Reduplikasi Dalam Bahasa Angkola Mandailing

(1)

REDUPLIKASI DALAM BAHASA ANGKOLA MANDAILING

TESIS

Oleh

SYAIFUDDIN ZUHRI HARAHAP

107009028/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

REDUPLIKASI DALAM BAHASA ANGKOLA MANDAILING

TESIS

Dijaukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAIFUDDIN ZUHRI HARAHAP

107009028/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : REDUPLIKASI DALAM BAHASA ANGKOLA

MANDAILING

Nama Mahasiswa : Syaifuddin Zuhri Harahap Nomor Pokok : 107009028

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Dwi Widayati, M.Hum.) Ketua

(Dr. Gustianingsih, M.Hum.) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.)

Direktur


(4)

Tanggal Lulus : 2 April 2013

Telah diuji pada Tanggal : 2 April 2013 Mei 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dwi Widayati, M.Hum. Anggota : 1. Dr. Gustianingsih, M.Hum.

2. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. 3. Dr. Khairina Nasution, M.Hum.


(5)

PERNYATAAN

REDUPLIKASI DALAM BAHASA ANGKOLA MANDAILING

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesisi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, April 2013


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori morfologi linguistik deskriptif struktural yang bertalian dengan reduplikasi seperti yang dikemukakan Simatupang (1983) dan didukung oleh Ramlan (2001), dan Chaer (2008). Data penelitian adalah sejumlah morfem dalam bahasa Angkola Mandailing yang mengandung unsur reduplikasi. Data lisan diperoleh dari berbagai percakapan yang terjadi di lingkungan masyarakat Angkola Mandailing dan beberapa orang informan, sedangkan data tertulis diperoleh dari kamus bahasa Angkola Mandailing, buku-buku dan karya-karya ilmiah yang membahas tentang bahasa Angkola Mandailing.

Berdasarkan kajian dan teori tersebut dirumuskan masalah bentuk reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing yaitu; (1) Secara morfologis bagaimana tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing? (2) Berdasarkan konteksnya bagaimanakah makna tipe reduplikasi tersebut difungsikan dalam bahasa Angkola Mandailing?

Dari hasil analisis dapat dikemukakan simpulan tentang reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing sebagai berikut. Pertama, ditemukan dua puluh tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing yaitu; tipe R-1 yaitu bentuk (D + R), tipe R-2 yaitu bentuk (D + Rpf), tipe R-3 yaitu bentuk ((D + R) + mar-), ((D+R) + tar-), ((D+R) + di-) dan ((D+R) + par-tar-), tipe R-4 yaitu bentuk ((D + R) + marsi-/-antar-), tipe R-5 yaitu bentuk (D + (R + mar-)), tipe R-6 yaitu bentuk ((D + R) + maN-), dan ((D + R) + paN-), tipe R-7 yaitu bentuk (D + (R + maN-)), tipe R-8 yaitu bentuk (D + (R + maN-/-i)), tipe R-9 yaitu bentuk ((D + R) + maN-/-hon), ((D + R) + paN-/-hon), tipe R-10 yaitu bentuk ((D + R) + tar-/-i), dan ((D + R) + mar-/-i), tipe R-11 yaitu bentuk ((D + R) + maN-/-i), dan ((D + R) + paN-/-i), tipe R-12 yaitu bentuk ((D + R) + sa -/{-na}), tipe R-13 yaitu bentuk ((D + R) + ha-/{--/{-na}), tipe R-14 yaitu bentuk ((D + R) + ha/an), tipe R15 yaitu bentuk ((D + R) + an), tipe R16 yaitu bentuk ((D + R) + -um-), dan ((D + R) + -in-), tipe R-17 yaitu bentuk (D + Rp) Reduplikasi Parsial (Rp), tipe R-18 yaitu bentuk (D + Rs) Reduplikasi Semantis (Rs), tipe R-19 yaitu bentuk (D + Rf) Reduplikasi Fonologis (Rf); tipe R-20 yaitu bentuk (D + Rf) Reduplikasi Sintaksis (Rsin). Kedua, secara kontekstual ditemukan makna tipe reduplikasi bebas konteks dan terikat konteks dalam bahasa Angkola Mandailing.

Kata kunci: tipe reduplikasi, arti reduplikasi, bebas konteks, terikat kontek, Angkola Mandailing.


(7)

ABSTRACT

The purpose of this study was to examine reduplication in Angkola Mandailing language using the Theory of Generative Morphology related to reduplication suggested by Simatupang (1983) and supported by Ramlan (2001) and Chaer (2008). The data for this study were a number of morphemes in Angkola Mandailing language containing the element of reduplication. The oral data were obtained from various conversations occured in the Angkola Mandailing community and several informants, while the written data were obtained from the literatures written in Angkola Mandailng language, dictitonary and scientific writtings discussing about Angkola Mandailing language.

Based on the study and theory mentioned above, the research questions of the reduplication of Angkola Mandailing language was formulated as follows: (1) What are the morphological types of reduplication in Angkola Mandailing language? (2) Contextually, how the meaning of these types of reduplication are functioned in the Angkola Mandailing community?

The findings of this study showed that the types of reduplication in Angkola Mandailing language are as follows: first, twowenteen types of reduplication are found in Angkola Mandailing language, namely, R-1 type (D + R); R-2 type (D + Rpf); R-3 type ((D + R) + mar-), ((D+R) + tar-), ((D+R) + par-) ((D+R) + di-), and ((D+R)+um-); R-4 type ((D + R) + marsi-/-an); R-5 type (D + (R + mar-)); R-6 type ((D + R) + maN-), dan ((D + R) + paN-); R-7 type (D + (R + maN-)); R-8 type (D + (R + maN-/-i)); R-9 type ((D + R) + maN-/-hon), and ((D + R) + paN-/-hon); R-10 type ((D + R) + tar-/-i), dan ((D + R) + mar-/-i); R-11 type ((D + R) + maN-/-i), dan ((D + R) + paN-/-i); R-12 type ((D + R) + sa -/{-na}); R-13 type ((D + R) + ha-/{-na}); R-14 type ((D + R) + ha-/-an); R-15 type ((D + R) + -an); R-16 type ((D + R) + -um-), dan ((D + R) + -in-); R-17 type (D + Rp) reduplication pharcial (Rp); R-18 type (D + Rs); reduplikasi semantics (Rs); R-19 type (D + Rf) reduplication phonologis (Rf); R-20 type (D + Rsin) reduplication syntacsis (Rsin), Second, The contexstually it is found the meaning of these types of reduplication Independent Context and Dependent Context in the Angkola Mandailing language.

Keyword: Type of reduplication, Meaning of reduplication, Independent Context, Dependent Context, Angkola Mandailing.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Reduplikasi Dalam Bahasa Angkola Mandailing” ini dapat diselesaikan. Adapun tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis telah berusaha secara maksimal mengerjakan dan menganalisis tipe, proses dan pembentukan makna tipe reduplikasi secara kontekstual dalam bahasa Angkola Mandailing. Namun, penulis tetap menerima kritik dan saran demi penyempurnaan tesis ini.

Akhir kalam, semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya pemerhati dan peneliti yang tertarik pada kajian kebahasaan.

Medan, April 2013

Penulis,


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menempuh perkuliahan dan penyusunan tesis ini, oleh penulis ditemukan banyak hambatan, baik yang bersifat teknis maupun nonteknis. Berkat bantuan dari berbagai pihak, hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi dengan baik dan untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih, rasa hormat, serta doa kepada:

1. Orangtua penulis, Ayahanda (Alm). H. Ali Sahminan Harahap dan Ibunda (Alm) Hj. Nur Holijah Siregar, yang tidak henti-hentinya mengalirkan doa dan kasih sayangnya selama ini;

2. Bapak Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. (mantan Kepala Balai Bahasa Medan) dan Ibu Dr. Tengku Syarfina, M.Hum (Kepala Balai Bahasa Medan) atas kepercayaan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti kuliah S-2 di Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU;

3. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K);

4. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Mantondang, MSi.E.;

5. Ketua dan Sekretaris Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU, Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Ibu Dr. Nurlela, M.Hum.;

6. Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum. selaku pembimbing utama dan Ibu. Dr.


(10)

7. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU;

8. Teman-teman Mahasiswa Linguistik Angkatan 2010, terima kasih atas kerja sama

dan kekompakan yang terjalin selama ini;

9. Istri tercinta Dra. Mariani Siregar terima kasih atas pengertian dan motivasi yang diberikan. Engkau bagaikan pelita di tengah kegelapan dan engkaulah pemberi inspirasi dalam tulisan ini;

10.Sahabat akrab Anharuddin Hutasuhut, M.Hum., dalam forum diskusi dan tim evaluasi kajian kebahasaan dan tradisi lokal di Angkola dan Mandailing.

11.Para informan yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan informasi yang begitu berharga; dan

12.Rekan-rekan yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Syaifuddin Zuhri Harahap

Tempat, Tanggal Lahir : Tapanuli Selatan, 26 September 1968

Alamat : Jalan Puskesmas Kompleks Selasih Emas No.1

Bandar Khalifah, Percut Sei Tuan, Deliserdang

Agama : Islam

Status : Menikah

Pendidikan Formal : a) SD Negeri 142752 Gunungtua, tahun 1975 –

1981

b) SMP Negeri 2 Gunungtua, tahun 1981 –

1984

c) SMA Negeri 10 Medan, tahun 1984 –1987

d) Diploma III, Akademi Manajemen dan

Informatika Komputer Bandung, tahun 1992

e) Universitas Lampung (UNILA), Fakultas

Kejuruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ekonomi Akuntansi, tahun 1999

f) Universitas Sumatera Utara, Sekolah Pasca Sarjana, Program Studi Linguistik, tahun 2013.

Pekerjaan : Staf Teknis Balai Bahasa Medan Provinsi

Sumatera Utara, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 2001 – sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR DAN SINGAKATAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 10

1.3.Tujuan Penelitian ... 10

1.4.Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KONSEP, KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 12

2.1 Kajian Pustaka (Penelitian Terdahulu) ... 12

2.2 Konsep Reduplikasi ... 18

2.2.1 Defenisi Reduplikasi ... 18

2.2.2 Reduplikasi Fonologis ... 20

2.2.3 Reduplikasi Morfologis ... 21

2.2.4 Reduplikasi Sintaksis ... 22

2.2.5 Reduplikasi Semantis ... 23

2.2.6 Hakikat Reduplikasi ... 23

2.2.7 Jenis Reduplikasi ... 24

2.2.7.1 Pengulangan Seluruh ... 25

2.2.7.2 Pengulangan Sebagian ... 25

2.2.7.3 Pengulangan yang Berkombinasi dengan Pembubuhan Afiks 25 2.2.7.4 Pengulangan dengan Perubahan Fonem ... 26

2.2.8 Bentuk Dasar Reduplikasi ... 26

2.2.9 Makna Reduplikasi ... 27

2.2.10 Bahasa Angkola Mandailing ... 30

2.3 Landasan Teori ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1.Desain Penelitian ... 34

3.2.Lokasi Penelitian ... 34

3.3.Data dan Sumber Data ... 35

3.4.Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5.Metode dan Teknik Analisis Data ... 36


(13)

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1.Temuan Penelitian ... 40

4.1.1.Pengulangan Seluruhnya ... 40

4.1.2.Pengulangan Sebagian ... 43

4.1.3.Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks ... 50

4.1.4.Pengulangan dengan perubahan fonem ... 51

4.2.Pembahasan ... 52

4.2.1. Tipe Reduplikasi Dalam Bahasa Angkola Mandailing ... 52

4.2.1.1. Tipe R-1: (D + R) ... 52

4.2.1.2. Tipe R-2: (D + Rpf) ... 57

4.2.1.3. Tipe R-3: ((D + R) + mar-), ((D+R) + tar-), ((D+R) + par-), ((D + R) + di-), dan ((D + R) + um-) ... 61

4.2.1.3.1 ((D + R) + mar-) ... 61

4.2.1.3.2 ((D + R) + tar-) ... 65

4.2.1.3.3 ((D + R) + par-) ... 68

4.2.1.3.3 ((D + R) + di-) ... 71

4.2.1.3.4 ((D + R) + um-) ... 72

4.2.1.4. Tipe R-4: ((D + R) + marsi-/-an) ... 74

4.2.1.5. Tipe R-5: (D + (R + mar-)) ... 77

4.2.1.6. Tipe R-6: ((D + R) + maN-), ((D + R) + paN-) ... 79

4.2.1.6.1 ((D + R) + maN-) ... 79

4.2.1.6.2 ((D + R) + paN-) ... 96

4.2.1.7. Tipe R-7: (D + (R + maN-)) ... 112

4.2.1.8. Tipe R-8: (D + (R + maN-/-i)) ... 124

4.2.1.9. Tipe R-9: ((D + R) + maN-/-hon), ((D + R) + paN-/-hon) .. 131

4.2.1.9.1 ((D + R) + maN-/-hon) ... 131

4.2.1.9.2 ((D + R) + paN-/-hon) ... 147

4.2.1.10.Tipe R-10: ((D + R) + tar-/-i), ((D + R) + mar-/-i) ... 162

4.2.1.10.1 ((D + R) + tar-/-i) ... 163

4.2.1.10.2 ((D + R) + mar-/-i) ... 165

4.2.1.11.Tipe R-11: ((D + R) + maN-/-i), ((D + R) + paN/-i) ... 168

4.2.1.11.1 ((D + R) + maN-/-i) ... 168

4.2.1.11.2 ((D + R) + paN-/-i) ... 184

4.2.1.12.Tipe R-12: ((D + R) + sa -/ {-na}) ... 199

4.2.1.13.Tipe R-13: ((D + R) + ha-/{-na}) ... 202

4.2.1.14.Tipe R-14: ((D + R) + ha-/-an) ... 203

4.2.1.15.Tipe R-15 ((D + R) + -an) ... 206

4.2.1.16.Tipe R-16 ((D + R) + -um-), dan ((D + R) + -in-) ... 208

4.2.1.16.1 ((D + R) + -um) ... 208

4.2.1.16.2 ((D + R) + -in) ... 210

4.2.1.17.Tipe R-17 (D + Rp) Reduplikasi Parsial (Rp) ... 211

4.2.1.18.Tipe R-18 (D + Rs) Reduplikasi Semantis (Rs) ... 213

4.2.1.19.Tipe R-19 (D + Rf) Reduplikasi Fonologis (Rf) ... 215

4.2.1.20.Tipe R-20 (D + Rsin) Reduplikasi Sintaksis (Rsin) ... 218

4.2.2.Makna Kontektual dalam Bahasa Angkola Mandailing ... 220

4.2.2.1. Makna bebas Kontek dalam bahasa Angkola Mandailing ... 220

4.2.2.1.1. Makna Banyak dan Tak Tunggal ... 220


(14)

4.2.2.1.3. Makna Banyak dengan Ukuran Tertentu ... 222

4.2.2.1.4. Makna Serupa atau Seperti (Imitatif) ... 222

4.2.2.1.5. Makna Dilakukan Tanpa Tujuan (Dasar) ... 223

4.2.2.1.6. Makna Berulang-ulang atau kontinu (Iteratif) ... 223

4.2.2.1.7. Makna Berbalasan atau Saling (Resiprokatif) ... 224

4.2.2.1.8. Makna Hal atau Kegiatan yang Bertalian dengan Dasar ... 225

4.2.2.1.9. Makna Tingkat Paling Tinggi atau Se (Dasar) Mungkin ... 225

4.2.2.1.10. Makna Agak atau Sedikit Bersifat (Dasar) ... 226

4.2.2.1.11. Makna Intensitas atau Keadaan Tingkatan ... 226

4.2.2.1.12. Makna Sedang atau Keadaan (Dasar) ... 227

4.2.2.1.13. Makna Merasa atau mampu (Dasar) ... 227

4.2.2.2. Makna terikat Kontek dalam bahasa Angkola Mandailing ... 228

4.2.2.2.1. Makna Banyak yang (Dasar) ... 228

4.2.2.2.2. Makna Hanya yang (Dasar) ... 229

4.2.2.2.3. Makna Meskipun (Dasar) atau Konsesif ... 230

4.2.2.2.4. Makna Penghalusan ... 232

4.2.2.2.5. Makna Serupa (Dasar) ... 232

4.2.2.2.6. Makna Agak (Dasar) ... 233

4.2.2.2.7. Makna Meremehkan (Dasar) ... 234

4.2.2.2.8. Makna Intensif (Dasar) ... 235

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 236

5.1.Simpulan ... 236

5.2.Saran ... 237


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Gambar-1. Proses Reduplikasi ... 24

2. Gambar-2. Peta Wilayah Kabupaten Padanglawas Utara ... 36

3. Gambar-3. Kerangka Konseptual ... 40

4. Gambar-4. Tipe R-6 yaitu Bentuk ((D+R) + maN) ... 78

5. Gambar-5. Tipe R-6 yaitu Bentuk ((D+R) + paN) ... 95

6. Gambar-6. Tipe R-7 yaitu Bentuk ((D+ (R + maN) ... 111

7. Gambar-7. Tipe R-8 yaitu Bentuk ((D+ (R + maN-/-i) ... 122

8. Gambar-8. Tipe R-9 yaitu Bentuk ((D+R) + maN-/-hon) ... 129

9. Gambar-9. Tipe R-9 yaitu Bentuk ((D+R) + paN-/-hon) ... 145

10. Gambar-10. Tipe R-11 yaitu Bentuk ((D+R) + maN-/-i) ... 167


(16)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

1. ( ) : Tidak harus atau tidak mutlak.

2. : Mengahsilkan atau menurunkan.

3. ! : Menyatakan ‘seruan’.

4. ? : Diragukan ‘tanya’.

5. ‘...‘ : Menyatakan gloss. 6. / ... / : Menyatakan fonemis.

7. * : Tidak berterima.

8. Kb : Kata benda.

9. Kk : Kata kerja.

10. Ks : Kata sifat.

11. Kg : Kata ganti.

12. Kket : Kata keterangan.

13. Kt : Kata tanya.

14. Kbil : Kata bilangan.

15. DM : Diterangkan dan menerangkan.

16. D : Dasar.

17. R : Reduplikasi.

18. Rpf : Reduplikasi Perubahan Fonem.

19. Rp : Reduplikasi Parsial.

20. Rs : Reduplikasi Semantis.

21. Rf : Reduplikasi Fonologis.


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran-1 Korpus Data Bahasa angkola Mandailing 2. Lampiran-2 Data Nara Sumber Verifikasi Data


(18)

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori morfologi linguistik deskriptif struktural yang bertalian dengan reduplikasi seperti yang dikemukakan Simatupang (1983) dan didukung oleh Ramlan (2001), dan Chaer (2008). Data penelitian adalah sejumlah morfem dalam bahasa Angkola Mandailing yang mengandung unsur reduplikasi. Data lisan diperoleh dari berbagai percakapan yang terjadi di lingkungan masyarakat Angkola Mandailing dan beberapa orang informan, sedangkan data tertulis diperoleh dari kamus bahasa Angkola Mandailing, buku-buku dan karya-karya ilmiah yang membahas tentang bahasa Angkola Mandailing.

Berdasarkan kajian dan teori tersebut dirumuskan masalah bentuk reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing yaitu; (1) Secara morfologis bagaimana tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing? (2) Berdasarkan konteksnya bagaimanakah makna tipe reduplikasi tersebut difungsikan dalam bahasa Angkola Mandailing?

Dari hasil analisis dapat dikemukakan simpulan tentang reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing sebagai berikut. Pertama, ditemukan dua puluh tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing yaitu; tipe R-1 yaitu bentuk (D + R), tipe R-2 yaitu bentuk (D + Rpf), tipe R-3 yaitu bentuk ((D + R) + mar-), ((D+R) + tar-), ((D+R) + di-) dan ((D+R) + par-tar-), tipe R-4 yaitu bentuk ((D + R) + marsi-/-antar-), tipe R-5 yaitu bentuk (D + (R + mar-)), tipe R-6 yaitu bentuk ((D + R) + maN-), dan ((D + R) + paN-), tipe R-7 yaitu bentuk (D + (R + maN-)), tipe R-8 yaitu bentuk (D + (R + maN-/-i)), tipe R-9 yaitu bentuk ((D + R) + maN-/-hon), ((D + R) + paN-/-hon), tipe R-10 yaitu bentuk ((D + R) + tar-/-i), dan ((D + R) + mar-/-i), tipe R-11 yaitu bentuk ((D + R) + maN-/-i), dan ((D + R) + paN-/-i), tipe R-12 yaitu bentuk ((D + R) + sa -/{-na}), tipe R-13 yaitu bentuk ((D + R) + ha-/{--/{-na}), tipe R-14 yaitu bentuk ((D + R) + ha/an), tipe R15 yaitu bentuk ((D + R) + an), tipe R16 yaitu bentuk ((D + R) + -um-), dan ((D + R) + -in-), tipe R-17 yaitu bentuk (D + Rp) Reduplikasi Parsial (Rp), tipe R-18 yaitu bentuk (D + Rs) Reduplikasi Semantis (Rs), tipe R-19 yaitu bentuk (D + Rf) Reduplikasi Fonologis (Rf); tipe R-20 yaitu bentuk (D + Rf) Reduplikasi Sintaksis (Rsin). Kedua, secara kontekstual ditemukan makna tipe reduplikasi bebas konteks dan terikat konteks dalam bahasa Angkola Mandailing.

Kata kunci: tipe reduplikasi, arti reduplikasi, bebas konteks, terikat kontek, Angkola Mandailing.


(19)

ABSTRACT

The purpose of this study was to examine reduplication in Angkola Mandailing language using the Theory of Generative Morphology related to reduplication suggested by Simatupang (1983) and supported by Ramlan (2001) and Chaer (2008). The data for this study were a number of morphemes in Angkola Mandailing language containing the element of reduplication. The oral data were obtained from various conversations occured in the Angkola Mandailing community and several informants, while the written data were obtained from the literatures written in Angkola Mandailng language, dictitonary and scientific writtings discussing about Angkola Mandailing language.

Based on the study and theory mentioned above, the research questions of the reduplication of Angkola Mandailing language was formulated as follows: (1) What are the morphological types of reduplication in Angkola Mandailing language? (2) Contextually, how the meaning of these types of reduplication are functioned in the Angkola Mandailing community?

The findings of this study showed that the types of reduplication in Angkola Mandailing language are as follows: first, twowenteen types of reduplication are found in Angkola Mandailing language, namely, R-1 type (D + R); R-2 type (D + Rpf); R-3 type ((D + R) + mar-), ((D+R) + tar-), ((D+R) + par-) ((D+R) + di-), and ((D+R)+um-); R-4 type ((D + R) + marsi-/-an); R-5 type (D + (R + mar-)); R-6 type ((D + R) + maN-), dan ((D + R) + paN-); R-7 type (D + (R + maN-)); R-8 type (D + (R + maN-/-i)); R-9 type ((D + R) + maN-/-hon), and ((D + R) + paN-/-hon); R-10 type ((D + R) + tar-/-i), dan ((D + R) + mar-/-i); R-11 type ((D + R) + maN-/-i), dan ((D + R) + paN-/-i); R-12 type ((D + R) + sa -/{-na}); R-13 type ((D + R) + ha-/{-na}); R-14 type ((D + R) + ha-/-an); R-15 type ((D + R) + -an); R-16 type ((D + R) + -um-), dan ((D + R) + -in-); R-17 type (D + Rp) reduplication pharcial (Rp); R-18 type (D + Rs); reduplikasi semantics (Rs); R-19 type (D + Rf) reduplication phonologis (Rf); R-20 type (D + Rsin) reduplication syntacsis (Rsin), Second, The contexstually it is found the meaning of these types of reduplication Independent Context and Dependent Context in the Angkola Mandailing language.

Keyword: Type of reduplication, Meaning of reduplication, Independent Context, Dependent Context, Angkola Mandailing.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa Angkola Mandailing adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara, yang pemakaiannya tersebar di beberapa wilayah kabupaten dan kota, yakni Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padanglawas, Kabupaten Mandailing Natal, dan Kota Padangsidimpuan. Masyarakat penutur bahasa Angkola Mandailing ini dikenal dengan sebutan suku Angkola Mandailing. Jumlah penutur bahasa Angkola Mandailing adalah 1.240.034 jiwa (Sumut dalam Angka, 2008), tidak termasuk penutur bahasa Angkola Mandailing yang berada di daerah lain.

Selain sebagai alat komunikasi sehari-hari, bahasa Angkola Mandailing berfungsi sebagai identitas atau jati diri bagi masyarakat penuturnya. Di samping itu, bahasa Angkola Mandailing merupakan bahasa pendukung budaya bagi masyarakat Angkola Mandailing yang dipergunakan pada upacara-upacara adat dan berbagai peristiwa penting lainnya.

Penelitian tentang bahasa Angkola Mandailing memang sudah banyak dilakukan. Namun, masih ada berbagai aspek bahasa Angkola Mandailing yang belum pernah diteliti. Beberapa penelitian mengenai bahasa Angkola Mandailing yang pernah dilakukan, yaitu: ”Semantik dalam Bahasa Angkola Mandailing” oleh Asni Lubis (1987), ”Semantik Bahasa Mandailing” oleh Bahren Umar Siregar (1988), ”Analisis Semantik Bahasa Mandailing” oleh Syarifah Masniari Nasution (2001),


(21)

(2002), ”Tindak Bahasa Permohonan dalam Bahasa Angkola” oleh Mascahaya (2004), ”Proses Afiksasi Bahasa Angkola Mandailing” oleh Irwan (2007), ”Medan Makna Aktivitas Tangan dalam Bahasa Mandailing” oleh Anharuddin Hutasuhut (2008), ”Kata Majemuk Bahasa Batak Angkola Mandailing” oleh Irwan (2009), ”Pola Kalimat Perintah dalam Bahasa Angkola Mandailing” oleh Irwan (2009), dan ”Pemajemukan dalam Bahasa Mandailing” oleh Khairina Nasution (2010).

Dari studi pustaka yang peneliti lakukan ternyata penelitian mengenai reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing belum pernah dilaksanakan, baik oleh kelompok peneliti maupun peneliti perorangan. Oleh karena itu, penelitian khusus yang menyangkut reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing perlu dilaksanakan untuk lebih melengkapi informasi dan data tentang bahasa tersebut.

Ada fenomena kebahasaan yang menarik dalam bahasa Angkola Mandailing sehubungan dengan penelitian ini. Salah satunya ialah pembentukan kata ulang melalui bentuk dasar yang diulang melekat makna baru, baik bebas konteks maupun terikat konteks. Bahasa Angkola Mandailing memiliki sistem reduplikasi yang membentuk makna baru atau kemungkinan juga membentuk makna yang lain di

samping sistem afiksasi dan pemajemukan. Contoh: kata danak membentuk

reduplikasi penuh, danak ‘anak kecil’ danak-danak ‘anak-anak’, (-dewasa,+ banyak/tidak tunggal) artinya anak yang belum dewasa dan menunjukkan jumlahnya banyak.

Untuk lebih jelas, perhatikan penggunaan bentuk ulang danak-danak ‘anak-anak’ pada kalimat berikut.

(1) danak-danak ku marmayam-mayam di alaman bagas. anak-anak saya bermain-main di halaman rumah

‘anak-anak saya bermain-main di halaman rumah.’ (2) danak-danak ku madung kawin sudena.


(22)

‘anak-anak saya sudah menikah semuanya.’

Pada kalimat (1) kata danak-danak ‘anak-anak’ dalam kalimat pertama menunjukkan makna yang jelas bahwa anak-anak yang dimaksud belum dewasa, jumlahnya banyak dan tidak tunggal disimbolkan ( - dewasa, + banyak/ tidak tunggal), sehingga makna danak-danak ‘anak-anak’ tidak terikat pada konteks kalimat tersebut yaitu membentuk proses reduplikasi bebas konteks.

Sedangkan pada kalimat (2) kata danak-danak ‘anak-anak’ artinya menunjukkan makna yang belum jelas anak yang mana ? bisa lelaki juga bisa wanita, sehingga makna ddanak ‘anak’ terikat pada konteks ‘menikah’ dengan maksud anak-anak yang sudah dewasa, jumlahnya banyak, tidak tunggal dan sudah menikah disimbolkan (+ dewasa, + banyak/tidak tunggal). Kalimat tersebut membentuk proses reduplikasi terikat konteks.

Kemudian contoh kedua yang lebih menarik pada kalimat ini adalah kata dasar bujing ‘cantik’ membentuk reduplikasi dua makna yaitu bujing-bujing ‘cantik-cantik’ dan bujing-bujing ‘gadis-gadis’ dimana dasar reduplikasi ini mengandung unsur makna semantis yaitu suatu kelazim disebutkan yang ‘cantik’ di idiomkan ke seseorang yaitu ‘gadis.’ Sementara lain, kata dasar bujing bermakna ‘tante’ membentuk reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing menjadi bujing-bujing ‘tante-tante’ sebagaimana dalam bahasa Indonesia melainkan makna bujing-bujing adalah ‘gadis-gadis’ maka dapat disimbolkan sebagai berikut:

a) bujing ‘cantik’ bujing-bujing ‘cantik-cantik.’ b) *bujing ‘gadis’ bujing-bujing ‘gadis-gadis.’ c) bujing ‘tante’ bujing-bujing ‘tante-tante.’ Perhatikan kalimat dibawah ini :


(23)

(3) bujing-bujing i hatiha mamutihi bunga i. gadis-gadis itu sedang memetiki bunga itu.’ ‘gadis-gadis sedang memetiki bunga itu.’

(4) Hum ia doma na bujing-bujing anggi ni umak ku. cuma dia saja yang gadis-gadis adik part/ni ibu saya ‘Cuma dia gadis-gadis adik ibu saya.’

(5) Bujing-bujing ku madung ro sian Jakarta tante-tante saya telah datang dari Jakarta ‘Tante-tante saya telah datang dari Jakarta.’ (6) Anggi ni umak ku bujing-bujing sude.

adik part/ni ibu saya cantik-cantik semua. ‘Adik ibu saya cantik-cantik semua.

Pada kalimat (3) kata bujing-bujing ‘gadis-gadis’ dalam kalimat ketiga menunjukkan makna yang jelas bahwa bujing-bujing ‘gadis-gadis’ yang dimaksud sudah dewasa, jumlahnya banyak/tidak tunggal, belum menikah disimbolkan (+ dewasa, + banyak/tidaktunggal, - menikah), sehingga makna bujing-bujing ‘gadis-gadis’ tidak terikat pada konteks kalimat dan membentuk proses reduplikasi bebas konteks.

Selanjutnya, pada kalimat (4) kata bujing-bujing ‘gadis-gadis’ artinya menunjukkan makna yang belum jelas, sehingga makna bujing-bujing ‘gadis-gadis’ terikat pada konteks dengan maksud bujing-bujing ‘gadis-gadis’ adalah sudah dewasa, jumlahnya tunggal, belum menikah (+ dewasa, - banyak/tunggal, - menikah) kalimat tersebut membentuk proses reduplikasi terikat konteks.

Kemudian, pada kalimat (5) kata bujing-bujing ‘tante-tante’ artinya menunjukkan makna yang belum jelas, sehingga makna bujing-bujing ‘tante-tante’ terikat pada konteks dengan maksud bujing-bujing ‘tante-tante’ adalah sudah dewasa, jumlahnya tunggal, belum tentu menikah (+ dewasa, + banyak/tunggal, ± menikah) kalimat tersebut membentuk proses reduplikasi terikat konteks.

Pada kalimat (6) kata bujing-bujing ‘cantik-cantik’ artinya menunjukkan makna yang belum jelas, sehingga makna bujing-bujing ‘cantik-cantik’ terikat pada


(24)

konteks dengan maksud bujing-bujing ‘cantik-cantik’ adalah sudah atau belum dewasa, jumlahnya banyak/tidak tunggal, sudah atau belum menikah (± dewasa, + banyak/tunggal, ± menikah). Kalimat tersebut membentuk proses reduplikasi terikat konteks.

b) poso-poso ‘pemuda-pemuda/anak muda.’

(7) poso-poso i kehe marbal tu huta siborang. pemuda-pemuda itu pergi main bola ke kampung seberang ‘Pemuda-pemuda itu pergi main bola ke kampung seberang’ (8) Dagakku na patoluhon madung poso-poso.

anakku yang ketiga sudah pemuda-pemuda ‘Anakku yang ketiga sudah pemuda-pemuda.’

Pada kalimat (7) kata poso-poso ‘pemuda-pemuda/anak muda’ menunjukkan

makna yang jelas bahwa poso-poso ‘pemuda-pemuda/anak muda’ yang dimaksud

sudah dewasa, banyak/tidak tunggal, dan belum menikah ( + dewasa, + banyak/tidak tunggal, - menikah), sehingga makna poso-poso ‘pemuda-pemuda/anak muda’ tidak terikat pada konteks kalimat dan membentuk proses reduplikasi bebas konteks.

Sedangkan pada kalimat (8) kata poso-poso ‘pemuda-pemuda/anak muda’ artinya menunjukkan makna yang belum jelas, sehingga makna poso-poso

‘pemuda-pemuda/anak muda’ terikat pada konteks dengan maksud poso-poso

‘pemuda-pemuda/anak muda’ adalah sudah dewasa, tidak banyak/tunggal, belum menikah (+dewasa, - banyak/tunggal, - menikah). Kalimat tersebut membentuk proses reduplikasi terikat konteks.

Proses reduplikasi morfemis pada contoh di atas memperlihatkan fenomena yang berbeda pada kalimat (1) dan (2), (3), (4), (5) dan (6), (7) dan (8). Berdasarkan fakta tersebut, dalam bahasa Angkola Mandailing muncul bentuk gramatikal


(25)

reduplikasi nomina yang dapat diterima. Persoalannya adalah apakah bentuk lain, seperti verba, adjektiva, dan numeralia dapat kita gunakan dengan konsep yang sama?

Mengamati fakta di atas, sampai pada asumsi bahwa reduplikasi morfemis sebagai salah satu proses morfologis melahirkan makna yang baru atau mungkin membentuk makna yang lain. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses reduplikasi berimplikasi, baik secara morfologis, sintaksis, maupun semantis.

Berkenaan dengan hal di atas, perlu segera dilakukan penelitian tentang reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing. Reduplikasi merupakan gejala morfologi yang sangat penting dalam setiap bahasa daerah yang ada di Indonesia. Penelitian terhadap bahasa daerah yang mana pun akan terasa belum lengkap apabila tidak mencakup penelitian mengenai reduplikasi secara tuntas.

Oleh karena itu penelitian ini dipusatkan pada penutur asli bahasa Angkola Mandailing yang berada di daerah Kabupaten Padanglawas Utara. Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara sebagai pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 tanggal 10 Agustus 2007. Dari perjalanan waktu sejarah berdirinya Kabupaten Tapanuli Selatan mulai zaman penjajahan Belanda sampai dengan sekarang banyak hal yang terjadi, seperti pergantian nama, pemekaran kecamatan, maupun pemekaran kabupaten. Pada tahun 2007 wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan dengan ibukota Sipirok, Kabupaten Padang Lawas Utara dengan ibukota Gunungtua, dan Kabupaten Padanglawas dengan ibukota Sibuhuan.

Letak geografis Kabupaten Padang Lawas Utara berada pada bagian tenggara wilayah Provinsi Sumatera Utara dan merupakan daerah pusat pertanian, perkebunan, dan peternakan. Jumlah penduduk Padang Lawas Utara sebanyak 193.278 jiwa, terdiri


(26)

atas 96.666 jiwa laki-laki dan 97.272 jiwa perempuan. Secara kultural penduduk di Kabupaten Padang Lawas Utara mayoritas bersuku Angkola.

Pada zaman penjajahan Belanda wilayah Tapanuli Selatan disebut afdeeling

Padangsidimpuan yang dikepalai seorang residen yang berkedudukan di

Padangsidimpuan. Afdeeling Padangsidimpuan dibagi atas 3 onder afdeling, masing-masing dikepalai oleh seorang contreleur dibantu oleh seorang demang. (1) Onder afdeeling Angkola dan Sipirok berkedudukan di Padangsidimpuan. Onder afdeeling ini dibagi atas 3 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang asisten demang, yaitu (a) distrik Angkola berkedudukan di Padangsidimpuan, (b) distrik Batangtoru berkedudukan di Batangtoru, dan (c) distrik Sipirok berkedudukan di Sipirok. (2) Onder afdeeling Padanglawas berkedudukan di Sibuhuan. Onder afdeeling ini dibagi atas 3 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang asisten demang, yaitu (a) distrik Padangbolak berkedudukan di Gunungtua, (b) distrik Barumun dan Sosa berkedudukan di Sibuhuan, dan (c) distrik Dolok berkedudukan di Sipiongot. (3) Onder afdeeling Mandailing Natal berkedudukan di Kotanopan. Onder afdeeling ini dibagi atas 5 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang asisten demang, yaitu (a) distrik Panyabungan berkedudukan di Panyabungan, (b) distrik Kotanopan berkedudukan di Kotanopan, (c) distrik Muarasipongi berkedudukan di Muarasipongi, (d) distrik Natal berkedudukan di Natal, dan (e) distrik Batangnatal berkedudukan di Batangnatal.

Setiap onder distrik dibagi kepada pemerintahan yang lebih kecil disebut luhat. Masing-masing luhat dikepalai oleh seorang raja luhat (kepala kuria). Kemudian, luhat dibagi lagi kepada beberapa kampung yang dikepalai oleh seorang hoofd dengan dibantu oleh seorang kepala ripo, bagi kampung yang memiliki penduduk dengan jumlah yang besar.


(27)

Bahasa daerah dibagi atas dua kelompok bahasa berdasarkan wilayah: Angkola dan Mandailing. Masyarakat penutur bahasa Angkola berada pada onder afdeeling Angkola Sipirok dan Padanglawas, sedangkan penutur bahasa Mandailing berada pada onder afdeeling Mandailing Natal. (Besluit Gubernur Jenderal 1842, Recidency Tappanoeli).

Umumnya hubungan kekeluargaan berdasarkan garis bapak (patrilineal). Upacara adat yang masih terpelihara di lingkungan suku-suku Padang Lawas Utara seperti: siriaon (kebahagiaan), siluluton (kemalangan). Seni budaya yang masih berkembang pada suku-suku yang ada adalah seni suara (rude), seni tari (tortor), seni musik (gondang), seni ukir (lukis), seni pahat (gorga), seni sastra bahasa (hapantunon), seni olahraga (uti-utian), dan seni bela diri (moncak).

Keadaan topografis Kabupaten Padang Lawas Utara terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit, dan bergunung. Daerah ini sebagian diiringi/ dibatasi oleh Bukit Barisan, mulai dari Kecamatan Doloksigompulon, Dolok, Padangbolak, Halongonan, Hulusihapas, dan Batangonang. Berdasarkan kemiringan lahan, Kabupaten Padang Lawas Utara secara umum dibagi dalam empat kawasan. (1) Kawasan gunung dan perbukitan sebagian besar adalah jalur pergunungan Bukit Barisan yang merupakan kawasan hutan lindung, kemiringan di atas 400

yang harus dijaga kelestariannya sebagai kawasan penyangga air bagi sungai-sungai yang melintas di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara. Kawasan gunung dan perbukitan terdapat di sebagian besar Kecamatan Dolok dan Doloksigompulon. (2) Kawasan bergelombang hingga berbukit dengan kemiringan 150

–400

, merupakan kawasan potensial untuk pariwisata, pertanian, dan perkebunan rakyat, meliputi Kecamatan Halongonan, Padang Bolak Julu, Batangonang, dan Ulusihapas. (3) Kawasan landai


(28)

sampai bergelombang dengan kemiringan 20–150, adalah kawasan perkantoran, pariwisata, pertanian, dan perkebunan besar, meliputi Kecamatan Padangbolak. (4)

Kawasan dataran dengan kemiringan 00

–20

, sebagain besar merupakan lahan perkebunan sawit, pertanian, padang rumput yang potensial sebagai kawasan penggembalaan ternak yang meliputi Kecamatan Portibi dan Simangambat.

Selain memiliki gunung-gunung, Padang Lawas Utara juga memiliki panorama yang indah, seperti Aekgodang di Kecamatan Ulusihapas, Candi Bahal di Kecamatan Portibi, sumber air panas di Kecamatan Halongonan, panorama danau di Batangonang dan di Simangambat, juga bendungan Batang Ilung di Kecamatan Padangbolak.

Di samping itu, di Kabupaten Padang Lawas Utara terdapat enam satuan wilayah sungai dan anak sungai yang tergolong besar yang cukup prospektif untuk dijadikan sebagai sumber lahan pertanian, perikanan air tawar, ataupun objek pariwisata. Sungai-sungai yang ada, antara lain, sungai Batang Pane, Sungai Barumun, Sungai Aekgodang, dan sungai Sihapas. Mata pencaharian masyarakat Kabupaten Padang Lawas Utara sebagian besar adalah pertanian, kemudian perkebunan dan peternakan (Sumber Tapsel dalam Angka, 2008).


(29)

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian tentang reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing ini menjawab masalah yang dirumuskan sebagai berikut.

(1) Secara morfologis bagaimanakah tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola

Mandailing?

(2) Berdasarkan konteksnya bagaimanakah makna tipe reduplikasi difungsikan dalam bahasa Angkola Mandailing?

1.3 Tujuan Penelitian

Berkenaan dengan masalah di atas, penelitian reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing ini bertujuan untuk.

(1) Mendeskripsikan tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing dan,

(2) Mendeskripsikan secara kontekstual makna reduplikasi difungsikan dalam bahasa Angkola Mandailing.

1.4 Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk.

(1) Memperkaya khazanah ilmu kebahasaan, khususnya di bidang morfologi,

(2) Memberikan pemahaman yang lebih baik tentang berbagai aspek reduplikasi, (3) Menjadi bahan rujukan bagi peneliti-peneliti kebahasaan yang lain yang berminat

pada bidang morfologi,

(4) Menjadi bahan pelajaran muatan lokal di sekolah dasar di daerah yang didiami masyarakat Angkola Mandailing,


(30)

(5) Merupakan upaya pelestarian, pembinaan, dan pengembangan bahasa Angkola Mandailing, dan

(6) Menjadikan dasar dan pelindungan sosial pemerintah di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kota Padangsidempuan, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kabupaten Padanglawas untuk menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Daerah (PERDA).


(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka (Penelitian Terdahulu)

Untuk mendukung analisis data dan memperoleh hasil penelitian yang maksimal maka perlu ditinjau beberapa penelitian terdahulu sebagai kajian pustaka penulis. Adapun penelitian yang pernah dilakukan terhadap bahasa Angkola Mandailing adalah sebagai berikut.

Nasution (2001) melakukan penelitian tentang ”Analisis Semantik Bahasa Mandailing”. Penelitian ini membicarakan gambaran deskriptif analitik semantik bahasa Mandailing, khususnya semantik leksikal dan semantik kalimat menurut teori dan konsep semantik. Hasil penelitian ini menggunakan pendekatan semantik struktural yang mendeskripsikan bahasa dengan kerangka teori analisis makna, yang mencakup (1) leksem, (2) paduan leksem, (3) idiom, (4) ciri-ciri makna leksikal, (5) hubungan makna leksikal, (6) ciri-ciri makna kalimat, (7) hubungan makna kalimat, (8) konteks linguistik yang mempengaruhi ciri dan hubungan makna, khususnya pada tingkat frasa, klausa, dan kalimat.

Lubis (2002) melalukan penelitian tentang ”Kalimat Tanya dalam Bahasa Mandiling: Analisis Sintaksis”. Penelitian ini mengkaji ciri dan struktur sintaksis kalimat tanya bahasa Mandailing. Tujuan kajian ini adalah mendeskripsikan jenis kalimat tanya yang digunakan masyarakat Mandailing ketika berkomunikasi dan menemukan struktur kalimat tanya yang digunakan dengan melihat fungsi sintaksis dari unsur-unsur yang membentuk kalimat tanya, kalimat tanya berdasarkan fokus kalimat dan kata tanya, kalimat tanya tanpa kata tanya, kalimat tanya alternatif,


(32)

kalimat tanya negatif, dan kalimat tanya embelan. Struktur kalimat tanya ditentukan oleh unsur pembentukan kalimat tanya itu sendiri.

Mascahaya (2004) melakukan penelitian tantang ”Tindak Bahasa Permohonan dalam Bahasa Angkola”. Penelitian ini mengenai pendeskripsian tindak bahasa permohonan bahasa Angkola, dengan cara melakukan tindak bahasa permohonan dan kesantunan yang direfleksikan dalam tindak bahasa permohonan, dengan teori pragmatik dan teori kesantunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara melakukan tindak bahasa permohonan bahasa Angkola terdiri atas (1) tindak bahasa permohonan langsung, (2) tindak bahasa permohonan tidak langsung, (3) tindak bahasa permohonan literal, (4) tindak bahasa permohonan tidak literal, (5) tindak bahasa permohonan langsung literal, (6) tindak bahasa permohonan tidak langsung literal, (7) tindak bahasa permohonan langsung tidak literal, dan (8) tindak bahasa permohonan tidak langsung tidak literal.

Irwan (2007) menulis karya ilmiah ”Proses Afiksasi Bahasa Angkola Mandailing”. Karya ilmiah ini menganalisis afiksasi yang ada dalam bahasa Angkola Mandailing, dengan pendeskripsian bentuk, distribusi, dan nosi. Pada hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa bahasa Angkola Mandailing ditemukan proses afiksasi. Adapun proses afiksasi yang terdapat dalam bahasa Angkola Mandailing adalah:prefiks (awalan) terdiri dari sebelas buah, yaitu: /mar-/, /ma-/, /maN-/, /tar-/, /pa-/, /di-/, /paN-/, /par-/, /sa-/, /saN-/, /um-/; infiks (sisipan) terdiri dari dua buah, yaitu: /-in-/, dan /-um-/; sufiks (akhiran) terdiri dari empat buah, yaitu: /-i/, /-an/, /-on/, /-hon/; konfiks terdiri dari empat buah, yaitu: /mar-hon/, /ha-an/, /paN-an/, /mar-an/.


(33)

kata atau lebih digabungkan sehingga membentuk suatu arti tersendiri. Dalam tulisan tersebut dianalisis ciri-ciri, tipe, bentuk, dan makna kata majemuk dalam bahasa Batak Angkola Mandailing. Hasil penelitian tersebut adalah: (1) Ciri kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing pada umumnya kedua unsurnya adalah morfem bebas. Unsur kata majemuk mempunyai hubungan dan susunan yang mantap dan kedua unsurnya tidak dapat dibalik, misalnya bagas godang menjadi godang bagas. (2) Pada umumnya unsur-unsur kata majemuk jenis kata nominal merupakan kata dasar, misalnya solop kulit, ‘sandal kulit’, jambu horsik ‘jambu kelutuk.’ (3) Sebagian kata majemuk berbentuk kata berimbuhan, misalnya manuk martahuak ‘ayam berkokok.’ (4) Sebagian besar kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing terdiri atas dua unsur (kata), sebagian terdiri dari tiga unsur (kata). Kata majemuk yang terdiri dari tiga unsur kata dalam bahasa ini diserap dari bahasa Indonesia, misalnya dua puluh tolu ‘dua puluh tiga’, naek kareta angin ‘naik sepeda dayung.’ (5) Kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing juga bisa dijadikan kata ulang, melalui perulangan unsur pertamanya, misalnya guru sikola menjadi guru-guru sikola, mangan modom

‘makan tidur’ menjadi mangan-mangan modom ‘makan-makan tidur.’ Kemudian tipe

kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing ditentukan menurut jenis kata atau kelas kata. Menurut kelas katanya, kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing ini tergolong ke dalam nomina, verba, adjektiva, dan numeralia. Juga ditentukan tipe konstruksinya; konstruksi endosentris dan eksosentris. Kata majemuk konstruksi endosentris, misalnya amak pandan ‘tikar pandan’, tarup rumbia ‘atap rumbia’, kata amak ‘tikar’, tarup ‘atap’ merupakan unsur inti.

Kemudian, kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing dibedakan atas tiga macam. Pertama, kata majemuk dwanda, yaitu penggabungan dengan derajat yang sama. Dengan kata lain, kedua-duanya merupakan sama derajatnya. Contoh:


(34)

naposo bulung ‘muda mudi’, menek godang ‘kecil besar.’ Kedua, kata majemuk tatpurasa, yaitu kata majemuk yang bagian yang kedua memberi penjelasan pada bagian yang pertama. Contoh: amak pandan ‘tikar pandan’, kaco mata ‘kaca mata.’ Ketiga, kata majemuk kharmadaraya, yaitu bagian yang kedua menjelaskan bagian yang pertama, tetapi bagian yang menjelaskan itu terdiri dari kata sifat. Contoh: bosi barani ‘magnet’ dan aek milas ‘air panas.’

Kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing mempunyai makna sebagai berikut. Pertama, makna struktural ditunjukkan oleh hubungan semantik di antara unsur-unsurnya diterangkan dan menerangkan (DM). Misalnya, tukang topa ‘tukang tempa’ yang artinya orang yang ahli dalam menempa besi, hudon bosi ‘periuk besi’ yang mempunyai arti periuk yang terbuat dari besi. Kedua, makna yang didukung oleh kata majemuk yang berjenis nomina dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Menyatakan sesuatu yang ada hubungannya dengan kekeluargaan/persahabatan,

2. Menyatakan benda yang berhubungan dengan makanan dan tumbuh-tumbuhan,

3. Menyatakan benda yang berhubungan dengan keperluan rumah tangga,

4. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan manusia,

5. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan nama binatang,

6. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan alam sekitar/lingkungan.

Ketiga, makna idiomatik (kiasan) kata majemuk dengan makna yang tidak sebenarnya. Misalnya, bagas godang, pengertian yang sebenarnya adalah rumah besar, makna idiomatiknya adalah rumah adat, dan ginjang roha pengertian yang sebenarnya adalah panjang hati, makna idiomatiknya yaitu orang yang sombong.


(35)

pola kalimat perintah bahasa Mandailing memiliki kesamaan bentuk, yaitu predikat mendahulukan subjek. Ada beberapa jenis kalimat perintah yang terdapat dalam bahasa Angkola Mandailing, yaitu (a) kalimat perintah suruhan, (b) kalimat perintah permintaan, (c) kalimat perintah larangan, (d) kalimat perintah nasihat, (e) kalimat perintah ajakan, (f) kalimat perintah pertimbangan, (g) kalimat perintah paksaan, (h) kalimat perintah harapan, (i) kalimat perintah bujukan, dan (j) kalimat perintah desakan. (2) Ciri-ciri dalam bahasa Mandailing (a) pemakaian bentuk yang tidak memakai awalan, yaitu bentuk yang memakai awalan /mar-/, (b) lebih banyak

menggunakan partikel /-ma/. Berdasarkan ciri formalnya kalimat ini dalam

penulisannya ditandai dengan tanda (!). Kalimat perintah adalah kalimat suruh atau kalimat yang memerintahkan sesuatu dengan menggunakan intonasi walaupun hanya terdapat salah satu unsur kalimat dan mengharapkan tanggapan berupa tindakan. (3) Fungsi kalimat perintah yang dipakai pada bahasa Mandailing, yaitu sebagai penyampaian maksud suruhan untuk memperoleh tanggapan dari orang yang disapa.

Hutasuhut (2008) melakukan penelitian tentang ”Medan Makna Aktivitas Tangan dalam Bahasa Mandailing”. Penelitian ini mengkaji medan makna aktivitas tangan dalam bahasa Mandailing. Data penelitian berupa leksem verbal yang menyatakan konsep aktivitas tangan yang lazim digunakan oleh masyarakat penutur bahasa Mandailing. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semantik yang bertalian dengan analisis komponen makna yang dikemukakan oleh Nida (1975) dan Lehrer (1974). Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa aktivitas tangan

dalam bahasa Mandailing mempunyai dua puluh submedan, yaitu: (1) maniop

‘memegang’, (2) manjama ‘menyentuh’, (3) mambuat ‘mengambil’, (4) mangoban


(36)

mangalehen ‘memberi’, (8) manarimo ‘menerima’, (9) mambuka ‘membuka’, (10) manutup ‘menutup’, (11) manarik ‘menarik’, (12) mamisat ‘menekan’, (13) manghanciti ‘menyakiti’, (14) mangalala ‘menghancurkan’, (15) manggulung ‘menggulung’, (16) mamio ‘memanggil’, (17) mangayak ‘mengusir’, (18) mangambat ‘menghambat’, (19) manjalang ‘menyalam’, dan (20) manudu ‘menunjuk.’

Nasution (2010) menulis karya ilmiah ”Pemajemukan dalam Bahasa Mandailing”. Dari hasil karya ilmiah ini dapat disimpulkan bahwa pemajemukan Bahasa Mandailing terdiri atas (1) kata majemuk dasar yang berupa gabungan: KB + KB, KB + KK, KB + KS, KB + Kbil, KK + KK, KS + KS, KS + KB, dan Kbil + KB; (2) kata majemuk berimbuhan yang terdiri dari imbuhan /mar-/, /marsi-/, /paN-/, /-an/, /pa-/, dan /par-/; (3) kata majemuk berulang dengan pengulangan sebagian dan pengulangan seluruhnya.

Ketiga jenis kata majemuk ini dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, dan objek. Adapun makna yang ditimbulkan akibat proses morfologis adalah ‘jamak’, ‘berulang kali’, ‘menyerupai’, ‘memakai’, ‘berusaha’, ‘memelihara’, ‘intensitas’, dan ‘kausatif.’ Gabungan bentuk dasar dengan bentuk-bentuk yang lain di dalam pemajemukan Bahasa Mandailing dapat membentuk kata benda majemuk, kata kerja majemuk, kata sifat majemuk, dan kata bilangan majemuk.

Bangun (2011) mengadakan penelitian tentang ”Reduplikasi Morfemis Bebas Konteks dan Terikat Konteks Bahasa Karo”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menggambarkan tipe reduplikasi morfemis bahasa Karo berdasarkan bentuk, menggambarkan makna reduplikasi morfemis bebas konteks, dan menggambarkan makna reduplikasi morfemis terikat konteks. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan norma umum reduplikasi morfemis dalam bahasa Karo. Reduplikasi tersebut didefenisikan dan dibandingkan dengan melihat pola atau tipe.


(37)

Berdasarkan hasil yang diperoleh reduplikasi tidak terjadi dalam bentuk tetapi dalam arti, yaitu dengan menggabungkan dua kata (atau bentuk) sinonim. Dalam bahasa Karo, untuk menentukan makna reduplikasi diskriminasi diperlukan reduplikasi bebas konteks dari makna reduplikasi terikat konteks. Ada membentuk reduplikasi tertentu yang tidak selalu sama meskipun dasar mengenainya dengan kata anggota kelas yang sama. Bentuk reduplikasi morfemis bahasa Karo adalah pengulangan penuh, pengulangan berimbuhan, pengulangan berubah bunyi, pengulangan sebagian, dan pengulangan semu. Arti reduplikasi terikat konteks bahasa Karo ditentukan oleh konteksnya. Arti reduplikasi bebas konteks bahasa Karo sangat banyak tanpa dipengaruhi oleh konteksnya.

2.2 Konsep Reduplikasi 2.2.1 Defenisi Reduplikasi

Reduplikasi merupakan proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula bersifat derivasional. Reduplikasi yang paradigmatis tidak mengubah identitas leksikal tetapi hanya memberi makna gramatikal. Reduplikasi yang bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya.

Reduplikasi sebagai suatu peristiwa yang lazim terdapat dalam bahasa telah banyak dibicarakan meski menggunakan berbagai istilah, misalnya;

The distinction between processes and morphemes is not always clear, and it is sometimes hard to know when a changeis to be considered as independently meaningful and hence as constituting a morpheme, (Nida, 1964),


(38)

mengubah bentuk kata yang dikenainya “bila bentuknya berbeda, maknanya berbeda” Matthews (1978:127) menyatakan bahwa reduplikasi merupakan repetisi yang dapat parsial tetapi dapat pula keseluruhan. Sejalan dengan Matthews, (Ramlan, 1979:38). menyatakan proses pengulangan atau reduplikasi merupakan pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Samsuri (1988:14) menyatakan reduplikasi merupakan pengulangan bentuk kata, yang dapat utuh atau sebagian disebut “perulangan bentuk kata”

Selanjutnya, Keraf (1991:149) menyatakan bahwa reduplikasi merupakan sebuah bentuk gramatikal yang berwujud penggandaan sebagian atau seluruh bentuk dasar sebuah kata disebut “bentuk ulang”. Dan (Chaer, 2008) juga menyatakan reduplikasi adalah “pengulangan bentuk kata”

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa reduplikasi ialah proses pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak, yang mengakibatkan terbentuknya kata ulang. Reduplikasi dapat dikelompokkan menjadi reduplikasi morfemis, reduplikasi fonologis, reduplikasi sintaktis, dan reduplikasi semantis. Reduplikasi morfemis merupakan reduplikasi yang paling banyak dibicarakan oleh para ahli bahasa.

Reduplikasi merupakan suatu proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologis atau gramatikal, sehingga pada hakikatnya dapat ditemui reduplikasi fonologis dan reduplikasi gramatikal. Reduplikasi gramatikal mencakup reduplikasi morfemis (reduplikasi morfologis) dan reduplikasi sintaktis. Kadang-kadang ada yang mengelompokkan begitu saja reduplikasi menjadi reduplikasi fonologis, reduplikasi morfologis, dan reduplikasi sintaktis (lihat Kridalaksana,


(39)

Bentuk ulang berbeda dengan bentuk yang diulang. Bentuk ulang dapat mengubah makna tunggal menjadi tak tunggal/jamak sedangkan bentuk yang diulang tidak menghasilkan perubahan makna. Contoh: sate! sate! sate! dan maling! maling! maling!.

2.2.2 Reduplikasi Fonologis

Reduplikasi fonologis merupakan peristiwa reduplikasi yang dapat berupa perulangan suku atau suku-suku kata sebagai bagian kata. Bentuk dasar dan reduplikasi fonologis ini secara deskriptif sinkronik tidak dapat ditemukan dalam bahasa yang bersangkutan. Contoh reduplikasi fonologis dalam bahasa Indonesia, antara lain, susu, pipi, kuku, sisi, kupu-kupu, kura-kura, biri-biri, betutu, dan cecunguk. Reduplikasi seperti ini oleh para ahli bahasa Indonesia sering disebut perulangan semu, kata ulang semu, atau reduplikasi semu (Alisyahbana, 1953:55−−56; Samsuri, 1988:91; Keraf, 1991:153;). Kelompok lain menyatakan bahwa reduplikasi seperti itu tidak dapat dimasukkan sebagai kata ulang atau bentuk ulang karena secara deskriptif, baik secara struktural maupun semantis, tidak dapat dikembalikan bentuk dasarnya (Ramlan, 1979:38; Keraf, 1984:123; Parera, 1988:58). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988:168) tidak memberikan sikap, hanya menampilkannya sebagai catatan bahwa dalam bahasa Indonesia dijumpai bentuk yang seperti itu.

2.2.3 Reduplikasi Morfologis

Reduplikasi morfologis (reduplikasi morfemis) merupakan reduplikasi yang paling banyak dibicarakan oleh pakar tata bahasa Indonesia. Reduplikasi morfemis mengacu pada persoalan bahan (input) yang berupa morfem, sedangkan reduplikasi


(40)

morfologis mengacu pada cakupan bidangnya, yaitu pada tataran morfologi. Hasil (output) reduplikasi ini berupa kata, yaitu kata kompleks. Reduplikasi morfologis ini merupakan salah satu proses morfologis yang lazim dijumpai pada sebagian besar bahasa di dunia terutama bahasa yang bertipe aglutinatif.

Reduplikasi morfologis dalam bahasa-bahasa tertentu dimungkinkan memiliki bentuk dasar yang serupa dengan bentuk turunan atau bentuk kompleks. Artinya, bentuk dasar reduplikasi itu sebelumnya telah memiliki status sebagai kata kompleks, kemudian menjadi unsur proses morfologis lagi untuk membentuk kata ‘baru’ yang lain sehingga terjadi rekursi. Kembalinya kata menjadi unsur leksikal itu disebut leksikalisasi (Kridalaksana, 1989:14), dan sebaliknya, berubahnya leksem menjadi kata disebut gramatikalisasi.

Sebagai contoh, bentuk berjalan-jalan (diasumsikan bentuk dasarnya berjalan) dapat ditunjukkan prosesnya:

(1) Proses 1 : prefiksasi /ber-/ terhadap bentuk jalan menjadi berjalan.

(2) Proses 2 : leksikalisasi berjalan menjadi unsur leksikal yang biasanya disebut leksem.

(3) Proses 3 : reduplikasi bentuk berjalan menjadi berjalan-jalan. Bentuk orang-orang dapat ditunjukkan prosesnya:

(1) Proses 1 : gramatikalisasi leksem orang menjadi kata orang. (2) Proses 2 : leksikalisasi orang menjadi leksem orang.

(3) Proses 3 : reduplikasi orang menjadi orang-orang.

Kadang-kadang bentuk orang-orang dan sejenisnya diasumsikan dibentuk dari leksem (ada pula yang menyebut morfem bebas) yang langsung mengalami proses reduplikasi, tanpa melalui pemunculan menjadi kata lebih dahulu. Dengan demikian, bila asumsinya demikian pada bentuk orang-orang tidak dijumpai proses leksikalisasi. Namun, bila diterima adanya fakta orang dan sejenisnya pernah muncul sebagai kata,


(41)

analisis seperti di atas dapat diterima.

2.2.4 Reduplikasi Sintaksis

Reduplikasi sintaksis merupakan reduplikasi gramatikal yang bahannya berupa leksem (ada yang menyebut morfem), dan hasilnya berupa klausa. Jadi, reduplikasi ini menghasilkan klausa, bukan lagi kata. Persoalannya, klausa di sini bukan dalam arti bentuk, melainkan dalam semantik. Perhatikan kalimat contoh berikut ini.

(1) Tua-tua masih mampu naik sepeda orang itu.

Bentuk tua-tua dalam konteks itu dapat diparafrasekan menjadi meskipun tua, walaupun tua, dan sebagainya sehingga bentuk lengkapnya adalah orang itu (sudah) tua, yang merupakan klausa dengan tua sebagai predikat inti. Untuk jelasnya, bahwa tua-tua merupakan reduplikasi sintaksis, dapat dilihat parafrase dibawah ini.

(2) Meskipun orang itu sudah tua, ia masih mampu naik sepeda.

Dari penjelasan ini dapat dibuktikan bahwa reduplikasi tua-tua adalah reduplikasi sintaksis.

2.2.5 Reduplikasi Semantis

Reduplikasi semantis adalah perulangan makna yang sama dari dua buah kata yang bersinonim. Misalnya, ilmu pengetahuan, alim ulama, cerdik pandai, segar bugar, muda belia, tua renta, dan gelap gulita. Kata ilmu dan pengetahuan memiliki makna yang sama; kata alim dan ulama juga memiliki makna yang sama; dan seterusnya. Namun, bentuk-bentuk seperti ini dalam berbagai buku tata bahasa dimasukkan dalam kelompok reduplikasi berubah bunyi (dwilingga salin suara). Memang bentuk segar bugar perubahan bunyinya masih bisa dikenali, tetapi bentuk


(42)

muda belia tidak tampak sama sekali bahwa unsur pertama berasal dari unsur kedua atau sebaliknya.

2.2.6 Hakikat Reduplikasi

Batasan-batasan yang disebutkan di atas secara tegas memperkuat hakikat reduplikasi yang tidak lain merupakan gejala repetisi atau perulangan bentuk. Bentuk yang diulang itu ternyata disebut dengan bermacam-macam sebutan dan cara pengulangannya dapat secara utuh dapat pula hanya sebagian. Bentuk yang diulang ada yang menggunakan istilah kata, bentuk kata, bentuk dasar, bahkan ada yang menyebut leksem (lihat Parera, 1988:48; Kridalaksana, 1989:12).

Bila persoalan bentuk yang menjadi dasar perulangan timbul permasalahan istilah, persoalan hasil reduplikasi semuanya menunjukkan kesamaan persepsi, yaitu harus berupa kata, dan kata yang dihasilkan dari proses reduplikasi termasuk kata turunan atau kata kompleks. Dengan demikian, bila digambarkan akan tampak sebagai berikut.

Gambar-1. Proses Reduplikasi

Dari gambar di atas jelaslah bahwa reduplikasi harus dibedakan dari kata yang berulang. Kata yang berulang tidak akan menghasilkan kata, tetapi menghasilkan kata-kata. Kata yang berulang muncul sebagai repetisi itu biasa dijumpai pada peristiwa berbahasa yang dilakukan oleh penjual atau penjaja makanan dan sebagainya, orang


(43)

sebagainya. Bentuk tuturan seperti itu tidak termasuk ke dalam reduplikasi meski terjadi peristiwa perulangan atau repetisi bentuk lingual. Misalnya, sate, sate, sate! tolong, tolong! kebakaran, kebakaran! dan sebagainya (konteksnya sengaja tidak ditampilkan secara formal).

2.2.7 Jenis-jenis Reduplikasi

Reduplikasi atau pengulangan kata dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu pengulangan secara keseluruhan, pengulangan sebagian, pengulangan yang berkombinasi dengan afiks, dan pengulangan dengan perubahan fonem (Ramlan, 2001:69).

2.2.7.1 Pengulangan Seluruh

Pengulangan seluruh adalah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem, dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Contoh: (1) buku buku-buku

(2) sekali sekali-sekali

(3) pengertian pengertian-pengertian

2.2.7.2 Pengulangan Sebagian

Pengulangan sebagaian ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Di sini bentuk dasar tidak diulang seluruhnya. Hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini berupa bentuk kompleks. Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk kompleks, kemungkinan-kemungkinan bentuknya sebagai berikut.

(1) Bentuk dasar dengan prefiks /meN-/, misalnya: membaca membaca-baca

melambaikan melambai-lambaikan (2) Bentuk dasar dengan konfiks /ber-an/, misalnya:


(44)

berlarian berlari-larian berjauhan berjauh-jauhan (3) Bentuk dasar dengan sufiks /-an/, misalnya:

tumbuhan tumbuh-tumbuhan nyanyian nyanyi-nyanyian

2.2.7.3 Pengulangan yang Berkombinasi dengan Pembubuhan Afiks

Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks ialah pengulangan bentuk dasar disertai dengan penambahan afiks secara sama dan bersama-sama pula mendukung satu arti. Contoh: kereta-keretaan, kuda-kudaan, mobil-mobilan. Berdasarkan petunjuk penentuan bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Dengan demikian, dapat ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang kereta-keretaan adalah kereta dan bukan keretaan, bentuk dasar kuda-kudaan adalah kuda dan bukan kudaan, dan mobil-mobilan adalah mobil dan bukan mobilan. Jadi, bentuk dasar kereta, kuda, dan mobil diulang menjadi kereta-kereta, kuda-kuda, mobil-mobil lalu mendapat bubuhan afiks /-an/. Prosesnya adalah sebagai berikut:

(1) kereta kereta-kereta + -an kereta-keretaan, (2) kuda kuda-kuda + -an kuda-kudaan, (3) mobil mobil-mobil + -an mobil-mobilan.

2.2.7.4 Pengulangan dengan Perubahan Fonem (variasi)

Pengulangan dengan perubahan fonem ialah pengulangan bentuk dasar dengan disertai perubahan fonem (vokal atau konsonan), misalnya bolak-balik, gerak-gerik, ramah-tamah, warna-warni, lauk-pauk, beras-petas, dan carut-marut. Oleh Parera (1988) reduplikasi jenis ini disebut bentuk ulang konsonan dan bentuk ulang vokal.


(45)

2.2.8 Bentuk Dasar Reduplikasi

Setiap kata ulang memiliki satuan yang diulang. Sebagian kata ulang dengan mudah dapat ditentukan bentuk dasarnya. Namun, sebagian kata ulang tidak mudah untuk menentukan bentuk dasarnya. Ramlan (2001:65), mengemukakan bahwa ada dua petunjuk dalam menentukan bentuk dasar kata ulang.

1. Pengulangan pada umumnya tidak dapat mengubah golongan kata. Dengan

petunjuk ini dapat ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang yang termasuk golongan kata nominal berupa kata nominal, bentuk kata ulang yang termasuk golongan verbal berupa kata verbal, dan bentuk dasar bagi kata ulang yang termasuk golongan kata numeralia juga berupa kata numeralia. Contoh:

a. makan-makanan (kata nominal) : bentuk dasarnya makanan (kata nominal) b. berkata-kata (kata kerja) : bentuk dasarnya berkata (kata kerja) c. cepat-cepat (kata sifat) : bentuk dasarnya cepat (kata sifat) d. sepuluh-sepuluh (kata bilangan) : bentuk dasarnya sepuluh (kata bilangan) 2. Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa.

Contoh:

a. mempertahan-tahankan : bentuk dasarnya mempertahankan, bukan mempertahan.

b. mengata-ngatakan : bentuk dasarnya mengatakan, bukan mengata.

c. minum-minuman : jika bentuk dasarnya minum maka

pengulangan terbentuk dengan proses

pembubuhan afiks.

d. minum-minuman : jika bentuk dasarnya minuman maka pengulangan terbentuk dengan pengulangan sebagian.

2.2.9 Makna Reduplikasi

Proses perulangan menyatakan beberapa makna. Untuk memudahkan peneliti mengetahui makna reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing, penelitian ini


(46)

mengacu pada pendapat Ramlan (2001:176) mengemukakan bahwa makna reduplikasi atau pengulangan kata sebagai berikut.

1. Reduplikasi menyatakan makna ‘banyak’ yang berhubungan dengan bentuk dasar

(D) .’ Contoh: mahasiswa-mahasiswa, miskin-miskin, mahal-mahal, dan rumah-rumah

2. Reduplikasi menyatakan makna ‘banyak’ yang tidak berhubungan bentuk dasar (D)’, melainkan berhubungan dengan kata yang diterangkan. Kata yang diterangkan itu pada tataran frase menduduki fungsi sebagai unsur pusat. Contoh:

a. Mahasiswa yang pandai-pandai mendapatkan beasiswa (mahasiswa itu

pandai).

b. Pohon di tepi jalan itu rindang-rindang.

3. Reduplikasi menyatakan makna ‘tak bersyarat’ atau ‘konsesif ‘ dalam kalimat. Contoh: jambu-jambu mentah dimakannya.

Pengulangan pada kata jambu dapat digantikan dengan kata meskipun, menjadi meskipun jambu mentah, dimakannya.

4. Reduplikasi menyatakan makna ‘yang menyerupai apa yang tersebut pada bentuk

dasar (D).’ Contoh: a. Serupa ( D + R)

(1) kuda-kuda ‘yang meyerupai kuda.’ (2) langit-langit ‘yang meyerupai langit.’ (3) mata-mata ‘yang meyerupai mata.’

b. Dalam hal ini proses pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks /-an/. Contoh:

(1) anak-anakaan ‘yang meyerupai mobil.’ (2) mobil-mobilan ‘yang meyerupai mobil.’ (3) gunung-gunungan ‘yang menyerupai gunung.’


(47)

5. Reduplikasi menyatakan makna ‘perbuatan tersebut pada bentuk dasar dilakukan berulang-ulang/terus menerus atau (iteratif).’ Contoh:

a. berteriak-teriak ‘berteriak berkali-kali.’ b. memukul-mukul ‘memukul berkali-kali.’ c. terapung-apung ‘terapung terus menerus’ d. turun-temurun ‘berkelanjutan turun temurun’ e. terus-menerus ‘tanpa berhenti’

6. Reduplikasi menyatakan makna ‘tindakan melakukan sesuatu tanpa tujuan yang sebenarnya’ atau mengatakan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar dilakukan dengan enaknya, atau dengan santainya, atau dengan senangnya.’ Contoh:

a. berenang-renang ‘tanpa tujuan sebenarnya’ b. menari-nari ‘tanpa tujuan sebenarnya.’ c. mencoba-coba ‘tanpa tujuan sebenarnya’ d. berjalan-jalan ‘berjalan dengan santainya.’ e. makan-makan ‘makan dengan santainya.’

7. Reduplikasi menyatakan makna ‘perbuatan pada bentuk ini dilakukan oleh dua pihak dan saling mengenai atau berbalasan.’ Dengan kata lain, pengulangan ini menyatakan makna ‘saling (resiprokatif).’Contoh:

a. pukul-memukul ‘saling memukul.’ b. pandang-memandang ‘saling memandang.’ c. hormat-menghormati ‘saling menghormati’ d. ganti-bergantian ‘saling bergantian.’ e. bersembur-semburan ‘saling menyembur.’

8. Reduplikasi menyatakan makna ‘hal-hal yang berhubungan dengan perkejaan yang tersebut pada bentuk dasar (D).’ Contoh:

a. cetak-mencetak ‘hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan mencetak.’ b. jilid-menjilid ‘hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan menjilid.’

9. Reduplikasi menyatakan makna ‘agak.’ Contoh:

a. Agak ( D + R)

(1) samar-samar ‘agak samar’ (2) kabur-kabur ‘agak kabur’


(48)

b. Agak (( D + R) + ke -/-an)

(1) keibu-ibuan ‘agak keibuan.’

(2) keanak-anakan ‘agak kekanak-kanakan.’ (3) kemerah-merahan ‘agak merah.’

(4) kebiru-biruan ‘agak biru.’

10. Reduplikasi menyatakan makna ‘tingkat yang paling tinggi yang dapat dicapai.’ Dalam hal ini pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks /se-nya/. Contoh:

a. sepenuh-penuhnya ‘tingkat penuh yang paling tinggi yang dapat dicapai; sepenuh mungkin.’

b. serajin-rajinnya ‘tingkat rajin yang paling tinggi yang dapat dicapai; serajin mungkin.’

11. Selain dari makna yang tersebut di atas, terdapat juga proses pengulangan yang sebenarnya tidak mengubah arti bentuk dasarnya, melainkan hanya menyatakan intensitas perasaan. Contoh:

a. mengharapkan bandingkan dengan kata mengharap-harapkan b. membedakan bandingkan dengan kata membeda-bedakan.

2.2.10 Bahasa Angkola Mandailing

Bahasa Angkola dan Mandailing sebenarnya tidak terpisahkan karena kedekatan kultural dan geografis. Berdasarkan hasil pemetaan bahasa yang dilakukan oleh Tim Pemetaan Bahasa, Balai Bahasa Medan, Pusat Bahasa, tahun 2007 menunjukkan bahwa antara bahasa Angkola dan Mandailing tidak mempunyai perbedaan yang signifikan.

Penggunaan nama bahasa Angkola dan bahasa Mandailing tidak bisa diterima sebab masing-masing masyarakat pengguna bahasa tersebut masih dapat melakukan komunikasi dengan baik, walaupun pada beberapa makna tertentu mereka saling tidak


(49)

tersebut, maka dapat dibuktikan bahwa penggunaan nama atau istilah bahasa untuk bahasa Angkola dan Mandailing tidak bisa digunakan sebab persentase perbedaannya hanya 48,75%. Ini berarti istilah yang cocok digunakan untuk bahasa-bahasa tersebut adalah Angkola Mandailing karena perbedaannya hanya pada subdialek. Jadi, bahasa Angkola dan Mandailing merupakan satu bahasa yang sama.

2.3 Landasan Teori

Teori sebagai landasan kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori morfologi yang bertalian dengan reduplikasi dan menggunakan analisis struktur bahasa berdasarkan teori linguistik deskriptif struktural seperti yang dikemukanan oleh Nida (1964), Verhaar (1977), Matthews (1978:127), Simatupang (1983), Keraf (1984), Samsuri (1988), Ramlan (2001), dan Chaer (2008). Untuk mengetahui tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing, penelitian ini mengacu pada pendapat M.D.S, Simatupang (1983:57) sebagai berikut.

1. Tipe R-1 : (D + R) : rumah-rumah, pohon-pohon,

perdebatan-perdebatan.

2. Tipe R-2 : (D + Rpf) : bolak-balik, kelap-kelip, desas-desus,

teka-teki.

3. Tipe R-3 : ((D + R) + ber-) : berlari-lari, berteriak-teriak, bercakap-cakap.

4. Tipe R-4 : ((D + R) + ber-/-an) : bersalam-salaman (salam-salaman), berpacar-pacaran (pacar-pacaran). 5. Tipe R-5 : (D + (R + ber-)) : anak-beranak, adik-beradik, kait-berkait,

ganti-berganti.

6. Tipe R-6 : ((D + R) + meN-) : melompat-lompat, membawa-bawa,

melihat-lihat, membaca-baca, termasuk juga dalam tipe ini: terbatuk-batuk, terbirit-birit.

7. Tipe R-7 : (D + (R + meN-)) : pukul-memukul, tolong-menolong,

bantu-membantu, kait-mengait.

8. Tipe R-8 : (D + (R + meN-/-i)) : hormat-menghormati, cinta-mencintai,


(50)

9. Tipe R-9 : ((D + R) + meN-/-kan): menggerak-gerakan, melambai-lambaikan, membagi-bagikan.

10. Tipe R-10 : ((D + R) + meN-/-i) : menghalang-halangi, menakut-nakuti, menutup-nutupi.

11. Tipe R-11 : ((D + R) + se-/-nya) : setinggi-tingginya, sekuat-kuatnya, seberat-beratnya.

12. Tipe R-12 : ((D + R) + ke-/-(-nya)) : ketiga-tiga(-nya), keenam-enam(-nya), kedua-dua(-nya).

13. Tipe R-13 : ((D + R) + ke-/-an) : kehitam-hitaman, kehijau-hijauan, keputih-putihan. Bentuk ini hanya terbatas pada kata sifat yang tidak memiliki antonim. (tidak ditemukan bentuk kekering-keringan, kebaru-baruan).

14. Tipe R-14 : ((D + R) + -an) : rumah-rumahan, kapal-kapalan,

untung-untungan, koboi-koboian.

15. Tipe R-15 : (D + (R + -em-)) : kilau-kemilau, taram-temaram, tali-temali, turun-temurun.

16. Tipe R-16 : (D + Rp) : tetangga, lelaki, leluhur, seseorang,

beberapa, sesuatu, sesekali.

17. Reduplikasi semantik, yaitu proses pengulangan arti melalui penggabungan dua bentuk yang bersinonim: cerdik-pandai, arif-bijaksana, tutur-kata, ilmu-pengetahuan, semak-belukar.

18. Bentuk-bentuk residu (bentuk yang sangat terbatas): hal-ihwal, adat-istiadat, alim-ulama, sebab-musabab, warta-berita.

Meskipun bentuk reduplikasi yang dikemukakan Simatupang tersebut tampaknya cukup banyak, pada dasarnya ia menggolongkan reduplikasi atas tiga macam juga, yaitu (1) reduplikasi penuh, (2) reduplikasi parsial, dan (3) reduplikasi berimbuhan. Proses perulangan menyatakan beberapa makna. Simatupang (1983) mengatakan bahwa makna reduplikasi atau pengulangan kata terbagi dua, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Ada kalanya proses reduplikasi morfemis tidak menimbulkan perubahan arti leksikal. Ada pula proses reduplikasi morfemis yang mengakibatkan perubahan arti leksikal tanpa diikuti oleh perubahan arti


(1)

245 Arti (R) pada kata au-au ‘aku-aku’ pada kalimat (1) berbeda dengan arti (R) pada kata au-au ‘aku-aku’ pada kalimat (2) karena adanya perbedaan konteks. Arti (R) pada au-au ‘aku-aku’ pada kalimat (1) adalah meremehkan sedangkan pada kalimat (2) adalah menegaskan (intensif).

(b)hami-hami ‘kami-kami’

(1) Anggo hami-hami on, hum na songon on sajo. Kalau kami-kami ini, hanya yang seperti ini saja ‘Kalau kami-kami ini, hanya begini saja.’

(2) Anggo adong karejo hami-hami juo na disuru. kalau ada pekerjaan kami-kami juga yang disuruh ‘Kalau ada pekerjaan kami-kami juga yang disuruh.’

Arti (R) pada kata hami-hami ‘kami-kami’ pada kalimat (1) berbeda dengan arti (R) pada kata hami-hami ‘kami-kami’pada kalimat (2) karena adanya perbedaan konteks. Arti (R) pada hami-hami ‘kami-kami’ pada kalimat (1) adalah meremehkan sedangkan pada kalimat (2) adalah menegaskan (intensif).

4.2.2.2.8 Makna Intensif (Dasar)

Reduplikasi dapat dihubungkan dengan arti ‘intensif’ dalam konteks (R + sajo ‘saja’/juo ‘juga’). Reduplikasi seperti ini terdapat dengan kata ganti orang dan kata ganti penunjuk. Contoh:

(1) au ‘aku’ → au-au ‘aku-aku’ Au-au sajo na dipasala. aku-aku saja yang disalahkan ‘Aku-aku saja yang disalahkan.’ (2) ho‘kau’→ ho-ho ‘kau-kau’

Ho-ho sajo na tarlambat ro. kau-kau saja yang terlambat datang ‘Kau-kau saja yang datang terlambat.’ (3) on‘ini’→ on-on ‘ini-ini’

Sian na jolo on-on sajoma na dipangidonia. dari yang dulu ini-ini sajalah yang dimintanya


(2)

‘Dari dulu ini-ini sajalah yang dimintanya.’ (4) i ‘itu’→ i-i ‘itu-itu’

I-i sajoma karejomu tiop ari. Itu-itu sajalah kerjamu tiap hari ‘Itu-itu sajalah kerjamu tiap hari.’

Arti (R) pada kata au-au ‘aku-aku’, ho-ho ‘kau-kau’, on-on ‘ini-ini’, dan i-i ‘itu-itu’ pada kalimat (1), (2), (3), dan (4) adalah bermakna menegaskan (intensif).


(3)

247

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan, tipe reduplikasi yang terdapat dalam bahasa Angkola Mandailing ada sebanyak dua puluh. Kedua puluh tipe reduplikasi tersebut (lihat Bab IV, halaman 40 s.d. 235). Secara kontekstual makna reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu (a) makna reduplikasi bebas konteks dan (b) makna reduplikasi terikat konteks.

Adapun makna reduplikasi bebas konteks dalam bahasa Angkola Mandailing, yaitu: (1) Banyak atau tak tunggal, (2) Banyak dan bermacam-macam, (3) Banyak dengan ukuran tertentu, (4) Serupa atau seperti (imitatif), (5) Dilakukan tanpa tujuan (dasar), (6) Berulang-ulang atau kontinu (Iteratif), (7) Berbalasan atau saling (resiprokatif) , (8) Hal atau kegiatan yang bertalian dengan dasar (D), (9) Tingkat paling tinggi atau se-(dasar) mungkin, (10) Agak atau sedikit bersifat (dasar), (11) Intensitas atau keadaan tingkatan, (12) Sedang atau keadaan (dasar), dan (13) Merasa atau mampu (dasar). Selanjutnya, makna reduplikasi terikat konteks dalam bahasa Angkola Mandailing adalah sebagai berikut; (1) Banyak yang (dasar), (2) Hanya yang (dasar), (3) Meskipun (dasar) atau konsesif, (4) Penghalusan, (5) Serupa (dasar), (6) Agak (dasar), (7) Meremehkan, dan (8) Intensif.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang reduplikasi bahasa Angkola Mandailing yang berada di daerah Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, dan Padanglawas sehingga diperoleh gambaran lengkap tentang reduplikasi bahasa tersebut.


(4)

2. Sikap pemertahanan bahasa daerah pada masyarakat Angkola Mandailing, terutama generasi muda, harus ditingkatkan karena dikhawatirkan semakin banyak orang Angkola Mandailing yang tidak menguasai bahasa ibu mereka lagi akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

3. Perlu perhatian dan peran aktif pemerintah dalam hal pelindungan sosial, kebudayaan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kota Padangsidempuan, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kabupaten Padanglawas menyusun Peraturan Daerah (PERDA) berdasarkan naskah akademik dan hasil penelitian terhadap suatu masalah kebahasaan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam suatu rancangan peraturan daerah, seperti; tentang pembagian tapal batas wilayah, dan pemekaran daerah.


(5)

249

DAFTAR PUSTAKA

Alam, Ch. St. Tinggibarani Perkasa, dkk. 1977. Buku Pelajaran Adat Tapsel. Padangsidimpuan.______.

Ali, Zaini dkk. 1983. Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Angkola–Mandailing. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.

Alisyahbana, Sutan Takdir. 1953. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia II. Jakarta: Pustaka Rakyat.

Alwi, Hasan (Ed). 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-3). Jakarta: Balai Pustaka.

Bangun, Pribadi. 2011. “Reduplikasi Morfemis Bebas Konteks dan Terikat Konteks Bahasa Karo”. Tesis. Medan: Prodi Linguistik SPs USU.

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Harahap, A. Bazar. 2007. Kamus Bahasa Angkola Mandailing. Jakarta: Forum Komunikasi Masyarakat Tapanuli Selatan (Fortasman).

Hanafiah, M. Adnan dan Ibrahim Makam. 1984. Struktur Bahasa Angkola – Mandailing. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud. Hutasuhut, Anharuddin. 2008. ”Medan Makna Aktivitas Tangan dalam Bahasa

Mandailing”. Tesis. Medan: Prodi Linguistik SPs USU.

Irwan. 2007. “Proses Afiksasi Bahasa Angkola Mandailing”. Medan: Prodi Linguistik SPs USU.

Irwan. 2009. “Kata Majemuk Bahasa Batak Angkola Mandailing”. Medan: Prodi Linguistik SPs USU.

Irwan. 2009. “Pola Kalimat Perintah dalam Bahasa Angkola Mandailing”. Medan: Prodi Linguistik SPs USU.

Katamba, Francis. 1993. Modern Linguistics: Morphology. London: The Macmillan Press Ltd.

Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo. Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.

Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Lubis, Asni. 1987. ”Semantik dalam Bahasa Angkola Mandailing”. Tesis. Medan: Prodi Linguistik SPs USU.


(6)

Lubis, Masdiana. 2002.”Kalimat Tanya dalam Bahasa Mandiling: Analisis Sintaksis”. Tesis. Medan: Prodi Linguistik SPs USU.

Mascahaya. 2004. ”Tindak Bahasa Permohonan dalam Bahasa Angkola”. Tesis. Medan: Prodi Linguistik SPs USU.

Matthews, P.H. 1978. Morphology. Cambridge : Cambridge University Press.

Nasution, H. Pandapotan. 2005. Adat Budaya Mandailing dalam Tantangan Zaman. Medan: Forkala Provinsi Sumatera Utara.

Nasution, Khairina. 2010. “Pemajemukan dalam Bahasa Mandailing”. Tesis. Medan: Prodi Linguistik SPs USU.

Nasution, Syarifah Masniari. 2001. ”Analisis Semantik Bahasa Mandailing”. Tesis. Medan: Prodi Linguistik SPs USU.

Nida, Eugene A. 1967. Morphology: The Descriptive Analysis of Words. Ann Arbor: The University of Michigan Press.

Pandapotan, Sutan. Tanpa Tahun. Turiturian. Padangsidimpuan : Pustaka Timur. Parera, Jos Daniel. 1990. Morfologi. Jakarta: Gramedia.

Parsadaan Marga Harahap Dohot Anak Boruna. 1993. Horja Adat Istiadat Dalihan Natolu. Jakarta: Parsadaan Marga Harahap Dohot Anak Boruna.

Pemprovsu. 2008. Sumatera Utara dalam Angka. Medan: Pusat Statistik. Ramlan, M. 1979. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono.

Ritonga, Abdulrahman. 1999. Halilian Turi-turian Ni Halak Sipirok Banggo-Banggo. Medan: Wira Agung.

Ritonga, Ahmad Husein, dkk. 1993. Kerajinan Tradisional Abit Godang dan Parompa

Sadun Daerah Sumatera Utara. Kanwil Depdikbud SUMUT.

Samsuri. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Simatupang, Maurits D.S. 1983. Reduplikasi Morfemis Bahasa Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Siregar, Ahmad Samin. 1977. Kamus Bahasa Angkola Mandailing – Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.

Siregar, Bahren Umar. 1988 ”Semantik Bahasa Mandailing”. Tesis. Medan: Prodi Linguistik SPs USU.

Sudaryanto. 1993. Metode Linguistik 2: Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: UGM Press.

Sutan Pandapotan. _____. Turi-Turian. Medan: Pustaka Andalas.

Tim Pemetaan Bahasa. 2007. Hasil Pemetaan Bahasa Sumatera Utara. Medan: Balai Bahasa Medan.

http://www.usurepository.go.id/Pemeriaan Reduplikasi Wujud BI.phm/. Diunduh tanggal 15 juni 2012.