semua reproduksi dari perjanjian tersebut merupakan salinan.

c. semua reproduksi dari perjanjian tersebut merupakan salinan.

Sumber: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5039/hukum-e-commerce

Perlunya Hukum Dalam Transaksi E-commerce

Diposkan oleh Admin di 21.18

Abdul Halim Barkiatullah, dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin menilai perlu segera diatur hukum dalam transaksi e-commerce. Apalagi, katanya, mencermati kian tingginya pengguna internet di Indonesia ditambah peningkatan volume transaksi yang semakin pesat melalui media.

Menurutnya, tidak tertutup kemungkinan berpotensi menimbulkan permasalahan yang merugikan konsumen. Yakni antara lain, berkaitan keamanan transaksi, mulai dari ketidaksesuaian jenis dan kualitas barang yang dijanjikan, ketidak-tepatan waktu pengiriman dan ketidak-amanan transaksi.

"Pengaturan hukum dalam transaksi e-commerce perlu segera diatur guna menjamin hak dan kewajiban konsumen agar diakui secara nasional dan internasional," tegasnya yang hadir sebagai narasumber dalam Focussed Grup Discussion (FGD) tentang e-commerce, di kantor Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Jakarta. Selain itu, ini juga bertujuan menjaga keseimbangan kepentingan dan menjamin kepastian hukum penyelesaian sengketa atau konflik dalam transaksi di dunia maya.

Karena itu ia mendorong pengaturan Perlindungan konsumen e-commerce dalam revisi UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK) segera dilakukan. Menurutnya peraturan ini, bisa menanggulangi atau meminimalisir berbagai permasalahan hukum dalam semua fase transaksi. Baik itu pra-transaksi, pada saat transaksi dan pasca transaksi itu sendiri.

Untuk itu, ia mengusulkan agar BPKN memberikan rekomendasi terhadap Kementerian Perdagangan membentuk lembaga yang diberi wewenang memperjuangkan hak-hak konsumen transaksi e-commerce dalam hal keamanan dan keselamatan. Dengan demikian, lembaga ini menjadi "telinga" mendengar semua keluhan konsumen dalam transaksi, memberikan informasi transaksi yang aman.

Selain untuk memberikan pendidikan dan informasi yang memadai, pemberian sertifikat (CA), memberi lambang kepercayaan pada suatu website yang menyatakan bahwa website itu aman. Begitu juga dengan membuat peringkat website yang memberikan keamanan dan keabsahan hukum dalam tahapan transaksi, dan melakukan penyelesaian sengketa dalam bentuk mediasi online.

Lebih lanjut, dosen Universitas Lambung Amangkurat ini berpendapat, permasalahan hukum yang dihadapi konsumen dalam transaksi e-commerce meliputi, keabsahan kontrak e-commerce dan tanda tangan digital, kontrak baku yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha,perbedaan yuridiksi dalam transaksi e-commerce lintas negara.

Kemudian, penyelesaian sengketa ditentukan oleh hukum negara pelaku usaha, kelemahan teori hukum perdagangan Internasional (HPI) dalam pemilihan hukum dan forum, dan pelaksanaan putusan pengadilan asing

Sumber : http://www.gg.hari.asia/2012/10/perlunya-hukum-dalam-transaksi-e.html

Hukum dalam perdagangan elektronik (e-comerce)

Permasalahan hukum dalam perdagangan elektronik adalah “ Bagaimanakah aspek hukum perjanjian transaksi electronik (Electronic Commerce) dalam hukum perdagangan di Indonesia ? ”

Dikarenakan belum adanya aturan perundangan (hukum positif) yang mengatur transaksi perdagangan dengan model transaksi elektronik (electronic commerce) , maka dibatasi pada beberapa aspek hukum dalam perdagangan di Indonesia yaitu dengan menggunakan perspektif hukum perjanjian yang berlaku termasuk juga dari KUHPerdata yang menjadi dasar atau sumber dari perikatan untuk adanya kesepakatan melakukan transaksi perdagangan yang selama ini telah digunakan sebagai dasar dari transaksi perdagangan konvensional .

Aspek hukum Perjanjian tersebut adalah :

1 Perjanjian dalam perdagangan

2 Legalitas Perjanjian perdagangan

A. Perjanjian dalam perdagangan

mengacu pada 2 prinsip kebebasan sebagai prinsip klasik hukum ekonomi internasional :

1. Freedom of Commerce atau prinsip kebebasan berniaga. Niaga ini diartikan luas dari sekedar kebebasan berdagang (Freedom of Trade). Niaga disini mencakup segala kegiatan yang berkaitan dengan perekonomian dan perdagangan. Jadi setiap negara memiliki kebebasan untuk berdagang dengan pihak atau negara manapun di dunia

2. Freedom of Communication (kebebasan berkomunikasi, yaitu bahwa setiap negara memiliki kebebasan untuk memasuki wilayah negara lain, baik melalui darat atau laut untuk melakukan transaksi­transaksi perdagangan internasional ( Huala Adolf, 1997: 26).

Sistem hukum Indonesia tentang perikatan yang secara mendasar dibedakan menurut sifat perjanjiannya yaitu :

1. Perjanjian Konsensuil -- perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian.

2. Perjanjian Riil--perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan

3. Perjanjian Formil--adakalanya perjanjian yang konsensuil, adapula yang disaratkan oleh Undang Undang, di samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu ( J Satrio, 1995: 45).

Kegiatan perdagangan adalah masuk dalam aspek hukum perdata dan sumbernya diatur dalam buku III KUHPerdata yaitu tentang perikatan yang secara umum dapat dijelaskan bahwa perdagangan terjadi karena adanya suatu kesepakatan antara para pihak dan kesepakatan tersebut diwujudkan dalam suatu perjanjian dan menjadi dasar perikatan bagi para pihak. Electronic data transmission dalam transaksi elektronik (e­commerce) dapat diantisipasi dengan adanya sistem pengamanan jaringan yang juga menggunakan kriptografi terhadap data dengan menggunakan sistem pengamanan dengan Digital Signature ( Arianto Mukti Wibowo, 1998). Digital Signature selain sebagai sistem tekhnologi pengamanan berfungsi pula sabagai suatu prosedure tekhnis untuk melakukan kesepakatan dalam transaksi elektronik atau standart prosedure suatu perjanjian dalam transaksi elektronik , dari proses penawaran hingga kesepakatan kesepakatan yang di buat para pihak.

Permasalahan Hukum E-Commerce

E-commerce merupakan model perjanjian jualbeli dengan karakteristik dan aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli konvensional, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Beberapa permasalahan hukum yang muncul dalam bidang hukum dalam aktivitas e-commerce, antara lain:

1. otentikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet;

2. saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum ;

3. obyek transaksi yang diperjualbelikan;

4. mekanisme peralihan hak;

5. hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam transaksi

6. legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai alat bukti;

7. mekanisme penyelesaian sengketa;

8. pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa.

Permasalahan seperti diatas, ternyata telah diatur di Inggris yang didasarkan pada putusan pengadilan dalam perkara In Re Charge Sevices Limited. Perkara tersebut berisi suatu analisis yuridis mengenai hubungan-hubungan hukum yang tercipta apabila suatu card digunakan untuk melakukan pembayaran. Dalam putusan tersebut, yang merupakan leading case di Inggris, hakim Millet J memutuskan pembayaran dengan charge card/credit card adalah pembayaran mutlak, bukan pembayaran bersyarat kepada pihak merchant.

Selain itu Millet juga berpendapat, dalam penggunaan kartu, secara serempak bekerja tiga perjanjian yang satu sama lain saling terpisah, yaitu:

1. Perjanjian penjualan barang dan/atau jasa antara pedagang.

2. Perjanjian antara pedagang dan perusahaan penerbit kartu yang berdasarkan perjanjian itu pedagang yang bersangkutan setuju untuk menerima pembayaran yang menggunakan kartu.

3. Perjanjian antara issuer dengan card holder.

Selama ini penggunaan charge card/credit card di internet, ataupun di berbagai merchant secara offline, seperti di berbagai pusat perbelanjaan memang rawan dari penyalahgunaan. Kerawanan ini terjadi sebab pihak merchant dapat memperoleh nomor kartu kredit beserta masa berlakunya yang tentunya dapat digunakan untuk melakukan transaksi e-commerce.

Perlindungan Kepentingan Konsumen

Ada beberapa permasalahan terhadap konsumen, akibat tidak jelasnya hubungan hukum dalam transaksi e-commerce :

1. mengenai penggunaan klausul baku, kebanyakan transaksi di cyberspace ini, konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tinggal meng-click icon yang menandakan persetujuannya atas apa yang dikemukakan produsen di website-nya, tanpa adanya posisi yang cukup fair bagi konsumen untuk menentukan isi klausul.

2. bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul. Para pihak dapat saja berada pada yurisdiksi peradilan di negara yang berbeda. Untuk itu, diperlukan pula suatu sistem dan mekanisme penyelesaian sengketa khusus untuk transaksitransaksi e-commerce yang efektif dan murah.

3. Hal lainnya adalah masalah keamanan dan kerahasiaan data si konsumen. Hal ini berkaitan juga dengan privasi dari kalangan konsumen.

Di Indonesia, perlindungan hak-hak konsumen dalam e-commerce masih rentan. Undang-undang. Perlindungan konsumen yang berlaku sejak tahun 2000 memang telah mengatur hak dan kewajiban bagi produsen dan konsumen, namun kurang tepat untuk diterapkan dalam e-commerce. Untuk itu perlu dibuat peraturan hukum mengenai cyberlaw termasuk didalamnya tentang e-commerce agar hak-hak konsumen sebagai pengguna internet khususnya dalam melakukan transaksi e-commerce dapat terjamin.

E-Commerce telah memenuhi syarat syah perjanjian (1320 KUH Perdata), namun masih ada celah hukum yakni pada syarat “kesepakatan” rentan adanya unsur penipuan dan “kecakapan” ini sulit diketahui, dan untuk pembuktiannya menggunakan alat bukti berupa “print out” dengan mendasarkan pada 1866 KUH Perdata, 164 HIR jo pasal 15 UU N0. 8 / 1997 tentang Dokumen Perusahaan

Sebelum Cyberlaw terwujud, maka peraturan perundangan lain yang terkait dengan internet / e-commerce dapat digunakan untuk mengantisipasi persoalan-persoalan hukum yang timbul. Ada beberapa peraturan perundangan yang terkait antara lain: 1) UU larangan parktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat No.5/ 1999 UU, 2) Perlindungan Konsumen No. 8/ 1999, 3) UU Telekomunikasi No. 36/ 1999, 4) UU Hak Cipta No.12/ 1997, 5) UU Merek No. 15/ 2001, 6) UU Dokumen Perusahaan No. 8/ 1997 (pasal 15) jo Peraturan Pemerintah No.88/1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan, SEMA No.39/TU/88/102/Pid, dan 7) RUU Pemanfaatan Tehnologi Informasi (RUU PTI).

Kesimpulannya adalah kehadiran TI yang berupa internet membuat sector perdagangan di dalam dan di luar negeri semakin maju pesat. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran transaksi e-commmerce dan akan memperlancar system produktivitas dan pendistribusian barang / jasa dalam memenuhi berbagai kebutuhan konsumen. Dalam transaksi e-commerce ini banyak permasalahan hukum yang berkembang, sehingga pengaturan hukum yang jelas dan tegas terhadap masalah transaksi e-commerce sangat dibutuhkan sebagai jaminan perlindungan hukum bagi para pihak. Harapan yang dikehendaki, dengan pengaturan hukum maka pemanfaatan TI akan semakin optimal, terutama untuk kebutuhan transakasi e-commerce itu sendiri

Sumber : http://rhiahanafi.blogspot.com/2012/05/hukum-dalam-perdagangan-e-comerce.html

Top of Form

PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI INTERNET

A. Latar Belakang

Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, telah menciptakan jenis-jenis dan peluang-peluang bisnis yang baru di mana transaksi-transaksi bisnis makin banyak dilakukan secara elektronika. Sehubungan dengan perkembangan teknologi informasi tersebut memungkinkan setiap orang dengan mudah melakukan perbuatan hukum seperti misalnya melakukan jual-beli. Perkembangan internet memang cepat dan memberi pengaruh signifikan dalam segala aspek kehidupan kita. Internet membantu kita sehingga dapat berinteraksi, berkomunikasi, bahkan melakukan perdagangan dengan orang dari segala penjuru dunia dengan murah, cepat dan mudah. beberapa tahun terakhir ini dengan begitu merebaknya media internet menyebabkan banyaknya perusahaan yang mulai mencoba menawarkan berbagai macam produknya dengan menggunakan media ini. Dan salah satu manfaat dari keberadaan internet adalah sebagai media promosi suatu produk. Suatu produk yang dionlinekan melalui internet dapat membawa keuntungan besar bagi pengusaha karena produknya di kenal di seluruh dunia.

Penggunaan internet tidak hanya terbatas pada pemanfaatan informasi yang dapat diakses melalui media ini, melainkan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan transaksi perdagangan yang sekarang di Indonesia telah mulai diperkenalkan melalui beberapa seminar dan telah mulai penggunaannya oleh beberapa perusahaan yaitu electronic commerce atau yang lebih dikenal dengan E-Commerce, yang merupakan bentuk perdagangan secara elektronik melalui media internet. E-Commerce pada dasarnya merupakan suatu kontak transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet. Jadi proses pemesanan barang dikomunikasikan melalui internet.

Kehadiran internet telah memberikan keyakinan akan pentingnya teknologi di dalam pencapaian tujuan finansial suatu perusahaan melalui modifikasi dan efisiensi proses bisnis yaitu dengan memanfaatkan E-Commerce. dan E-Commerce merupakan salah satu keunggulan baru dari internet yang kian digemari oleh banyak orang.

Keberadaan E-Commerce merupakan alternatif bisnis yang cukup menjanjikan untuk diterapkan pada saat ini, karena E-Commerce memberikan banyak kemudahan bagi kedua belah pihak, baik dari pihak penjual (merchant) maupun dari pihak pembeli (buyer) di dalam melakukan transaksi perdagangan, meskipun para pihak berada di dua benua berbeda sekalipun. Dengan E-Commerce setiap transaksi tidak memerlukan pertemuan dalam tahap negoisasi. Oleh karena itu jaringan internet ini dapat menembus batas geografis dan teritorial termasuk yurisdiksi hukumnya.

Penggunaan internet sebagai media perdagangan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh berbagai manfaat yang di dapat oleh perusahaan ataupun konsumen dengan melakukan transaksi melalui internet.

Manfaat dari digunakannya E-Commerce ini adalah dapat menekan biaya barang dan jasa, serta dapat meningkatkan kepuasan konsumen sepanjang yang menyangkut kecepatan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan kualitas yang terbaik sesuai dengan harganya. Order cycle sebuah bisnis yang tadinya memakan waktu 30 hari, waktunya bisa dipercepat yakni bisa 5 hari saja. Proses yang cepat tentunya akan menigkatkan pendapatan.

Berbelanja atau melakukan transaksi perdagangan melalui internet sangat berbeda dengan berbelanja atau melakukan transaksi perdagangan di dunia nyata. Dengan E-Commerce memungkinkan kita bertransaksi dengan cepat dan biaya yang murah tanpa melalui proses yang berbelit-belit, di mana pihak pembeli (buyer) cukup mengakses internet ke website perusahaan yang mengiklankan produknya di internet, yang kemudian pihak pembeli (buyer) cukup mempelajari term of condition (ketentuan-ketentuan yang diisyaratkan) pihak penjual.

Apabila term of conditions­­­nya telah disetujui dan dipenuhi oleh pihak pembeli maka langkah terakhir adalah dengan dilakukan pengeklikan tombol “SEND” oleh pihak pembeli yang menandakan suatu syarat persetujuan untuk perjanjian yang ditawarkan oleh pihak penjual. Seandainya pihak konsumen tidak setuju dengan term of condition yang ditawarkan oleh penjual, maka konsumen hanya tinggal membatalkan transaksi dalam jangka waktu tujuh hari. Setelah tombol “SEND” pada keyboard komputer ditekan konsumen hanya cukup menggesekkan kartu kredit sebagai tanda pembayaran atas barang yang di beli.

Pada transaksi E-Commerce ini, nomor kartu kredit yang diketik akan disandikan (encription), hal ini dilakukan untuk mencegah penggunaan yang tidak sah oleh pihak ketiga tanpa sepengetahuan konsumen. Tindakan hati-hati dari para pihak baik penjual maupun pembeli akan mengurangi terjadinya kecurangan yang dilakukan para pihak ketiga yang berusaha melakukan sabotase terhadap transaksi yang sedang berlangsung karena mudahnya sistem tersebut diakses orang.

E-Commerce di Indonesia masih belum dapat berkembang dengan pesat, meskipun pemerintah Indonesia telah menyadari akan pentingnya revolusi informasi tersebut. hal ini disebabkan bisnis E-Commerce sangat rentan terhadap krisi ekonomi yaitu karena perbedaan nilai mata uang. Lebih-lebih pangsa pasar yang ada masih kecil dibandingkan dengan populasi penduduk Indonesia. Dan kenyataan yang ada di Indonesia, ternyata E-Commerce tidak mampu membuat perubahan yang cukup besar. Terdapat beberapa faktor yang dapat dipercaya tidak mendukung perkembangan E-Commerce di Indonesia, dan terdapat enam kualifikasi utama yaitu

1. Infrastuktur

2. Kesadaran

3. Keamanan

4. Internet banking

5. Budaya atau kebiasaan

6. Penyedia E-Commerce

Keenam kualifikasi di atas akan dijelaskan dalam Bab II.

Selain keenam kualifikasi di atas ternyata masih ada lagi unsur yang menghambat perkembangan E-Commerce di Indonesia yaitu belum adanya peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang transaksi E-Commerce.

Dari sekian banyak permasalahan yang mungkin dihadapi atau akan dihadapi di media internet ini, belum ada satu peraturan pun yang dikeluarkan untuk mengaturnya, sedangkan kebutuhan bagi tersedianya media ini semakin meningkat dari hari ke hari, di mana semakin banyak orang sudah mulai melakukan transaksi jual beli dengan menggunakan media internet. Untuk itu penulis mencoba mengenali permasalahan hukum di media internet dan membaginya menjadi beberapa masalah yang terbagi atas beberapa bab sesuai dengan permasalahannya.


B. Permasalahan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, dapat ditarik beberapa permasalahan yang berkaitan dengan sistem transaksi E-Commerce, yaitu :

  1. Bilamana kesepakatan itu terjadi dalam transaksi jual beli melalui internet ?

  2. Apakah transaksi jual beli yang menggunakan media internet ini telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian menurut buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ?

sumvber : http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11&Itemid=11