4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi Obesitas Sentral
Yang dimaksud dengan obesitas sentral atau obesitas abdominal adalah suatu keadaan dimana lingkar pinggang LP seseorang melebihi angka normal.
Terdapat lemak di bawah kulit dinding perut dan di rongga perut sehingga gemuk di perut. Karena lemak banyak berkumpul dirongga perut disebut juga obesitas
sentral Onat, 2007.
2.1.2 Kriteria Obesitas Sentral
Tidak ada konsensus yang menentukan cut-off point titik potong LP untuk obesitas sentral. Ada dua referensi yang paling sering digunakan untuk cut-
off point LP yang dikemukakan oleh Lean et al dan Lemieux et al. kesamaan
pendapat keduanya adalah batas bawah yang digunakan sample untuk mengambil cut-off point
dari populasi kulit putih Okosun, 1999. Para ahli dari US National Heart, Lung, Blood Institute National Institute
of Health NHLBINIH mengindentifikasi, evaluasi dan memberi perlakuan pada
overweight dan obesitas pada dewasa mengemukakan bahwa titik potong LP
adalah 102 cm atau lebih pada pria dan 88 cm atau lebih pada wanita. Ini merupakan titik potong yang direkomendasikan dalam mengidentifikasi
peningkatan risiko relatif untuk perkembangan obesitas yang berhubungan dengan faktor risiko pada kebanyakan orang dewasa dengan Body Mass Index BMI 25-
34,9 kgm
2
Okosun, 1999. Sumber lain menyatakan bahwa obesitas sentral dinyatakan dengan besar
lingkar pinggang pada pria ≥ 90 cm sedangkan pada wanita ≥ 80 cm, atau dengan
rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul Waist Hip Ratio WHR. WHR pada pria
≥ 0,90 sedangkan pada wanita ≥ 0,80 Suastika, 2004.
2.1.3 Pemeriksaan Obesitas Sentral
Computed tomography CT dan magnetic resonance imaging MRI
adalah metode terbaik untuk menentukan jaringan lemak abdomen, namun tidak 4
5
dipraktikkan pada studi epidemiologi skala besar karena rumit dan mahal. Karena itu, sebagai alternatif sering digunakan antropometri pada studi epidemiologi
untuk menentukan obesitas sentral. Jenis pengukuran yang paling sering digunakan adalah Waist Hip Ratio WHR Lawrence, 2003.
Lingkar pinggang LP belakangan mulai digunakan dan diketahui sebagai alternatif antropometri terbaik dibandingkan dengan WHR, CT dan MRI. Lingkar
pinggang mengukur jaringan lemak subkutan dan intra-abdominal. LP lebih mudah interpretasinya dan memiliki kolerasi yang lebih baik dengan massa lemak
visceral. Jaringan lemak visceral erat korelasinya dengan sejumlah komplikasi metabolik seperti sindrom resistensi insulin, termasuk hiperinsulinemia,
hiperkolesterolemia, hiperglikemia, hipertrigliseridemia dan tingginya kadar low density lipoprotein
LDL. Dibandingkan dengan dengan WHR, LP lebih kuat korelasinya dengan total jaringan lemak tubuh yang dinilai dengan BMI Okosun,
1999. Pengukuran lingkar pinggang dilakukan dengan mengukur keliling perut
melalui pertengahan krista iliaka dengan tulang iga terbawah secara horizontal Suastika, 2004.
Gambar 2-1. Posisi pengukuran dan penempatan satu jari antara
pita pengukur dan tubuh subjek
Dikutip dari http:www.ktl.fipublicationsehrmproduct2part_iii5.htm
6
2.1.4 Epidemiologi Obesitas Sentral
Prevalensi obesitas sentral di Amerika Serikat tahun 1999 adalah 27,1 pada pria kulit putih, 20,2 pada pria kulit hitam, 21,4 pada pria Hispanic.
Sedangkan prevalensi obesitas sentral pada wanita sebesar 43,2 pada kulit putih, 56,0 pada kulit hitam dan 55,4 pada Hispanic. Okosun, 1999
Prevalensi obesitas sentral dengan kriteria lingkar pinggang ≥ 90 cm pada
pria dewasa dan ≥ 85 cm pada wanita dewasa di Korea tahun 2001 adalah 23,4
dan 23,1 NHLBI, 2007. Sedangkan dari sebuah penelitian di Bali yang
dilakukan oleh Suastika dkk. Didapatkan hasil prevalensi obesitas sentral kriteria lingkar pinggang
≥ 90 cm untuk laki-laki dan ≥ 80 cm untuk perempuan sebesar 51,1 dengan jumlah total subjek penelitian sebanyak 45 orang Suastika, 2004.
2.1.5 Perbedaan Obesitas Sentral dengan Obesitas General
Obesitas general didefinisikan dengan nilai BMI yaitu jika BMI ≥ 30
kgm
2
kriteria WHO untuk Eropa dan Amerika atau jika BMI ≥ 25 kgm2
kriteria untuk Asia Pasifik, sedangkan obesitas sentral tidak mengacu pada BMI namun lebih memperhitungkan besarnya lingkar pinggang atau WHR. Pada
obesitas general lemak terdistribusi secara merata sedangkan pada obesitas sentral lemak berkumpul pada regio abdomen NHLBI, 2007.
Lemak pada regio abdomen mempunyai hubungan erat terhadap risiko kesehatan dibandingkan pada regio perifer misalnya daerah gluteal-femoral.
Lemak abdominal digambarkan memiliki 3 kompartemen yaitu visceral, retroperitoneal
, dan subcutaneous NHLBI,2007.
Gambar 2-2. Distribusi Lemak pada abdomen
Dikutip dari www.nhlbi.nih.gov
7
2.1.6 Hubungan Obesitas Sentral dengan DM Tipe 2
Kelebihan lemak di abdomen yang melebihi proporsi lemak total tubuh merupakan faktor risiko mayor yang independen dan morbiditas. Kelebihan
ukuran lingkar pinggang erat hubungannya dengan kenaikan risiko DM tipe 2, dislipidemia, hipertensi dan penyakit kardiovaskular pada pasien dengan BMI
antara 25 hingga 34,9 kgm
2
NHLBI, 2007. Beberapa penelitian memperkirakan bahwa lemak visceral adalah
komponen dari lemak abdominal yang paling berpengaruh sebagai faktor risiko kesehatan. Sedangkan penelitian lain menyatakan bahwa lemak subcutaneous
paling erat hubungannya dengan kejadian resistensi insulin NHLBI, 2007.
2.1.7 Definisi DM Tipe 2
NIDDM Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau diabetes mellitus tipe 2 adalah salah satu tipe diabetes yang angka kejadiannya paling tinggi.
Diabetes mellitus merupakan salah satu dari kelompok penyakit metabolisme yang ditandai oleh tingginya kadar gula darah, akibat defek sekresi insulin, atau
aksinya, atau keduanya. Diabetes mellitus dikenal juga dengan nama kencing manis. Peningkatan kadar glukosa darah hiperglikemia menyebabkan
pengeluaran glukosa melalui urin, sehingga urin menjadi manis Funnel, 2004. Normalnya, kadar glukosa darah secara ketat dikontrol oleh hormon insulin,
hormon yang diproduksi di pankreas. Insulin akan menurunkan kadar glukosa darah. Ketika kadar glukosa meningkat, insulin akan dilepaskan dari pankreas
untuk menormalkan kadar glukosa. Pada pasien diabetes mellitus, ketiadaan atau insufisiensi produksi insulin menyebabkan hiperglikemia. Diabetes merupakan
penyakit kronik, meskipun dapat dikontrol namun sulit untuk disembuhkan
Mathur R, 2007 2.1.8
Epidemiologi DM Tipe 2
Pada umumnya DM tipe 2 dapat terjadi pada usia dewasa diatas 30 tahun. DM tipe 2 merupakan tipe yang paling sering terjadi dibanding IDDM Insulin
Dependent Diabetes Mellitus atau diabetes mellitus tipe 1 Funnel, 2004.
Meskipun sebelumnya DM tipe 2 umumnya didiagnosis pada usia paruh baya middle age, sekarang onset terjadi pada usia yang lebih muda di Japan
terlihat empat kali peningkatan insiden DM tipe 2 pada usia 6 hingga 15 tahun.
8
Data dari Amerika Serikat mengindikasikan adanya 8-45 kasus DM tipe 2 didiagnosis pada usia muda Cheng, 2005.
Statistik global mengindikasikan beban diabetes mellitus tipe 2 di negara berkembang menjadi masalah besar. Misalnya India dengan penduduk 38 juta
dengan diabetes sedangkan di Cina terdapat 23 juta penderita diabetes. Tahun 2025, jumlah ini diperkirakan bertambah menjadi dua kali lipat Cheng, 2005.
Prevalensi DM tipe 2 meningkat secara dramatis, sebagian besar karena perubahan gaya hidup, peningkatan prevalensi obesitas, dan proses degeneratif.
Untuk Indonesia WHO memperkirakan kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan hasil penelitian di
berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8 di Tanah Toraja, sampai 6,1 yang di
dapatkan di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta daerah urban
dari prevalensi DM tipe 2 1,7 pada tahun 1982 menjadi 5,7 pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8 pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta
Rahajeng, 2007.
2.1.9 Etiologi dan Patogenesis DM Tipe 2
Penyebab DM tipe 2 adalah:
a. Insufisiensi produksi insulin
b. Defek produksi insulin
c. Ketidakmampuan sel untuk menggunakan insulin dengan tepat dan efisien
Nathan, Cagliero, 2001. Kondisi ini akan mempengaruhi hampir seluruh sel otot dan jaringan
lemak dan mengakibatkan keadaan resistensi insulin. Ini merupakan masalah utama pada DM tipe 2 Nathan, Cagliero, 2001.
Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta pankreas. Insulin bekerja membantu pemasukan glukosa dari aliran darah ke dalam sel. Agar dapat
digunakan untuk menghasilkan energi. Secara tidak langsung, insulin akan menurunkan kadar glukosa di dalam darah. Ketika jumlah insulin sedikit atau ada
masalah kerja insulin, sel tidak dapat memasukkan cukup glukosa dari darah dan
9
kadar glukosa darah menjadi tinggi sehingga menyebabkan diabetes Funnel, 2004.
Teori yang paling diterima di seluruh dunia mengenai patogenesis DM tipe 2 adalah kombinasi antara resistensi insulin dengan defisiensi sekresi insulin.
Resistensi insulin digambarkan sebagai berkurangnya sensitivitas terhadap efek dari insulin, keadaan ini dapat diturunkan maupun dapatan acquired akibat dari
obesitas, proses penuaan, pengobatan, endokrinopati spesifik seperti akromegali atau Cushing’s syndrome Nathan, Cagliero, 2001.
2.1.10 Faktor Risiko DM Tipe 2
Ada 2 kelompok faktor risiko DM tipe 2, yaitu yang tidak bisa dimodifikasi dan yang bisa dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak bisa
dimodifikasi yaitu : a.
Ras dan etnik b.
Riwayat keluarga dengan diabetes c.
Usia. Berdasarkan data statistik usia 45 tahun terjadi peningkatan risiko untuk menderita intoleransi glukosa dan lebih rentan terhadap DM tipe 2.
d. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan BB bayi lahir 4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional. e.
Riwayat lahir dengan BB rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi dengan
BB normal Perkeni, 2006. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi yaitu
a. Berat badan lebih BMI 23kgm
2
. b.
Gaya hidup. Kurangnya aktivitas fisik dan kurang berolah raga. c.
Pola makan. Kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji, makanan kolesterol tinggi, mengonsumsi alkohol.
d. Hipertensi 14090 mmHg.
e. Merokok. Merokok meningkatkan risiko DM tipe 2. Pada sebuah penelitian
selama 6 tahun yang melibatkan 40,000 orang laki-laki berusia 40 hingga 75 tahun didapatkan hasil bahwa merokok sebanyak 1 bungkus atau lebih setiap
hari akan melipatgandakan risiko terjadinya DM tipe 2. Selain itu juga, pasien DM yang merokok akan meningkatkan risiko komplikasi. Tujuh puluh lima
10
persen pasien DM meninggal akibat masalah kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke akibat rokok, karena rokok membuat kerja jantung lebih
berat dengan vasokonstriksi, peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah.
f. Obesitas khususnya sentral Nathan, Cagliero, 2001.
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes : a.
Penderita Polycystic Ovary Syndrome PCOS atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin.
b. Penderita sindrom metabolik. Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu
TGT atau glukosa darah puasa terganggu GDPT sebelumnya. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK Penyakit Jantung
Koroner, PAD Peripheral Arterial Diseases Perkeni, 2006.
2.1.11 Gambaran Klinis dan Patofisiologi DM Tipe 2
Tabel 2-1. Gejala DM tipe 2 Gejala yang pada umumnya terjadi pada DM tipe 2 adalah:
• 3P Poliuria, Polidipsia, Polifagia • Poluria adalah peningkatan frekuensi berkemih
• Polidipsia adalah peningkatan rasa haus sehingga minum banyak air • Polifagia adalah peningkatan nafsu makan
• Turunnya berat badan • Visus menurun
• Infeksi kulit • Fatigue
• Luka sulit sembuh
•
Rasa terbakar, tertusuk atau gatal pada kulit biasanya pada ekstremitas.
Dikutip dan telah diolah kembali dari Funnel, M. 2004. Michigan Diabetes Research and Training Center. Diakses dari http:www.med.umich.edu1librguidesnoninsul.htm
Gejala awal dari diabetes berhubungan dengan peningkatan kadar gula darah dan jumlah glukosa yang dikeluarkan melalui urin. Tingginya jumlah
glukosa dalam urin akan meningkatkan output urin poliuria sehingga dapat menyebabkan dehidrasi. Kemudian dehidrasi menyebabkan rasa haus dan
peningkatan konsumsi air polidipsia Nathan, Cagliero, 2001.
11
Ketidakmampuan insulin untuk bekerja secara normal akan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin merupakan hormon anabolik
yang dapat membantu penyimpanan lemak dan protein. Defisiensi insulin yang relatif maupun absolut akan menyebabkan kehilangan berat badan meskipun nafsu
makan meningkat polifagia. Beberapa pasien diabetes juga mengeluh lelah, mual dan muntah. Pasien diabetes mudah mengalami infeksi kandung kemih, kulit
dan daerah sekitar organ reproduksi eksterna. Fluktuasi kadar gula darah akan menyebabkan kaburnya penglihatan. Peningkatan ekstrim dapat menyebabkan
ketidaksadaran dan koma Nathan, Cagliero, 2001.
2.1.12 Diagnosis DM Tipe 2
Diagnosis DM tipe 2 ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna
penentuan diagnosis DM tipe 2, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh, vena ataupun kapiler tetap dapat digunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler Alberti, 1998.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada diabetes. Kecurigaan adanya DM tipe 2 perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti:
a. Poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. b.
Keluhan lain berupa : badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita Alberti, 1998.
Diagnosis DM tipe 2 dapat ditegakkan melalui tiga cara. Yaitu: a.
Jika keluhan klasik ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200
mgdL. b.
Dengan TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan
glukosa darah puasa, namun TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.
c. Dengan pemeriksaan glukosa darah puasa Alberti, 1998.
12
Tabel 2-2. Kriteria diagnosis DM tipe 2 Kriteria diagnosis DM tipe 2 untuk dewasa tidak hamil
• Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥ 200 mgdL 11,1 mmolL, atau
• Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mgdL 7,0 mmolL,
atau • Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO
≥ 200 mgdL 11,1 mmolL
Dikutip dan telah diolah kembali dari Alberti, KG. 1998. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its complications. Part 1: diagnosis and classification of diabetes mellitus
provisional report of a WHO consultation. Diabet Med 7 : 539-53. Diakses dari http:www.ncbi.nlm.nih.govpubmed9686691
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM tipe 2, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT Toleransi Glukosa
Terganggu atau GDPT Glukosa Darah Puasa Terganggu tergantung dari hasil yang diperoleh.
a. TGT = glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mgdL 7,8-
11,0mmolL. b.
GDPT = glukosa darah puasa antara 100-125 mgdL 5,6-6,9 mmolL Alberti, 1988
13
Gambar 2-3. Bagan langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan
Dikutip dari Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006
2.1.13 Komplikasi DM Tipe 2
Komplikasi yang ditimbulkan diabetes secara umum merupakan akibat dari gangguan vaskuler, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler. Organ yang
sering terkena dampaknya adalah mata katarak diabetik, retinopati diabetik dll, ginjal nefropati diabetik dan saraf neuropati UKPDS, 1998.
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun : a.
Penyulit akut 1
Ketoasidosis diabetik 2
Hiperosmolar non ketotik
14
3 Hipoglikemia
b. Penyulit menahun
1 Makroangiopati :
a Pembuluh darah jantung
b Pembuluh darah tepi perifer. Penyakit arteri perifer sering terjadi pada
penyandang diabetes. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
c Pembuluh darah otak
2 Mikroangiopati:
a Retinopati diabetik. Pengendalian kadar glukosa dan tekanan darah
yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. b
Nefropati diabetik. c
Neuropati. Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus
kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit saat malam hari Nathan,
Cagliero, 2001
15
2.2 Kerangka Konsep
Gambar 2-4. Kerangka Konsep Penelitian Prevalensi DM Tipe 2
Pada Obesitas Sentral
2.3 Definisi Operasional
No Variable
Definisi Operasional Alat Ukur
Cara Ukur Hasil Ukur
Skala
1 Konsumsi fast food
Frekuensi responden mengonsumsi makanan
cepat saji yang kandungan gizinya
kurang baik. Sering = 1 kali dalam seminggu
atau lebih, jarang = 1 kali dalam sebulan atau
kurang, tidak pernah = tidak pernah sama
sekali. Kuesioner
Wawancara 2 = sering
1 = jarang 0 = tidak
pernah Ordinal
2 Olah Raga Frekuensi
responden berolah raga per
minggu. Sering = 1 kali dalam seminggu
atau lebih, jarang = 1 kali dalam sebulan atau
kurang, tidak pernah = tidak pernah olah raga
dalam 1 tahun terakhir Kuesioner
Wawancara 2 = tidak
pernah 1 = jarang
0 = sering Ordinal
3 Merokok
Faktor risiko merokok pada diri responden
Kuesioner Wawancara
2 = ya, masih 1 = sudah
berhenti 0 = tidak
pernah Ordinal
4 Konsumsi
Faktor risiko konsumsi Kuesioner
Wawancara 2 = ya, masih
Ordinal
16
alkohol alkohol pada diri
responden 1 = sudah
berhenti 0 = tidak
pernah
5 Riwayat Penyakit
Keluarga Riwayat keluarga yang
satu garis keturunan dengan responden
memiliki penyakit DM tipe 2
Kuesioner Wawancara
1 = ada 0 = tidak ada
Nominal
6 Obesitas Sentral
Suatu keadaan dimana lingkar pinggang
≥ 80 cm untuk perempuan
dan ≥ 90 cm untuk
laki-laki Pita Pengukur
measuring tape
Telaah data lingkar
pinggang 1 =
kriteria + 0 =
kriteria - Nominal
7 Diabetes Mellitus tipe
2 Penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua- duanya
Kuesioner dan glukometer
Telaah data kuesioner serta
hasil GDS danatau GDP
0 = negatif DM tipe 2
1 = positif DM tipe 2
Nominal
8 Jenis Kelamin
Keadaan tubuh yang membedakan manusia
secara fisik berdasarkan fungsinya
Kuesioner Wawancara
1 = laki-laki
2 = perempuan Nominal
9 Umur Lamanya
hidup dihitung berdasarkan
ulang tahun terakhir Kuesioner
Wawancara 1 =
≤ 20 tahun 2 = 21-30 tahun
3 = 31-40 tahun 4 = 41-50 tahun
5 = 51-60 tahun 6 = 60 tahun
Ordinal
10 BMI Body Mass Index
atau Indeks Massa Tubuh.
Perbandingan antara berat badan dalam
kilogram dengan kuadrat tinggi badan
dalam meter Timbangan
berat badan standar
bathroom scale
dan sadiometer
Telaah data berat badan dan
tinggi badan 1 =
underweight 2 = normal
3 = overweight 4 = obesitas
derajat 1 5 = obesitas
derajat 2 Ordinal
11 Hipertensi Faktor risiko
tekanan darah tinggi pada diri
responden Sphygmoma-
nometer Telaah data
tekanan sistolik atau diastolik
1 = normal 2 = pra
hipertensi 3 = hipertensi
derajat 1 4 = hipertensi
derajat 2 Ordinal
12 Gejala Klinis
Gejala-gejala klinis DM tipe 2 yang
terdapat pada diri responden
Kuesioner Wawancara
1 = gejala + 0 = gejala -
Nominal
13 GDP Kadar
gula darah
responden dengan mengambil darah vena
atau kapiler setelah puasa minimal selama
8 jam Glukometer Pengambilan
sample darah
untuk tes kadar gula darah
1 = kriteria DM tipe 2 +
0 = kriteria DM tipe 2 -
Nominal
14 GDS
Kadar gula darah Glukometer
Pengambilan 1 = kriteria DM
Nominal
17
responden dengan mengambil darah vena
atau kapiler yang diperiksakan tanpa
memperhatikan jam makan terakhir
sample darah
untuk tes kadar gula darah
tipe 2 + 0 = kriteria DM
tipe 2 -
18
BAB 3 METODE PENELITIAN