2.4 Proses Pemasakan di Unit Digester 2.4.1 Chip Filing
Chip diangkut ke digester dari tempat penyimpanan dengan menggunakan conveyor. Jumlah chip dalam digester harus betul-betul sesuai sehingga ada cukup ruang untuk
tempat liquor dan edarannya. Agar dapat dicapai keseragaman pada setiap pemasakan, maka harus diketahui berapa berat serpihan kayu yang dimasukkan
kedalam digester, kandungan air pada chip dan berat jenis keseluruhan kayu.
2.4.2 Liquor Filing
Pengisian liquor dilakukan segera setelah pengisian chip. Larutan pemasak panas yang dimasukkan kedalam digester didapat dari relief heat recovery system dengan
temperatur 120 C harus dengan perbandingan yang sesuai sebagaimana dibutuhkan
untuk pemasakan dan black liquor penambah sebagai pengencer juga harus dengan perbandingan yang sesuai.
Active Alkali AA yang dimasukkan dalam digester adalah untuk melarutkan komponen kotoran bukan selulosa yang ada dalam kayu. Untuk menjaga
keberlangsungan peredaran liquor dalam digester dan blowing yang bersih, perlu diperhitungkan jumlah perbandingan antar liquor dan kayu yang sering disebut
“bath ratio”. Rationya berkisar 3,9 : 1. Jumlah liquor itu terdiri dari white liquor, air yang terkandung dalam chip dan jumlah black liquor sebagai penambahnya.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Kraft Ramping
Proses penghidupan pompa bersamaan dengan dialirkannya steam sehingga terjadi sirkulasi cairan pemasak ke liquor heater dan masuk kembali ke digester secara
berulang-ulang sampai chip menjadi bubur. Fungsi dari proses ini adalah untuk menaikkan temperatur di unit digester.
2.4.4 Kraft Cooking
Digester yang berisi chip dan larutan pemasak dipanaskan hingga temperatur 170 C
dan tekanan mencapai 7 Kgcm
2
gauge. Untuk menaikkan temperatur kita menggunakan steam. Steam yang digunakan adalah MPS Medium Pressure Steam
dari temperatur 125 C ke 170
C.
Waktu dan temperatur selama pemasakan sangat berpengaruh terhadap kualitas daripada pulp, jika chip dimasak dalam jangka waktu yang terlalu lama,
maka akan dihasilkan pulp dengan kualitas rendah dan dengan rendemen yang rendah pula. Temperatur yang optimum untuk reaksi pencernaaan pemasakan adalah 170
C dan temperatur ini harus dikontrol secara seksama. Temperatur dibawah 170
C tidak berpengaruh apa-apa terhadap kualitas dan rendemennya, tetapi diatas 180
C akan mulai terjadi pemutusan rantai dari serat-serat selulosa, dan pada temperatur 200
C akan sangat jelas pengaruhnya, jadi temperatur yang diinginkan pada pemasakan
adalah 170 C.
Waktu dan temperatur pemasakan disebut dengan H-faktor. Walaupun demikian kedua faktor temperatur dan waktu itu tidaklah cukup untuk mengontrol
Universitas Sumatera Utara
reaksi penghilangan lignin dalam suatu proses pemasakan, maka untuk memperbaiki proses pembuatan pulp secara kimia dan agar selalu ada pedoman untuk mengatur
waktu dengan bervariasinya temperatur dan atau sebaliknya maka faktor-faktor itu dikombinasikan menjadi satu faktor perhitungan yang disebut “H-faktor”.
Pada satu putaran siklus pemasakan dengan H-faktor yang sama diharapkan menghasilkan pulp dengan rendemen dan bilangan kappa yang sama pula, walaupun
dengan waktu pemasakan dan temperatur yang berbeda. H-faktor yang tinggi dapat menurunkan viskositas dan bilangan kappanya pada proses ini. Jika pada saat
pemasakan viskositas dan bilangan kappa yang diperoleh lebih rendah dari target pemasakan maka H-faktor harus diturunkan dan sebaliknya apabila viskositas dan
bilangan kappa tinggi maka H-faktor juga akan dinaikkan .
Viskositas pada proses ini sangat berpengaruh pada mutu pulp atau kekuatan pulp sedangkan bilangan kappa sangat berpengaruh terhadap kadar lignin yang
tersisa pada pulp, selain itu viskositas dan bilangan kappa sangat berpengaruh terhadap proses pengolahan pulp ke produk yang lain.
2.4.5 Kraft Relief