Gambaran CT Scan Nasofaring Potong Axial Pada Penderita Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2010-2012

(1)

GAMBARAN CT SCAN NASOFARING POTONG AXIAL PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2010-2012

OLEH :

TRI ADIMAS ARDIAN 100100335

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

GAMBARAN CT SCAN NASOFARING POTONG AXIAL PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2010-2012

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran

OLEH :

TRI ADIMAS ARDIAN 100100335

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN CT-SCAN NASOFARING POTONG AXIAL PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2010-2012 Nama : Tri Adimas Ardian

NIM : 100100335

Pembimbing Penguji I

dr. Farhat, Sp.THT-KL (K) dr. Berlian Hasibuan, Sp.A (K)

NIP. 197003162002121002 NIP. 140105242

Penguji II

dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP (K) NIP. 196104031987091001

Medan, Januari 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH ) NIP. 195402201980111001


(4)

ABSTRAK

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia, dimana KNF termasuk dalam lima besar tumor ganas, dengan frekuensi tertinggi. Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah ke karsinoma nasofaring, beberapa protokol diagnosis seperti pemeriksaan nasofaring, biopsi nasofaring, pemeriksaan patologi anatomi, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan neuro-oftalmologi dapat mejadi tuntunan untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium penyakit. Pemeriksaan CT Scan sangat berguna dalam upaya diagnosis dini, karena dapat menunjukkan kelainan yang minimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran CT scan nasofaring potong axial pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2010–2012.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain penelitian cross sectional menggunakan metode total sampling yang mengambil data sekunder berupa data rekam medis dari 316 orang pasien. Penelitian dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan. Data yang didapat dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel.

Dari penelitian ini diketahui berdasarkan usia terbanyak adalah usia 46-50 tahun dengan hasil terbanyak T2N2M0 sebanyak 23 orang (25.8%), berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dengan hasil terbanyak T2N2M0 sebanyak 65 orang (26%), berdasarkan pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta dengan hasil terbanyak T2N2M0 sebanyak 29 orang (26.1%), berdasarkan keluhan utama terbanyak adalah benjolan di leher dengan hasil terbanyak T2N2M0 sebanyak 43 orang (20%) dan berdasarkan stadium terbanyak adalah stadium III dengan hasil terbanyak T2N2M0 sebanyak 73 orang (39%).


(5)

ABSTRACT

Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a malignant tumor, which most often found among malignant tumors of ENT in Indonesia. NPC is included in the top five malignant tumors, with the highest frequency. If any suspicion found leading to nasopharyngeal carcinoma, multiple protocols of diagnosis such as examination of the nasopharynx, nasopharyngeal biopsy, examination of pathology, radiology, and neuro-ophthalmologic examination can form the guidance for definitive diagnosis and stage of the disease. A CT-Scan is very useful in the finding of early diagnosis because it can show minimal abnormalities.

The aim of this study is to assess the axial image of CT-Scan nasopharynx in patients with nasopharyngeal carcinoma at H. Adam Malik General Hospital Medan from 2010-2012.

This study is a descriptive study with cross sectional design and using total sampling method obtaining medical records from 316 patients from H. Adam Malik General Hospital Medan. The results were descriptively analyzed and presented in tabular form.

This study shows that based on the age, the majority is the age of 46-50 years with the highest results T2N2M0 were 23 people (25.8%), the majority based on the sex is men with the highest results T2N2M0 were 65 people (26%), the majority based on the occupation is self-employed with the highest results T2N2M0 were 29 people (26.1%), the majority based on the primary symptom is lump in the neck with the highest results T2N2M0 were 43 people (20%) and the majority based on the stage is stage III with the highest results T2N2M0 were 73 people (39%).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa. Atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah yang diberi judul “Gambaran CT Scan Nasofaring Potong Axial pada Penderita Karsinoma Nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2010-2012”. Sebagai mahasiswa kedokteran, karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan dalam kelulusan sarjana kedokteran.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Kepada dr. Farhat, Sp. THT-KL selaku dosen pembimbing dan dosen penasehat akademik yang telah meluangkan waktu dan sangat banyak membantu penyelesaian karya tulis ilmiah ini

3. Kepada kedua orang tua penulis, Alm. Ardian Gunawan Halimi dan Almh. Dewi Trimurti Surya Putri Ardian yang telah menjadi motivasi dan semangat bagi penulis

4. Kepada Kedua kakak penulis, Diaz Ardian dan Rara Ardian yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis

5. Kepada Inge Sandrie Phutri, M. Aga Firza Diandra, Asyifa Zulinanda Eka Putri, Shiela Vioriesca, Eristantya Trisuci, Try Habibulah, Mega Almira, Aisha Citra, Sarah Amira, Tya Nabila dan sahabat-sahabat penulis yang lain, yang selama ini telah memberikan semangat dan motivasi yang sangat membantu penulis

6. Kepada Cacal Baker, Fenny Dwias, Anastasya Deztiara dan Kimmy Jayanti yang juga memberikan dukungan kepada penulis

7. Kepada Minions, yang telah memberikan semangat dan dukungan selama ini kepada penulis


(7)

8. Kepada Esther Lourdes teman satu dosen pembimbing penulis yang selalu membatu penulis dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini

9. Kepada teman-teman satu angkatan 2010 yang membantu dalam penelitian ini

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh dari sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi materi maupun tatacara penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis ilmiah ini di kemudian hari. Semoga penelitian ini menjadi sumbangsih kepada ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu kedokteran dan juga kepada masyarakat umum.

Medan, Desember 2013


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... 2

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Karsinoma Nasofaring ... 4

2.1.1 Defenisi ... 4

2.1.2 Epidemiologi ... 4

2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko ... 5

2.1.4 Klasifikasi dan Histopatologi ... 6

2.1.5 Tanda dan Gejala ... 6

2.1.5.1 Gejala Dini ... 6

2.1.5.2 Gejala Lanjut ... 7

2.1.6 Diagnosa ... 8

2.1.6.1 Anamnesis ... 8

2.1.6.2 Pemeriksaan ... 8

2.1.7 Computer Tomography (CT) Scan ... 9

2.1.8 Stadium ... 10


(9)

2.1.10 Follow-Up ... 12

2.1.11 Prognosis ... 13

2.1.12 Pencegahan ... 13

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 14

3.1 Kerangka Konsep ... 14

3.2 Variabel dan Definisi Operasional ... 14

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 17

4.1 Rancangan Penelitian ... 17

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 17

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 17

4.5 Metode Analisis Data ... 17

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 18

5.1 Hasil Penelitian ... 18

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 18

5.1.2 Deskripsi Data Penelitian ... 18

5.1.3 Gambaran Data Responden ... 18

5.2 Pembahasan ... 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

6.1 Kesimpulan ... 30

6.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 32 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Variabel, cara ukur, hasil ukur dan skala ukur 15

Tabel 5.1 Krostabulasi Umur dengan Hasil CT-Scan 19

Tabel 5.2 Krostabulasi Jenis Kelamin dengan Hasil CT-Scan 21

Tabel 5.3 Krostabulasi Pekerjaan dengan Hasil CT-Scan 23

Tabel 5.4 Krostabulasi Keluhan Utama dengan Hasil CT-Scan 25


(11)

DAFTAR LAMPIRAN 

 

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Output Data Hasil Penelitian


(12)

ABSTRAK

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia, dimana KNF termasuk dalam lima besar tumor ganas, dengan frekuensi tertinggi. Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah ke karsinoma nasofaring, beberapa protokol diagnosis seperti pemeriksaan nasofaring, biopsi nasofaring, pemeriksaan patologi anatomi, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan neuro-oftalmologi dapat mejadi tuntunan untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium penyakit. Pemeriksaan CT Scan sangat berguna dalam upaya diagnosis dini, karena dapat menunjukkan kelainan yang minimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran CT scan nasofaring potong axial pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2010–2012.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain penelitian cross sectional menggunakan metode total sampling yang mengambil data sekunder berupa data rekam medis dari 316 orang pasien. Penelitian dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan. Data yang didapat dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel.

Dari penelitian ini diketahui berdasarkan usia terbanyak adalah usia 46-50 tahun dengan hasil terbanyak T2N2M0 sebanyak 23 orang (25.8%), berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dengan hasil terbanyak T2N2M0 sebanyak 65 orang (26%), berdasarkan pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta dengan hasil terbanyak T2N2M0 sebanyak 29 orang (26.1%), berdasarkan keluhan utama terbanyak adalah benjolan di leher dengan hasil terbanyak T2N2M0 sebanyak 43 orang (20%) dan berdasarkan stadium terbanyak adalah stadium III dengan hasil terbanyak T2N2M0 sebanyak 73 orang (39%).


(13)

ABSTRACT

Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a malignant tumor, which most often found among malignant tumors of ENT in Indonesia. NPC is included in the top five malignant tumors, with the highest frequency. If any suspicion found leading to nasopharyngeal carcinoma, multiple protocols of diagnosis such as examination of the nasopharynx, nasopharyngeal biopsy, examination of pathology, radiology, and neuro-ophthalmologic examination can form the guidance for definitive diagnosis and stage of the disease. A CT-Scan is very useful in the finding of early diagnosis because it can show minimal abnormalities.

The aim of this study is to assess the axial image of CT-Scan nasopharynx in patients with nasopharyngeal carcinoma at H. Adam Malik General Hospital Medan from 2010-2012.

This study is a descriptive study with cross sectional design and using total sampling method obtaining medical records from 316 patients from H. Adam Malik General Hospital Medan. The results were descriptively analyzed and presented in tabular form.

This study shows that based on the age, the majority is the age of 46-50 years with the highest results T2N2M0 were 23 people (25.8%), the majority based on the sex is men with the highest results T2N2M0 were 65 people (26%), the majority based on the occupation is self-employed with the highest results T2N2M0 were 29 people (26.1%), the majority based on the primary symptom is lump in the neck with the highest results T2N2M0 were 43 people (20%) and the majority based on the stage is stage III with the highest results T2N2M0 were 73 people (39%).


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2002, sekitar 80.000 insiden dari KNF telah didiagnosa di seluruh dunia dan estimasi angka kematian melebihi 50.000. Dengan ini, penyakit tersebut menduduki peringkat ke-23 sebagai kanker yang umum diderita (Chang dan Adami, 2006).

Insiden KNF rendah di sebagian besar dunia. Insiden dari penyakit ini lebih besar di beberapa populasi dan bagian di dunia. Angka insiden yang tinggi telah dilaporkan di beberapa populasi dari Negara-negara di Asia Tenggara terutama pada populasi Ras Cina. Insiden KNF juga telah dilaporkan di beberapa populasi lain seperti Suku Eskimo di Kutub Utara dan Suku Arab di Afrika Utara (Ganguly et al, 2003).

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia, dimana KNF termasuk dalam lima besar tumor ganas, dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah) (Pahala,2009).

Dari data Departemen Kesehatan tahun 1980 menunjukkan prevalensi 4.7 per 100,000 atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun. Dari data laporan profil KNF di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, periode Januari 2000 sampai Juni 2001 didapatkan 33% dari keganasan di bidang THT. Di RSUP H . Adam Malik Medan pada tahun 2002 -2007 ditemukan 684 penderita KNF (Nasir, 2009).

Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi. Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang


(15)

dikombinasikan dengan radioterapi. Namun sampai saat ini penanggulangan karsinoma nasofaring masih belum memuaskan karena angka kesembuhan masih buruk (Zhang et al, 2012).

Diagnosis dini menetukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring tersembunyi dibelakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher (Roezin dan Adham, 2007).

Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah ke karsinoma nasofaring, beberapa protokol diagnosis seperti pemeriksaan nasofaring, biopsi nasofaring, pemeriksaan patologi anatomi, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan neuro-oftalmologi dapat mejadi tuntunan untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium penyakit (Soetjipto, 1995).

Pemeriksaan radiologi seperti foto toraks PA, foto tengkorak, tomografi, CT Scan dan bone scantigraphy penting untuk menentukan luas tumor primer, invasi ke organ sekitar, adanya destruksi pada tulang dasar tengkorak serta adanya metastasis jauh (American Society of Clinical Society, 2012).

Pemeriksaan CT Scan sangat berguna dalam upaya diagnosis dini, karena dapat menunjukkan kelainan yang minimal. Gambaran akan tampak sebagai asimetri fosa Rosenmuller kanan dan kiri. Pemeriksaan CT Scan dipergunakan selain untuk melihat masa tumor, juga dapat mengevaluasi luasnya invasi pada jaringan sekitar nasofaring. (Soetjipto, 1995; Tambunan, 1997).

Berdasarkan paparan di atas penulis ingin melakukan penelitian tentang gambaran CT scan nasofaring pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2010-2012.

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana gambaran CT scan nasofaring potong axial pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2010 – 2012?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum


(16)

Untuk mengetahui bagaimana gambaran CT scan nasofaring potong axial pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2010–2012?

1.3.2 Tujuan Khusus

• Untuk mengetahui gambaran CT Scan nasofaring pada penderita KNF berdasarkan usia pasien.

• Untuk mengetahui gambaran CT Scan nasofaring pada penderita KNF berdasarkan jenis kelamin pasien.

• Untuk mengetahui gambaran CT Scan nasofaring pada penderita KNF berdasarkan pekerjaan pasien.

• Untuk mengetahui gambaran CT Scan nasofaring pada penderita KNF berdasarkan keluhan utama pasien.

• Untuk mengetahui gambaran CT Scan nasofaring pada penderita KNF berdasarkan stadium.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1.4.2 Peneliti

• Peneliti akan mendapatkan informasi mengenai kanker nasofaring.

• Peneliti memperoleh pengetahuan dan pegalaman dalam melakukan penelitian.

1.4.3 Pembaca

• Memberikan informasi bagi pembaca bagaimana keluhan utama dari kanker nasofaring.

• Memberikan informasi tambahan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai kanker nasofaring.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karsinoma Nasofaring 2.1.1. Defenisi

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi difosa Rosenmuller dan atap nasofaring. Letaknya kadang tersembunyi dan berhubungan dengan banyak daerah vital sehingga diagnosa dini sulit untuk ditegakkan (Roezin dan Adam, 2007).

2.1.2. Epidemiologi

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak ditemukan pada daerah kepala dan leher di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring. KNF menduduki urutan keempat dari seluruh keganasan setelah kanker mulut Rahim, payudara, dan kulit (Munir, 2010).

Insiden KNF rendah di sebagian besar dunia. Insiden dari penyakit ini lebih besar di beberapa populasi dan bagian di dunia. Angka insiden yang tinggi telah dilaporkan di beberapa populasi dari Negara-negara di Asia Tenggara terutama pada populasi Ras Cina. Insiden KNF juga telah dilaporkan di beberapa populasi lain seperti Suku Eskimo di Kutub Utara dan Suku Arab di Afrika Utara (Ganguly et al, 2003).

Meskipun banyak ditemukan di Negara dengan penduduk non-Mongoloid, namun demikian daerah China bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi, yaitu dengan 2.500 kasus baru pertahun untuk propinsi Guang-dong atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk (Roezin dan Adham, 2007).

Kanada, Alaska, Malaysia, Thailand dan beberapa suku di Indonesia termasuk ke dalam tingkat insiden sedang. Sekitar 4-15 per 100.000 kasus dijumpai di beberapa daerah tersebut. Sedangkan Cina bagian Utara, Jepang, Eropa dan Amerika termasuk ke dalam tingkat insiden yang rendah. Kurang dari 4 per 100.000 kasus terdapat di beberapa daerah tersebut (Tambunan, 1995).


(18)

Pada penelitian yang dilakukan di Medan (2008), ditemukan perbandingan penderita laki-laki dan perempuan 3:2. Hormon testosterone yang dominan pada laki-laki dicurigai mengakibatkan penurunan respon imun dan surveillance tumor sehingga laki-laki lebih rentan terhadap infeksi Virus Eipstein-Barr dan kanker (Munir, 2010).

2.1.3. Etiologi dan Faktor Resiko

1. Virus Eipstein-Barr

Virus Eipstein-Barr adalah herpes virus umum yang merupakan penyebab infeksi mononukleosis akut dan salah satu faktor etiologi pada karsinoma nasfaring, karsinoma gaster serta limfoma burkitt. Virus Eipstein-Barr termasuk family virus herpes dan subfamily gammaherpesviridae. Virus Eipstein-Barr mempunyai komponen inti, kapsul dan selaput pembungkus. Inti dikelilingi oleh kapsul yang disebut kapsomer yang di dalamnya terdapat DNA. Inti dan kapsul dikelilingi selaput pembungkus glikoprotein yang disebut envelope (Munir, 2010). Penyebaran virus Eipstein-Barr kebanyakan melalui saliva, terjadi di Negara-negara berkembang, dimana kondisi kehidupan sangat kurang hygienic. Pada penelitian yang telah dilakukan, 80% dari anak-anak di Hong Kong telah terinfeksi Virus Eipstein-Barr pada umur 6 tahun dan berkembang pada umur 10 tahun. Virus Eipstein-Barr pertama kali menginfeksi epitel bermukosa daripada orofaring, dimana Virus Eipstein-Barr mereplikasi DNA genome dan menghasilkan partikel virus baru yang kemudian akan menginfeksi limfosit B (Chang dan Adami, 2006).

2. Karsinogen Lingkungan

Bahan makanan dan zat kimia tertentu dicurigai berperan pada penyebab terjadinya KNF. Makanan yang mengandung nitrosamine yang dikonsumsi di masa kecil, mempunyai risiko untuk terjadinya KNF pada usia dewasa.

Nitrosamine merupakan mediator yang dapat mengaktifkan Virus Eipstein-Barr. Bahan kimia ini merupakan pro-karsinogen serta promotor aktivasi Virus Eipstein-Barr, yang ditemukan dalam kadar tinggi pada ikan asin. Pro-karsinogen merupakan Pro-karsinogen yang memerlukan perubahan metabolis agar


(19)

menjadi karsinogen aktif, sehingga dapat menimbulkan perubahan DNA, RNA atau protein sel tubuh (Tabuchi, et al, 2011).

3. Faktor Genetik

Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring (Chang dan Adami, 2006) .

2.1.4. Klasifikasi dan Histopatologi

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dibagi atas 3 tipe, yaitu :

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.

2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.

3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas. Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif (Brennan, 2006).

2.1.5. Tanda dan Gejala 2.1.5.1 Gejala Dini


(20)

Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih terbatas di nasofaring, yaitu :

1. Gejala telinga

a. Rasa penuh pada telinga b. Tinitus

c. Gangguan pendengaran 2. Gejala hidung

a. Epistaksis

b. Hidung tersumbat 3. Gejala mata dan saraf

a. Diplopia

b. Gerakan bola mata terbatas (Tabuchi, et al., 2011)

2.1.5.2 Gejala Lanjut

Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter (Roezin dan Adham, 2007)

Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar, perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus


(21)

pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh (Arima, 2006; Nurlita, 2009). Metastasis jauh dari KNF dapat secara limfogen atau hematogen, yang dapat mengenai spina vertebra torakolumbar, femur, hati, paru, ginjal dan limpa. Metastasis jauh dari KNF terutama ditemukan di tulang, paru-paru, hepar dan kelenjar getah bening supraklavikular. Metastasis sejauh ini menunjukkan prognosa yang sangat buruk, biasanya 90% meninggal dalam waktu 1 tahun setelah diagnosis ditegakkan (Siregar, 2010).

2.1.6. Diagnosa

Pengetahuan mengenai epidemiologi dan gambaran klinis KNF sangat diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan dokter terhadap pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya keganasan ini. Setelah dicurigai kemungkinan adanya KNF,pemeriksa yang menyeluruh dan teliti harus segera dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang pasti dan stadium penyakit ini (Roezin dan Adham, 2007).

2.1.6.1 Anamnesis

Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita KNF. Gejalanya sangat bervariasi antara satu pasien dengan pasien yang lain (Munir, 2010). Demikian pula dengan keluhan yang ditimbulkannya. Pada stadium dini, keluhan yang ada sering tidak menimbukan kecurigan atas keberadan tumor ini. Jika ada biasanya berupa keluhan telinga, hidung atau keduannya (Tabuchi, et al., 2011)

2.1.6.2 Pemeriksaan

1. Pemeriksaan klinisi dari ukuran dan lokasi cervical lymph nodes.

2. Indirect nasopharyngoscopy untuk memeriksa tumor primer. 3. Pemeriksaan neurologis saraf kranial.

4. CT/MRI scan kepala dan leher.

5. Chest radiotherapy (AP and lateral) untuk melihat penyebaran KNF ke paru-paru.


(22)

7. Pemeriksaan darah lengkap.

8. Urea, elektrolit, kreatinin, fungsi hati, Ca, PO4, alkalin fosfat.. 9. EBV viral capsid antigen.

10.Biopsi nasofaring. (Brennan, 2006)

2.1.7. Computer Tomografi (CT) Scan

Pemeriksaan CT Scan, mempunyai makna klinis dimana aplikasinya adalah membantu diagnosis, memastikan luas lesi, penetapan stadium secara akurat, menetapkan zona target terapi dan merancang medan radiasi secara tepat, serta memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan lanjut (Japaris, 2008).

Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk mengetahui metastase ke organ lain, hal ini penting untuk mementukan staging sehingga dapat dipilih penatalaksanaan yang tepat. Kemudian CT Scan juga dilakukan untuk mengetahui apakah tumor sudah mengecil setelah pemberian kemoterapi, dilakukan pemeriksaan setelah 4-6 minggu setelah pemberian kemoterapi. CT Scan juga dilakukan untuk mendeteksi rekurensi, dilakukan pemeriksaan setiap 5 tahun. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk melihat dan mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan dan dapat melihat konsistensi daripada tulang (Frank, et al., 2011).

CT Contrast-Enhanced menunjukkan nasopharyngeal carcinoma dengan perluasan parapharyngeal kanan dan retropharyngeal adenopathy. CT Scan non-enhanced menunjukkan bagian yang menebal pada dinding parapharyngeal kanan. Sedangkan pada CT Scan axial contrast-enhanced sebelum nasofaringektomi, pada tingkatan nasofaring menunjukkan suatu massa di dalam fossa pterygoid yang menutup nasofaring kanan. Terdapat erosi dari pterygoid pada bagian kanan dan juga menutup tuba eustachius dan bagian posterior sinus maksilaris kanan. Pada CT scan axial contrast-enhanced setelah nasofaringektomi pada leher memperlihatkan massa dengan ukuran 3,3x2,6 cm, bulat, homogeny yang meningkat, dengan lesi solid di leher kanan bagian posterior ke kelenjar submandibular (Arnold, et al., 2012; Simon, et al., 2011).


(23)

CT Scan dengan kontras pada leher menunjukkan massa yang besar dengan berbagai ukuran atau tingkatan pada nasofaring dan meluas ke clivus dan turun ke C1 anterior. Kemudian massa besar pada tengah sinus sphenoid dengan destruksi tulang. Massa terlihat seolah-olah terkikis atau terjadi erosi melalui clivus dank e dalam fossa pituitary (Frank, et al., 2011).

2.1.8. Stadium

Sistem stadium TNM berdasarkan AJCC/UICC (American Joint Committee on Cancer/ International Union Against Cancer). Cara penentuan stadium KNF menurut AJCC/UICC, yaitu (National Cancer Institute, 2012):

2.1.8.1 Tumor primer (T)

TX : Tumor primer tidak ditemukan T0 : Tidak ada bukti tumor primer Tis : Karsinoma in situ

T1 : Tumor terbatas di nasofaring, atau tumor menyebar ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa perluasan parafaring

T2 : Tumor dengan perluasan parafaring

T3 : Tumor menginvasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4 : Tumor dengan ekstensi intracranial dan/atau keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, atau orbita, atau ruang masticator

2.1.8.2 Kelenjar limfe regional (N)

NX : Pembesaran kelenjar limfe regional tidak dapat ditemukan N0 : Tidak dijumpai metastasis kelenjar limfe regional

N1 : Metastasis kelenjar limfe unilateral, ukuran ≤6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular

N2 : Metastasis kelenjar limfe bilatelar, ukuran ≤6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular

N3 : Metastasis kelenjar limfe N3a : Ukuran >6cm


(24)

N3b : Meluas ke fossa supraklavikular

2.1.8.3 Metastasis Jauh (M)

M0 : Tidak dijumpai metastasis M1 : Dijumpai metastasis jauh

Tabel 2.1.7 Stage Grouping

Stage T N M

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

II T1 N1 M0

T2 N0 M0

T2 N1 M0

III T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N0 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

IVA T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

IVB Any T N3 M0

IVC Any T Any N M1

(Sumber: National Cancer Institute, 2012).

2.1.9 Terapi

Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua


(25)

pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi tambahan (Roezin dan Adham, 2007).

Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik. Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring (Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2012).

Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi sisa tumor induk (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi (Lutan, 1983).

Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan pasien untuk membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual (Roezin dan Adham, 2007).

Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatas tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk , perdarahan dari hidung


(26)

dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor (Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2002).

2.1.10 Follow-Up

Tidak seperti keganasaan kepala leher yang lainnya, KNF mempunyai resiko terjadinya rekurensi dan follow-up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan tersering terjadi kurang dari 5 tahun, 5-15% kekambuhan seringkali terjadi antar 5-10 tahun. Sehingga pasien KNF perlu dilakukan follow-up

setidaknya 10 tahun setelah terapi (Roezin dan Adam, 2007).

2.1.11 Prognosis

Prognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada pertumbuhan lokal dan metastasenya. Karsinoma skuamosa berkeratinasi cenderung lebih agresif daripada yang non keratinasi dan tidak berdiferensiasi, walau metastase limfatik dan hematogen lebih sering pada kedua tipe yang disebutkan terakhir. Prognosis buruk bila dijumpai limfadenopati, stadium lanjut, tipe histologik karsinoma skuamus berkeratinasi. Prognosis juga diperburuk oleh beberapa faktor seperti usia lebih dari 40 tahun, laki-laki dari pada perempuan dan ras Cina daripada ras kulit putih (National Cancer Institute, 2013).

2.1.12 Pencegahan

Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta mengubah cara memasak makanan dari bahan-bahan yang berbahaya. Meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan- kemungkinan faktor penyebab. Akhir sekali, melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih dini (American Society of Clinical Oncology, 2012).


(27)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Variabel dan Definisi Operasional

1. CT Scan

Hasil CT scan nasofaring penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan dilihat dari data rekam medik kemudian akan dianalisa menggunakan sistem stadium TNM berdasarkan AJCC/UICC

(American Joint Committee on Cancer/ International Union Against Cancer).

• T adalah tumor primer. 

• N adalah kelenjar limfe regional.  • M adalah metastasis jauh. 

 

2. Penderita KNF 

  Penderita  KNF  adalah  semua  pasien  yang  dinyatakan  menderita  kanker  nasofaring  yang  menjalani  pemeriksaan  CT  scan  yang  tercatat dalam rekam medik di RSUP H. Adam Malik Medan pada  tahun 2010‐2012. 

  CT SCAN  PENDERITA KNF: 

o Usia 

o Jenis Kelamin  o Pekerjaan  o Keluhan Utama  o Stadium 


(28)

• Umur  adalah  jumlah  tahun  hidup  pasien  penderita  KNF  sejak  lahir  sampai  ulang  tahun  terakhir  yang  sesuai  dengan  data  rekam medik. 

• Jenis  kelamin  adalah  laki‐laki  dan  perempuan  yang  sesuai  dengan data rekam medik. 

• Pekerjaan  adalah  kegiatan  atau  aktivitas  sehari‐hari  yang  dilakukan oleh pasien KNF sesuai dengan data rekam medik.  • Keluhan  utama  adalah  tanda‐tanda  yang  didapatkan  dari 

keluhan yang diutarakan pasien KNF sesuai dengan data rekam  medik. 

• Stadium  tumor  adalah  penentuan  stadium  penyakit  yang  tertulis di data rekam medik. 

 

Tabel 3.2 Variabel, cara ukur, hasil ukur dan skala ukur

Variable Cara ukur Hasil ukur Skala ukur

CT scan Melihat dan

menganalisa hasil CT scan

nasofaring penderita KNF dari data rekam medik

Sistem stadium TNM berdasarkan

AJCC/UICC

(American Joint Committee on Cancer/ International Union Against Cancer) Interval

Usia Melihat data

rekam medik

- <30 tahun - 30-35 tahun - 36-40 tahun - 41-45 tahun - 46-50 tahun - 51-55 tahun - 56-60 tahun - 61-66 tahun - 66-70 tahun - >70 tahun

Interval

Jenis Kelamin Melihat data rekam medik

Laki-laki dan perempuan

Nominal

Pekerjaan Melihat data

rekam medik

- Pegawai negri - Wiraswasta


(29)

- Petani - Pelajar

- Ibu rumah tangga - Pensiunan

- Nelayan Keluhan Utama Melihat data

rekam medik

Benjolan di leher, hidung berdarah, hidung tersumbat, sakit dimaksila, sakit kepala, sakit menelan, telinga berdenging

Nominal

Stadium Melihat data

rekam medik

- Stadium I - Stadium II - Stadium III - Stadium IVA - Stadium IVB - Stadium IVC


(30)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain penelitian cross sectional yang dimana penelitian ini dilakukan hanya dalam satu kali dengan tujuan untuk membuat gambaran CT scan nasofaring dari penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Juli – November 2013.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi target penelitian ini adalah seluruh data rekam medik penderita karsinoma nasofaring. Sedangkan populasi terjangkaunya adalah seluruh data rekam medik penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 – Januari 2012. Besar sampel penelitian ini dengan metode

total sampling dimana seluruh populasi dijadikan sebagai sampel.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pencatatan hasil CT scan pada rekam medik penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 – Januari 2012.

4.5 Metode Analisis Data

Data yang didapat dianalisa secara deskriptif. Data yang telah dianalisa akan disajikan dalam bentuk tabel.


(31)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan, RSUP H.Adam Malik juga ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Penelitian ini dilakukan di sub bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian

Penelitian dilakukan secara deskriptif, dengan mengambil data sekunder, yaitu data pasien penderita karsinoma nasofaring yang melakukan pemeriksaan CT-Scan nasofaring potong axial dari rekam medis periode tahun 2010-2012 di RSUP H. Adam Malik. Berdasarkan teknik total sampling, ditemukan 316 pasien penderita karsinoma nasofaring yang melakukan pemeriksaan CT-Scan nasofaring potong axial.

5.1.3. Gambaran Data Responden A. Usia

Berdasarkan tabel 5.1, diperoleh gambaran CT-Scan nasofaring potong axial pada kelompok pasien usia dibawah 30 tahun dengan frekuensi terbanyak adalah T1N2M0 yaitu sebanyak 2 sampel diikuti dengan hasil T2N2M0 sebanyak


(32)

1 sampel. Pada kelompok pasien usia 31-35 tahun frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 sebanyak 2 sampel. Pada kelompok pasien usia 36-40 tahun frekuensi terbanyak adalah T1N2M0 sebanyak 2 sampel dan T3N2M0 sebanyak 2 sampel. Pada kelompok pasien usia 41-45 tahun frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 sebanyak 13 sampel diikuti pada hasil T3N0M0 sebanyak 8 sampel. Pada kelompok pasien usia 46-50 tahun frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 sebanyak 21 sampel diikuti pada hasil T1N2M0 sebanyak 12 sampel. Pada kelompok pasien usia 51-55 tahun frekuensi terbanyak adalah T1N2M0 sebanyak 9 sampel diikuti pada hasil T2N2M0 sebanyak 8 sampel. pada kelompok pasien usia 56-60 tahun frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 sebanyak 10 sampel diikuti pada hasil T1N2M0 sebanyak 7 sampel. pada kelompok pasien usia 66-70 tahun frekuensi terbanyak adalah T3N2M0 sebanyak 3 sampel. Pada kelompok pasien usia diatas 70 tahun frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 sebanyak 5 sampel. Dapat disimpulkan juga bahwa pasien dengan rentang usia 46-50 tahun adalah pasien dengan jumlah frekuensi terbesar.

Tabel 5.1 Krostabulasi Umur dengan Hasil CT-Scan HASIL

CT SCAN

UMUR

TOTAL <30 30-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 66-70 >70

T1N1M0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 2

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.1% 0.0% 2.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.6%

T1N1M1 0 0 0 1 2 1 0 1 2 0 7

0.0% 0.0% 0.0% 2.7% 2.2% 3.3% 0.0% 1.8% 10.0% 0.0% 2.2%

T1N2M0 2 1 2 2 13 4 10 9 2 2 47

66.7% 12.5% 25.0% 5.4% 14.6% 13.3% 20.0% 16.4% 10.0% 12.5% 14.9%

T1N2M1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

0.0% 0.0% 12.5% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.3%

T1N3M0 0 1 0 1 6 2 1 3 0 0 14

0.0% 12.5% 0.0% 2.7% 6.7% 6.7% 2.0% 5.5% 0.0% 0.0% 4.4%

T1N3M1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1

0.0% 0.0% 0.0% 2.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.3%

T2N0M0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 2

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 3.3% 0.0% 1.8% 0.0% 0.0% 0.6%

T2N1M0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 3


(33)

T2N1M1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 4

0.0% 0.0% 12.5% 2.7% 1.1% 0.0% 2.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.3%

T2N2M0 1 2 1 11 23 7 7 14 2 5 73

33.3% 25.0% 12.5% 29.7% 25.8% 23.3% 14.0% 25.5% 10.0% 31.2% 23.1%

T2N2M1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.8% 0.0% 0.0% 0.3%

T2N3M0 0 0 0 2 3 0 2 1 2 1 11

0.0% 0.0% 0.0% 5.4% 3.4% 0.0% 4.0% 1.8% 10.0% 6.2% 3.5%

T3N0M0 0 1 0 6 10 2 6 6 2 2 35

0.0% 12.5% 0.0% 16.2% 11.2% 6.7% 12.0% 10.9% 10.0% 12.5% 11.1%

T3N1M0 0 0 0 2 2 1 2 2 2 0 11

0.0% 0.0% 0.0% 5.4% 2.2% 3.3% 4.0% 3.6% 10.0% 0.0% 3.5%

T3N1M1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.1% 0.0% 0.0% 0.0% 5.0% 0.0% 0.6%

T3N2M0 0 0 2 2 5 2 3 3 3 1 21

0.0% 0.0% 25.0% 5.4% 5.6% 6.7% 6.0% 5.5% 15.0% 6.2% 6.6%

T3N2M1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.8% 0.0% 0.0% 0.3%

T3N3M0 0 0 0 2 2 0 4 1 0 1 10

0.0% 0.0% 0.0% 5.4% 2.2% 0.0% 8.0% 1.8% 0.0% 6.2% 3.2%

T4N0M0 0 1 0 2 11 5 6 7 2 0 34

0.0% 12.5% 0.0% 5.4% 12.4% 16.7% 12.0% 12.7% 10.0% 0.0% 10.8%

T4N0M1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.1% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.3%

T4N1M0 0 1 1 3 4 3 3 2 1 3 21

0.0% 12.5% 12.5% 8.1% 4.5% 10.0% 6.0% 3.6% 5.0% 18.8% 6.6%

T4N1M1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.8% 0.0% 0.0% 0.3%

T4N2M0 0 0 0 0 3 1 2 2 0 1 9

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 3.4% 3.3% 4.0% 3.6% 0.0% 6.2% 2.8%

T4N2M1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 2.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.3%

T4N3M0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 3

0.0% 0.0% 0.0% 2.7% 1.1% 0.0% 2.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.9%

TOTAL 3 8 8 37 89 30 50 55 20 16 316 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

 

B. Jenis Kelamin


(34)

axial kelompok pasien berjenis kelamin laki-laki frekuensi terbanyak adalah T1N2M0 sebanyak 65 sampel diikuti pada hasil T1N2M0 sebanyak 33 sampel. pada kelompok pasien berjenis kelamin perempuan frekuensi terbanyak adalah T1N2M0 sebanyak 14 sampel diikuti pada hasil T4N0M0 sebanyak 10 sampel. Dapat disimpulkan juga bahwa frekuensi pasien berjenis kelamin laki-laki lebih besar dibandingkan pasien berjenis kelamin perempuan.

Tabel 5.2 Krostabulasi Jenis Kelamin dengan Hasil CT-Scan HASIL

CT SCAN

JENIS KELAMIN

TOTAL LAKI – LAKI PEREMPUAN

T1N1M0 2 0 2

0.8% 0.0% 0.6%

T1N1M1 4 3 7

1.6% 4.5% 2.2%

T1N2M0 33 14 47

13.2% 21.2% 14.9%

T1N2M1 1 0 1

0.4% 0.0% 0.3%

T1N3M0 10 4 14

4.0% 6.1% 4.4%

T1N3M1 1 0 1

0.4% 0.0% 0.3%

T2N0M0 2 0 2

0.8% 0.0% 0.6%

T2N1M0 3 0 3

1.2% 0.0% 0.9%

T2N1M1 4 0 4

1.6% 0.0% 1.3%

T2N2M0 65 8 73

26.0% 12.1% 23.1%

T2N2M1 1 0 1

0.4% 0.0% 0.3%

T2N3M0 10 1 11

4.0% 1.5% 3.5%

T3N0M0 27 8 35

10.8% 12.1% 11.1%

T3N1M0 9 2 11


(35)

T3N1M1 2 0 2

0.8% 0.0% 0.6%

T3N2M0 18 3 21

7.2% 4.5% 6.6%

T3N2M1 1 0 1

0.4% 0.0% 0.3%

T3N3M0 7 3 10

2.8% 4.5% 3.2%

T4N0M0 24 10 34

9.6% 15.2% 10.8%

T4N0M1 1 0 1

0.4% 0.0% 0.3%

T4N1M0 17 4 21

6.8% 6.1% 6.6%

T4N1M1 0 1 1

0.0% 1.5% 0.3%

T4N2M0 6 3 9

2.4% 4.5% 2.8%

T4N2M1 1 0 1

0.4% 0.0% 0.3%

T4N3M0 1 2 3

0.4% 3.0% 0.9%

TOTAL 250 66 316

100.0% 100.0% 100.0%

C. Pekerjaan

Dari tabel 5.3, diperoleh gambaran CT-Scan nasofaring potong axial kelompok pasien dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga frekuensi terbanyak adalah T1N2M0 sebanyak 13 sampel. Pada kelompok pasien dengan pekerjaan sebagai nelayan frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 sebanyak 3 sampel. Pada kelompok pasien dengan pekerjaan sebagai pelajar frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 sebanyak 5 sampel. Pada kelompok pasien dengan pekerjaan sebagai pensiunan frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 sebanyak 6 sampel. Pada kelompok pasien dengan pekerjaan sebagai petani frekuensi terbanyak adalah T4N0M0 sebanyak 11 sampel. Pada kelompok pasien dengan pekerjaan sebagai PNS frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 sebanyak 17 sampel. Pada kelompok pasien


(36)

dengan pekerjaan sebagai wiraswasta frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 sebanyak 29 sampel. Dapat disimpulkan juga bahwa frekuensi pasien terbesar adalah kelompok pasien dengan pekerjaan sebagai wiraswasta dengan sampel sebanyak 111 sampel.

Tabel 5.3 Krostabulasi Pekerjaan dengan Hasil CT-Scan HASIL

CT SCAN

PEKERJAAN

TOTAL IRT Nelayan Pelajar Pensiunan Petani PNS Wiraswasta

T1N1M0 0 0 0 0 0 0 2 2

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.8% 0.6%

T1N1M1 0 0 0 2 2 1 2 7

0.0% 0.0% 0.0% 6.7% 3.3% 1.4% 1.8% 2.2%

T1N2M0 13 3 2 1 5 11 12 47

48.1% 42.9% 16.7% 3.3% 8.3% 15.9% 10.8% 14.9%

T1N2M1 0 0 0 0 0 0 1 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.9% 0.3%

T1N3M0 0 0 0 2 3 6 3 14

0.0% 0.0% 0.0% 6.7% 5.0% 8.7% 2.7% 4.4%

T1N3M1 0 0 0 0 1 0 0 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.7% 0.0% 0.0% 0.3%

T2N0M0 0 0 0 0 0 0 2 2

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.8% 0.6%

T2N1M0 0 0 0 0 0 0 3 3

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 2.7% 0.9%

T2N1M1 0 0 0 1 1 0 2 4

0.0% 0.0% 0.0% 3.3% 1.7% 0.0% 1.8% 1.3%

T2N2M0 6 3 5 6 7 17 29 73

22.2% 42.9% 41.7% 20.0% 11.7% 24.6% 26.1% 23.1%

T2N2M1 0 0 0 0 0 0 1 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.9% 0.3%

T2N3M0 0 0 0 3 3 2 3 11

0.0% 0.0% 0.0% 10.0% 5.0% 2.9% 2.7% 3.5%

T3N0M0 5 0 2 2 4 6 16 35

18.5% 0.0% 16.7% 6.7% 6.7% 8.7% 14.4% 11.1%

T3N1M0 1 0 1 1 3 0 5 11

3.7% 0.0% 8.3% 3.3% 5.0% 0.0% 4.5% 3.5%

T3N1M1 0 0 0 0 2 0 0 2


(37)

T3N2M0 2 1 2 2 5 1 8 21

7.4% 14.3% 16.7% 6.7% 8.3% 1.4% 7.2% 6.6%

T3N2M1 0 0 0 0 1 0 0 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.7% 0.0% 0.0% 0.3%

T3N3M0 0 0 0 2 3 2 3 10

0.0% 0.0% 0.0% 6.7% 5.0% 2.9% 2.7% 3.2%

T4N0M0 0 0 0 3 11 11 9 34

0.0% 0.0% 0.0% 10.0% 18.3% 15.9% 8.1% 10.8%

T4N0M1 0 0 0 0 0 0 1 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.9% 0.3%

T4N1M0 0 0 0 3 9 5 4 21

0.0% 0.0% 0.0% 10.0% 15.0% 7.2% 3.6% 6.6%

T4N1M1 0 0 0 0 0 1 0 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.4% 0.0% 0.3%

T4N2M0 0 0 0 2 0 4 3 9

0.0% 0.0% 0.0% 6.7% 0.0% 5.8% 2.7% 2.8%

T4N2M1 0 0 0 0 0 1 0 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.4% 0.0% 0.3%

T4N3M0 0 0 0 0 0 1 2 3

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.4% 1.8% 0.9%

TOTAL 27 7 12 30 60 69 111 316

100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%  

D. Keluhan Utama

Dari tabel 5.4 didapati bahwa berdasarkan keluhan utama, diperoleh gambaran CT-Scan nasofaring potong axial dengan frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 dengan total sampel sebanyak 73 sampel kemudian diikuti pada hasil T1N2M0 dengan total sampel sebanyak 47 sampel.

Tabel 5.4 Krostabulasi Keluhan Utama dengan Hasil CT-Scan  

HASIL CT SCAN

KELUHAN UTAMA TOTAL

Benjolan di leher Hidung berdarah Hidung tersumb at Sakit di maksila Sakit kepala Sakit menelan Telinga berdenging

T1N1M0 0 0 0 0 2 0 0 2

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 4.1% 0.0% 0.0% 0.6%


(38)

2.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 16.7% 2.2%

T1N2M0 30 5 2 1 9 0 0 47

14.0% 41.7% 22.2% 8.3% 18.4% 0.0% 0.0% 14.9%

T1N2M1 1 0 0 0 0 0 0 1

0.5% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.3%

T1N3M0 13 0 0 0 0 1 0 14

6.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 14.3% 0.0% 4.4%

T1N3M1 1 0 0 0 0 0 0 1

0.5% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.3%

T2N0M0 0 0 0 0 2 0 0 2

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 4.1% 0.0% 0.0% 0.6%

T2N1M0 0 0 0 0 3 0 0 3

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 6.1% 0.0% 0.0% 0.9%

T2N1M1 4 0 0 0 0 0 0 4

1.9% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.3%

T2N2M0 43 5 4 6 15 0 0 73

20.0% 41.7% 44.4% 50.0% 30.6% 0.0% 0.0% 23.1%

T2N2M1 1 0 0 0 0 0 0 1

0.5% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.3%

T2N3M0 8 0 0 0 0 3 0 11

3.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 42.9% 0.0% 3.5%

T3N0M0 22 0 2 2 9 0 0 35

10.2% 0.0% 22.2% 16.7% 18.4% 0.0% 0.0% 11.1%

T3N1M0 6 1 0 1 3 0 0 11

2.8% 8.3% 0.0% 8.3% 6.1% 0.0% 0.0% 3.5%

T3N1M1 2 0 0 0 0 0 0 2

0.9% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.6%

T3N2M0 11 1 1 2 6 0 0 21

5.1% 8.3% 11.1% 16.7% 12.2% 0.0% 0.0% 6.6%

T3N2M1 1 0 0 0 0 0 0 1

0.5% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.3%

T3N3M0 8 0 0 0 0 0 2 10

3.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 16.7% 3.2%

T4N0M0 29 0 0 0 0 0 5 34

13.5% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 41.7% 10.8%

T4N0M1 1 0 0 0 0 0 0 1

0.5% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.3%

T4N1M0 19 0 0 0 0 2 0 21

8.8% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 28.6% 0.0% 6.6%


(39)

0.5% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.3%

T4N2M0 6 0 0 0 0 1 2 9

2.8% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 14.3% 16.7% 2.8%

T4N2M1 1 0 0 0 0 0 0 1

0.5% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.3%

T4N3M0 2 0 0 0 0 0 1 3

0.9% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 8.3% 0.9%

TOTAL 215 12 9 12 49 7 12 316

100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%  

 

E. Stadium

Berdasarkan tabel 5.5, diperoleh gambaran CT-Scan nasofaring potong axial dengan frekuensi terbanyak pada kelompok pasien dengan stadium II adalah T2N1M0 sebanyak 3 sampel. Pada kelompok pasien dengan stadium III frekuensi terbanyak adalah T2N2M0 sebanyak 73 sampel. Pada kelompok pasien dengan stadium IV A frekuensi terbanyak adalah T4N0M0 sebanyak 34 sampel. Pada kelompok pasien dengan stadium IV B frekuensi terbanyak adalah T1N3M0 sebanyak 14 sampel. Pada kelompok pasien dengan stadium IV C ferkuensi terbanyak adalah T2N2M1 sebanyak 4 sampel.

Tabel 5.5 Krostabulasi Stadium dengan Hasil CT-Scan HASIL

CT SCAN

STADIUM

TOTAL II III IV A IV B IV C

T1N1M0 2 0 0 0 0 2

28.6% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.6%

T1N1M1 0 0 0 0 7 7

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 35.0% 2.2%

T1N2M0 0 47 0 0 0 47

0.0% 25.1% 0.0% 0.0% 0.0% 14.9%

T1N2M1 0 0 0 0 1 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 5.0% 0.3%

T1N3M0 0 0 0 14 0 14

0.0% 0.0% 0.0% 36.8% 0.0% 4.4%

T1N3M1 0 0 0 0 1 1


(40)

T2N0M0 2 0 0 0 0 2

28.6% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.6%

T2N1M0 3 0 0 0 0 3

42.9% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.9%

T2N1M1 0 0 0 0 4 4

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 20.0% 1.3%

T2N2M0 0 73 0 0 0 73

0.0% 39.0% 0.0% 0.0% 0.0% 23.1%

T2N2M1 0 0 0 0 1 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 5.0% 0.3%

T2N3M0 0 0 0 11 0 11

0.0% 0.0% 0.0% 28.9% 0.0% 3.5%

T3N0M0 0 35 0 0 0 35

0.0% 18.7% 0.0% 0.0% 0.0% 11.1%

T3N1M0 0 11 0 0 0 11

0.0% 5.9% 0.0% 0.0% 0.0% 3.5%

T3N1M1 0 0 0 0 2 2

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 10.0% 0.6%

T3N2M0 0 21 0 0 0 21

0.0% 11.2% 0.0% 0.0% 0.0% 6.6%

T3N2M1 0 0 0 0 1 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 5.0% 0.3%

T3N3M0 0 0 0 10 0 10

0.0% 0.0% 0.0% 26.3% 0.0% 3.2%

T4N0M0 0 0 34 0 0 34

0.0% 0.0% 53.1% 0.0% 0.0% 10.8%

T4N0M1 0 0 0 0 1 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 5.0% 0.3%

T4N1M0 0 0 21 0 0 21

0.0% 0.0% 32.8% 0.0% 0.0% 6.6%

T4N1M1 0 0 0 0 1 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 5.0% 0.3%

T4N2M0 0 0 9 0 0 9

0.0% 0.0% 14.1% 0.0% 0.0% 2.8%

T4N2M1 0 0 0 0 1 1

0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 5.0% 0.3%

T4N3M0 0 0 0 3 0 3

0.0% 0.0% 0.0% 7.9% 0.0% 0.9%

TOTAL

7 187 64 38 20 316


(41)

5.2. Pembahasan

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui usia terbanyak adalah 46-50 tahun dengan hasil CT-Scan terbanyak T2N2M0 sebanyak 23 orang (25.8%). Menurut asumsi saya, hal ini mungkin dikarenakan oleh faktor ketidak-tahuan masyarakat tentang gejala dini dari karsinoma nasofaring ini sendiri sehingga pasien yang datang ke rumah sakit sudah dengan tumor dengan perluasan ke parafaring dan metastasis ke kelenjar limfe bilatelar. Hal ini juga mungkin disebabkan oleh faktor usia ini sendiri, berdasarkan kepustakaan disebutkan umur penderita bervariasi mulai dari kurang 10 tahun hingga lebih dari 80 tahun dengan puncak insiden pada usia 40-50 tahun (Erka et al, 2001; Lee, 2003) ataupun 40-60 tahun (Thompson, 2005). Keganasan didapatkan pada usia tua (lebih dari 40 tahun) karena sistem imunitas dan mekanisme perbaikan DNA yang mengalami mutasi (DNA repair) sudah kurang berfungsi dengan baik. Mekanisme perbaikan DNA dibutuhkan guna memperbaiki rangkaian asam amino pada kode genetic DNA yang mengalami mutasi. Jika mekanisme perbaikan DNA ini mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya maka mutasi gen DNA yang sudah terjadi akan menyebabkan pertumbuhan sel tidak terkendali (Soehartono et al, 2007).

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dengan hasil CT-Scan terbanyak T2N2M0 sebanyak 65 orang (26%). Perbandingan antara laki-laki dan wanita hamper sama untuk seluruh Indonesia, berkisar antara 2-3 berbanding 1 (Roezin, 1995). Di kepustakaan disebutkan bahwa KNF lebih sering dijumpai pada pria, dengan perbandingan pria dan wanita 3:1 (Cottrill et al, 2003). Persentase lebih tinggi pada laki-laki kemungkinan disebabkan perbedaan kebiasaan hidup serta pekerjaan yang menyebabkan laki-laki lebih sering kontak dengan karsinogen. Hal ini juga mungkin disebabkan karena ketidakpedulian masyarakat terhadap kesehatan.

Berdasarkan tabel 5.3, dijumpai pasien terbanyak adalah pasien dengan pekerjaan sebagai wiraswasta dengan hasil CT-Scan terbanyak T2N2M0 sebanyak 29 orang (26.1%). Menurut asumsi saya, hal ini mungkin dapat disebabkan oleh perbedaaan pekerjaan yang menyebabkan kebiasaan dan pola hidup yang berbeda.


(42)

Seperti kebiasaan merokok dan memakan makanan yang diasinkan ataupun pekerjaan yang sering terpapar dengan zat karsinogen.

Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa pasien terbanyak adalah pasien dengan keluhan utama benjolan di leher dengan hasil CT-Scan terbanyak T2N2M0 sebanyak 43 orang (20%). Menurut asumsi saya, hal ini memang tepat dengan sistem stadium TNM berdasarkan AJCC/UICC (American Joint Committee on Cancer/ International Union Against Cancer). Dimana

AJCC/UICC menentukan bahwa jika T2 berarti ada tumor dengan perluasan parafaring, N2 berarti ditemukan metastasis kelenjar limfe bilatelar dengan ukuran

≤6 cm dan terletas di atas fossa supraklavikular. Menurut kepustakaan disebutkan metastase ke leher sering ditemukan sebagai gejala pertama dikarenakan letaknya tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli sehingga sering kali ditemukan sudah terlambat (Roezin, 1995; Lutzky et al, 2008).

Berdasarkan tabel 5.5, dijumpai stadium terbanyak adalah stadium III dengan hasil terbanyak T2N2M0 sebanyak 73 orang (39.0%). Dalam kepustakaan disebutkan kasus dini (stadium I dan II) hanya ditemukan antara 3.8-13.9% dibandingkan dengan kasus lanjut (stadium III dan IV) sekitar 88.1-96.2% (Soetjipto, 1993). Karena lokasinya yang tersembunyi, KNF relative sulit didiagnosis secara dini (Soehartono et al, 2007). Letaknya tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli sehingga seringkali ditemukan sudah terlambat (Chew, 1997).


(43)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai gambaran CT-Scan nasofaring potong axial di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2010-2012, diperoleh hal-hal sebagai berikut:

1. Diketahui frekuensi terbanyak dari kategori usia adalah 46-50 tahun dengan hasil CT-Scan terbanyak T2N2M0 sebanyak 23 orang (31.5%). 2. Diketahui frekuensi terbanyak dari kategori jenis kelamin adalah laki-laki

dengan hasil CT-Scan terbanyak T2N2M0 sebanyak 65 orang (89%). 3. Diketahui frekuensi tebanyak dari kategori pekerjaan adalah wiraswasta

dengan hasil CT-Scan terbanyak T2N2M0 sebanyak 29 orang (39.7%). 4. Diketahui frekuensi terbanyak dari kategori keluhan utama adalah

benjolan di leher dengan hasil CT-Scan T2N2M0 sebanyak 43 orang (58.9%).

5. Diketahui frekuensi terbanyak dari kategori stadium adalah stadium III dengan hasil CT Scan T2N2M0 sebanyak 73 orang (39.1%).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian dapat disimpulkan bahwa gambaran pasien CT-Scan nsofaring potong axial di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2010-2012 yang terbanyak adalah pasien laki-laki dengan umur 46-50 tahun berprofesi sebagai wiraswasta dengan stadium III disertai keluhan benjolan di leher dan memiliki hasil CT-Scan T2N2M0.

6.2. Saran

1. Disarankan kepada bagian rekam medis untuk menyimpan data rekam medis pasien dengan lebih baik, agar dapat dilakukan penelitian selanjutnya oleh peneliti lain.

2. Disarankan kepada masyarakat untuk lebih waspada terhadap segala gejala – gejala penyakit yang dialami oleh keluarganya seperti benjolan di leher,


(44)

hidung berdarah, hidung tersumbat, sakit kepala, sakit di maksila, sakit menelan, telinga berdenging dan lain-lain. Dan juga agar memeriksakannya secepat mungkin ke dokter agar dapat dilakukan screening lebih awal.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

American Society of Clinical Oncology, 2012. Nasopharyngeal Cancer. Available from: http://www.cancer.net/cancer-types/nasopharyngeal-cancer/risk-factors-and-prevention [Accessed 12 April 2013].

Arima,Aria,C, 2006. Paralisis Saraf Kranial Multipel pada Karsinoma Nasofaring.Available from: http://library.usu.ac.id/download/fk/D0400193.pdf [Accessed 17 May 2010].

Arisandi, D., 2008. Asuhan Perawatan Pada Klien Dengan Kanker Nasofaring. Disertasi. Sekolah Tinggi Keperawatan Muhammadiyah. Pontianak.

Brennan, B., 2006. Review: Nasopharyngeal Carcinoma. Orphanet Journal of Rare Diseases; 1:23: 1-5.

Chang, E.T., and Adami, H., 2006. The Enigmatic Epidemiology of Nasopharyngeal Carcinoma. Cancer Epidemiology, Biomarkers and Prevention. American Association for Cancer Research.

Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2012. Nasopharyngeal Cancer.

Available from:

http://www.fudahospital.com/en_asp_new/show_info.asp?article_showid=372#.U a6QNbS4Ta4 [Accessed 12 April 2013].

Ganguly, N.K., 2003. Epidemiological and Etiological Factors Associated with Nasopharyngeal Carcinoma. Indian Council of Medical Research, 33(9): 1-4.

Japaris, Willie. Karsinoma Nasofaring Dalam: Onkologi Klinis. Jakarta: FKUI. 2008. Hal: 263-278


(46)

Lo, Simon S; Naul, L Gill. 2011. Imaging in Nasopharyngeal Cancer.

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/384425-overview#showall

Lutan, R., 1983. Dalam: Asroel, H. A., 2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Disertasi. Fakultas Kedokteran Bagian THT Universitas Sumatera Utara. Medan.

Munir, D., 2010. Karsinoma Nasofaring (Kanker Tenggorok). Medan: USU Press.

Nasir,N,2009.Karsinoma Nasofaring.Kedokteran Islam. Available from:

http://www.nasriyadinasir.co.cc/2009/12/karsinomanasofaring_20.html [Accessed 31 April 2013].

National Cancer Institute, 2013. Nasopharyngeal Cancer Treatment.

Available from:

http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Patient/page2

[Accessed 5 May 2013].

Nurlita, N,2009.Karsinoma Nasofaring.Ilmu Keperawatan. Available from: http://ilmukeperawatan4u.blogspot.com/2009/06/canasofaring.html

[Accessed 5 May 2013].

Pahala, H.M., 2009. Expresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada

Karsinoma Nasofaring. Available from:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6425 [Accessed 24 April 2013]. Pandi, Purnama S. 1983. Aspek Klinik Tumor Ganas Telinga-Hidung-Tenggorok. In : Himawan, Sutisna. Tumor Kepala dan Leher : Diagnosis dan Terapi. Jakarta: FKUI. pp: 65-71.

Paulino, Arnold C; Arceci, Robert J. 2012. Nasopharyngeal Cancer.


(47)

Radswiki; Gaillard, Frank. 2011. Nasopharyngeal Carcinoma. Available from: http://radiopedia.org/articles/nasopharyngeal-carcinoma#

Roezin, A., and Adam, M., 2007. Karsinoma nasofaring. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Kepala & Leher Edisike 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI:182-187. Siregar, S.M., 2010. Hubungan EBNA-1 pada KNF di RSUP H.Adam Medan: FK USU, halaman 25-27.

Soetjipto, D., 1995. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Iskandar, N., Tumor Telinga-Hidung-Tenggorok: Diagnosa dan penatalaksanaan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 71-84.

Stewart, J.P., 1953. Section of Laryngology. Disscussion on the Early Diagnosis of Nasopharyngeal Carcinoma. Proceedings of the Royal Society of Medicine. 46 (817): 31.

Tabuchi, K., et al., 2011. Early Detection of Nasopharyngeal Carcinoma: A Review. International Journal of Otolaryngology. Hindawi Publishing Corporation.

Tambunan, G.W., 1991. Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia: Diagnosa dan Tatalaksana. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran E.G.C.

Zhang, L., et al., 2013. Emerging Treatment Options for Nasopharyngeal Carcinoma. Dove Medical Press.


(48)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Tri Adimas Ardian

Tempat / tanggal lahir : Palembang/ 12-11-1992

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jl. Setia Budi, Komplek TASBI Blok BHR No. 91

Nomor Telepon : 089617847424

Orang Tua : Alm. Ardian Gunawan Halimi (Ayah)

Almh. Dewi Trimurti Surya Putri Ardian (Ibu) Riwayat Pendidikan : SD Xaverius 4 Palembang (1998 – 2004)

SMP Shafiyyatul Amaliyah Medan (2004 – 2007) SMA Internasional Shafiyyatul Amaliyah Medan (2007 – 2010)


(49)

Data Output

Crosstabs

Hasil CT-Scan * Umur Crosstabulation Umur

<30 30-35 36-40 41-45 46-50 51

Hasil CT-Scan

T1N1M0

Count 0 0 0 0 1

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.1% 0.0%

T1N1M1

Count 0 0 0 1 2

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 2.7% 2.2% 3.3%

T1N2M0

Count 2 1 2 2 13

% within

Umur 66.7% 12.5% 25.0% 5.4% 14.6% 13.3%

T1N2M1

Count 0 0 1 0 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 12.5% 0.0% 0.0% 0.0%

T1N3M0

Count 0 1 0 1 6

% within

Umur 0.0% 12.5% 0.0% 2.7% 6.7% 6.7%

T1N3M1

Count 0 0 0 1 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 2.7% 0.0% 0.0%

T2N0M0

Count 0 0 0 0 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 3.3%

T2N1M0

Count 0 1 0 0 0

% within

Umur 0.0% 12.5% 0.0% 0.0% 0.0% 3.3%

T2N1M1

Count 0 0 1 1 1

% within

Umur 0.0% 0.0% 12.5% 2.7% 1.1% 0.0%

T2N2M0

Count 1 2 1 11 23

% within


(50)

T2N2M1

Count 0 0 0 0 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T2N3M0

Count 0 0 0 2 3

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 5.4% 3.4% 0.0%

T3N0M0

Count 0 1 0 6 10

% within

Umur 0.0% 12.5% 0.0% 16.2% 11.2% 6.7%

T3N1M0

Count 0 0 0 2 2

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 5.4% 2.2% 3.3%

T3N1M1

Count 0 0 0 0 1

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.1% 0.0%

T3N2M0

Count 0 0 2 2 5

% within

Umur 0.0% 0.0% 25.0% 5.4% 5.6% 6.7%

T3N2M1

Count 0 0 0 0 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T3N3M0

Count 0 0 0 2 2

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 5.4% 2.2% 0.0%

T4N0M0

Count 0 1 0 2 11

% within

Umur 0.0% 12.5% 0.0% 5.4% 12.4% 16.7%

T4N0M1

Count 0 0 0 0 1

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.1% 0.0%

T4N1M0

Count 0 1 1 3 4

% within

Umur 0.0% 12.5% 12.5% 8.1% 4.5% 10.0%

Hasil CT-Scan * Umur Crosstabulation Umur


(51)

Hasil CT-Scan

T1N1M0 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

T1N1M1 Count 1 2 0

% within Umur 1.8% 10.0% 0.0%

T1N2M0 Count 9 2 2

% within Umur 16.4% 10.0% 12.5%

T1N2M1 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

T1N3M0 Count 3 0 0

% within Umur 5.5% 0.0% 0.0%

T1N3M1 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

T2N0M0 Count 1 0 0

% within Umur 1.8% 0.0% 0.0%

T2N1M0 Count 0 1 0

% within Umur 0.0% 5.0% 0.0%

T2N1M1 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

T2N2M0 Count 14 2 5

% within Umur 25.5% 10.0% 31.2%

T2N2M1 Count 1 0 0

% within Umur 1.8% 0.0% 0.0%

T2N3M0 Count 1 2 1

% within Umur 1.8% 10.0% 6.2%

T3N0M0 Count 6 2 2

% within Umur 10.9% 10.0% 12.5%

T3N1M0 Count 2 2 0

% within Umur 3.6% 10.0% 0.0%

T3N1M1 Count 0 1 0

% within Umur 0.0% 5.0% 0.0%

T3N2M0 Count 3 3 1

% within Umur 5.5% 15.0% 6.2%

T3N2M1 Count 1 0 0

% within Umur 1.8% 0.0% 0.0%


(52)

% within Umur 1.8% 0.0% 6.2%

T4N0M0 Count 7 2 0

% within Umur 12.7% 10.0% 0.0%

T4N0M1 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

T4N1M0 Count 2 1 3

% within Umur 3.6% 5.0% 18.8%

Hasil CT-Scan * Umur Crosstabulation Umur

<30 30-35 36-40 41-45 46-50 51 Hasil

CT-Scan T4N1M1

Count 0 0 0 0 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T4N2M0

Count 0 0 0 0 3

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 3.4% 3.3%

T4N2M1

Count 0 0 0 0 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T4N3M0

Count 0 0 0 1 1

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 2.7% 1.1% 0.0%

Total

Count 3 8 8 37 89

% within

Umur 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Hasil CT-Scan * Umur Crosstabulation Umur

61-65 66-70 >70

Hasil CT-Scan

T4N1M1 Count 1 0 0

% within Umur 1.8% 0.0% 0.0%

T4N2M0 Count 2 0 1

% within Umur 3.6% 0.0% 6.2%

T4N2M1 Count 0 0 0


(53)

T4N3M0 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

Total Count 55 20 16

% within Umur 100.0% 100.0% 100.0%

Hasil CT-Scan * Jenis Kelamin Crosstabulation

Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Hasil CT-Scan

T1N1M0 Count 2 0

% within Jenis Kelamin 0.8% 0.0% 0.6%

T1N1M1 Count 4 3

% within Jenis Kelamin 1.6% 4.5% 2.2%

T1N2M0 Count 33 14

% within Jenis Kelamin 13.2% 21.2% 14.9%

T1N2M1 Count 1 0

% within Jenis Kelamin 0.4% 0.0% 0.3%

T1N3M0 Count 10 4

% within Jenis Kelamin 4.0% 6.1% 4.4%

T1N3M1 Count 1 0

% within Jenis Kelamin 0.4% 0.0% 0.3%

T2N0M0 Count 2 0

% within Jenis Kelamin 0.8% 0.0% 0.6%

T2N1M0 Count 3 0

% within Jenis Kelamin 1.2% 0.0% 0.9%

T2N1M1 Count 4 0

% within Jenis Kelamin 1.6% 0.0% 1.3%

T2N2M0 Count 65 8

% within Jenis Kelamin 26.0% 12.1% 23.1%

T2N2M1 Count 1 0

% within Jenis Kelamin 0.4% 0.0% 0.3%

T2N3M0 Count 10 1

% within Jenis Kelamin 4.0% 1.5% 3.5%


(54)

% within Jenis Kelamin 10.8% 12.1% 11.1%

T3N1M0 Count 9 2

% within Jenis Kelamin 3.6% 3.0% 3.5%

T3N1M1 Count 2 0

% within Jenis Kelamin 0.8% 0.0% 0.6%

T3N2M0 Count 18 3

% within Jenis Kelamin 7.2% 4.5% 6.6%

T3N2M1 Count 1 0

% within Jenis Kelamin 0.4% 0.0% 0.3%

T3N3M0 Count 7 3

% within Jenis Kelamin 2.8% 4.5% 3.2%

T4N0M0 Count 24 10

% within Jenis Kelamin 9.6% 15.2% 10.8%

T4N0M1 Count 1 0

% within Jenis Kelamin 0.4% 0.0% 0.3%

T4N1M0 Count 17 4

% within Jenis Kelamin 6.8% 6.1% 6.6%

Hasil CT-Scan * Jenis Kelamin Crosstabulation

Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan Hasil CT-Scan

T4N1M1 Count 0 1

% within Jenis Kelamin 0.0% 1.5% 0.3%

T4N2M0 Count 6 3

% within Jenis Kelamin 2.4% 4.5% 2.8%

T4N2M1 Count 1 0

% within Jenis Kelamin 0.4% 0.0% 0.3%

T4N3M0 Count 1 2

% within Jenis Kelamin 0.4% 3.0% 0.9%

Total Count 250 66 316


(55)

Hasil CT-Scan * Pekerjaan Crosstabulation Pekerjaan IRT Nelayan Pelajar Pensiuna

n

Petani

Hasil CT-Scan

T1N1M0

Count 0 0 0 0

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T1N1M1

Count 0 0 0 2

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 6.7% 3.3%

T1N2M0

Count 13 3 2 1

% within

Pekerjaan 48.1% 42.9% 16.7% 3.3% 8.3%

T1N2M1

Count 0 0 0 0

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T1N3M0

Count 0 0 0 2

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 6.7% 5.0%

T1N3M1

Count 0 0 0 0

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.7%

T2N0M0

Count 0 0 0 0

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T2N1M0

Count 0 0 0 0

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T2N1M1

Count 0 0 0 1

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 3.3% 1.7%

T2N2M0

Count 6 3 5 6

% within

Pekerjaan 22.2% 42.9% 41.7% 20.0% 11.7%


(56)

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T2N3M0

Count 0 0 0 3

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 10.0% 5.0%

T3N0M0

Count 5 0 2 2

% within

Pekerjaan 18.5% 0.0% 16.7% 6.7% 6.7%

T3N1M0

Count 1 0 1 1

% within

Pekerjaan 3.7% 0.0% 8.3% 3.3% 5.0%

T3N1M1

Count 0 0 0 0

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 3.3%

T3N2M0

Count 2 1 2 2

% within

Pekerjaan 7.4% 14.3% 16.7% 6.7% 8.3%

T3N2M1

Count 0 0 0 0

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.7%

T3N3M0

Count 0 0 0 2

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 6.7% 5.0%

T4N0M0

Count 0 0 0 3

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 10.0% 18.3%

T4N0M1

Count 0 0 0 0

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T4N1M0

Count 0 0 0 3

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 10.0% 15.0%

Hasil CT-Scan * Pekerjaan Crosstabulation

Pekerjaan Wiraswasta


(57)

% within Pekerjaan 1.8%

T1N1M1 Count 2

% within Pekerjaan 1.8%

T1N2M0 Count 12

% within Pekerjaan 10.8%

T1N2M1 Count 1

% within Pekerjaan 0.9%

T1N3M0 Count 3

% within Pekerjaan 2.7%

T1N3M1 Count 0

% within Pekerjaan 0.0%

T2N0M0 Count 2

% within Pekerjaan 1.8%

T2N1M0 Count 3

% within Pekerjaan 2.7%

T2N1M1 Count 2

% within Pekerjaan 1.8%

T2N2M0 Count 29

% within Pekerjaan 26.1%

T2N2M1 Count 1

% within Pekerjaan 0.9%

T2N3M0 Count 3

% within Pekerjaan 2.7%

T3N0M0 Count 16

% within Pekerjaan 14.4%

T3N1M0 Count 5

% within Pekerjaan 4.5%

T3N1M1 Count 0

% within Pekerjaan 0.0%

T3N2M0 Count 8

% within Pekerjaan 7.2%

T3N2M1 Count 0

% within Pekerjaan 0.0%

T3N3M0 Count 3


(58)

T4N0M0 Count 9

% within Pekerjaan 8.1%

T4N0M1 Count 1

% within Pekerjaan 0.9%

T4N1M0 Count 4

% within Pekerjaan 3.6%

Hasil CT-Scan * Pekerjaan Crosstabulation Pekerjaan IRT Nelayan Pelajar Pensiuna

n

Petani

Hasil

CT-Scan T4N1M1

Count 0 0 0 0

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T4N2M0

Count 0 0 0 2

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 6.7% 0.0%

T4N2M1

Count 0 0 0 0

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T4N3M0

Count 0 0 0 0

% within

Pekerjaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

Total

Count 27 7 12 30

% within

Pekerjaan 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Hasil CT-Scan * Pekerjaan Crosstabulation

Pekerjaan Wiraswasta Hasil CT-Scan

T4N1M1 Count 0

% within Pekerjaan 0.0%

T4N2M0 Count 3

% within Pekerjaan 2.7%

T4N2M1 Count 0

% within Pekerjaan 0.0%


(1)

% within

Stadium 0.0% 0.0% 0.0% 28.9% 0.0%

T3N0M0

Count 0 35 0 0

% within

Stadium 0.0% 18.7% 0.0% 0.0% 0.0%

T3N1M0

Count 0 11 0 0

% within

Stadium 0.0% 5.9% 0.0% 0.0% 0.0%

T3N1M1

Count 0 0 0 0

% within

Stadium 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 10.0%

T3N2M0

Count 0 21 0 0

% within

Stadium 0.0% 11.2% 0.0% 0.0% 0.0%

T3N2M1

Count 0 0 0 0

% within

Stadium 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 5.0%

T3N3M0

Count 0 0 0 10

% within

Stadium 0.0% 0.0% 0.0% 26.3% 0.0%

T4N0M0

Count 0 0 34 0

% within

Stadium 0.0% 0.0% 53.1% 0.0% 0.0%

T4N0M1

Count 0 0 0 0

% within

Stadium 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 5.0%

T4N1M0

Count 0 0 21 0

% within

Stadium 0.0% 0.0% 32.8% 0.0% 0.0%

Hasil CT-Scan * Stadium Crosstabulation Stadium

II III IV A IV B IV C Hasil

CT-Scan T4N1M1

Count 0 0 0 0

% within

Stadium 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 5.0%


(2)

% within

Stadium 0.0% 0.0% 14.1% 0.0% 0.0%

T4N2M1

Count 0 0 0 0

% within

Stadium 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 5.0%

T4N3M0

Count 0 0 0 3

% within

Stadium 0.0% 0.0% 0.0% 7.9% 0.0%

Total

Count 7 187 64 38

% within

Stadium 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Hasil CT-Scan * Umur Crosstabulation Umur

<30 30-35 36-40 41-45 46-50 51

Hasil CT-Scan

T1N1M0

Count 0 0 0 0 1

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.1% 0.0%

T1N1M1

Count 0 0 0 1 2

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 2.7% 2.2% 3.3%

T1N2M0

Count 2 1 2 2 13

% within

Umur 66.7% 12.5% 25.0% 5.4% 14.6% 13.3%

T1N2M1

Count 0 0 1 0 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 12.5% 0.0% 0.0% 0.0%

T1N3M0

Count 0 1 0 1 6

% within

Umur 0.0% 12.5% 0.0% 2.7% 6.7% 6.7%

T1N3M1

Count 0 0 0 1 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 2.7% 0.0% 0.0%


(3)

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 3.3%

T2N1M0

Count 0 1 0 0 0

% within

Umur 0.0% 12.5% 0.0% 0.0% 0.0% 3.3%

T2N1M1

Count 0 0 1 1 1

% within

Umur 0.0% 0.0% 12.5% 2.7% 1.1% 0.0%

T2N2M0

Count 1 2 1 11 23

% within

Umur 33.3% 25.0% 12.5% 29.7% 25.8% 23.3%

T2N2M1

Count 0 0 0 0 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T2N3M0

Count 0 0 0 2 3

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 5.4% 3.4% 0.0%

T3N0M0

Count 0 1 0 6 10

% within

Umur 0.0% 12.5% 0.0% 16.2% 11.2% 6.7%

T3N1M0

Count 0 0 0 2 2

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 5.4% 2.2% 3.3%

T3N1M1

Count 0 0 0 0 1

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.1% 0.0%

T3N2M0

Count 0 0 2 2 5

% within

Umur 0.0% 0.0% 25.0% 5.4% 5.6% 6.7%

T3N2M1

Count 0 0 0 0 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T3N3M0

Count 0 0 0 2 2

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 5.4% 2.2% 0.0%


(4)

% within

Umur 0.0% 12.5% 0.0% 5.4% 12.4% 16.7%

T4N0M1

Count 0 0 0 0 1

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.1% 0.0%

T4N1M0

Count 0 1 1 3 4

% within

Umur 0.0% 12.5% 12.5% 8.1% 4.5% 10.0% Hasil CT-Scan * Umur Crosstabulation

Umur

61-65 66-70 >70

Hasil CT-Scan

T1N1M0 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

T1N1M1 Count 1 2 0

% within Umur 1.8% 10.0% 0.0%

T1N2M0 Count 9 2 2

% within Umur 16.4% 10.0% 12.5%

T1N2M1 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

T1N3M0 Count 3 0 0

% within Umur 5.5% 0.0% 0.0%

T1N3M1 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

T2N0M0 Count 1 0 0

% within Umur 1.8% 0.0% 0.0%

T2N1M0 Count 0 1 0

% within Umur 0.0% 5.0% 0.0%

T2N1M1 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

T2N2M0 Count 14 2 5

% within Umur 25.5% 10.0% 31.2%

T2N2M1 Count 1 0 0

% within Umur 1.8% 0.0% 0.0%

T2N3M0 Count 1 2 1


(5)

T3N0M0 Count 6 2 2 % within Umur 10.9% 10.0% 12.5%

T3N1M0 Count 2 2 0

% within Umur 3.6% 10.0% 0.0%

T3N1M1 Count 0 1 0

% within Umur 0.0% 5.0% 0.0%

T3N2M0 Count 3 3 1

% within Umur 5.5% 15.0% 6.2%

T3N2M1 Count 1 0 0

% within Umur 1.8% 0.0% 0.0%

T3N3M0 Count 1 0 1

% within Umur 1.8% 0.0% 6.2%

T4N0M0 Count 7 2 0

% within Umur 12.7% 10.0% 0.0%

T4N0M1 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

T4N1M0 Count 2 1 3

% within Umur 3.6% 5.0% 18.8%

Hasil CT-Scan * Umur Crosstabulation Umur

<30 30-35 36-40 41-45 46-50 51 Hasil

CT-Scan T4N1M1

Count 0 0 0 0 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T4N2M0

Count 0 0 0 0 3

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 3.4% 3.3%

T4N2M1

Count 0 0 0 0 0

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

T4N3M0

Count 0 0 0 1 1

% within

Umur 0.0% 0.0% 0.0% 2.7% 1.1% 0.0%


(6)

% within

Umur 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Hasil CT-Scan * Umur Crosstabulation

Umur

61-65 66-70 >70 Hasil CT-Scan

T4N1M1 Count 1 0 0

% within Umur 1.8% 0.0% 0.0%

T4N2M0 Count 2 0 1

% within Umur 3.6% 0.0% 6.2%

T4N2M1 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

T4N3M0 Count 0 0 0

% within Umur 0.0% 0.0% 0.0%

Total Count 55 20 16