Maladministrasi adalah suatu praktek yang menyimpang dari etika administrasi, atau suatu praktek administrasi yang menjauhkan dari pencapaian
tujuan administrasi.
29
Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang dimaksud dengan
Maladministrasi adalah : “perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang,
menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum
dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil danatau
immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan”.
c. Pengawasan
Secara harfiah dari segi tata bahasa, kata “kontrol” berarti pengawasan, pemeriksaan dan pengendalian.
30
George R.Terry memberi arti dari pengawasan control adalah menentukan apa yang telah dicapai, mengevaluasi dan menerapkan
tindakan korektif, jika perlu, memastikan hasil yang sesuai dengan rencana.
31
Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan
dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif
dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat
29
Joko Widodo, Good Governance, Insan Cendikia, Surabaya, 2001. Hal. 259.
30
Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. Keempat, Perum dan Percetakan Balai Pustaka, Jakarta, 1955, hal. 523 dan 1134.
31
Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, PT.Alumni, Bandung, 2004, hal.89
dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan
dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.
Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai
bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di bawahnya.” Dalam ilmu manajemen, pengawasan ditempatkan sebagai tahapan
terakhir dari fungsi manajemen. Dari segi manajerial, pengawasan mengandung makna pula sebagai: “pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan unit
organisasi yang diperiksa untuk menjamin agar seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan.” atau “suatu usaha agar suatu
pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dan dengan adanya pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan
hambatan yang telah terjadi dapat segera diketahui yang kemudian dapat dilakukan tindakan perbaikannya.”
Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan dimaknai sebagai “proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan,
atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan.”
32
Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang
32
http:asepruli.blogspot.com200903sistem-pengawasan-pemerintahan.html diakses pada tanggal 1
April 2010
muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan good governance tata kelola pemerintahan yang baik, pengawasan
merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnya
dengan penerapan good governance itu sendiri. Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan
menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern
internal control maupun pengawasan ekstern external control. Di samping mendorong adanya pengawasan masyarakat social control.
Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat
dilakukan adalah: a. mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan;
b. menyarankan agar ditekan adanya pemborosan; c. mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana.
F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dan eksplanatoris
33
, yaitu menggambarkan perundang-undangan yang berlaku dan dikaitkan dengan teori-teori
hukum dalam praktek pelaksanaannya yang menyangkut permasalahan yang diteliti. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud antara lain Undang-Undang Nomor
5 Tahun l986 Tentang PERATUN sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan terakhir dengan Undang Undang Nomor 51 Tahun
2009 dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 jo KEPPRES Nomor 44 Tahun 2000 tentang Ombudsman R.I. Kemudian penulis menganalisis dan mengkaji
Pengawasan Ombudsman Terhadap Penyelenggara Negara dan Pemerintahan dihubungkan dengan Pengawasan PERATUN. Dalam menganalisa berpedoman
pada hukum normatif, peraturan perundang-undangan dan pendapat-pendapat para pakar hukum.
Peneliti yang menggunakan metode kualitatif tidaklah semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi untuk memahami kebenaran
tersebut, apakah yang menjadi latar belakang hal itu semua.
34
Dalam menganalisa peneliti berpedoman pada hukum normatif, peraturan perundang-undangan dan
berbagai pendapat para pakar hukum.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis- normatif, sebab pada akhirnya untuk dapat menciptakan suatu analisis hukum atau
33
M. Aslam Sumhudi, Komposisi Disain Riset, Lembaga Penelitian Universitas Trisakti, Jakarta, 1986, hal.45-47. Lihat pula : Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia UI-
Press, Jakarta, 1986, hal. 9-10.
34
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, 1986, hal. 50-51.