Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Definisi Konsep

5 mengetahui bagaimana pengaruh belanja identitas yang merupakan bagian dari konsumerisme terhadap status sosial mahasiswi saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kemudian muncul suatu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh belanja identitas terhadap status sosial mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh belanja identitas terhadap status sosial mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis Menambah pengetahuan dan wawasan, serta bahan masukan bagi sosiologi kajian postmodern, khususnya mengenai kontribusi belanja identitas terhadap status sosial yang berkenaan dengan teori konsumsi Jean Baudrillard. 1.4.2 Manfaat Praktis Dapat dijadikan bahan pembelajaran masyarakat khususnya mahasiswi untuk mengetahui pengaruh belanja identitas terhadap status sosial. 6

1.5 Definisi Konsep

1.5.1 Belanja Umumnya belanja adalah kegiatan yang direncanakan sejak awal sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan tetapi melihat fenomena saat ini, banyak konsumen yang melakukan belanja atau pembelian tanpa ada rencana atau niat terebih dahulu. Hal ini sering disebut dengan istilah impulse buying. Schiffman mengemukakan bahwa impulse buying merupakan keputusan yang emosional atau menurut desakan hati. Kegitatan tersebut murni terbentuk saat berada di dalam toko karena adanya ketertarikan pada objek. Belanja pada awalnya merupakan suatu konsep yang menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut, akan tetapi pada konsep belanja sekarang ini telah berkembang menjadi sebuah cerminan gaya hidup dan rekreasi di kalangan masyarakat. Belanja merupakan gaya hidup tersendiri yang bahkan menjadi suatu kegemaran oleh sejumlah orang Haris dalam Wahyudi, 2013: 27. 1.5.2 Identitas Identitas adalah solidaritas batin dengan cita-cita dan identitas kelompok. Pembentukan identitas adalah suatu proses yang terjadi dalam 7 diri individu dan juga di tengah-tengah masyarakat. Menurut Erikson 1989:430 Identitas diri merupakan kesadaran diri bahwa individu memiliki eksistensi pribadi yang cukup utuh, khas, dan tetap. De Levita dalam studi kritisnya tentang Erikson membagi identitas yakni: a. Identitas sebagai intisari seluruh kepribadian yang tetap tinggal walaupun berubah ketika menjadi tua. b. Identitas sebagai keserasian peran sosial yang pada prinsipnya dapat berubah dan selalu berubah-ubah. c. Identitas sebagai “gaya hidupku sendiri” yang berkembang dalam tahap-tahap terdahulu dan menentukan cara-cara bagaimana peran sosial ini harus diwujudkan. d. Identitas sebagai suatu perolehan khusus pada tahap adolesensi. e. Identitas sebagai pengalaman subjektif akan kesamaan dan kesinambungan batiniah diri dalam ruang dan waktu. f. Identitas sebagai kesinambungan diri dalam pergaulan dengan orang lain. Proses pembentukan identitas seseorang merupakan proses kompleks dan dinamis, berlangsung sepanjang hidup. Terdapat dua karakteristik atau ciri-ciri individu yang memiliki identitas diri yakni, ideologi termasuk keyakinan, kepercayaan, falsafah hidup, agama, norma budaya, sistem nilai etis, moral, sosial, hubungan sosial, serta pemikiran atau pandangan-pandangan yang ada dalam kehidupan. Selanjutnya yakni 8 okupasi meliputi rencana masa depan, pemilihan pekerjaan atau karir, kesuksesan hidup, status ekonomi, prestise, serta harapan dan cita-cita kelak pada waktu dewasa Marcia dalam Retnowuni, 2007:12. McMohan mengemukakan bahwa identitas tidak identik dengan kedirian self, tetapi ia menempatkan kedirian di dalam term sosial; menunjuk pada makna sosial kedirian. Identitas adalah faktor yang bertra nsaksi dalam interaksi melalui “pengakuan” announcement dan “penempatan” placement. Pengakuan adalah identitas yang orang kleim bagi diri seseorang, sedangkan penempatan adalah identitas dalam mana orang dipahami oleh orang lain. Identitas tervalidasikan secara sosial melalui kecocokan antara penempatan dan pengakuan Mappiare, 2009: 18. 1.5.3 Status Sosial Status atau kedudukan sosial adalah tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Perubahan status sosial seseorang dapat terjadi melalui mobilitas sosial vertikal. Menurut Adang dan Anwar 2013: 218 mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu dari suatu kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Berdasarkan arahanya, mobilitas sosial vertikal dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas vertikal ke atas social climbing dan mobilitas vertikal ke bawah social sinking. Terdapat dua macam status yaitu status bawaan dan status capaian. Status bawaan ascribed status adalah status yang tidak diminta 9 maupun tidak dapat dipilih, seperti bawaan pada waktu lahir, ras-etnisitas, jenis kelamin dan sebagainya Henslin, 2007: 92. Sistem pelapisan masyarakat terbuka memungkinkan setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk jatuh ke pelapisan yang ada di bawahnya atau atau naik ke pelapisan di atasnya. Setiap orang mempunyai kesempatan untuk menduduki segala kedudukan bila ada kesempatan dan kemampuan untuk itu. Tetapi orang juga dapat turun dari kedudukannya bila tidak mampu mempertahankannya. Status yang diperoleh ini disebut achieved status Adang dan Anwar, 2013: 217. Jika berbicara mengenai status, orang akan cenderung berpikir mengenai prestise. Status atau kedudukan sosial dapat mengandung prestise tinggi atau mengandung prestise rendah. Status merupakan kerangka dasar kita untuk hidup dalam suatu masyarakat Henslin, 2007:93.

1.6 Metode Penelitian