Klasifikasi dan Histopatologi Computer Tomografi CT Scan

menjadi karsinogen aktif, sehingga dapat menimbulkan perubahan DNA, RNA atau protein sel tubuh Tabuchi, et al, 2011. 3. Faktor Genetik Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA human leukocyte antigen dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E CYP2E1 kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring Chang dan Adami, 2006 .

2.1.4. Klasifikasi dan Histopatologi

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO dibagi atas 3 tipe, yaitu : 1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk. 2. Karsinoma non-keratinisasi Non-keratinizing Carcinoma. Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas. 3. Karsinoma tidak berdiferensiasi Undifferentiated Carcinoma. Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas. Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif Brennan, 2006. 2.1.5. Tanda dan Gejala 2.1.5.1 Gejala Dini Universitas Sumatera Utara Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih terbatas di nasofaring, yaitu : 1. Gejala telinga a. Rasa penuh pada telinga b. Tinitus c. Gangguan pendengaran 2. Gejala hidung a. Epistaksis b. Hidung tersumbat 3. Gejala mata dan saraf a. Diplopia b. Gerakan bola mata terbatas Tabuchi, et al., 2011

2.1.5.2 Gejala Lanjut

Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter Roezin dan Adham, 2007 Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar, perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan penglihatan ganda diplopia, rasa baal mati rasa didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja unilateral tetapi pada beberapa kasus Universitas Sumatera Utara pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh Arima, 2006; Nurlita, 2009. Metastasis jauh dari KNF dapat secara limfogen atau hematogen, yang dapat mengenai spina vertebra torakolumbar, femur, hati, paru, ginjal dan limpa. Metastasis jauh dari KNF terutama ditemukan di tulang, paru-paru, hepar dan kelenjar getah bening supraklavikular. Metastasis sejauh ini menunjukkan prognosa yang sangat buruk, biasanya 90 meninggal dalam waktu 1 tahun setelah diagnosis ditegakkan Siregar, 2010.

2.1.6. Diagnosa

Pengetahuan mengenai epidemiologi dan gambaran klinis KNF sangat diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan dokter terhadap pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya keganasan ini. Setelah dicurigai kemungkinan adanya KNF,pemeriksa yang menyeluruh dan teliti harus segera dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang pasti dan stadium penyakit ini Roezin dan Adham, 2007.

2.1.6.1 Anamnesis

Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita KNF. Gejalanya sangat bervariasi antara satu pasien dengan pasien yang lain Munir, 2010. Demikian pula dengan keluhan yang ditimbulkannya. Pada stadium dini, keluhan yang ada sering tidak menimbukan kecurigan atas keberadan tumor ini. Jika ada biasanya berupa keluhan telinga, hidung atau keduannya Tabuchi, et al., 2011

2.1.6.2 Pemeriksaan

1. Pemeriksaan klinisi dari ukuran dan lokasi cervical lymph nodes. 2. Indirect nasopharyngoscopy untuk memeriksa tumor primer. 3. Pemeriksaan neurologis saraf kranial. 4. CTMRI scan kepala dan leher. 5. Chest radiotherapy AP and lateral untuk melihat penyebaran KNF ke paru-paru. 6. Bone scintigraphy untuk melihat penyebaran KNF ke tulang. Universitas Sumatera Utara 7. Pemeriksaan darah lengkap. 8. Urea, elektrolit, kreatinin, fungsi hati, Ca, PO4, alkalin fosfat.. 9. EBV viral capsid antigen. 10. Biopsi nasofaring. Brennan, 2006

2.1.7. Computer Tomografi CT Scan

Pemeriksaan CT Scan, mempunyai makna klinis dimana aplikasinya adalah membantu diagnosis, memastikan luas lesi, penetapan stadium secara akurat, menetapkan zona target terapi dan merancang medan radiasi secara tepat, serta memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan lanjut Japaris, 2008. Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk mengetahui metastase ke organ lain, hal ini penting untuk mementukan staging sehingga dapat dipilih penatalaksanaan yang tepat. Kemudian CT Scan juga dilakukan untuk mengetahui apakah tumor sudah mengecil setelah pemberian kemoterapi, dilakukan pemeriksaan setelah 4-6 minggu setelah pemberian kemoterapi. CT Scan juga dilakukan untuk mendeteksi rekurensi, dilakukan pemeriksaan setiap 5 tahun. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk melihat dan mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan dan dapat melihat konsistensi daripada tulang Frank, et al., 2011. CT Contrast-Enhanced menunjukkan nasopharyngeal carcinoma dengan perluasan parapharyngeal kanan dan retropharyngeal adenopathy. CT Scan non- enhanced menunjukkan bagian yang menebal pada dinding parapharyngeal kanan. Sedangkan pada CT Scan axial contrast-enhanced sebelum nasofaringektomi, pada tingkatan nasofaring menunjukkan suatu massa di dalam fossa pterygoid yang menutup nasofaring kanan. Terdapat erosi dari pterygoid pada bagian kanan dan juga menutup tuba eustachius dan bagian posterior sinus maksilaris kanan. Pada CT scan axial contrast-enhanced setelah nasofaringektomi pada leher memperlihatkan massa dengan ukuran 3,3x2,6 cm, bulat, homogeny yang meningkat, dengan lesi solid di leher kanan bagian posterior ke kelenjar submandibular Arnold, et al., 2012; Simon, et al., 2011. Universitas Sumatera Utara CT Scan dengan kontras pada leher menunjukkan massa yang besar dengan berbagai ukuran atau tingkatan pada nasofaring dan meluas ke clivus dan turun ke C1 anterior. Kemudian massa besar pada tengah sinus sphenoid dengan destruksi tulang. Massa terlihat seolah-olah terkikis atau terjadi erosi melalui clivus dank e dalam fossa pituitary Frank, et al., 2011.

2.1.8. Stadium