Perubahan Tradisi Masyarakat Karo Secara Umum

3.1 Perubahan Tradisi Masyarakat Karo Secara Umum

Tradisi masyarakat Karo secara bertahap mengalami perubahan bersamaan dengan proses perkembangan masyarakat dan munculnya pengaruh dari kebudayaan luar masyarakat tersebut. Mayoritas masyarakat Karo juga telah meninggalkan kepercayaan lama yaitu pemena, sehingga beberapa kegiatan ritual tradisional semakin jarang dilakukan.

Kegiatan ritual tersebut memiliki kaitan yang erat dengan musik tradisional Karo, maka apabila ritual tersebut tidak dilaksanakan lagi, maka secara otomatis musik tradisionalnya juga semakin jarang ditampilkan. Selain itu sistem pertanian masyarakat Karo juga telah berubah dari sistem pertanian substansi menjadi bersifat ekonomis. Hal ini berdampak pada acara Gendang guro-guro aron yang menjadi salah satu seni pertunjukan tradisi yang biasanya dilaksanakan anak perana-singuda- nguda (muda-mudi). Acara tersebut juga menjadi berkurang kwantitas pertunjukannya karena sebagian besar anak perana-singuda nguda meninggalkan daerah kabupaten Karo untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di kota Medan atau kota-kota besar lainnya.

Masyarakat yang tinggal di wilayah kabupaten Karo juga telah puluhan tahun mengenal media informasi dan hiburan, seperti: surat kabar, televisi bahkan belakangan ini media innternet mulai bayak di gunakan sehingga berbagai jenis informasi dan hiburan juga telah dapat diketahui atau diamati.

Penjelasan di atas merupakan faktor-faktor umum yang terjadi dalam suatu masyarakat yang sedang berkembang. Secara lebih khusus masih terdapat faktor lain yang mengakibatkan suatu proses dan hasil sebuah perubahan menjadi berbeda-beda. Hal ini terlihat dalam proses perubahan tradisi masyarakat Karo yang akan diuraikan berikut ini.

Walaupun sebagian besar masyarakat Karo telah meninggalkan sistem kepercayaan lama, tetapi masih terdapat beberapa aktivitas tradisi yang secara rutin masih dilakukan. Seperti Kerja tahun, Kerja tahun merupakan suatu upacara adat yang berkaitan dengan pertanian, dan semua desa/kecamatan memiliki bulan tertentu dalam setiap tahun untuk merayakan Kerja tahun tersebut. Seluruh keluarga biasanya berkumpul di desa kelahirannya pada saat kerja tahun ini. Selain itu komunitas orang Karo yang tinggal secara menetap di kota Medan juga masih melaksanakan beberapa upacara tradisi, seperti perkawinan adat Karo, ritual kematian dan lain sebagainya, dan upacara-upacara tersebut dilaksanakan masih seperti tata cara yang dilakukan di wilayah kabupaten Karo, dan .

Selain itu, muda-mudi yang berada di kota Medan juga dalam waktu tertentu tetap melaksanakan Gendang guro-guro aron di dalam komunitas barunya. Walaupun konteks seni pertunjukan yang dilaksanakan di Medan tidak berkaitan dengan sistem pertanian tradisi, tapi tata cara pelaksanaannya masih mengikuti Gendang guro-guro aron di pedasaan. Para seniman yang mendukung seni pertunjukan Gendang guro-guro aron di desa dan di kota juga pada umumnya adalah orang yang sama, khususnya Perkolong-kolong.

Di lain hal, karena jarak yang tidak terlalu jauh antara kota Medan dengan wilayah Kabupaten Karo (+/-76 KM), menyebabkan hubungan antara orang Karo Di lain hal, karena jarak yang tidak terlalu jauh antara kota Medan dengan wilayah Kabupaten Karo (+/-76 KM), menyebabkan hubungan antara orang Karo

Demikian juga sebaliknya, orang Karo yang mengadakan upacara adat di kota Medan pasti melibatkan unsur kerabatnya yang berada di wilayah kabupaten Karo. Interaksi-interaksi tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, orang Karo dari kabupaten Karo secara berkala akan melihat hal-hal yang baru di perkotaan ketika menghadiri upacara adat di kota, dan sebaliknya, masyarakat perkotaan juga secara berkala akan pergi ke kabupaten Karo dalam rangka menghadiri upacara adat. Secara tidak langsung kondisi ini mengakibatkan terjadinya percampuran kebiasaan di antara kedua masyarakat yang berlaian wilayah tempat tinggal tersebut.

Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas sangat berpotensi mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan dalam kebudayaan tradisi masyarakat Karo, dan dalam kenyataannya hal ini telah terjadi dalam beberapa hal, khususnya pada pemakaian alat-alat musik tradisional dalam konteks kesenian tradisional masyarakat Karo.