Kompetensi Relatif Peradilan Tata Usaha Negara

2 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi. Sedangkan puncak peradilan dalam lingkungan Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 5 Ayat 2 UU No. 5 Tahun 1986, yang menentukan bahwa Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Dengan demikian puncak peradilan dalam lingkungan Tata Usaha Negara ini sama dengan yang berlaku pada lingkungan peradilan lainnya Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Militer yaitu berpuncak pada Mahkamah Agung. Sedangkan Kompetensi relatif yang berkaitan dengan pihak-pihak yang bersengketa diatur di dalam Pasal 54 Ayat 1 sd Ayat 6 UU No. 5 Tahun 1986, yang menyebutkan: 1 Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat. 2 Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. 3 Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukummnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan. 4 Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat. 5 Apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta. 6 Apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan tergugat.

b. Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya pemerintah itu dapat dinilai oleh Pengadilan, artinya setiap tindakanperbuatan pemerintah dapat digugat di muka Pengadilan, tetapi tidak semua tindakanperbuatan pemerintah dapat diadili oleh Peradilan TUN, melainkan hanya tindakanperbuatan tertentu saja yang dapat diadili oleh Peradilan TUN sedangkan selebihnya menjadi kompetensi Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Militer atau bahkan untuk masalah pembuatan peraturan regeling oleh Pemerintah maka kewenangan untuk menilainya berada pada Mahkamah Agung melalui lembaga Hak Uji Materiil toetsingrecht judicial review. 95 Mengenai kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara di dalam Pasal 1 Angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 yang berbunyi: Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat Konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dari definisi di atas, KTUN mengandung beberapa unsur. Berikut beberapa pendapat pakar mengenai unsur-unsur KTUN tersebut: 95 Moh Mahfud MD, Lingkup Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dan Kapasitas Tuntutan Atas Satu Keputusan Administrasi, Paper dalam Penataran Hukum Administrasi Negara, Bandung, 10-22 Agustus 1987. peraturan yang merupakan kompetensi Mahkamah Agung untuk mengujinya adalah Peraturan di bawah Undang-undang, sedangkan kompetensi untuk menguji apakah Undang-undang itu bertentangan Undang- Undang Dasar adalah merupakan kompetensi Mahkamah Konstitusi. 1. Menurut Wicipto Setiadi, unsur KTUN ada 5 lima, yaitu: 96 a. Penetapan tertulis; b. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara; c. Tindakan hukum Tata Usaha Negara; d. Bersifat Konkret, individual dan final; e. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. 2. Menurut Indroharto, unsur KTUN ada 6 enam, yaitu: 97 a. Bentuk penetapan itu harus tertulis; b. Ia dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara; c. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara; d. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. Bersifat Konkret, Individual dan final; f. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. 3. Menurut Philipus M. Hadjon, unsur KTUN juga ada 6 enam, yaitu: 98 a. Penetapan tertulis; b. oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara; c. Tindakan hukum Tata Usaha Negara; d. Bersifat Konkret, individual; e. Final; f. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. 4. Menurut Paulus E. Lotulung, unsur KTUN ada 7 tujuh, yaitu: 99 a. Penetapan tertulis; b. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara; c. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. Bersifat Konkret; e. Individual; f. final; 96 Wicipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara; Suatu perbandingan, Cet. Pertama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, hal. 97 97 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Beberapa Pengertian Dasar Peradilan Tata Usaha Negara, Cet. Keenam, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hal. 162-163 98 Philipus M. Hadjon, et., al, Op., Cit, hal. 320 99 Paulus Effendi Lotulung, Perbuatan-perbuatan Pemerintahan Menurut Hukum Publik, dalam P.J.J Sipayung Editor, Pejabat Sebagai Calon Tergugat Dalam Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: CV. Sri Rahayu, 1989, hal 148