4. Larangan Perkawinan 1. Karena hubungan kekerabatan

hukum adatnya. Untuk masuk ke dalam masyarakat adat suaminya, perempuan tersebut harus terlebih dahulu mengikuti ritual adat agar dapat diterima dalam kerabat suaminya.

B. 4. Larangan Perkawinan 1. Karena hubungan kekerabatan

Dalam hal ini, di berbagai daerah di Indonesia terdapat perbedaan- perbedaan larangan terhadap perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Bahkan ada daerah yang melarang terjadinya perkawinan antara anggota kerabat tertentu, sedangkan di daerah lain perkawinan antara anggota kerabat yang dilarang justru dianjurkan. Bentuk perkawinan pada masyarakat patrilineal yang menarik garis kekeluargaan dari pihak ayah mengenal bentuk perkawinan eksogami. Misalnya, bentuk perkawinan jujur pada masyarakat Batak yang mengharuskan adanya perbedaan klan antara calon mempelai laki-laki dengan perempuan sehingga pihak laki-laki menarik pihak perempuan untuk masuk dalam klannya. Masyarakat patrilineal memiliki ciri mempertahankan kelangsungan generasi keluarganya. Oleh karena itu, dikenal beberapa larangan perkawinan, yaitu larangan kawin dengan keluarga dari marga yang sama atau larangan kawin timbal balik antara dua kelurga yang walaupun berbeda klan tetapi telah atau pernah terjadi hubungan perkawinan asymmetrisch connubium di antara dua keluarga yang bersangkutan. 25 Perkawinan harus dilaksanakan manunduti atau melakukan perkawinan berulang searah dari satu sumber bibit, pihak penerima dara boru, anak beru dianjurkan dan dikehendaki untuk tetap mengambil dara dari pemberi dara hula-hula, kalimbubu. Idealnya adalah seorang laki-laki kawin dengan perempuan anak dari paman saudara ibunya. Tetapi tidak dibenarkan adanya perkawinan antara anak bersaudara ibu. 26 Sedangkan pada masyarakat matrilineal seperti di Minangkabau yaitu laki-laki dan wanita yang masih satu suku dilarang melakukan perkawinan karena akan menyebabkan pecah suku. Lain lagi dalam masyarakat parentalbilateral, misalnya masyarakat Jawa Barat, karena bentuk perkawinan yang dilaksanakan adalah kawin bebas mengakibatkan setiap orang boleh kawin dengan siapa saja sepanjang tidak dilarang oleh hukum adat setempat atau karena alasan agama. Artinya, syarat sahnya suatu perkawinan tidak ditentukan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan klan seseorang, baik di luar maupun di dalam satu klan tertentu. 2. Karena perbedaan kedudukan. 25 R. Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, Bandung : Alumni, 2002, hal. 177. 26 Hilman Hadikusuma, Op. cit, hal. 100. Di berbagai daerah masih terdapat sisa-sisa pengaruh perbedaan kedudukan dan martabat dalam kemasyarakatan adat sebagai akibat dari susunan feodalisme desa kebangsawanan adat. Misalnya seorang laki-laki dari golongan tinggi dilarang melakukan perkawinan dengan seorang perempuan dari golongan rendah dan demikian juga sebaliknya.

B. 5. Akibat Hukum Perkawinan