C. Ketentuan Perkawinan Menurut Hukum Adat Karo C. 1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan
Perkawinan menurut hukum adat Karo merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita, termasuk keseluruhan keluarga dan arwah
para leluhurnya.
30
Dari pengertian tersebut, perkawinan pada masyarakat Karo mempunyai arti yang luas dan salah satu tujuannya adalah untuk memperluas
kekeluargaan. Selain itu, perkawinan juga mempunyai tujuan untuk melanjutkanmeneruskan keturunan generasi laki-laki atau marga karena
hanya anak laki-laki yang dapat meneruskan marga. Hal ini berarti sifat religius dari perkawinan pada masyarakat Karo
terlihat dengan adanya perkawinan yang tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan, tetapi juga mengikat keseluruhan
keluarga kedua belah pihak termasuk arwah-arwah leluhur mereka.
C. 2. Syarat-syarat dan Sahnya Perkawinan
Menurut ketentuan adat istiadat Karo, syarat untuk melangsungkan perkawinan adalah dengan melewati empat tahapan, yaitu :
a. Maba Belo Selambar yang berarti membawa sekapur sirih adalah
upacara peminangan gadis menurut adat Karo.
30
Darwan Prinst, Adat Karo, Medan : Kongres Kebudayaan Karo, 1996. hal. 61.
Dalam acara bersifat setengah resmi ini, kerabat langsung pihak laki- laki, orang tua dan anak beru mereka datang ke rumah pihak
perempuan untuk mengutarakan niatnya mengawini anak perempuan keluarga tersebut. Apabila pihak perempuan setuju, akan diadakan
musyawarah lebih lanjut mengenai rencana perkawinan. b.
Nganting Manok yaitu musyawarah untuk membicarakan hal-hal yang lebih jauh mendetail tentang upacara perkawinan menurut adat, seperti
waktu perkawinan, persiapan perkawinan, besarnya unjuken atau mas kawin yang harus diterima pihak perempuan, dan lain sebagainya.
Pernikahan secara agama juga dapat dilakukan sekaligus dalam tahapan ini.
c. Kerja Nereh Empo atau upacara perkawinan menurut adat
Tahapan ini sepenuhnya dilakukan sama seperti yang telah disepakati dalam nganting manok. Kerja nereh empo merupakan upacara yang
dilakukan dengan mengundang seluruh lapisan masyarakat adat di daerahnya selain pihak keluarga dari kedua mempelai. Selain itu, acara
nggalari hutang man kalimbubu atau membayar hutang pada pihak wanita juga dilakukan.
d. Mukul sebagai syarat sahnya perkawinan.
Setelah pelaksanaan upacara perkawinan adat, pada malam harinya diadakan mukul yaitu kedua pengantin makan bersama dalam satu
piring di kamar pengantin dengan hanya dihadiri kerabat terdekat.
Menurut adat Karo, mukul ini merupakan “materai” sahnya perkawinan walaupun secara formal sudah dilaksanakan nggalari
hutang man kalimbubu dalam kerja nereh empo.
31
C. 3. Sistem dan Bentuk Perkawinan