Pengaruh Harga Jagung Terhadap Penawaran Beras

Suryana et al 2001 menyimpulkan bahwa peningkatan 10 dan 15 harga pembelian pemerintah terhadap gabah akan meningkatkan ketahanan pangan melalui peningkatan penawaran beras. Menurut Arifin 2006 para ekonom telah lama meyakini stabilitas harga-harga menjadi salah satu dimensi yang penting dalam ketahanan pangan karena dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi, politik, dan sosial yang berat. Ketua Divisi Ilmu Sosial International Rice Reserach Institute IRRI Hosain dalan Triyanto 2006 menyimpulkan bahwa petani dan para pekerja lainnya diusaha pertanian kususnya padi akan terdorong untuk berusaha lebih giat ketika harga beras membaik. Pengaruh harga beras terhadap penawaran beras adalah positif. Peningkatan harga beras akan meningkatkan jumlah ketersediaan beras. Hal ini dikarenakan peningkatan harga beras akan meningkatkan insentif petani, sehingga petani akan meningkatkan jumlah penawaran beras untuk mendapatkan insentif yang lebih besar.

2.6.3 Pengaruh Harga Jagung Terhadap Penawaran Beras

Jagung dapat diposisikan sebagai salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang ketahanan pangan. Melalui fungsi tersebut menempatkan jagung sebagai keberhasilan pemerintah dalam melakukan diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap makanan pokok beras. Selain sebagai bahan konsumsi jagung sangat berperan dalam industri pakan. Jagung merupakan komponen utama 60 dalam ransum pakan. Diperkirakan lebih dari 55 kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30, dan selebihnya untuk kebutuhan industri lainnya dan bibit. Kasryno 2003 mengemukakan bahwa peran jagung sudah berubah menjadi sebagai bahan baku industri dibanding sebagai bahan pangan. Posisi jagung sebagai komoditas pangan utama setelah beras menjadikannya sebagai komoditas pengganti subsitusi beras. Jagung menjadi pilihan alternatif masyarakat ketika terjadi kenaikan harga beras. Perilaku konsumen ini mempengaruhi perilaku produsen dengan menambah jumlah penawaran. Semangat pemerintah untuk menggeser menu makanan pokok dari beras ke non beras, sebenarnya sudah menggema sejak tahun 1960-an. Himbauan, ajakan, arahan, bahkan aturan hukum pun telah diterapkan khususnya melalui bermacam instruksi presiden atau pun peraturan presiden. Seiring dengan semakin gencarnya pemerintah mengkampanyekan diversifikasi menu makanan pokok masyarakat, maka masyarakat yang mengkonsumsi beras pun menjadi semakin meningkat jumlahnya. Kebijakan pemerintah yang menyarankan kepada masyarakat agar melakukan diversifikasi dalam konsumsi pangan bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras. Jika ketergantungan akan beras sudah berkurang maka ketersediaan pangan meningkat karena ditambah dengan ketersediaan bahan pangan selain beras. Menurut Hasyim 2007 menyimpulkan bahwa harga jagung tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap penawaran beras dan bersifat positif. Hal ini dikarenakan pola konsumsi masyarakat yang masih kaku dan tidak mau melakukan diversifikasi pangan. Widadie dan Sutanto 2012 mengatakan bahwa harga jagung tidak dapat mempengaruhi penawaran beras secara parsial, tetapi jika secara bersama-sama dengan variabel independen lainnya maka akan mempengaruhi penawaran beras dengan tingkat keyakinan sebesar 97. Nilai koefisien harga jagung bernilai positif, yang artinya jika harga jagung semakin tinggi akan meningkatkan penawaran beras, sebaliknya penawaran beras akan menurun jika harga jagung mengalami penurunan. Jagung merupakan bahan pangan pokok setelah beras. Peningkatan harga jagung akan meningkatkan jumlah penawaran beras.

2.6.4 Pengaruh Lag Terhadap Penawaran Beras