11 atmosfer. Dari persamaan 2.4 perubahan kecepatan angin terhadap ketinggian
dapat diperkirakan seperti pada gambar 2.3, dengan catatan nilai α= 0,14.Dimana
eksponen wind shear 0,14 merupakan standard dunia yang diukur pada ketinggian 10 m dan pada saat pengukuran kondisi cuaca stabil, sehingga dengan
menggunakan data eksponen wind shear α pada ketinggian 10 m ini, kita dapat
memperkirakan potensi daya angin sampai pada ketinggian 50 m.
Gambar 2.4 Wind shear, perubahan kecepatan angin terhadap ketinggian. Dihitung untuk kecepatan angin 10 ms pada ketinggian 10 m,
α= 0,14.
Sumber: Vaughn Nelson
2.4 Pengertian Turbin Angin
Turbin angin merupakan mesin konversi energi dengan sudu berputar yang mengkonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik. Energi
mekanik digunakan langsung sebagai penggerak seperti pompa atau grinding stones, maka dalam hal ini turbin disebut windmill.
Ekstraksi potensi angin pada mulanya digunakan untuk menggerakkan kapal dengan tenaga angin, dan grinding stone. Kini turbin angin lebih banyak
digunakan untuk menyuplai kebutuhan listrik masyarakat dengan menggunakan prinsip konversi energi dan memanfaatkan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui yaitu angin.
Universitas Sumatera Utara
12
2.5 Jenis-Jenis Turbin Angin
Turbin angin sebagai mesin konversi energi dapat digolongkan berdasarkan prinsip aerodinamik yang dimanfaatkan rotornya. Berdasarkan
prinsip aerodinamik, turbin angin dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1.
Jenis drag yaitu prinsip konversi energi yang memanfaatkan selisih koefisien drag.
2. Jenis lift yaitu prinsip konversi energi yang memanfaatkan gaya lift.
Pengelompokan turbin angin berdasarkan prinsip aerodinamik pada rotor yang dimaksud yaitu apakah rotor turbin angin mengekstrak energi angin
memanfaatkan gaya drag dari aliran udara yang melalui sudu rotor atau rotor angin mengekstrak energi angin dengan memanfaatkan gaya lift yang dihasilkan
aliran udara yang melalui profil aerodinamis sudu. Kedua prinsip aerodinamik yang dimanfaatkan turbin angin memiliki perbedaan putaran pada rotornya,
dengan prinsip gaya drag memiliki putaran rotor relatif rendah dibandingkan turbin angin yang rotornya menggunakan prinsip gaya lift.
Jika dilihat dari arah sumbu rotasi rotor, turbin angin dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Turbin angin sumbu horizontal TASH 2. Turbin angin sumbu vertikal TASV
2.5.1 Turbin Angin Sumbu Horizontal TASH
Turbin angin sumbu horizontal merupakan turbin angin yang sumbu rotasi rotornya paralel terhadap permukaan tanah. Turbin angin sumbu horizontal
memiliki poros rotor utama dan generator listrik di puncak menara dan diarahkan menuju dari arah datangnya angin untuk dapat memanfaatkan energi angin. Rotor
turbin angin kecil diarahkan menuju dari arah datangnya angin dengan pengaturan baling
– baling angin sederhana sedangkan turbin angin besar umumnya menggunakan sensor angin dan motor yang mengubah rotor turbin
mengarah pada angin. Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor turbin angin sumbu horizontal mengalami gaya lift dan gaya drag, namun gaya lift jauh lebih besar
dari gaya drag sehingga rotor turbin ini lebih dikenal dengan rotor turbin tipe lift, seperti terlihat pada gambar 2.5.
Universitas Sumatera Utara
13 Gambar 2.5 Gaya aerodinamis rotor turbin angin ketika dilalui aliran udara.
Sumber: Eric Hau. 2006. Wind Turbine Dilihat dari jumlah sudu, turbin angin sumbu horizontal terbagi menjadi:
1. Turbin angin satu sudu single blade 2. Turbin angin dua sudu double blade
3. Turbin angin tiga sudu three blade 4. Turbin angin banyak sudu multi blade
Gambar 2.6 Jenis turbin angin berdasarkan jumlah sudu Sumber: Sathyajith Mathew , hal 17
Universitas Sumatera Utara
14 Berdasarkan letak rotor terhadap arah angin, turbin angin sumbu
horizontal dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1. Upwind
2. Downwind
Turbin angin jenis upwind memiliki rotor yang menghadap arah datangnya angin sedangkan turbin angin jenis downwind memiliki rotor yang
membelakangimenurut arah angin.
Upwind Downwind
Gambar 2.7 Turbin angin jenis upwind dan downwind
Sumber:http.www. google.com
2.5.2 Turbin Angin Sumbu Vertikal TASV
Turbin angin poros vertikal atau yang lebih dikenal dengan vertical axis wind turbine VAWT memiliki ciri utama yaitu keberadaan poros tegak lurus
terhadap arah aliran angin atau tegak lurus terhadap permukaan tanah. TASV terdiri dari beberapa tipe yang paling umum dijumpai yaitu: Savonius Rotor,
Darrieus Rotor, Giromill, dan H-Rotor. a.
Savonius Rotor Turbin angin ini mempunyai konstruksi sederhana yang ditemukan oleh
sarjana Finlandia bernama Sigurd J. Savonius 1922. Turbin yang termasuk dalam kategori TASV ini memiliki rotor dengan bentuk dasar setengah silinder.
Konsep turbin angin savonius cukup sederhana, prinsip kerjanya berdasarkan differential drag windmill. Pada perkembangan selanjutnya, savonius rotor tidak
Universitas Sumatera Utara
15 lagi berbentuk setengah silinder tetapi telah mengalami modifikasi guna
peningkatan performance dan efisiensi.
Gambar 2.8 Savonius wind turbine Sumber: http.www. wikipedia.org
b. Darrieus Rotor
Merupakan salah satu TASV dengan efisiensi terbaik serta mampu menghasilkan torsi cukup besar pada putaran dan kecepatan angin yang tinggi.
Turbin angin Darrieus mengaplikasikan blade dengan bentuk dasar aerofoil NACA. Mengacu pada bentuk blade, prinsip kerja turbin angin Darrieus
memanfaatkan gaya lift yang terjadi ketika permukaan airfoil NACA dikenai aliran angin. Kelemahan utama dari turbin angin Darrieus yaitu yakni memiliki
torsi awal berputar yang sangat kecil hingga tidak dapat melakukan self start. Pada aplikasiya, Darrieus wind turbin selalu membutuhkan perangkat bantuan
untuk melakukan putaran awal. Perangkat bantu yang digunakan berupa motor listrik atau umumnya lebih sering menggunakan gabungan turbin angin Savonius
pada poros utama.
Gambar 2.9 Darrieus wind turbine Sumber: http.www. wikipedia.org
Universitas Sumatera Utara
16 c.
Giromill Bentuk pengembangan lanjut turbin angin Darrieus dengan latar belakang
untuk meminimalisasi kekurangan. Turbin angin Giromill memiliki tiga konfigurasi bentuk blade, yaitu: straight, helical twisted V, atau curved bladed.
Gambar 2.10 Giromill wind turbin helical
Sumber:http.www. google.com
d. Turbin angin Darieuss H-Rotor
Bentuk pengembangan lanjut dari turbin angin tipe Darrieus dengan keperluan produksi daya yang kecil. Turbin angin Darrieus memiliki torsi rotor
yang relatif rendah tetapi putarannya lebih tinggi dibanding dengan turbin angin Savonius sehingga lebih diutamakan untuk menghasilkan energi listrik.
Gambar 2.11 Turbin angin Darieuss H-Rotor Sumber : Dokumen penulis
Universitas Sumatera Utara
17
2.6.Airfoil NACA
NACA airfoil adalah bentuk airfoil sayap pesawat udara yang dikembangkan oleh National Advisory Committee for Aeronautics NACA.
Sampai sekitar Perang Dunia II, airfoil yang banyak digunakan adalah hasil riset Gottingen. Selama periode ini banyak pengujuan arifoil dilakukan diberbagai
negara, namun hasil riset NACA lah yang paling terkemuka. Bentuk dari airfoil ditentukan oleh seri digit yang sesuai ketentuan NACA airfoil, parameter
penomorannya dalam persamaan yang lebih tepat untuk perhitungan potongan melintang airfoil.
2.6.1 Airfoil NACA seri 4 digit
Pada airfoil NACA seri empat digit, digit pertama menyatakan persen maksimum chamber terhadap chord. Digit kedua menyatakan persepuluh posisi
maksimum chamber pada chord dari leading edge. Sedangkan dua digit terakhir menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap chord. Contohnya air foil yang
digunakan pada penelitian ini adalah airfoil NACA 4415. Airfoil NACA 4415 ini memiliki arti sebagai berikut:
Maksimum chamber 4 .
Posisi maksimum chamber berada 40 dari panjang chord diukur dari
leading edge.
Dan memiliki ketebalan maksimum 15 dari panjang chord.
Gambar 2.12 Airfoil Naca 4415 Sumber :http:www.accessscience.com
Universitas Sumatera Utara
18
2.7 Sudut serang
angle of attack dan sudut pitch
Sudut serang pada turbin Darrieus-H merupakan sudut antara garis chord sudu dengan garis komponen kecepatan relatif. Pada turbin angin Darrieus-H ini,
besarnya sudut serang dipengaruhi oleh beberapa hal seperti, tip speed ratio, sudut azimuth sudu, dan sudut pitch sudu. Semakin besar tip speed ratio maka
sudut serang akan semakin kecil, hal ini dapat dilihat dari persamaan di bawah ini.
α = arc tan [sinθ λ + cosθ] 2.5 dimana:
λ = tip speed ratio = sudut azimuth sudu
R Menuju
pusat rotasi Menjauhi
pusat rotasi -
φ +
φ
Garis Chord ω
Gambar. 2.13 Arah sudut pitch Sumber: Ekawira K Napitupulu
Untuk sudut pitch φ = 0, maka nilai sudut serang tidak berubah, tetapi jika
sudut pitch φ 0, maka sudut serang akan berubah sesuai dengan besarnya
perubahan sudut pitch. α = {arc tan [sinθ λ + cosθ]} - φ
180
α = {arc tan [sinθ λ + cosθ]} + φ
180 3θ0
Universitas Sumatera Utara
19 Pada sudut azimuth = 0
dan = 180 , nilai sudut serang sama dengan sudut
pitch. α = φ
= 0
, dan = 180
φ α
Garis Chord = 45
= 135
= 225 = 315
Angin
α
α α
φ
φ φ
φ
Komponen Kec angin dan Kec. Tangensial α
Komponen Kec. Relatif
Gambar. 2.14 Perubahan sudut serang sebagai fungsi tip speed ratio, sudut azimuth, dan sudut pitch
Sumber: Eka wira K Napitupulu
Universitas Sumatera Utara
20 Berikut ini merupakan contoh perubahan sudut serang sebagai fungsi
sudut azimuth sudu.
v’ c
u’
c
c c
c c
c c
v’
v’ v’
v’ v’
v’
v’
u’
u’ u’
u’ u’
u’ u’
ω
1 2
3 4
5
6 7
8 Angin
α
Gambar.2.15 Perubahan sudut serang Sumber: Eka wira K Napitupulu
Universitas Sumatera Utara
21 Kecepatan angin
v’ = 3.85 ms Putaran Turbin
n = 60 rpm Radius Turbin
r = 0.75 m Kecepatan Sudut
ω = 2πn60 = 2π.θ0θ0 = θ.284 rads Kecepatan Tangensial
u’ = ω.r = 6.2840.75 = 4.713 ms Tip speed ratio
λ = ω.rv = 6.2840.753.85 = 1.224 c = v’{λ + cosθ
2
+ sinθ
2
}
12
Untuk tiap titik diperoleh: 1.
= 0 α = 0
c = 8.56 ms 2.
= 4η α = 20.11
c = 7.91 ms 3.
= 90 α = 39.24
c = 6.08 ms 4.
= 13η α = η3.83
c = 3.37 ms 5.
= 180 α = 0
c = 0.86 ms 6.
= 22η α = -53.83
c = 3.37 ms 7.
= 270 α = -39.24
c = 6.08 ms 8.
= 315 α = -20.11
c = 7.91ms
2.8 Gaya Aerodinamis pada sudu