Seni Musik

2.2.7 Seni Musik

Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang sangat umum dalam kehidupan bermasyarakat, dengan demikian kesenian merupakan suatu kebutuhan yang penting dalam sebuah masyarakat untuk mengekspresikan dirinya sebagai manusia yang memiliki perasaan indah, senang, gembira maupun sedih. Salah satu media pengekspresian kesenian tersebut adalah melalui musik. Musik tersebut dapat berupa musik instrumentalia, musik vocal, atau gabungan antara keduanya.

Orang Karo menyebut musik dengan istilah Gendang. Dan dalam masyarakat Karo gendang itu sendiri mempunyai beberapa pengertian, diantaranya;

1. Gendang, sebagai pengertian untuk menunjukkan jenis musik tertentu (Gendang Karo, Gendang Melayu),

2. Gendang, sebagai nama sebuah instrumen musik (Gendang singindungi, Gendang singanaki ),

3. Gendang, untuk menunjukkan jenis lagu atau komposisi tertentu (Gendang simalungun rayat , Gendang peselukken),

4. Gendang, untuk menunjukkan ensembel musik tertentu (Gendang Lima Sendalanen , Gendang telu sendalanen),

5. Gendang untuk mengartikan sebuah upacara tertentu (Gendang cawir metua, Gendang guro-guro aron 3 ).

Selain itu masyarakat Karo juga memiliki beberapa jenis musik yang biasanya digunakan dalam kesenian tradisionalnya. Ada alat musik yang dimainkan secara bersama-sama (ensambel), ada pula yang dimainkan tunggal (solo). Selain alat musik, terdapat pula beberapa genre musik vocal (nyanyian), baik yang dinyanyikan secara solo, maupun diiringi alat musik.

Untuk itu penulis akan menguraikan jenis-jenis alat musik serta genre musik yang terdapat dalam musik tradisional Karo sebagai berikut.

Penjelasan Kumalo tarigan dalam wawancara dengan penulis 19 - 3 – 2010.

2.2.7.1 Gendang Lima Sendalanen

Gendang Lima Sendalanen merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan suatu ensambel musik tradisional Karo yang terdiri dari 5 (lima) buah alat musik, yaitu: (1) sarune, (2) gendang singanaki, (3) gendang singindungi, (4) penganak , dan (5) gung. Istilah gendang pada Gendang Lima Sendalanen ini berarti “alat musik”, lima berarti “lima buah”, dan sendalanen berarti “sejalan”. Dengan demikian Gendang Lima Sendalanen mengandung pengertian “lima buah alat musik yang dimainkan sejalan atau secara bersama-sama”. Kadang-kadang Gendang Lima

Sendalanen 4 disebut dengan istilah Gendang Sarune . Adanya dua istilah atau penyebutan satu ensambel musik tradisional Karo yang sama ini-Gendang Lima

Sendalanen dan Gendang Sarune-terjadi karena perbedaan latar belakang dari orang- orang yang menggunakannya.

Di kalangan musisi tradisional Karo istilah Gendang Sarune lebih sering dinggunakan, sementara itu di berbagai tulisan tentang kebudayaan musik Karo lebih banyak menggunakan istilah Gendang Lima Sendalanen. Untuk konsistensi penulisan, dalam tulisan ini penulis menggunakan istilah Gendang Lima Sendalanen. Ini tidak berarti istilah Gendang Lima Sendalanen lebih mewakili dari pada Gendang Sarune karena memang kedua istilah tesebut selalu digunakan dalam masyarakat Karo.

Perlu diketahui juga bahwa, masing-masing alat musik dalam ensambel Gendang Lima Sendalanen tersebut dimainkan oleh seorang pemain, kecuali alat musik penganak dan gung yang dapat dimainkan oleh seorang pemain.

Istilah Gendang Sarune muncul karena dalam ensambel tersebut sarune merupakan alat musik pembawa melodi

Di bawah ini penulis menjabarkan penjelasan tentang masing-masing instrumen yang terdapat dalam Gendang Lima Sendalanen, yaitu :

2.2.7.1.1 Sarune

Sarune merupakan alat musik tiup yang memiliki lidah ganda (double reed), dan tabung alat musik ini berbentuk konis (conical) mirip dengan alat musik obo (oboe). Instrumen ini terdiri dari lima bagian alat yang dapat dipisah-pisahkan serta terbuat dari bahan yang berbeda pula yaitu: (a) anak-anak sarune, (b) tongkeh, (c) ampang-ampang , (d) batang sarune, dan (e) gundal.

Anak-anak sarune berfungsi sebagai lidah (reeds), terbuat dari dua helai kecil daun kelapa yang telah dikeringkan. Biasanya ketika hendak memainkan sarune, anak-anak sarune tersebut harus dibasahi terlebih dahulu dengan air liur agar menjadi lunak sehingga mudah bergetar jika ditiup.

Ampang-ampang yaitu sebuah lempengan berbentuk bundar yang terbuat dari kulit binatang Baning (trenggiling) diletakkan di tengah tongkeh (terbuat dari timah). Ampang-ampang berfungsi sebagai penahan bibir pemain sarune ketika sedang meniup alat tersebut. Batang sarune sendiri terbuat dari kayu selantam atau pohon nangka, pada batang sarune inilah terdapat lobang-lobang nada berjumlah delapan buah sebagai penghasil atau pengubah nada ketika sarune ditiup. Gundal juga terbuat dari kayu selantam yang berada pada bagian bawah sarune. Gundal ini merupakan corong (bell) pada alat tiup sarune yang fungsinya membuat lantunan nada-nada menjadi lebih panjang dan nyaring atau keras.

Perlu ditambahkan, ampang-ampang, anak-anak sarune, dan tongkeh biasanya dihubungkan satu sama lain dengan seutas tali berukuran kecil, yang Perlu ditambahkan, ampang-ampang, anak-anak sarune, dan tongkeh biasanya dihubungkan satu sama lain dengan seutas tali berukuran kecil, yang

Gambar 1: Bagian-bagian Sarune (Sumber: Di edit dari dok. Perikuten Tarigan)

Keterangan gambar 4.1: (1) anak-anak sarune

(3) batang sarune, (2) tongkeh

(4) gundal (2a) ampang-ampang

(4a) tagan sarune

Gambar 2: Sarune (Sumber: Dok. Perikuten Tarigan)

2.2.7.1.2 Gendang singanaki dan gendang singindungi

Gendang singanaki dan Gendang singindungi (double sided conical drums) merupakan dua alat musik pukul yang terbuat dari kayu pohon nangka. Pada kedua sisi alat musik yang berbentuk konis tersebut, terdapat membrane yang terbuat dari kulit binatang. Sisi depan/atas atau bagian yang dipukul disebut babah gendang, sisi belakang/bawah (tidak dipukul) disebut pantil gendang. Kedua alat musik ini memiliki ukuran yang kecil, panjangnya sekitar 44 cm, dengan diameter babah gendang nya sekitar 5 cm, sedangkan diameter pantil gendang sekitar 4 cm.

Kedua alat musik tersebut memiliki kesamaan dari sisi bahan, bentuk, ukuran, dan cara pembuatannya. Perbedaannya hanya pada “gendang mini” yang disebut gerantung (panjang 11,5 cm) yang diikatkan di sisi badan gendang singanaki, sedangkan pada gendang singindungi tidak ada. Gendang singindungi dapat

menghasikan bunyi naik turun melalui teknik permainan tertentu 5 , sedangkan gendang singanaki tidak memiliki tehnik tersebut sehingga bunyi yang dihasilkannya

tidak bisa naik turun. Masing-masing gendang memiliki dua palu-palu gendang atau alat pukul (drum stick) sepanjang 14 cm.

Gambar 3: Gendang singanaki Gambar 4: Gendang singindungi

Pada bagian luar (dari ujung ke ujung) alat musik ini dililitkan tali yang terbuat dari kulit lembu. Tali tersebut lah yang berfungsi untuk mengencangkan kulit/membrane gendang, sehingga menghasilkan suara yang berbeda. Tetapi biasanya tehnik ini digunakan untuk ‘menyetem’ suara gendang tersebut.

2.2.7.1.3 Gung dan Penganak

Penganak dan gung tergolong dalam jenis suspended idiophone/gong berpencu yang memiliki persamaan dari segi konstruksi bentuk, yakni sama seperti gong yang umumnya terdapat pada kebudayaan musik nusantara. Perbedaan keduanya (Penganak dan gung) adalah dari segi ukuran atau lebar diameternya. Gung memiliki ukuran yang besar (diameter 68,5 cm), dan penganak memiliki ukuran yang kecil (diameter 16 cm). Gung dan Penganak ini terbuat dari kuningan, sedangkan palu-palu (pemukulnya) terbuat dari kayu dengan benda lunak yang sengaja dibuat di ujungnya untuk menghasilkan suara gung yang lebih enak didengar (palu-palu gung).

Gambar 5: Penganak dan Palu-palu

Gambar 6: Gung dan Palu-palu (Sumber: Dok. Perikuten Tarigan)

2.2.7.1.4 Peran masing-masing instrumen dalam Gendang Lima Sendalanen

Gendang Lima Sendalanen sebagai suatu ensambel musik yang terdiri dari lima alat musik memiliki karakter bunyi dan cara memainkan yang berbeda-beda sesuai dengan bentuk instrumen tersebut.

Sarune dimainkan dengan cara meniup anak-anak sarune (reeds) sementara jari-jari kedua tangan si pemain memegang (membuka dan menutup) lobang nada yang terdapat pada badan (batang) alat musik tersebut. Alat musik Sarune ini dalam Gendang Lima Sendalanen memiliki peran sebagai pembawa melodi lagu.

Gambar 7: Penarune sedang memainkan sarune (Sumber: Dok. Perikuten Tarigan)

Sementara itu, gendang singanaki, gendang singindungi dimainkan dengan cara memukul babah gendang (head membrane) masing-masing dengan dua palu- palu gendang (alat pukul gendang/stick). Gendang singanaki menghasilkan pola ritem berulang-ulang (repetitif), sedangkan Gendang singindungi membawakan pola ritem yang variabel, berbeda dengan pola ritem yang dimainkan gendang singanaki.

Gambar 8: Penggual Singindungi Gambar 9: Penggual Singanaki (Sumber: Dok. Perikuten Tarigan)

(Sumber: Dok.Perikuten Tarigan)

Penganak dan gung dimainkan dengan memukul pencu yang terdapat pada bagian tengah penganak dan gung masing-masing dengan satu palu-palu. Kedua alat musik tersebut menghasilkan pola pukulan yang berulang-ulang.

Gambar 10: Simalu Gung sedang memainkan penganak dan gung (Sumber: Dok. Perikuten Tarigan)

2.2.7.1.5 Posisi pemain Gendang Lima Sendalanen

Secara umum pemain Gendang Lima Sendalanen dalam setiap pertunjukannya bermain dalam posisi duduk. Posisi duduk ini - khsususnya untuk penarune dan penggual - merupakan posisi baku karena dua hal, yaitu:

• Dalam menghasilkan nada-nada tertentu, penarune harus menutupkan ujung

Sarune -nya (tonggum) ke bagian betis kakinya sendiri, • Penggual senantiasa mengaitkan alat musiknya (gendang singanaki dan

gendang singindungi ) diantara kedua kakinya dalam posisi duduk bersila, sehingga posisi intrumen tersebut menjadi diagonal, dengan babah gendang mengarah ke sebelah kanan penggual.

• Simalu gung dan simalu penganak juga bermain dalam posisi duduk, sementara itu kedua alat musiknya senantiasa digantung dengan seutas tali pada suatu tempat yang telah disediakan secara khusus.

Gambar 11: Posisi pemain musik Gendang Lima Sendalanen dalam upacara adat.

(Sumber: Dok. Perikuten Tarigan)

2.2.7.2 Gendang telu sendalanen

Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen ). Ketiga alat musik tersebut adalah (1) Kulcapi/balobat, (2) keteng- keteng , dan (3) mangkok. Dalam ensambel ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu Kulcapi atau balobat. Pemakaian Kulcapi atau balobat sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda. Sedangkan Keteng-keteng dan mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif.

Jika Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan keteng-keteng serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya , maka istilah Gendang telu sendalanen sering disebut Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi, dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya tersebut menjadi gendang balobat. Masing- masing alat musik dimainkan oleh seorang pemain.

Gambar 12: Gendang Balobat Gambar 13: Gendang Telu Sendalanen (Sumber: Dok. Irwansyah Harahap) (Sumber: Dok. Irwansyah Harahap)

2.2.7.2.1 Kulcapi

Kulcapi adalah alat musik petik berbentuk lute yang terdiri dari dua buah senar (two-strenged fretted-necked lute). Dahulu kala senarnya terbuat dari akar pohon aren (enau) namun sekarang telah diganti senar metal. Langkup Kulcapi (bagian depan resonator Kulcapi) tidak terdapat lobang resonator, justru lobang resonator (disebut babah) terdapat pada bagian belakang Kulcapi. Dalam memainkan Kulcapi , lobang resonator (babah) tersebut juga berfungsi untuk mengubah warna bunyi (efek bunyi) dengan cara tonggum, yakni suatu teknik permainan Kulcapi dengan cara mendekapkan seluruh/sebagian babah Kulcapi ke badan pemain Kulcapi secara berulang dalam waktu tertentu. Efek bunyi Kulcapi yang dihasilkan melalui tehnik tonggum ini hampir menyerupai efek bunyi echo pada alat musik elektronik pada umumnya.

2.2.7.2.2 Balobat

Balobat merupakan alat musik tiup yang tebuat dari bambu (block flute). Instrumen ini mirip dengan alat musik recorder pada alat musik barat. Balobat memiliki enam buah lobang nada. Dilihat dari perannya dalam gendang telu sedalanen, balobat memiliki peran yang sedikit atau kurang berperan penting, karena pada sebagian besar penampilan Gendang telu sendalanen biasanya menggunakan Kulcapi pembawa melodi.

2.2.7.2.3 Keteng-keteng

Keteng-keteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi keteng- keteng dihasilkan dari dua buah “senar” yang diambil dari kulit bambu itu sendiri

(bamboo idiochord). Pada ruas bambu tersebut dibuat satu lobang resonator dan tepat di atasnya ditempatkan sebilah potongan bambu dengan cara melekatkan bilahan itu ke salah satu senar keteng-keteng. Bilahan bambu itu disebut gung, karena peran musikal dan warna bunyinya menyerupai gung dalam Gendang Lima Sendalanen. Bunyi musik yang dihasilkan keteng-keteng merupakan gabungan dari alat-alat musik pengiring Gendang Lima Sendalanen (kecuali sarune) karena pola permainan keteng-keteng menghasilkan bunyi pola ritem: gendang singanaki, gendang singindungi, penganak dan gung yang dimainkan oleh hanya seorang pemain keteng- keteng.

Menurut Sempa Sitepu (1982: 192) kemungkinan terciptanya alat musik ini (keteng-keteng) ialah untuk menanggulangi kesulitan memanggil gendang (Gendang Lima Sendalanen ) dan untuk acara yang tidak begitu besar seperti ndilo tendi (memanggil roh) atau erpangir ku lau, alat tersebut dapat menggantikannya. Balobat digunakan sebagai pembawa melodi menggantikan sarune dalam Gendang Lima Sendalanen.

2.2.7.2.4 Mangkok

Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah semacam cawan (chinese glass-bowl ) yang pada dasarnya bukan merupakan alat musik, namun dalam gendang telu sedalanen , mangkok tersebut digunakan sebagai instrumen pembawa ritmis. Selain sebagai alat musik, mangkok juga merupakan perlengkapan penting dari guru sibaso (dukun) dalam sistem kepercayaan tradisional Karo. Mangkok tersebut digunakan sebagai tempat air suci atau air bunga atau juga beras dalam ritual tertentu. Ketika mangkok digunakan atau dipakai sebagai alat musik dalam Gendang Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah semacam cawan (chinese glass-bowl ) yang pada dasarnya bukan merupakan alat musik, namun dalam gendang telu sedalanen , mangkok tersebut digunakan sebagai instrumen pembawa ritmis. Selain sebagai alat musik, mangkok juga merupakan perlengkapan penting dari guru sibaso (dukun) dalam sistem kepercayaan tradisional Karo. Mangkok tersebut digunakan sebagai tempat air suci atau air bunga atau juga beras dalam ritual tertentu. Ketika mangkok digunakan atau dipakai sebagai alat musik dalam Gendang

2.2.7.2.5 Peran masing-masing instrumen gendang telu sedalanen.

Secara struktur musikal, Gendang telu sendalanen mengacu kepada struktur musikal Gendang Lima Sendalanen, dimana peran musikalnya dibagi dalam dua bagian penting, yakni satu alat musik sebagai pembawa melodi, yang lainnya sebagai istrumen musik pengiring. Dalam gendang telu sedalanen, Kulcapi (dalam Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ) atau balobat (dalam gendang balobat) berperan sebagai alat musik pembawa melodi. Keteng-keteng dan mangkok memiliki peranan sebagai musik pengiring. Namun keteng-keteng sebagai alat musik pengiring memiliki peran yang unik, yakni menghasilkan bunyi imitasi (tiruan) dari bunyi empat alat musik pengiring yang terdapat pada Gendang Lima Sendalanen. Dalam pola permainan alat musik keteng-keteng terdapat sora (“bunyi”) penganak, gung, cak-cak (pola ritem) singanaki dan singindungi. Pola pukulan mangkok merupakan pukulan konstan berulang-ulang mengikuti pola permainan penganak atau gung dalam Gendang Lima Sendalanen.

2.2.7.2.6 Posisi pemain Gendang Telu Sedalanen

Para pemain Gendang telu sendalanen bermain musik dalam posisi duduk. Alat musik Kulcapi dimainkan dengan posisi tangan kanan memangku ujung alat musik sekaligus jari tangan kanan memegang kuis-kuis, yaitu alat petik yang terbuat dari kayu atau kadang-kadang dari tanduk binatang. Sementara tangan kiri memegang kerahong (neck) Kulcapi sekaligus jari-jari tangan kiri berperan menekan Para pemain Gendang telu sendalanen bermain musik dalam posisi duduk. Alat musik Kulcapi dimainkan dengan posisi tangan kanan memangku ujung alat musik sekaligus jari tangan kanan memegang kuis-kuis, yaitu alat petik yang terbuat dari kayu atau kadang-kadang dari tanduk binatang. Sementara tangan kiri memegang kerahong (neck) Kulcapi sekaligus jari-jari tangan kiri berperan menekan

2.2.7.3 Alat musik tradisional Karo non-ensambel

Selain alat-alat musik yang termasuk dalam kedua ensambel yang telah diuraikan di atas, masih terdapat lagi beberapa alat musik tradisional Karo yang dimainkan secara sendiri (solo) tanpa disertai atau diiringi dengan alat musik yang lain (non-ensembel). Alat musik solo tersebut adalah Kulcapi, balobat, surdam, embal-embal, empi-empi , murbab, genggong, dan tambur

2.2.7.3.1 Kulcapi

Alat musik Kulcapi yang dimaksud dalam alat musik solo ini sama dengan Kulcapi yang telah diuraikan dalam gendang telu sedalanen, namun perannya dalam kebudayaan musik Karo lebih dari satu yakni dapat dimainkan dalam ensambel, dan dapat juga dimainkan secara solo (tunggal). Perbedaannya adalah konteks penyajian. Kulcapi sebagai alat musik solo biasa digunakan sebagai hiburan pribadi, maupun dihadapan sekelompok kecil pendengar yang tidak memiliki konteks tertentu. Sebagai alat musik pribadi, Kulcapi memiliki komposisi-komposisi tersendiri yang berisi tentang ceritera-cerita rakyat, seperti cerita penganjak kuda sitajur, cerita perkatimbung beru tarigan, tangis-tangis seberaya, tangis-tangis guru, dan beberapa cerita lainnya. Masing-masing ceritera tersebut dimainkan melalui melodi Kulcapi. Jika didengarkan oleh sekelompok orang sebagai hiburan, kadang- kadang timbul pertanyaan dari pendengar tentang arti melodi yang sedang dibawakan Alat musik Kulcapi yang dimaksud dalam alat musik solo ini sama dengan Kulcapi yang telah diuraikan dalam gendang telu sedalanen, namun perannya dalam kebudayaan musik Karo lebih dari satu yakni dapat dimainkan dalam ensambel, dan dapat juga dimainkan secara solo (tunggal). Perbedaannya adalah konteks penyajian. Kulcapi sebagai alat musik solo biasa digunakan sebagai hiburan pribadi, maupun dihadapan sekelompok kecil pendengar yang tidak memiliki konteks tertentu. Sebagai alat musik pribadi, Kulcapi memiliki komposisi-komposisi tersendiri yang berisi tentang ceritera-cerita rakyat, seperti cerita penganjak kuda sitajur, cerita perkatimbung beru tarigan, tangis-tangis seberaya, tangis-tangis guru, dan beberapa cerita lainnya. Masing-masing ceritera tersebut dimainkan melalui melodi Kulcapi. Jika didengarkan oleh sekelompok orang sebagai hiburan, kadang- kadang timbul pertanyaan dari pendengar tentang arti melodi yang sedang dibawakan

Gambar 14: Kulcapi

2.2.7.3.2 Balobat

Balobat (block flute) sebagai instrumen solo juga merupakan alat musik yang sama dengan balobat yang terdapat dalam gendang balobat. Perbedaannya adalah konteks penyajian. Balobat sebagai instrumen solo digunakan sebagai hiburan pribadi ketika sedang mengembalakan ternak di padang rumput, ketika sedang menjaga padi di sawah atau di ladang.

Gambar 4.16: Balobat

2.2.7.3.3 Surdam

Surdam juga alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Alat musik surdam ditiup dari belakang dengan ruas bambu yang terbuka (endblown flute). Secara konstruksi dan tehnik memainkan, surdam memiliki kemiripan dengan saluang pada musik tradisional Minangkabau atau shakuhachi pada musik tradisional Jepang. Tidak seperti balobat yang secara sederhana dapat langsung berbunyi ketika ditiup, surdam memiliki teknik khusus untuk meniupnya agar dapat berbunyi (lihat Lampiran Gambar L.3). Tanpa menguasai teknik tersebut, surdam tidak akan berbunyi ketika ditiup. Alat musik surdam biasanya dimainkan pada malam hari ketika suasana sepi.

2.2.7.3.4 Embal-embal dan empi-empi

Kedua alat musik ini sebenarnya merupakan alat musik yang hanya biasa ditemukan pada sawah atau ladang ketika padi sedang menguning. Keduanya dimainkan atau digunakan sebagai alat musik hiburan pribadi di sawah atau di ladang ketika menjaga padi dari gangguan burung. Embal-embal (aerophone, single reed) terbuat dari satu ruas bambu yang dibuat lobang-lobang penghasil nada. Sebagai alat musik tiup, lidah (reed) embal-embal dibuat dari badan alat musik alat musik itu sendiri.

Empi-empi (aerophone, multiple reeds) terbuat dari batang padi yang telah mulai menguning. Lidah (reed) dari empi-empi dibuat dari batang padi itu sendiri, dengan cara memecahkan sebagian kecil dari salah satu ujung batang padi yang memiliki ruas. Akibat terpecahnya ruas batang padi menjadi beberapa bagian (tidak terpisah) maka ketika ditiup bagian yang terpecah tersebut akan menimbulkan bunyi.

Sebagian yang tidak terpecah kemudian dibuat lobang-lobang untuk menghasilkan nada yang berbeda. Biasanya empi-empi mempunyai empat buah lobang nada. Untuk

saat sekarang, embal-embal dan empi-empi sudah semakin jarang ditemukan/dimainkan oleh masyarakat Karo, khususnya orang Karo yang berada di daerah pedesaan.

2.2.7.3.5 Murbab, dan Genggong.

Alat musik murbab atau murdab merupakan alat musik gesek menyerupai rebab pada alat musik tradisional Jawa atau biola pada musik klasik barat. Murbab terdiri dari dua senar, sedangakan resonatornya terbuat dari tempurung kelapa. Alat musik murbab dahulu dipergunakan sebagai alat musik solo dan dimainkan dihadapan beberapa orang sebagai hiburan. Alat musik ini kemungkinan besar telah hilang dari kebudayaan musik Karo.

Genggong adalah alat musik yang terbuat dari besi, dan dibunyikan dengan menggunakan mulut sebagai resonator. Selain sebagai resonator, mulut juga berfungsi untuk mengubah tinggi rendahnya nada yang diinginkan. Pada waktu dulu, genggong dipergunakan oleh anak perana (perjaka) untuk memanggil singuda- nguda (gadis) pujaan hatinya pada malam hari agar keluar dari rumah, sehingga mereka bisa memadu kasih asmara. Biasanya, seorang anak perana memainkan genggong dengan lagu tertentu yang telah dimengerti oleh kekasihnya, sehingga dia akan keluar dari rumah. Genggong juga diperkirakan telah hilang dari kebudayaan musik Karo saat ini.