun 2011

No Mata Pencaharian / Lapangan Usaha Jumlah (Jiwa) prosentase

1. Pertanian 163.882 77,61

2. Industri 6.610 3,13

3. Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa  Akomodasi

15.778 7,47

4. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 11.691 5,54

5. Lainnya 13.191 6,25

Jumlah 211.152 100,00

Sumber Data : BPS Sanggau, 2012

Dari   data   diatas,   jelas   bahwa   sebagian   besar   penduduk   di   Kabupaten Sanggau usia 10 tahun keatas mempunyai mata pencaharian / lapangan usaha pada   sektor   pertanian,   kehutanan,   perburuan   dan   perikanan   77,61   %   dari jumlah penduduk usia 15 tahun keatas.


(8)

2.1.6. Pendidikan

Seperti yang diamanatkan dalam Undang­Undang Dasar 1945, Pembangunan Nasional di bidang pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah   satu   usaha   pemerintah   untuk   menunjang   maksud   tersebut   adalah menyediakan   berbagai   sarana   maupun   prasarana   fisik   yang   memadai   seperti pengadaan gedung sekolah dan tenaga pengajar (guru). 

Sejak   rezim   Orde   Baru,   di   Kabupaten   Sanggau   telah   dilakukan   berbagai kebijaksanaan   dalam   rangka   memajukan   pendidikan.   Namun   demikian,   jumlah penduduk   yang   belum   menikmati   pendidikan   formal   dibanding   penduduk   yang melanjutkan pendidikan masih sangat besar.

Upaya   pemerintah   Kabupaten   Sanggau   dan   swasta   dalam   meningkatkan pendidikan penduduk sebenarnya sudah cukup, yaitu dengan menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan. Menurut Data Bappeda Kabupaten Sanggau bahwa pada tahun ajaran  2011  di Kabupaten Sanggau sarana pendidikan seperti terlihat pada tabel berikut.  

Tabel 2.5

Komposisi Sarana Pendidikan di Kabupaten Sanggau Tahun 2011

Tingkat Pendidikan

Sarana (Unit) Guru (Orang) Murid (orang)

Negeri Swasta Jumlah Negeri Swasta Jumlah Negeri Swasta Jumlah TK/RA 4 49 53 23 170 193 163 2.320 2.483

SD/MI 474 14 488 2.367 1.288 3.655 58.197 4.084 62.281

SMP/MTs 86 39 125 548 766 1.314 12.837 4.238 17.075

SMU/MA 16 12 28 184 258 442 6.779 3.003 9.782

SMK 5 10 15 49 200 249 1.117 2.057 3.174


(9)

Pada tabel diatas terlihat bahwa jumlah  guru  untuk sekolah  swasta cukup banyak,  selain guru SD  bahkan melebihi  jumlah guru negeri, hal ini dikarenakan disamping   guru   tersebut   mengajar   di   sekolah   negeri,   juga   mengajar   di   sekolah swasta.

2.1.7. Kesehatan

Visi  Bidang   Kesehatan  pada   hakekatnya,   setiap   pembangunan   harus berorientasi   pada   3   pilar   utama,   yaitu   Lingkungan   Sehat,   Perilaku   Sehat,   dan Pelayanan yang terjangkau.

Perilaku  masyarakat  Indonesia  Sehat yang diharapkan  adalah  yang  bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit,   melindungi   diri   dari   ancaman   penyakit   serta   berpartisipasi   aktif   dalam gerakan kesehatan masyarakat.

Dalam   Indonesia   Sehat,   lingkungan   yang   diharapkan   adalah   yang   kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air   bersih,   sanitasi   lingkungan   yang   memadai,   perumahan   dan   pemukiman   yang sehat,   perencanaan   kawasan   yang   berwawasan   kesehatan,   serta   terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai­nilai budaya bangsa. Indonesia Sehat hanya dapat dicapai melalui pendekatan kerjasama lintas sektor dan mengikut sertakan masyarakat.

Misi Pembangunan Bidang Kesehatan adalah sebagai berikut : 1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. 2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau.

4. Memelihara   dan   meningkatkan   kesehatan   individu,   keluarga   dan   masyarakat beserta lingkungannya.

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan   kemampuan   hidup   sehat   bagi   setiap   orang,  agar   terwujud   derajat   kesehatan masyarakat   yang   optimal   melalui   terciptanya   masyarakat,   bangsa   dan   negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat.


(10)

Masalah kesehatan saat ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain :

1. Derajat Kesehatan

Kecendrungan beberapa penyakit menular meningkat seperti malaria, demam berdarah dan HIV/AIDS, selain itu penyakit degeneratif, penyakit tidak menular dan kecelakaan lalu lintas juga cendrung meningkat. Hal ini merupakan masalah yang akan   mempengaruhi   derajat   kesehatan   masyarakat   dan   memerlukan   langkah­ langkah penanganan yang optimal.

2. Kerjasama Lintas Sektoral

Isu utamanya adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan kerjasama lintas sektoral yang lebih efektif, karena masalah kesehatan tidak terlepas dari berbagai kebijakan  sektor lain. Untuk itu diperlukan  pendekatan lintas sektor yang sangat baik,   agar   sektor   terkait   dapat   selalu   memperhitungkan   dampak   programnya terhadap kesehatan masyarakat.

3. Kebijakan Pembangunan Kesehatan

Walaupun pembangunan kesehatan menitik beratkan pada upaya pencegahan akan   tetapi   persepsi   masyarakat   cendrung   masih   tetap   berorientasi   pada   upaya penyembuhan   penyakit   dan   pemulihan   kesehatan.   Upaya   peningkatan   kesadaran masyarakat   untuk   dapat   menciptakan   pola   hidup   sehat   (Paradigma   Sehat)   sulit dicapai karena tidak ditunjang oleh faktor sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan budaya masyarakat.

Selama ini pengambilan keputusan kebijakan pembangunan kesehatan dinilai sangat   sentralistik   yang   berdampak   berupa   ketidak   sesuaian   sebagian   program dengan   kebutuhan   dan   tuntutan   daerah   atau   lokal.   Akibatnya   pembangunan kesehatan   yang   diselenggarakan   selama   ini   dinilai   belum   sepenuhnya   efektif   dan efisien.

4. Sistem Pembiayaan Pembangunan Kesehatan

Pola   pembiayaan   yang   berlangsung   selama   ini   tidak   berorientasi   kepada kebutuhan   masyarakat   dan   tidak   secara   langsung   diarahkan   untuk   mensubsidi masyarakat miskin. Subsidi Pemerintah rata­rata hanya sekitar 2,5 % dari Produk Domestik Bruto, yang masih sangat jauh dari standart minimal yang dianjurkan oleh


(11)

WHO   yaitu   sebesar   5   %.   Subsidi   yang   diberikan   Pemerintah   tersebut   hanya merupakan 30 % dari total biaya kesehatan, sedangkan 70 % nya masih ditanggung oleh masyarakat dan didominasi oleh system pembayaran tunai.

5. Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan

Mutu   pelayanan   kesehatan   yang   baik   dan   sesuai   dengan   standart   yang berlaku sulit diperoleh, terutama bagi masyarakat miskin, masyarakat yang berada didaerah terpencil. Lebih daripada itu para penyelenggara pembangunan kesehatan masih belum sepenuhnya menerapkan etika dan moral yang tinggi. Sehingga dampak daripada   itu,   penyelenggaraan   pembangunan   kesehatan   di   Indonesia   belum sepenuhnya dilaksanakan secara profesional.

6. Mutu Sarana Kesehatan

Masih jauh dari kondisi yang diharapkan atau dibawah standart. Iklim yang kondusif bagi peningkatan peran serta swasta baik dari dalam negri maupun luar negri dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan belum tercipta secara optimal.

7. Tenaga Kesehatan

Adalah yang menyangkut penyebaran yang belum merata, mutu pendidikan yang   belum   memadai,   komposisi   tenaga   kesehatan   yang   timpang   karena   masih sangat didominasi oleh tenaga medis serta kinerja dan produktivitas yang rendah.

8. Perbekalan Kesehatan

Sebagian besar bahan baku obat dan peralatan kesehatan yang  berteknologi maju masih tergantung dari import yang menyebabkan harganya meningkat karena depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Sasaran pembangunan dibidang kesehatan, berfokus pada: 1. Kerjasama Lintas Sektoral.

2. Kemandirian masyarakat dan Kemitraan Swasta 3. Perilaku Hidup Sehat

4. Lingkungan Sehat 5. Upaya Kesehatan

6. Manajemen Pembangunan Kesehatan 7. Derajat Kesehatan

Berdasarkan   data   yang   diperoleh   dari  Dinas   Kesehatan  Kabupaten   Sanggau (2011), terdapat sarana dan prasarana kesehatan antara lain: 2 unit rumah sakit, 18


(12)

unit Puskesmas, 88 unit Puskesmas Pembantu dan 156 unit Poliklinik,1 unit Gudang Farmasi   Kabupaten   (GFK)  yang   tersebar   di   15   Kecamatan.   Khususnya   untuk prasarana rumah sakit terletak di Kecamatan Kapuas dan Tayan Hulu. Rumah Sakit merupakan salah satu prasarana kesehatan yang sangat penting sekali yang harus dimiliki oleh suatu daerah sebagai pusat kesehatan bagi masyarakat.

Tabel 2.6

Prasarana Kesehatan di Kabupaten Sanggau  Tahun 2011

No.  Jenis Sarana Kesehatan  Jumlah  Keterangan 

1.  Rumah Sakit  2 

2.  Puskesmas  18 

3.  Puskesmas Pembantu (Pustu)  86 

4.  Rumah bersalin  1 

5.  Klinik/Balai pengobatan  7 

6.  Toko obat Berijin  39 

7.  Praktek Dokter Perorangan  17 

8. Gudang Parmasi 1

9. Pos Kesehatan Desa 156

10. Pos Pelayanan Terpadu 490

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Sanggau Tahun 2011

Upaya   pencapaian   tujuan   pembangunan   bidang   kesehatan   perlu   dilakukan evaluasi mengenai jumlah tenaga kesehatan yang diperlukan. Di Kabupaten Sanggau jumlah   tenaga   kesehatan   yang   tersedia   yang   tergabung   pada  Dinas  Kesehatan Kabupaten Sanggau dapat dilihat pada table berikut ini :

Tabel 2.7

Banyaknya Tenaga Dinas Kesehatan Menurut Unit Kerja  Tahun 2011

No.  Tenaga kesehatan  Jumlah (orang)

1.  Dokter Umum  29


(13)

3.  Dokter Spesialis:  8

4.  Perawat Umum  317

5.  Perawat Gigi 27

6.  Bidan  237

7.  Kefarmasian 36

8.  Tenaga Gizi 26

9.  Tenaga Kesehatan Masyarakat 25

10. Tenaga Sanitasi 29

11. Tenaga Teknisi Medis 19

12. Fisioterapis 3

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Sanggau Tahun 2011

Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Kabupaten Sanggau, maka kondisi   kesehatan   penduduk   telah   mendapat   perhatian   serius   dari   pemerintah daerah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pemberian imunisasi kepada ibu hamil   maupun   anak­anak.   Menurut   data  Dinas   Kesehatan  Kabupaten   Sanggau 2011,   selama tahun 2011  pelaksanaan imunisasi di Kabupaten Sanggau menurut jenisnya sebagai berikut :

a. Kunjungan   pemeriksan   kesehatan   ibu   hamil   (bumil)   yang   mencapai   4   kali selama   kehamilan   (K4  Bumil)   mencapai   8.846   Bumil   atau  86,2%   dari   total Bumil sebanyak 10.265 orang.

b. Dari   10.265   bumil   yang   diimunisasi   TT1sebanyak   6.930   bumil   (67,51   %), mendapatkan TT2+ sebanyak 6.179 bumil (60,19 %).

c. Salah satu program untuk pelayanan kesehatan ibu hamil adalah memberikan tablet Fe (suplemen zat besi), dari 10.265 bumil yang mendapat Fe1 (30 tablet) sebanyak 9.766 bumil (95,14%) dan yang mendapat Fe3 (90 tablet) sebanyak 8.727 bumil (85,02%).

Tabel 2.8

10 Penyakit Terbanyak Kabupaten Sanggau Tahun 2011

No Nama Penyakit Jumlah Presentase


(14)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Infeksi Akut Lain pada Saluran Pernapasan  Bagian Atas Penyakit pada Sistem Otot & Jaringan  Pengikat Diare Penyakit Tekanan Darah Tinggi Infeksi Lain pada saluran Pernapasan Bagian Atas Malaria Klinis Infeksi Penyakit Usus yang Lain Penyakit Kulit Infeksi Tonsilitis Penyakit Pulpa & Jaringan Periapoikal 19.580 11.739 8.656 8.528 8.433 7.057 6.032 5.362 3.574 3.056 14,77 8.85 6,53 6,43 6,36 5,32 4,55 4,04 2,70 2,30 Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Sanggau Tahun 2011. Dari tabel 2.8 penyakit terbanyak diatas, terlihat masih didominir oleh penyakit­ penyakit  yang bersifat infeksi. 2.2. Sub Sektor Air Limbah

Penanganan    masalah   air   limbah   domestik  dan   limbah   padat   (Sampah)  di Kabupaten   Sanggau   saat   ini  masih   bersifat   sederhana   dan   cenderung  hanya dilakukan   oleh   Pemerintah   Kabupaten   semata.   Masyarakat   baik   secara   individu maupun kelompok, serta swasta  masih dirasakan kurang  menunjukkan peran dan keterlibatannya dalam penanganan masalah subsektor ini..  Institusi yang ditunjuk oleh  Pemerintah   Kabupaten  adalah   SKPD  (Satuan   Kerja   Perangkat   Daerah   ).  (1) Bidang Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum; (2)  Bidang Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan; dan (3)  Badan Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan dan Kebakaran. Sedangkan Pelayanan yang terkait dengan penanganan   air   limbah   di   Kabupaten   Sanggau   terbatas   di   beberapa   pemukiman, pasar dan Lokasi wisata. Adapun Jenis air limbah yang banyak terdapat di Kabupaten Sanggau adalah jenis limbah domestik yang merupakan air bekas yang tidak dipergunakan lagi dan mengandung kotoran manusia (tinja) atau dari aktivitas dapur, kamar mandi dan cuci. Sedangkan kuantitas dari air limbah tersebut berkisar antara 70­80% dari rata­ rata pemakaian air bersih di Kota Sanggau.  Kecamatan umumnya setiap rumah telah memiliki WC yang merupakan satu kesatuan   dengan   rumah.   Namun   bagi   masyarakat   yang   tinggal   di   tepi   sungai umumnya setiap rumah memiliki jamban yang berada di tepi sungai. Di Kabupaten Sanggau   seperti   halnya  di   daerah   lain   di  Kalimantan   Barat   belum  adanya  sistem


(15)

pembuangan air limbah dengan sistem terpusat (off site), yaitu sistem dimana air limbah dari seluruh daerah pelayanan dikumpulkan dalam saluran riol pengumpul, kemudian   dialirkan ke dalam riol   kota menuju ke tempat pembuangannya yang aman, baik  dengan   Bangunan  Pengolahan  Air Buangan  (BPAB),  dan/atau dengan pengenceran tertentu (intercepting sewer), memenuhi standar mutu, dapat dibuang ke badan air penerima. 

Adapun  sistem   pengolahan   air   limbah   domestik   yang   telah   dilakukan   di Kab. Sanggau meliputi: 

1. Sistem   Individual   (tangki   septic/cubluk),   yang   dapat   dibagi   menjadi   2, yaitu : Air  limbah dari WC (black water) dan air limbah bekas cucian, mandi, dsb  (grey water)  disalurkan ke dalam tangki septik yang dilengkapi dengan peresapan.

Air   limbah   dari   WC  (black   water)  disalurkan   ke   dalam   tangki   septik   (yang seharusnya   dilengkapi   dengan   peresapan)   sedangkan   air   limbah   bekas cucian, mandi, dsb  (grey water)  langsung dibuang ke badan air/lingkungan atau saluran drainase.

2. Sistem Komunal (IPAL Komunal)

Sistem   ini   diaplikasikan   dalam   bentuk   program   SANIMAS   (Sanitasi Masyarakat). Di mana untuk Kabupaten Sanggau pelaksanaan dari program ini   sampai   saat   ini   baru   dimulai.  Tangki   septic   menurut   standar   yang   ada, tangki septic harus kedap air. Dalam kenyataannya tangki septic yang dimiliki penduduk seringkali tidak sesuai dengan standar tersebut.

Gambar 2.1

Kondisi eksisting pembuangan air limbah dari WC (black water)


(16)

Peran serta masyarakat dan jender dalam penanganan Limbah cair, belum secara optimal terbentuk.

Permasalahan air limbah yang dihadapi Kabupaten Sanggau, yaitu:

1. Belum ada perda yang mengatur tentang pengolahan air limbah rumah tangga atau domestik.

2. Kurangnya   kesadaran   masyarakat   tentang   pentingnya   pengolahan   air   limbah domesitik   atau   rumah   tangga,   sehingga   masih   banyak   masyarakat   yang membuang  grey   water  langsung   ke   saluran   drainase   tanpa   mengalami pengolahan terlebih dahulu.

3. Lumpur tinja yang dibuang ke alam tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu dan  belum   stabil   kandungannya   akan   dapat   menyebabkan   masalah   berupa penyakit, bau, dan mengundang lalat.

4. Pengelolaan   limbah   yang   dihasilkan   dari     industri  rumah   tangga   belum dilakukan   sehingga   menyebabkan   pencemaran   air,   pencemaran   udara,   yakni timbul bau tidak sedap dan turunnya kualitas lingkungan.

5.   Demikian   juga  limbah  Potong Hewan  belum  dikelola  secara baik,  mengingat Kabupaten   Sanggau   belum   memilki   Rumah   Potong   Hewan   (RPH),   akibatnya terjadi pencemaran air sungai disekitar .

Hasil studi EHRA menunjukkan bahwa saat ini masyarakat Kabupaten Sanggau pada   umumnya   belum   melakukan   upaya   pengelolaan   air   limbah   domestik   yang berasal dari air mandi dan cucian (grey water). Air limbah pada umumnya masih banyak   yang   dibuang   ke   badan   sungai,   atau   dibuang   sembarangan.   Sedangkan untuk   pengelolaan   limbah   tinja,   rumah   tangga   yang   menggunakan   tangki   septik sebagai wadah penampungan limbah tinja. 

Data   Buku   Putih   Kabupaten   Sanggau   2012   telah   mendeskripsikan   bahwa kondisi ini terjadi karena masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengelola limbah domestik, serta masih terbatasnya kemampuan masyarakat untuk mengakses fasilitas pembuangan air limbah domestik. Upaya masyarakat di tingkat kelompok dalam   fungsi   pengelolaan   air   limbah   domestik   saat   ini   juga   telah   mulai   muncul. Hingga saat ini Pemerintah Kabupaten Sanggau belum  menerbitkan kebijakan yang terkait dengan penanganan air limbah domestik,  

Berdasarkan hasil analisis SWOT, strategi yang perlu ditetapkan terkait dalam penanganan air limbah di Kabupaten Sanggau adalah :


(17)

 Peningkatan kinerja kelembagaan yang menangani air limbah

 Optimalisasi peran serta masyarakat dalam mengelola sub sektor air limbah yang memenuhi standar teknis dan kesehatan

 Mengembangkan   perencanaan   pengolahan   air   limbah   yang   berwawasan lingkungan

 Kajian   mendalam   dan   optimalisasi   opsi   sanitasi   khususnya   penanganan   air limbah yang sesuai dengan kondisi topografi dan hidrologi

2.3. Sub Sektor Persampahan

Sistem   pengelolaan   persampahan   yang   ada   saat   ini   di   Kabupaten   Sanggau adalah   menggunakan   dua   pola.   Pola   yang  pertama  adalah   individual,   yaitu penanganan   yang   dilaksanakan   sendiri   oleh   penghasil   sampah   dengan   menanam dalam   galian   tanah   pekarangannya   atau   cara   lain   yang   masih   dibenarkan. Masyarakat umumnya mengolah sampahnya sendiri dengan cara dibakar. Umumnya pola ini diterapkan hampir di seluruh wilayah Kabupaten Sanggau. Pola ini masih memungkinkan untuk diterapkan di Kabupaten Sanggau hingga saat ini mengingat pemukiman yang ada seperti pedesaan memiliki kepadatan penduduk yang masih sangat   rendah.   Secara   alami   tanah/   alam   masih   dapat   mengatasi   pembuangan sampah   yang   dilakukan   secara   sederhana   tersebut.   Walaupun   pengomposan merupakan bagian dari pola ini, namun cara ini belum umum dilakukan masyarakat di Kabupaten Sanggau.

Makin   padat   padat   penduduk   suatu   pemukiman   atau   kota   dengan   segala aktivitasnya, sampah tidak dapat lagi diselesaikan di tempat; sampah harus di bawa keluar dari lingkungan hunian atau lingkungan lainnya. Oleh karena itu, di daerah­ daerah dimana terdapat fasilitas umum seperti perkantoran, sekolah, rumah sakit, apotik,   taman,   jalan,   saluran/sungai;   daerah   komersial   seperti   toko   (perniagaan), hiburan, hotel, rumah makan,  dan pasar tradisional, baik di Kota Sanggau maupun di   kota­kota   kecamatan   digunakan   pola   yang  kedua,   yaitu   komunal.   Yaitu   pola, dimana   pengelolaan   sampah   dari   beberapa   sumber   dilakukan   pada   satu   titik pengumpulan langsung oleh penghasil sampah, untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan. 

Untuk Kota Sanggau dan sebagian ibu kota kecamatan pengelolaan ini dikoordinir oleh Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pemadam Kebakaran. Sebelumnya lembaga pengelola adalah Dinas Kimpraswil Kabupaten Sanggau Subdin Kebersihan. 


(18)

Dari jumlah 15 (lima belas) kecamatan di Kabupaten Sanggau, baru terlayani 9 (sembilan)   kecamatan   mendapat   pelayanan   persampahan   atau   pengelolaan   secara komunal.

Kota Sanggau yang terdiri dari satu kecamatan dan enam kelurahan memiliki area pelayanan   310   km2.   Dengan   luas   areal   pelayanan   tersebut   harus   dilayani   oleh personil   lapangan   yang   terdiri   dari   tenaga   PNS   dan   umumnya   tenaga   honorer. Sedangkan personil lapangan yang ada di kecamatan­kecamatan hampir seluruhnya merupakan tenaga honorer.

Timbulan sampah Kabupaten Sanggau tahun 2011 dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2.9

Timbulan Sampah Kabupaten Sanggau per Kecamatan Tahun 2011

No Kecamatan

Timbulan Sampah (m3/hari)

Volume yang terangkut (m3/hari)

Prosentase yang tertanggulangi (%)

1. Kapuas 50 4 92%

2. Tayan Hilir ­ ­ Tidak ada data

3. Tayan Hulu 16 12 25%

4. Balai 8 5 38%

5. Kembayan 6 3 50%

6. Sekayam 12 6 50%

7. Entikong 12 6 50%

8. Parindu 10 4 60%

9. Meliau 8 4 50%

 Jumlah 122 44 64%


(19)

Dari   data   diatas   terlihat   hanya   64   %   saja   timbulan   sampah   yang   dapat tertanggulangi,   selain   besarnya   timbulan   sampah,   faktor   lain   yang   tidak   bisa dikesampingkan  dan  perlu  mendapat perhatian  adalah  Tempat  Pembuangan, baik sementara (TPS) maupun akhir (TPA).

TPA di Kota Sanggau yaitu TPA Sungai Kosak dengan luas 2,5 Ha, dengan metode  pengelolaan  adalah  open dumping  tanpa pengelolaan  rutin  di TPA,  karena tidak   memiliki   alat   berat.   TPA   ini   juga   belum   memiliki   dokumen   pengelolaan lingkungan. Sehingga upaya pemantauan lingkungan belum pernah dilakukan. 

Berdasarkan data yang ada pada Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pemadam Kebakaran (BLHKPK) Kabupaten Sanggau, tercatat 308 TPS yang tersebar di seluruh ibu kota kecamatan. TPS­TPS tersebut seluruhnya dalam kondisi yang baik, terbuat dari konstruksi batako 78 buah.

a. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan yang Ada (Aspek Teknis)

Sistem pengelolaan persampahan yang ada saat ini yang dilaksanakan oleh masyarakat adalah dengan cara dibakar. Dimana sumber sampahnya dari aktifitas sehari­hari.

Dampak   negatif   yang   terjadi   dari   pengelolaan   sampah   yang   dilakukan masyarakat   adalah   kurang   sempurna   dalam   pengelolaan   sehingga   masih   sering terjadi   bau   yang   kurang   enak   sehingga   mengganggu   kesehatan   dan   kenyamanan lingkungan. Karena peningkatan laju timbulan sampah khususnya di perkotaan yang tidak   diikuti   dengan   ketersediaan   prasarana   dan   sarana   persampahan   yang memadai,   berdampak   pada   pencemaran   lingkungan   yang   selalu   meningkat   dari tahun   ke   tahun,   tidak   terkecuali   di   Kabupaten   Sanggau.   Dengan   selalu mengandalkan pola kumpul – angkut – buang, maka beban pencemaran akan selalu menumpuk  di lokasi TPA  (Tempat Pembuangan  Akhir). Untuk Kota Sanggau,  TPA yang ada sekarang terdapat di Dusun Sungai Kosak Kecamatan Kapuas. Sedangkan Tempat   Pembuangan   Sementara   (TPS)   tersebar   di   68   lokasi   dengan   kondisi   yang relatif masih baik. Berikut ini adalah data TPS dalam Kota Sanggau dan Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Sanggau.


(20)

Instansi yang terkait dengan pengelolaan Persampahan  di Kabupaten Sanggau adalah:

a. Bidang Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum

b. Bidang Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan c. Badan Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan Kebakaran

d. SKPD Kecamatan

b. Cakupan Layanan

Cakupan pelayanan adalah meliputi masing­masing kecamatan dengan jumlah timbulan produksi sampah terbesar adalah pada kecamatan kapuas yakni 122 M3 dengan volume yang terangkut 78 M3/hari (64%).

Dalam   penanggulangan   persampahan   armada   yang   digunakan   serta   tempat pembuangan sampah sementara dan akhir adalah sebagaimana tertera dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.10

Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah di Kabupaten Sanggau

No Wil Pelayanan

Armada Angkutan TPS TPA

Mobil Tosa Grbk Btko Lain2 Luas Jrk

tempuh StatusTanah 1 Kec. Kapuas 8 bh ­ 3 bh 50 bh 150 bh 19.974 M2 4 Km Pemda

2 Kec. Parindu 1 bh ­ 1 bh 2 bh ­ 179.394 M2 5 Km Pemda

3 Kec. Meliau 1 bh 1 bh ­ 4 bh ­  30.000 M2 3 Km Pemda

4 Kec.Tyn Hulu 1 bh ­ ­ 18 bh 10 bh    2.500 M2 3 Km Milik Masy

5 Kec.Tyn Hilir ­ 1 bh ­ ­ ­  30.000 M2 2,5 Km Pemda

6 Kec.Kembayan 1 bh ­ ­ ­ 10 bh   2.300 M2 3 Km Milik Masy

7 Kec.Sekayam 1 bh ­ ­ ­ ­  10.000 M2 2 Km Pemda

8 Kec.Entikong 1 bh 1 bh 1 bh 2 bh 60 bh  10.000 M2 6 Km Pemda

9 Kec.Balai ­ 1 bh ­

10 Kec.Beduai ­ 1 bh ­ ­ ­ ­ ­ ­

11 Kec.Bonti ­ 1 bh ­ ­ ­ ­ ­ ­

12 Kec.Toba ­ 1 bh ­ ­ ­ ­ ­ ­

13 Kec.Mukok ­ 1 bh ­ ­ ­ ­ ­ ­

14 Kec.Jangkang ­ 1 bh ­ ­ ­ ­ ­ ­

15 Kec.Noyan ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­

       Jumlah 14 8 5 78 230 284168


(21)

c. Permasalahan

Pengelolaan sampah di Kabupaten Sanggau masih dirasakan belum maksimal karena   adanya   hambatan   yang   perlu   dicari   pemecahan   masalahnya.  Hambatan­ hambatan teknis yang mempengaruhi kinerja pengelolaan sampah anatara lain : 1. Sarana angkutan sampah belum seimbang dengan timbulan sampah 

2. Sarana   dan   prasarana   yang   ada   umumnya   sudah   berusia   tua,   sehingga membutuhkan perawatan dengan biaya ekstra, kondisi ini mempengaruhi efisiensi kerja.

3. Belum tersedia alat berat ( eksavator ) yang sesuai untuk menggusur sampah di TPA 

4. TPA yang ada masih sistem open dumping, dengan permasalahan :

- Belum ada landasan pembuangan yang representatif

- Belum ada jalan kerja, dan akses jalan masuk untuk pembuanagan

- Belum ada drainase, lapisan kedap air,pengolahan air lindi, pengamanan gas beracun

- Belum ada pemagaran lokasi, sehingga mengganggu jalan umum

5. Keberadaan TPA di tepi jalan umum sering menimbulkan permasalahan sosial 6. Sebagaian besar TPA di beberapa Kecamatan belum disediakan infrastruktur yang

memadai 

7. Sumber   Daya   Manusia   merupakan   faktor   paling   penting   dalam   pengelolaan sampah. Kondisi saat ini SDM yang ada baik secara kualitas maupun kuantitas belum seimbang dengan beban kerja yang harus ditangani

Selain faktor­faktor hambatan diatas, rendahanya kesdaran masyarakat Kabupaten Sanggau   terhadap   kebersihan   lingkungan   juga   merupakan   faktor   pengahambat dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Sanggau

2.4. Sub Sektor Drainase

Sistem drainase perkotaan serta prasarana dan sarana yang ada di Kabupaten Sanggau   belum   dikelola   secara   maksimal,   mengingat   pembangunan   sarana   dan prasarana   drainase   masih   setempat­setempat,   terpisah   dan   belum   terintegrasi. Prasarana dan sarana drainase yang ada saat ini sebagian besar masih dari tanah sehingga hal ini membawa dampak rendahnya kemampuan drainase mengeringkan kawasan terbangun.

Kegunaan drainase di Kabupaten Sanggau, secara umum adalah sebagai berikut: 1. Mengeringkan daerah becek dan genangan air;

2. Mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan; 3. Mengendalikan erosi, kerusakan jalan dan bangunan­bangunan; 4. Pemeliharaan kualitas air.


(22)

Seperti halnya di daerah lain di Indonesia, drainase di Kota Sanggau dan kota­ kota   kecamatan   di   Kabupaten   Sanggau,   sistem   drainase   yang   ada   tidak   hanya menerima limpasan air hujan saja, juga ada yang bersumber dari buangan air limbah (air limbah domestik yang umumnya buangan air cucian domestik, bahkan ada yang dari air kotoran dan air buangan bengkel/industri). Namun debit aliran air limbah yang dimasukkan ke dalam saluran drainase ini relatif sangat kecil jika dibanding dengan debit puncak limpasan air hujannya. Namun, pada musim kemarau, jika ada campuran air limbah, pada setiap awalan saluran, terjadilah aliran kecil setiap hari yang berwarna coklat sampai hitam, bau busuk H2S dan bau menyengat hidung NH4

yang   sering   terjadi.   Dengan   kondisi   seperti   ini   nyamuk   dapat   berkembang   biak dengan   cepat   baik   jenis   malaria   atau   jenis  egepty.  Anak­anak   kecil   yang   kurang pengawasan  suka bermain  dalam air  kotor ini. Saluran   drainase  yang ada belum memiliki penampang aliran khusus untuk musim kemarau atau dengan kata lain drainase   campuran   harus   dibuat   saluran   berpenampang   melintang   ganda,   yaitu penampang   aliran   musim   kering   dan   aliran   musim   basah.   Selain   itu   hal   yang memberatkan lagi dalam pemeliharaan sistem pengelolaan drainase di lokasi studi adalah terjadinya eutropi, yaitu tetumbuhan liar dalam saluran terbuka yang tumbuh cepat dan lebat.

Sistem jaringan drainase di dalam wilayah studi dibagi atas 2 bagian yaitu: drainase utama (major drainage) dan drainase lokal (minor drainage). Sistem drainase mayor dan minor dapat dibedakan menurut sifat, kriteria dan peruntukannya.

Sistem drainase mayor, sistem  drainase utama atau drainase makro  (major drainage)   yaitu   sistem   saluran   yang   menampung   dan   mengalirkan   air   dari   suatu daerah   tangkapan   air   hujan   (catchment   area).   Di   Kabupaten   Sanggau,   Sungai Kapuas,   Sungai   Tayan,   Sungai   Sekayam,   dan   sungai­sungai   besar   lainnya menjalankan   fungsi   ini.   Sistem   drainase   minor/mikro   adalah   sistem   saluran   dan buangan   pelengkap   drainase   yang   menampung   dan   mengalirkan   air   dari   daerah tangkapan hujan dimana sebagian besar di dalam wilayah kota.

Prasarana drainase harus dibuat optimum, agar setiap tahapan pembangunan yang hampir selalu memperbesar debit limpasan itu, tidak akan memperbesar lagi saluran drainasenya, atau jika salurannya belum dapat dibuat optimum, berhubung dana yang tersedia, maka lebar lahan cadangan dengan lebar optimum plus lahan untuk  jalur  pemeliharaan  harus sudah  tersedia.  Perencanaan  kota­kota/kawasan­


(23)

kawasan   baru   seperti   Kawasan   Niaga   Terpadu   Entikong,   Kawasan   Industri   Tayan telah merekomendasikan hal tersebut dalam perencanaannya.

a. Aspek Teknis

Aspek   teknis   ini   meliputi   kondisi   fisik   drainase   serta   kapasitas   dan   fungsi saluran,   di   Kabupaten   Sanggau   kondisi   prasarana   drainase   yang   berfungsi mengalirkan   air/genangan   air   belum   berfungsi   secara   baik.   Hal   ini   disebabkan kondisi   saluran   drainase   yang   ada   kurang   baik   dengan   kapasitas   layanan   air buangan yang masih kurang. Selain itu kondisi prasarana drainase yang ada tidak dibangun   secara   menyeluruh   atau   hanya   dibangun   setempat­setempat,   hal   ini menyebabkan timbulnya genangan­genangan air. 

Sedangkan   dari   segi   kapasitas   saluran   yang   ada   tidak   mencukupi   untuk mengalirkan air apabila terjadi hujan dalam waktu yang lama. Terjadinya perubahan tataguna   lahan   dari   kawasan   hutan   menjadi   kawasan   budidaya pertanian/perkebunan   dalam   sepuluh   tahun   terakhir   di   Kabupaten   Sanggau diprakirakan turut memberikan andil yang besar dalam menyumbang debit puncak pada musim hujan. Umumnya permukiman  di Kabupaten Sanggau berada di tepi sungai­sungai besar.

Secara umum kondisi drainase di Kabupaten Sanggau masih menggunakan sistem   darinase   gabungan   (mix   drain)   di   mana   pembuangan   limbah   cair   rumah tangga yang berasal dari dapur dan kamar mandi serta air hujan disalurkan dalam satu saluran. Demikian pula saluran untuk pembuangan genangan air hujan pada permukaan jalan juga di tampung di dalam saluran tepi yang selanjutnya dibuang menuju badan pembuang akhir.


(24)

Gambar 2.2. Beberapa Saluran Drainase di Kota Sanggau

b. Aspek Kelembagaan

Instansi   Pemerintah   Kabupaten   Sanggau   yang   menangani   dan   terkait   dalam pengelolaan drainase antara  lain :  Dinas Pekerjaan Umum serta Badan Lingkungan Hidup   Kebersihan   dan   Pemadam   Kebakaran.   Pengelolaan   drainase   di   Kabupaten Sanggau meliputi lingkungan perumahan dan permukiman serta wilayah perkantoran, yang diarahkan antara lain pada :

 Peningkatan   sistem   drainase   dalam   rangka   mengurangi   wilayah   genangan diperKabupatenan.

 Pengembangan   jaringan   drainase,   serta   sarana  prasarana pendukung/pelengkapnya   untuk meningkatkan   pelayanan   sarana   drainase dan  melindungi   kawasan   perumahan   dan   permukiman   serta   perKabupatenan strategis dari risiko genangan. 

 Pemeliharaan dan peningkatkan fungsi prasarana dan sarana sistem drainase yang ada. 

Peran   serta   masyarakat   dalam   pengelolaan   drainase   dalam   bentuk pembersihan saluran drainase disekitar pemukiman mereka melalui kegiatan gotong royong.   Namun   demikian   masih   terdapat   beberapa   permasalahan   dalam   drainase Kabupaten Sanggau, sebagai berikut:

a) Banyaknya masyarakat yang membuang air limbah domestik, khususnya grey water   ke   saluran   drainase   pada   musim   kemarau   menyebabkan   terjadinya sedimentasi pada dasar saluran,sehingga mempengaruhi kapastas saluran. b) Pedagang makanan  yang berada di sepanjang jalan­jalan  besar di Kabupaten

Sanggau  yang  secara   langsung   membuang   sisa   makanan   ke   dalam   saluran drainase   menyebabkan  penumpukan   sedimen   pada   dasar   drainase   dan berakibat   pada   meluapnya   air   ke  permukaan   jalan   (pada   musm   hujan), membawa   dampak   yang   cukup   besar  terhadap   kelangsungan   aktivitas Kabupaten.

c) Meningkatnya   jumlah   permukiman   di   perKabupatenan   berdampak   kepada menyusutnya  daerah   terbuka   hijau   dan   area   resapan   air,   menyebabkan timbulnya   daerah­daerah  genangan   air   di   wilayah   Kabupaten   Sanggau     yang


(25)

belum   tertangani   dengan   baik.  Banyaknya   daerah   atau   wilayah   yang   belum terlayani oleh saluran drainase.

2.5.  Higiene

Kondisi kesehatan masyarakat Kabupaten Sanggau dapat terlihat dari jumlah timbulan   penyakit,   terutama   penyakit   menular   akibat   sanitasi   buruk   dan   kondisi polahidup   masyarakat   yang   menyangkut   sanitasi.   Dari   data   Profil   Kesehatan Kabupaten Sanggau tahun 2011, dari 101.087 rumah tangga di Kabupaten Sanggau, dilakukan pemantauan (dijadikan sampel) sebanyak 666 rumah tangga (0,66%), yang telah   menerapkan   perilaku   hidup   bersih   dan   sehat   (PHBS)   sebanyak   413   rumah tangga   atau   62,01%   dari   jumlah   rumah   tangga   yang   dijadikan   sampel.   Apabila berpatokan   pada   jumlah   rumah   tangga   yang   dijadikan   sampel,   maka   PHBS   di Kabupaten   Sanggau   sudah   melebihi   Indikator   Indonesia   Sehat   (IIS)   yang   telah ditetapkan pada tahun 2010 yaitu sebesar 60% dari jumlah rumah tangga. 

Namun demikian, di Kabupaten Sanggau masih terdapat jenis penyakit yang didominir oleh penyakit­penyakit   yang bersifat infeksi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa, hampir 70% dari hal tersebut dilatar belakangi oleh karena buruknya kondisi lingkungan (khususnya sanitasi ) baik perseorangan maupun komunitas, yang tidak kondusif untuk hidup secara sehat.


(1)

Instansi yang terkait dengan pengelolaan Persampahan  di Kabupaten Sanggau adalah:

a. Bidang Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum

b. Bidang Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan c. Badan Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan Kebakaran

d. SKPD Kecamatan

b. Cakupan Layanan

Cakupan pelayanan adalah meliputi masing­masing kecamatan dengan jumlah timbulan produksi sampah terbesar adalah pada kecamatan kapuas yakni 122 M3 dengan volume yang terangkut 78 M3/hari (64%).

Dalam   penanggulangan   persampahan   armada   yang   digunakan   serta   tempat pembuangan sampah sementara dan akhir adalah sebagaimana tertera dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.10

Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah di Kabupaten Sanggau

No Wil Pelayanan

Armada Angkutan TPS TPA

Mobil Tosa Grbk Btko Lain2 Luas Jrk

tempuh StatusTanah 1 Kec. Kapuas 8 bh ­ 3 bh 50 bh 150 bh 19.974 M2 4 Km Pemda 2 Kec. Parindu 1 bh ­ 1 bh 2 bh ­ 179.394 M2 5 Km Pemda 3 Kec. Meliau 1 bh 1 bh ­ 4 bh ­  30.000 M2 3 Km Pemda 4 Kec.Tyn Hulu 1 bh ­ ­ 18 bh 10 bh    2.500 M2 3 Km Milik Masy 5 Kec.Tyn Hilir ­ 1 bh ­ ­ ­  30.000 M2 2,5 Km Pemda 6 Kec.Kembayan 1 bh ­ ­ ­ 10 bh   2.300 M2 3 Km Milik Masy 7 Kec.Sekayam 1 bh ­ ­ ­ ­  10.000 M2 2 Km Pemda 8 Kec.Entikong 1 bh 1 bh 1 bh 2 bh 60 bh  10.000 M2 6 Km Pemda 9 Kec.Balai ­ 1 bh ­

10 Kec.Beduai ­ 1 bh ­ ­ ­ ­ ­ ­

11 Kec.Bonti ­ 1 bh ­ ­ ­ ­ ­ ­

12 Kec.Toba ­ 1 bh ­ ­ ­ ­ ­ ­

13 Kec.Mukok ­ 1 bh ­ ­ ­ ­ ­ ­

14 Kec.Jangkang ­ 1 bh ­ ­ ­ ­ ­ ­

15 Kec.Noyan ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­

       Jumlah 14 8 5 78 230 284168 Sumber : BLHKPK Kabupaten Sanggau, 2012.  


(2)

c. Permasalahan

Pengelolaan sampah di Kabupaten Sanggau masih dirasakan belum maksimal karena   adanya   hambatan   yang   perlu   dicari   pemecahan   masalahnya.  Hambatan­ hambatan teknis yang mempengaruhi kinerja pengelolaan sampah anatara lain : 1. Sarana angkutan sampah belum seimbang dengan timbulan sampah 

2. Sarana   dan   prasarana   yang   ada   umumnya   sudah   berusia   tua,   sehingga membutuhkan perawatan dengan biaya ekstra, kondisi ini mempengaruhi efisiensi kerja.

3. Belum tersedia alat berat ( eksavator ) yang sesuai untuk menggusur sampah di TPA 

4. TPA yang ada masih sistem open dumping, dengan permasalahan :

- Belum ada landasan pembuangan yang representatif

- Belum ada jalan kerja, dan akses jalan masuk untuk pembuanagan

- Belum ada drainase, lapisan kedap air,pengolahan air lindi, pengamanan gas beracun

- Belum ada pemagaran lokasi, sehingga mengganggu jalan umum

5. Keberadaan TPA di tepi jalan umum sering menimbulkan permasalahan sosial 6. Sebagaian besar TPA di beberapa Kecamatan belum disediakan infrastruktur yang

memadai 

7. Sumber   Daya   Manusia   merupakan   faktor   paling   penting   dalam   pengelolaan sampah. Kondisi saat ini SDM yang ada baik secara kualitas maupun kuantitas belum seimbang dengan beban kerja yang harus ditangani

Selain faktor­faktor hambatan diatas, rendahanya kesdaran masyarakat Kabupaten Sanggau   terhadap   kebersihan   lingkungan   juga   merupakan   faktor   pengahambat dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Sanggau

2.4. Sub Sektor Drainase

Sistem drainase perkotaan serta prasarana dan sarana yang ada di Kabupaten Sanggau   belum   dikelola   secara   maksimal,   mengingat   pembangunan   sarana   dan prasarana   drainase   masih   setempat­setempat,   terpisah   dan   belum   terintegrasi. Prasarana dan sarana drainase yang ada saat ini sebagian besar masih dari tanah sehingga hal ini membawa dampak rendahnya kemampuan drainase mengeringkan kawasan terbangun.

Kegunaan drainase di Kabupaten Sanggau, secara umum adalah sebagai berikut: 1. Mengeringkan daerah becek dan genangan air;

2. Mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan; 3. Mengendalikan erosi, kerusakan jalan dan bangunan­bangunan; 4. Pemeliharaan kualitas air.


(3)

Seperti halnya di daerah lain di Indonesia, drainase di Kota Sanggau dan kota­ kota   kecamatan   di   Kabupaten   Sanggau,   sistem   drainase   yang   ada   tidak   hanya menerima limpasan air hujan saja, juga ada yang bersumber dari buangan air limbah (air limbah domestik yang umumnya buangan air cucian domestik, bahkan ada yang dari air kotoran dan air buangan bengkel/industri). Namun debit aliran air limbah yang dimasukkan ke dalam saluran drainase ini relatif sangat kecil jika dibanding dengan debit puncak limpasan air hujannya. Namun, pada musim kemarau, jika ada campuran air limbah, pada setiap awalan saluran, terjadilah aliran kecil setiap hari yang berwarna coklat sampai hitam, bau busuk H2S dan bau menyengat hidung NH4 yang   sering   terjadi.   Dengan   kondisi   seperti   ini   nyamuk   dapat   berkembang   biak dengan   cepat   baik   jenis   malaria   atau   jenis  egepty.  Anak­anak   kecil   yang   kurang pengawasan  suka bermain  dalam air  kotor ini. Saluran   drainase  yang ada belum memiliki penampang aliran khusus untuk musim kemarau atau dengan kata lain drainase   campuran   harus   dibuat   saluran   berpenampang   melintang   ganda,   yaitu penampang   aliran   musim   kering   dan   aliran   musim   basah.   Selain   itu   hal   yang memberatkan lagi dalam pemeliharaan sistem pengelolaan drainase di lokasi studi adalah terjadinya eutropi, yaitu tetumbuhan liar dalam saluran terbuka yang tumbuh cepat dan lebat.

Sistem jaringan drainase di dalam wilayah studi dibagi atas 2 bagian yaitu: drainase utama (major drainage) dan drainase lokal (minor drainage). Sistem drainase mayor dan minor dapat dibedakan menurut sifat, kriteria dan peruntukannya.

Sistem drainase mayor, sistem  drainase utama atau drainase makro  (major drainage)   yaitu   sistem   saluran   yang   menampung   dan   mengalirkan   air   dari   suatu daerah   tangkapan   air   hujan   (catchment   area).   Di   Kabupaten   Sanggau,   Sungai Kapuas,   Sungai   Tayan,   Sungai   Sekayam,   dan   sungai­sungai   besar   lainnya menjalankan   fungsi   ini.   Sistem   drainase   minor/mikro   adalah   sistem   saluran   dan buangan   pelengkap   drainase   yang   menampung   dan   mengalirkan   air   dari   daerah tangkapan hujan dimana sebagian besar di dalam wilayah kota.

Prasarana drainase harus dibuat optimum, agar setiap tahapan pembangunan yang hampir selalu memperbesar debit limpasan itu, tidak akan memperbesar lagi saluran drainasenya, atau jika salurannya belum dapat dibuat optimum, berhubung dana yang tersedia, maka lebar lahan cadangan dengan lebar optimum plus lahan untuk  jalur  pemeliharaan  harus sudah  tersedia.  Perencanaan  kota­kota/kawasan­


(4)

kawasan   baru   seperti   Kawasan   Niaga   Terpadu   Entikong,   Kawasan   Industri   Tayan telah merekomendasikan hal tersebut dalam perencanaannya.

a. Aspek Teknis

Aspek   teknis   ini   meliputi   kondisi   fisik   drainase   serta   kapasitas   dan   fungsi saluran,   di   Kabupaten   Sanggau   kondisi   prasarana   drainase   yang   berfungsi mengalirkan   air/genangan   air   belum   berfungsi   secara   baik.   Hal   ini   disebabkan kondisi   saluran   drainase   yang   ada   kurang   baik   dengan   kapasitas   layanan   air buangan yang masih kurang. Selain itu kondisi prasarana drainase yang ada tidak dibangun   secara   menyeluruh   atau   hanya   dibangun   setempat­setempat,   hal   ini menyebabkan timbulnya genangan­genangan air. 

Sedangkan   dari   segi   kapasitas   saluran   yang   ada   tidak   mencukupi   untuk mengalirkan air apabila terjadi hujan dalam waktu yang lama. Terjadinya perubahan tataguna   lahan   dari   kawasan   hutan   menjadi   kawasan   budidaya pertanian/perkebunan   dalam   sepuluh   tahun   terakhir   di   Kabupaten   Sanggau diprakirakan turut memberikan andil yang besar dalam menyumbang debit puncak pada musim hujan. Umumnya permukiman  di Kabupaten Sanggau berada di tepi sungai­sungai besar.

Secara umum kondisi drainase di Kabupaten Sanggau masih menggunakan sistem   darinase   gabungan   (mix   drain)   di   mana   pembuangan   limbah   cair   rumah tangga yang berasal dari dapur dan kamar mandi serta air hujan disalurkan dalam satu saluran. Demikian pula saluran untuk pembuangan genangan air hujan pada permukaan jalan juga di tampung di dalam saluran tepi yang selanjutnya dibuang menuju badan pembuang akhir.


(5)

Gambar 2.2. Beberapa Saluran Drainase di Kota Sanggau

b. Aspek Kelembagaan

Instansi   Pemerintah   Kabupaten   Sanggau   yang   menangani   dan   terkait   dalam pengelolaan drainase antara  lain :  Dinas Pekerjaan Umum serta Badan Lingkungan Hidup   Kebersihan   dan   Pemadam   Kebakaran.   Pengelolaan   drainase   di   Kabupaten Sanggau meliputi lingkungan perumahan dan permukiman serta wilayah perkantoran, yang diarahkan antara lain pada :

 Peningkatan   sistem   drainase   dalam   rangka   mengurangi   wilayah   genangan

diperKabupatenan.

 Pengembangan   jaringan   drainase,   serta   sarana  prasarana pendukung/pelengkapnya   untuk meningkatkan   pelayanan   sarana   drainase dan  melindungi   kawasan   perumahan   dan   permukiman   serta   perKabupatenan strategis dari risiko genangan. 

 Pemeliharaan dan peningkatkan fungsi prasarana dan sarana sistem drainase yang

ada. 

Peran   serta   masyarakat   dalam   pengelolaan   drainase   dalam   bentuk pembersihan saluran drainase disekitar pemukiman mereka melalui kegiatan gotong royong.   Namun   demikian   masih   terdapat   beberapa   permasalahan   dalam   drainase Kabupaten Sanggau, sebagai berikut:

a) Banyaknya masyarakat yang membuang air limbah domestik, khususnya grey water   ke   saluran   drainase   pada   musim   kemarau   menyebabkan   terjadinya sedimentasi pada dasar saluran,sehingga mempengaruhi kapastas saluran. b) Pedagang makanan  yang berada di sepanjang jalan­jalan  besar di Kabupaten

Sanggau  yang  secara   langsung   membuang   sisa   makanan   ke   dalam   saluran drainase   menyebabkan  penumpukan   sedimen   pada   dasar   drainase   dan berakibat   pada   meluapnya   air   ke  permukaan   jalan   (pada   musm   hujan), membawa   dampak   yang   cukup   besar  terhadap   kelangsungan   aktivitas Kabupaten.

c) Meningkatnya   jumlah   permukiman   di   perKabupatenan   berdampak   kepada menyusutnya  daerah   terbuka   hijau   dan   area   resapan   air,   menyebabkan timbulnya   daerah­daerah  genangan   air   di   wilayah   Kabupaten   Sanggau     yang


(6)

belum   tertangani   dengan   baik.  Banyaknya   daerah   atau   wilayah   yang   belum terlayani oleh saluran drainase.

2.5.  Higiene

Kondisi kesehatan masyarakat Kabupaten Sanggau dapat terlihat dari jumlah timbulan   penyakit,   terutama   penyakit   menular   akibat   sanitasi   buruk   dan   kondisi polahidup   masyarakat   yang   menyangkut   sanitasi.   Dari   data   Profil   Kesehatan Kabupaten Sanggau tahun 2011, dari 101.087 rumah tangga di Kabupaten Sanggau, dilakukan pemantauan (dijadikan sampel) sebanyak 666 rumah tangga (0,66%), yang telah   menerapkan   perilaku   hidup   bersih   dan   sehat   (PHBS)   sebanyak   413   rumah tangga   atau   62,01%   dari   jumlah   rumah   tangga   yang   dijadikan   sampel.   Apabila berpatokan   pada   jumlah   rumah   tangga   yang   dijadikan   sampel,   maka   PHBS   di Kabupaten   Sanggau   sudah   melebihi   Indikator   Indonesia   Sehat   (IIS)   yang   telah ditetapkan pada tahun 2010 yaitu sebesar 60% dari jumlah rumah tangga. 

Namun demikian, di Kabupaten Sanggau masih terdapat jenis penyakit yang didominir oleh penyakit­penyakit   yang bersifat infeksi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa, hampir 70% dari hal tersebut dilatar belakangi oleh karena buruknya kondisi lingkungan (khususnya sanitasi ) baik perseorangan maupun komunitas, yang tidak kondusif untuk hidup secara sehat.