Latar Belakang PENGARUH BELANJA IDENTITAS TERHADAP STATUS SOSIAL MAHASISWI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG (Studi di Kawasan Perumahan Bukit Cemara Tujuh Kota Malang)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Liberasi ekonomi dunia yang didorong oleh barat merebak ke seluruh belahan dunia tanpa terkecuali negara dunia ketiga seperti Indonesia.Produk- produk trend dunia merengsek masuk dengan mudahnya. Ditambah dengan kian canggihnya teknologi dan informasi yang menjadi media utama pemasaran produk-produk tersebut menjadikan masayarakat dari berbagai lapisan sangat mudah menerima informasi mengenai apa yang ada dibelahan dunia lain. Terjadi penyeragaman nilai-nilai kehidupan di Barat dan di Timur. Apa yang sedang populer di Barat merupakan kiblat masyarakat Timur. Tas, sepatu, baju, potongan dan warna rambut, telepon seluler semuanya seragam. Kian banyaknya arena-arena belanja malldepartment store yang bermunculan bisa jadi merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain akan berdampak pada kehidupan sosial masyarakat Alfitri:2007. Hal ini memicu perilaku masyarakat untuk berbelanja sesuai keinginan dengan berbagai macam pilihan jenis barang, merk mulai dari brand lokal hingga internasional. Akibatnya, masyarakat sekarang kesulitan mengurai kebutuhan mana yang pokok dan yang tidak pokok. Dalam melakukan aktifitas konsumsinya, masyarakat lebih mengedepankan pemenuhan keinginan want daripada memenuhan kebutuhan need. 2 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI menyatakan perilaku konsumtif adalah kecenderungan manusia untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi keinginan mereka secara massive. Perilaku konsumtif seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu seperti gaya hidup yang memengaruhi kebutuhan, keinginan, serta perilakunya termasuk perilaku membeli Hawkins dalam Hasibuan, 2010:15. Faktor eksternal ada dua yaitu faktor lingkungan berupa rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia eksternal, termasuk di dalamnya benda-benda, tempat, dan orang lain yang memengaruhi afeksi dan kognisi individu Peter dan Olson, 1999:20. Selanjutnya adalah marketing strategy. Marketing strategy atau strategi pemasaran merupakan bagian dari lingkungan serta terdiri dari berbagai rangsangan fisik dan sosial. Termasuk di dalam ransangan tersebut adalah produk dan jasa, materi promosi iklan, tempat penukaran, dan informasi tentang harga label harga yang ditempel pada produk. Penerapan strategi pemasaran melibatkan penempatan rangsangan pemasaran di lingkungan konsumen agar dapat memengaruhi afeksi, kognisi, dan perilaku mereka Peter dan Olson, 1999:23. Strategi pemasaran yang demikian menyebabkan konsumen dapat dengan mudah terpengaruh untuk melakukan kegiatan belanja. Terlebih di era sekarang ini, strategi pemasaran produk yang sedang trend menggunakan teknologi informasi seperti membuat laman website, akun-akun media sosial yang di 3 dalamnya disajikan katalog produk yang dijual yang memuat deskripsi produk hingga harga. Selain itu, lewat website dan akun-akun media sosial tersebut disajikan pula berbagai macam promosi atau diskon produk, sehingga pemasaran yang dilakukan oleh produsen-produsen tersebut sangat efektif dan dapat dengan mudah diketahui informasinya oleh masyarakat karena di era ini sebagian besar masyarakat sudah melek teknologi terutama dikalangan mahasiswa. Mahasiswa yang merupakan peralihan individu dari fase remaja, tentunya tidak terlepas dari karakteristik individu yang mudah terbujuk oleh hal-hal yang menyenangkan dan senang mengikuti perkembangan trend menjadi pelaku utama dari gaya hidup konsumtif. Mahasiswa melakukan hal tersebut demi menjaga penampilan mereka sehingga dapat menjadi percaya diri Taufik dalam Ramadhan, 2012:4. Padahal idealnya, mahasiswa merupakan kelompok intelektual yang memiliki idealisme yang tinggi, semangat pengabdian tanpa pamrih, dan rela berkorban demi kepentingan bangsa. Identitas kedirian mahasiswa tersebut nampak semakin kabur sekarang ini. Kesadaran akan perannya sebagai agent of change digerus oleh sikap hedon dalam diri mahasiswa. Komponen gaya hidup konsumtif yang diterapkan oleh mahasiswa dalam hal ini adalah berbelanja barang hanya untuk dianggap prestige dan mempertahankan gengsi serta menjaga penampilan Rutjee dalam Ramadhan, 2012:5. Hal ini lebih cenderung dilakukan oleh mahasiswi. Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi lebih cenderung berperilaku konsumtif daripada 4 mahasiswa. Gumulya dan Widiastuti 2013 dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari jumlah sampel penelitian secara keseluruhan, mahasiswa yang termasuk dalam katagori berperilaku konsumtif tinggi adalah sebanyak 24,2 dan mahasiswa yang termasuk dalam katagori berperilaku konsumtif rendah adalah 75,8. Sedangkan mahasiswi yang tergolong berperilaku konsumtif tinggi adalah sebanyak 63,6 dan mahasiswi yang tergolong berperilaku konsumtif rendah adalah sejumlah 36,4. Ketika berkunjung ke sebuah pusat perbelanjaan, kadangkala mahasiswi lebih cenderung menggunakan emosinya daripada rasionalnya dalam menentukan sikap apakah ia hanya sekadar rekreasi saja atau memutuskan untuk berbelanja. Mahasiswi cenderung melakukan impulse buying yang bisa saja sebelumnya ia tak punya niat untuk melakukan kegiatan belanja. Mahasiswi melakukan hal tersebut jika brand-brand ternama sedang memberikan diskon atau promo dan bisa juga karena brand tersebut mengeluarkan produk limited edition yang menyebabkan mahasiswi membeli barang tersebut hanya dengan alasan ia takut kehabisan jika tidak dibeli saat itu juga. Mahasiswi akan kehilangan identitas dan tidak akan mampu melakukan perannya sebagai generasi penerus bangsa yang tentunya diharapkan dapat membangun dan memajukan bangsa Indonesia lebih baik dari kondisi yang ada sekarang jika hal ini terus terjadi.Oleh karena itu di lakukan penelitian mengenai kontribusi belanja identitas terhadap status sosial mahasiswi, agar kita bisa 5 mengetahui bagaimana pengaruh belanja identitas yang merupakan bagian dari konsumerisme terhadap status sosial mahasiswi saat ini.

1.2 Rumusan Masalah