PENDAHULUAN ANCANGAN TEORETIS Pemajemukan Dalam Bahasa Mandailing

❏ Khairina Nasution Pemajemukan dalam Bahasa Mandailing LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 PEMAJEMUKAN DALAM BAHASA MANDAILING Khairina Nasution Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Abstract This research is aimed to describe compound in bahasa Mandailing. The data gained from oral language by adopting interview method and analyzed with distributional method with interruption and expansion techniques. The analysis results show that there are found base compound, affixed compound, and reduplication compound. These three kinds of compounds can function as a subject, a predicate, and an object. And the meanings raised from this compounds are ‘number’, ‘repetitive’, ‘similarity’, ‘transitive’, ‘benefactive’, ‘intensity’, and ‘causative’. Key words: compound, function, meaning

1. PENDAHULUAN

Salah satu cara untuk memperkaya budaya nasional adalah dengan cara melestarikan bahasa- bahasa daerah Halim 1983 dan salah satu di antara bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Mandailing selanjutnya disebut BM. Penelitian BM masih sedikit dilakukan bila dibandingkan dengan bahasa daerah lainnya. Penelitian tentang kata majemuk pernah dilakukan oleh Lubis 1978 dan Daulay 1993. Namun, kata majemuk yang dibahas dalam kedua penelitian itu hanya terbatas pada distribusi kata majemuk saja dan belum membahas perilaku semantis dan sintaksis masing-masing dalam berbagai konstruksi. Tulisan ini membicarakan pemajemukan yang terdapat di dalam BM yang meliputi wujud pemajemukan, kelas kata yang menjadi kata majemuk, fungsi dan maknanya. Data bersumber dari bahasa lisan yang dijaring dari empat desa, yaitu Panyabungan, Kotanopan, Siabu, dan Batang Natal dengan menggunakan metode simak dan cakap yang didukung dengan teknik sadap, pancing, dan catat. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode agih dengan teknik sisip dan perluas Mahsun 2005.

2. ANCANGAN TEORETIS

Pemajemukan merupakan salah satu bagian konstruksi morfologis. Samsuri 1987 mengatakan bahwa konstruksi morfologis merupakan bentukan dari kata yang mungkin merupakan morfem tunggal atau gabungan antara morfem yang satu dengan morfem yang lain. Tiap bahasa mempunyai ciri-ciri struktur pemajemukannya sendiri. Misalnya, dalam bahasa Inggris, tekanan digunakan sebagai ciri-ciri struktur pemajemukannya. Bentuk dancing girl ‘penari’ yang tekanannya pada kata kedua adalah kata majemuk, sedangkan dancing girl ‘anak perempuan yang sedang menari’ yang mendapat tekanan pada kata pertama adalah frase. Di dalam bahasa Indonesia ciri struktur pemajemukannya dapat dilihat pada unsur sisipan yang dapat dilekatkan di antara dua konstruksi tersebut. Misalnya, pada konstruksi sabun mandi dan orang mandi . Pada konstruksi pertama tidak dapat disisipkan morfem lain menjadi sabun yang mandi karena merupakan kata majemuk, sedangkan pada konstruksi kedua dapat disisipkan morfem lain menjadi orang yang mandi karena merupakan frase. Istilah kata majemuk beragam. Fokker 1960, misalnya, lebih menyukai istilah kelompok kata daripada istilah majemuk karena kelompok kata dan kata majemuk tidak dapat dibeda-bedakan dengan tajam. Walaupun Fokker ragu dengan istilah ini, ia mengakui adanya kata majemuk. Bloomfield 1995 menyebut kata majemuk sebagai dua bentuk bebas di antara konstituen- konstituen langsungnya. Dengan dasar seperti ini bahasa-bahasa biasanya membedakan kata majemuk dengan frase. Misalnya, wild animal- house tidak terdiri dari tiga unsur wild, animal dan house, tetapi terdiri dari wild animal frase dan house . Lyons 1977 dan Kridalaksana 1989 menyebutnya dengan komposisi composition. Verhaar 1999 menyebut kata majemuk dengan komposisi atau pemajemukan. Kata majemuk merupakan proses morfemis yang menggabungkan dua morfem dasar atau pradasar menjadi satu kata. Ramlan 1985 lebih menyukai istilah persenyawaan. Dikatakan bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat proses pemajemukan berupa gabungan dua kata yang menimbulkan suatu kata baru, misalnya, rumah sakit dan kepala batu. Ia ❏ Khairina Nasution Pemajemukan dalam Bahasa Mandailing LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 juga mengakui gabungan dua kata atau lebih dapat membentuk frase yang predikatif dan dapat pula membentuk frase endosentrik yang atributif. Akan tetapi, pada kata majemuk gabungan yang terdiri atas dua kata atau lebih itu tidak berfungsi membentuk kedua hal tersebut di atas, tetapi membentuk kata yang utuh. Tidak menjadi persoalan apakah hal itu bersifat eksosentris atau endosentris. Selanjutnya, ia mengemukakan ciri- ciri kata majemuk adalah 1 salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata, misalnya, pasukan tempur, lomba lari , 2 unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah, misalnya, mata gelap, orang besar. Menurut Badudu 1978 dasar penilaian terpenting untuk membedakan majemuk dan frase terletak pada konsep satu pengertian. Konstruksi ini tidak lagi menonjolkan makna apa komponennya, tetapi menonjolkan makna yang ditimbulkan oleh gabungan komponen itu sekaligus. Adapun pegangannya adalah bahwa antara komponen-komponen kata majemuk itu tidak dapat disisipkan unsur lain sebab hal ini akan memecahkan sifat pemajemukan. Jadi menurutnya, orang tua merupakan kata majemuk, sedangkan orang yang tua merupakan frase. Keraf 1978 mengatakan bahwa kata majemuk mula-mula berbentuk sebagai urutan kata yang bersifat sintaksis, dengan arti yang sepenuh-penuhnya sebagai satu kata dengan arti baru yang didukung bersama serta frekuensi pemakaiannya tinggi. Apabila dibandingkan pendapat-pendapat para ahli di atas tampak deskripsi pemajemukan itu banyak persamaannya. Perbedaan terletak pada penggunaan istilah saja. Berkaitan dengan hal di atas, dalam BM terdapat kata majemuk yang dapat dikenal melalui ciri-cirinya. Ciri yang dipakai untuk menganalisis pemajemukan ini adalah ciri prakatagorial, ciri morfologis, dan ciri sintaksis. Misalnya: 1. Menek perper do ia nian,tai bisa ia manaek arambir i. kecil mungil lah ia sangat, tetapi bisa ia memanjat pohon kelapa itu ‘Ia kecil mungil, tetapi bisa memanjat pohon kelapa’. Bentuk perper merupakan morfem unik dan tidak dapat berdiri sendiri serta belum mempunyai arti, tetapi jika ia digabungkan dengan kata menek ‘kecil’, maka ia berarti ‘kecil mungil’. 2. pa ηincop daro pengisap darah ‘plasik’ 3. matipul marsarakan patah berserakan ‘patah berantakan’ Kata panincop b terdiri dari prefiks paN- dan bentuk dasar incop dan daro pada kata kedua merupakan kata benda, sedangkan matipul c merupakan gabungan prefiks ma- dan bentuk dasar tipul dan marsarakan merupakan gabungan mar-an dengan bentuk dasar sarak. 4. Orja i dibaen di bagas godang. pesta itu diadakan di rumah besar ‘Pesta itu diadakan di rumah adat’. Bentuk bagas goda η merupakan kata majemuk karena di antara kedua kata tersebut tidak dapat disisipi kata yang lain seperti bagas na godan i jeges ‘rumah yang besar itu cantik’ frase.

3. WUJUD PEMAJEMUKAN