TINJAUAN PUSTAKA Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 pada obesitas sentral di kelurahan tajur ciledug tahun 2009

4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Obesitas Sentral

Yang dimaksud dengan obesitas sentral atau obesitas abdominal adalah suatu keadaan dimana lingkar pinggang LP seseorang melebihi angka normal. Terdapat lemak di bawah kulit dinding perut dan di rongga perut sehingga gemuk di perut. Karena lemak banyak berkumpul dirongga perut disebut juga obesitas sentral Onat, 2007.

2.1.2 Kriteria Obesitas Sentral

Tidak ada konsensus yang menentukan cut-off point titik potong LP untuk obesitas sentral. Ada dua referensi yang paling sering digunakan untuk cut- off point LP yang dikemukakan oleh Lean et al dan Lemieux et al. kesamaan pendapat keduanya adalah batas bawah yang digunakan sample untuk mengambil cut-off point dari populasi kulit putih Okosun, 1999. Para ahli dari US National Heart, Lung, Blood Institute National Institute of Health NHLBINIH mengindentifikasi, evaluasi dan memberi perlakuan pada overweight dan obesitas pada dewasa mengemukakan bahwa titik potong LP adalah 102 cm atau lebih pada pria dan 88 cm atau lebih pada wanita. Ini merupakan titik potong yang direkomendasikan dalam mengidentifikasi peningkatan risiko relatif untuk perkembangan obesitas yang berhubungan dengan faktor risiko pada kebanyakan orang dewasa dengan Body Mass Index BMI 25- 34,9 kgm 2 Okosun, 1999. Sumber lain menyatakan bahwa obesitas sentral dinyatakan dengan besar lingkar pinggang pada pria ≥ 90 cm sedangkan pada wanita ≥ 80 cm, atau dengan rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul Waist Hip Ratio WHR. WHR pada pria ≥ 0,90 sedangkan pada wanita ≥ 0,80 Suastika, 2004.

2.1.3 Pemeriksaan Obesitas Sentral

Computed tomography CT dan magnetic resonance imaging MRI adalah metode terbaik untuk menentukan jaringan lemak abdomen, namun tidak 4 5 dipraktikkan pada studi epidemiologi skala besar karena rumit dan mahal. Karena itu, sebagai alternatif sering digunakan antropometri pada studi epidemiologi untuk menentukan obesitas sentral. Jenis pengukuran yang paling sering digunakan adalah Waist Hip Ratio WHR Lawrence, 2003. Lingkar pinggang LP belakangan mulai digunakan dan diketahui sebagai alternatif antropometri terbaik dibandingkan dengan WHR, CT dan MRI. Lingkar pinggang mengukur jaringan lemak subkutan dan intra-abdominal. LP lebih mudah interpretasinya dan memiliki kolerasi yang lebih baik dengan massa lemak visceral. Jaringan lemak visceral erat korelasinya dengan sejumlah komplikasi metabolik seperti sindrom resistensi insulin, termasuk hiperinsulinemia, hiperkolesterolemia, hiperglikemia, hipertrigliseridemia dan tingginya kadar low density lipoprotein LDL. Dibandingkan dengan dengan WHR, LP lebih kuat korelasinya dengan total jaringan lemak tubuh yang dinilai dengan BMI Okosun, 1999. Pengukuran lingkar pinggang dilakukan dengan mengukur keliling perut melalui pertengahan krista iliaka dengan tulang iga terbawah secara horizontal Suastika, 2004. Gambar 2-1. Posisi pengukuran dan penempatan satu jari antara pita pengukur dan tubuh subjek Dikutip dari http:www.ktl.fipublicationsehrmproduct2part_iii5.htm 6

2.1.4 Epidemiologi Obesitas Sentral

Prevalensi obesitas sentral di Amerika Serikat tahun 1999 adalah 27,1 pada pria kulit putih, 20,2 pada pria kulit hitam, 21,4 pada pria Hispanic. Sedangkan prevalensi obesitas sentral pada wanita sebesar 43,2 pada kulit putih, 56,0 pada kulit hitam dan 55,4 pada Hispanic. Okosun, 1999 Prevalensi obesitas sentral dengan kriteria lingkar pinggang ≥ 90 cm pada pria dewasa dan ≥ 85 cm pada wanita dewasa di Korea tahun 2001 adalah 23,4 dan 23,1 NHLBI, 2007. Sedangkan dari sebuah penelitian di Bali yang dilakukan oleh Suastika dkk. Didapatkan hasil prevalensi obesitas sentral kriteria lingkar pinggang ≥ 90 cm untuk laki-laki dan ≥ 80 cm untuk perempuan sebesar 51,1 dengan jumlah total subjek penelitian sebanyak 45 orang Suastika, 2004.

2.1.5 Perbedaan Obesitas Sentral dengan Obesitas General

Obesitas general didefinisikan dengan nilai BMI yaitu jika BMI ≥ 30 kgm 2 kriteria WHO untuk Eropa dan Amerika atau jika BMI ≥ 25 kgm2 kriteria untuk Asia Pasifik, sedangkan obesitas sentral tidak mengacu pada BMI namun lebih memperhitungkan besarnya lingkar pinggang atau WHR. Pada obesitas general lemak terdistribusi secara merata sedangkan pada obesitas sentral lemak berkumpul pada regio abdomen NHLBI, 2007. Lemak pada regio abdomen mempunyai hubungan erat terhadap risiko kesehatan dibandingkan pada regio perifer misalnya daerah gluteal-femoral. Lemak abdominal digambarkan memiliki 3 kompartemen yaitu visceral, retroperitoneal , dan subcutaneous NHLBI,2007. Gambar 2-2. Distribusi Lemak pada abdomen Dikutip dari www.nhlbi.nih.gov 7

2.1.6 Hubungan Obesitas Sentral dengan DM Tipe 2

Kelebihan lemak di abdomen yang melebihi proporsi lemak total tubuh merupakan faktor risiko mayor yang independen dan morbiditas. Kelebihan ukuran lingkar pinggang erat hubungannya dengan kenaikan risiko DM tipe 2, dislipidemia, hipertensi dan penyakit kardiovaskular pada pasien dengan BMI antara 25 hingga 34,9 kgm 2 NHLBI, 2007. Beberapa penelitian memperkirakan bahwa lemak visceral adalah komponen dari lemak abdominal yang paling berpengaruh sebagai faktor risiko kesehatan. Sedangkan penelitian lain menyatakan bahwa lemak subcutaneous paling erat hubungannya dengan kejadian resistensi insulin NHLBI, 2007.

2.1.7 Definisi DM Tipe 2

NIDDM Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau diabetes mellitus tipe 2 adalah salah satu tipe diabetes yang angka kejadiannya paling tinggi. Diabetes mellitus merupakan salah satu dari kelompok penyakit metabolisme yang ditandai oleh tingginya kadar gula darah, akibat defek sekresi insulin, atau aksinya, atau keduanya. Diabetes mellitus dikenal juga dengan nama kencing manis. Peningkatan kadar glukosa darah hiperglikemia menyebabkan pengeluaran glukosa melalui urin, sehingga urin menjadi manis Funnel, 2004. Normalnya, kadar glukosa darah secara ketat dikontrol oleh hormon insulin, hormon yang diproduksi di pankreas. Insulin akan menurunkan kadar glukosa darah. Ketika kadar glukosa meningkat, insulin akan dilepaskan dari pankreas untuk menormalkan kadar glukosa. Pada pasien diabetes mellitus, ketiadaan atau insufisiensi produksi insulin menyebabkan hiperglikemia. Diabetes merupakan penyakit kronik, meskipun dapat dikontrol namun sulit untuk disembuhkan Mathur R, 2007 2.1.8 Epidemiologi DM Tipe 2 Pada umumnya DM tipe 2 dapat terjadi pada usia dewasa diatas 30 tahun. DM tipe 2 merupakan tipe yang paling sering terjadi dibanding IDDM Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau diabetes mellitus tipe 1 Funnel, 2004. Meskipun sebelumnya DM tipe 2 umumnya didiagnosis pada usia paruh baya middle age, sekarang onset terjadi pada usia yang lebih muda di Japan terlihat empat kali peningkatan insiden DM tipe 2 pada usia 6 hingga 15 tahun. 8 Data dari Amerika Serikat mengindikasikan adanya 8-45 kasus DM tipe 2 didiagnosis pada usia muda Cheng, 2005. Statistik global mengindikasikan beban diabetes mellitus tipe 2 di negara berkembang menjadi masalah besar. Misalnya India dengan penduduk 38 juta dengan diabetes sedangkan di Cina terdapat 23 juta penderita diabetes. Tahun 2025, jumlah ini diperkirakan bertambah menjadi dua kali lipat Cheng, 2005. Prevalensi DM tipe 2 meningkat secara dramatis, sebagian besar karena perubahan gaya hidup, peningkatan prevalensi obesitas, dan proses degeneratif. Untuk Indonesia WHO memperkirakan kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8 di Tanah Toraja, sampai 6,1 yang di dapatkan di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta daerah urban dari prevalensi DM tipe 2 1,7 pada tahun 1982 menjadi 5,7 pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8 pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta Rahajeng, 2007.

2.1.9 Etiologi dan Patogenesis DM Tipe 2

Penyebab DM tipe 2 adalah: a. Insufisiensi produksi insulin b. Defek produksi insulin c. Ketidakmampuan sel untuk menggunakan insulin dengan tepat dan efisien Nathan, Cagliero, 2001. Kondisi ini akan mempengaruhi hampir seluruh sel otot dan jaringan lemak dan mengakibatkan keadaan resistensi insulin. Ini merupakan masalah utama pada DM tipe 2 Nathan, Cagliero, 2001. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta pankreas. Insulin bekerja membantu pemasukan glukosa dari aliran darah ke dalam sel. Agar dapat digunakan untuk menghasilkan energi. Secara tidak langsung, insulin akan menurunkan kadar glukosa di dalam darah. Ketika jumlah insulin sedikit atau ada masalah kerja insulin, sel tidak dapat memasukkan cukup glukosa dari darah dan 9 kadar glukosa darah menjadi tinggi sehingga menyebabkan diabetes Funnel, 2004. Teori yang paling diterima di seluruh dunia mengenai patogenesis DM tipe 2 adalah kombinasi antara resistensi insulin dengan defisiensi sekresi insulin. Resistensi insulin digambarkan sebagai berkurangnya sensitivitas terhadap efek dari insulin, keadaan ini dapat diturunkan maupun dapatan acquired akibat dari obesitas, proses penuaan, pengobatan, endokrinopati spesifik seperti akromegali atau Cushing’s syndrome Nathan, Cagliero, 2001.

2.1.10 Faktor Risiko DM Tipe 2

Ada 2 kelompok faktor risiko DM tipe 2, yaitu yang tidak bisa dimodifikasi dan yang bisa dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi yaitu : a. Ras dan etnik b. Riwayat keluarga dengan diabetes c. Usia. Berdasarkan data statistik usia 45 tahun terjadi peningkatan risiko untuk menderita intoleransi glukosa dan lebih rentan terhadap DM tipe 2. d. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan BB bayi lahir 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional. e. Riwayat lahir dengan BB rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi dengan BB normal Perkeni, 2006. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi yaitu a. Berat badan lebih BMI 23kgm 2 . b. Gaya hidup. Kurangnya aktivitas fisik dan kurang berolah raga. c. Pola makan. Kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji, makanan kolesterol tinggi, mengonsumsi alkohol. d. Hipertensi 14090 mmHg. e. Merokok. Merokok meningkatkan risiko DM tipe 2. Pada sebuah penelitian selama 6 tahun yang melibatkan 40,000 orang laki-laki berusia 40 hingga 75 tahun didapatkan hasil bahwa merokok sebanyak 1 bungkus atau lebih setiap hari akan melipatgandakan risiko terjadinya DM tipe 2. Selain itu juga, pasien DM yang merokok akan meningkatkan risiko komplikasi. Tujuh puluh lima 10 persen pasien DM meninggal akibat masalah kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke akibat rokok, karena rokok membuat kerja jantung lebih berat dengan vasokonstriksi, peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah. f. Obesitas khususnya sentral Nathan, Cagliero, 2001. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes : a. Penderita Polycystic Ovary Syndrome PCOS atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin. b. Penderita sindrom metabolik. Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu TGT atau glukosa darah puasa terganggu GDPT sebelumnya. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK Penyakit Jantung Koroner, PAD Peripheral Arterial Diseases Perkeni, 2006.

2.1.11 Gambaran Klinis dan Patofisiologi DM Tipe 2

Tabel 2-1. Gejala DM tipe 2 Gejala yang pada umumnya terjadi pada DM tipe 2 adalah: • 3P Poliuria, Polidipsia, Polifagia • Poluria adalah peningkatan frekuensi berkemih • Polidipsia adalah peningkatan rasa haus sehingga minum banyak air • Polifagia adalah peningkatan nafsu makan • Turunnya berat badan • Visus menurun • Infeksi kulit • Fatigue • Luka sulit sembuh • Rasa terbakar, tertusuk atau gatal pada kulit biasanya pada ekstremitas. Dikutip dan telah diolah kembali dari Funnel, M. 2004. Michigan Diabetes Research and Training Center. Diakses dari http:www.med.umich.edu1librguidesnoninsul.htm Gejala awal dari diabetes berhubungan dengan peningkatan kadar gula darah dan jumlah glukosa yang dikeluarkan melalui urin. Tingginya jumlah glukosa dalam urin akan meningkatkan output urin poliuria sehingga dapat menyebabkan dehidrasi. Kemudian dehidrasi menyebabkan rasa haus dan peningkatan konsumsi air polidipsia Nathan, Cagliero, 2001. 11 Ketidakmampuan insulin untuk bekerja secara normal akan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin merupakan hormon anabolik yang dapat membantu penyimpanan lemak dan protein. Defisiensi insulin yang relatif maupun absolut akan menyebabkan kehilangan berat badan meskipun nafsu makan meningkat polifagia. Beberapa pasien diabetes juga mengeluh lelah, mual dan muntah. Pasien diabetes mudah mengalami infeksi kandung kemih, kulit dan daerah sekitar organ reproduksi eksterna. Fluktuasi kadar gula darah akan menyebabkan kaburnya penglihatan. Peningkatan ekstrim dapat menyebabkan ketidaksadaran dan koma Nathan, Cagliero, 2001.

2.1.12 Diagnosis DM Tipe 2

Diagnosis DM tipe 2 ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM tipe 2, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh, vena ataupun kapiler tetap dapat digunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler Alberti, 1998. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada diabetes. Kecurigaan adanya DM tipe 2 perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti: a. Poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. b. Keluhan lain berupa : badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita Alberti, 1998. Diagnosis DM tipe 2 dapat ditegakkan melalui tiga cara. Yaitu: a. Jika keluhan klasik ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mgdL. b. Dengan TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah puasa, namun TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. c. Dengan pemeriksaan glukosa darah puasa Alberti, 1998. 12 Tabel 2-2. Kriteria diagnosis DM tipe 2 Kriteria diagnosis DM tipe 2 untuk dewasa tidak hamil • Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥ 200 mgdL 11,1 mmolL, atau • Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mgdL 7,0 mmolL, atau • Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥ 200 mgdL 11,1 mmolL Dikutip dan telah diolah kembali dari Alberti, KG. 1998. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its complications. Part 1: diagnosis and classification of diabetes mellitus provisional report of a WHO consultation. Diabet Med 7 : 539-53. Diakses dari http:www.ncbi.nlm.nih.govpubmed9686691 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM tipe 2, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT Toleransi Glukosa Terganggu atau GDPT Glukosa Darah Puasa Terganggu tergantung dari hasil yang diperoleh. a. TGT = glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mgdL 7,8- 11,0mmolL. b. GDPT = glukosa darah puasa antara 100-125 mgdL 5,6-6,9 mmolL Alberti, 1988 13 Gambar 2-3. Bagan langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan Dikutip dari Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006

2.1.13 Komplikasi DM Tipe 2

Komplikasi yang ditimbulkan diabetes secara umum merupakan akibat dari gangguan vaskuler, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler. Organ yang sering terkena dampaknya adalah mata katarak diabetik, retinopati diabetik dll, ginjal nefropati diabetik dan saraf neuropati UKPDS, 1998. Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun : a. Penyulit akut 1 Ketoasidosis diabetik 2 Hiperosmolar non ketotik 14 3 Hipoglikemia b. Penyulit menahun 1 Makroangiopati : a Pembuluh darah jantung b Pembuluh darah tepi perifer. Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul. c Pembuluh darah otak 2 Mikroangiopati: a Retinopati diabetik. Pengendalian kadar glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. b Nefropati diabetik. c Neuropati. Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit saat malam hari Nathan, Cagliero, 2001 15

2.2 Kerangka Konsep

Gambar 2-4. Kerangka Konsep Penelitian Prevalensi DM Tipe 2 Pada Obesitas Sentral

2.3 Definisi Operasional

No Variable Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala 1 Konsumsi fast food Frekuensi responden mengonsumsi makanan cepat saji yang kandungan gizinya kurang baik. Sering = 1 kali dalam seminggu atau lebih, jarang = 1 kali dalam sebulan atau kurang, tidak pernah = tidak pernah sama sekali. Kuesioner Wawancara 2 = sering 1 = jarang 0 = tidak pernah Ordinal 2 Olah Raga Frekuensi responden berolah raga per minggu. Sering = 1 kali dalam seminggu atau lebih, jarang = 1 kali dalam sebulan atau kurang, tidak pernah = tidak pernah olah raga dalam 1 tahun terakhir Kuesioner Wawancara 2 = tidak pernah 1 = jarang 0 = sering Ordinal 3 Merokok Faktor risiko merokok pada diri responden Kuesioner Wawancara 2 = ya, masih 1 = sudah berhenti 0 = tidak pernah Ordinal 4 Konsumsi Faktor risiko konsumsi Kuesioner Wawancara 2 = ya, masih Ordinal 16 alkohol alkohol pada diri responden 1 = sudah berhenti 0 = tidak pernah 5 Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluarga yang satu garis keturunan dengan responden memiliki penyakit DM tipe 2 Kuesioner Wawancara 1 = ada 0 = tidak ada Nominal 6 Obesitas Sentral Suatu keadaan dimana lingkar pinggang ≥ 80 cm untuk perempuan dan ≥ 90 cm untuk laki-laki Pita Pengukur measuring tape Telaah data lingkar pinggang 1 = kriteria + 0 = kriteria - Nominal 7 Diabetes Mellitus tipe 2 Penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua- duanya Kuesioner dan glukometer Telaah data kuesioner serta hasil GDS danatau GDP 0 = negatif DM tipe 2 1 = positif DM tipe 2 Nominal 8 Jenis Kelamin Keadaan tubuh yang membedakan manusia secara fisik berdasarkan fungsinya Kuesioner Wawancara 1 = laki-laki 2 = perempuan Nominal 9 Umur Lamanya hidup dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir Kuesioner Wawancara 1 = ≤ 20 tahun 2 = 21-30 tahun 3 = 31-40 tahun 4 = 41-50 tahun 5 = 51-60 tahun 6 = 60 tahun Ordinal 10 BMI Body Mass Index atau Indeks Massa Tubuh. Perbandingan antara berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter Timbangan berat badan standar bathroom scale dan sadiometer Telaah data berat badan dan tinggi badan 1 = underweight 2 = normal 3 = overweight 4 = obesitas derajat 1 5 = obesitas derajat 2 Ordinal 11 Hipertensi Faktor risiko tekanan darah tinggi pada diri responden Sphygmoma- nometer Telaah data tekanan sistolik atau diastolik 1 = normal 2 = pra hipertensi 3 = hipertensi derajat 1 4 = hipertensi derajat 2 Ordinal 12 Gejala Klinis Gejala-gejala klinis DM tipe 2 yang terdapat pada diri responden Kuesioner Wawancara 1 = gejala + 0 = gejala - Nominal 13 GDP Kadar gula darah responden dengan mengambil darah vena atau kapiler setelah puasa minimal selama 8 jam Glukometer Pengambilan sample darah untuk tes kadar gula darah 1 = kriteria DM tipe 2 + 0 = kriteria DM tipe 2 - Nominal 14 GDS Kadar gula darah Glukometer Pengambilan 1 = kriteria DM Nominal 17 responden dengan mengambil darah vena atau kapiler yang diperiksakan tanpa memperhatikan jam makan terakhir sample darah untuk tes kadar gula darah tipe 2 + 0 = kriteria DM tipe 2 - 18

BAB 3 METODE PENELITIAN