18
BAB II KERANGKA TEORI
A. Teori Penerjemahan 1. Definisi Penerjemahan
Penerjemahan merupakan salah satu unsur terpenting dalam kajian kebahasaan. Dalam bahasa Indonesia istilah ‘terjamah’ diambil dari bahasa
Arab, tarjamah. Bahasa Arab sendiri mengambil istilah tersebut dari bahasa Armenia, turjuman. Kata turjuman serupa dengan tarjamah dan
tarjuman yang berarti orang yang mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lainnya.
11
Banyak sekali definisi terjemahan yang dikemukan oleh para ahli. Namun dalam pandangan Ibnu Burhan, apapaun definisi yang digunakan,
sebaiknya dipertimbangkan prinsif operasional akomodatif. Akomodatif dalam arti mempertimbangkan definisi-definisi yang pernah dikemukakan
oleh para pengkaji pendahulu. Ini dimaksudkan sebagai sikap apresiatif menghargai terhadap hal-hal yang dihasilkan oleh para pengkaji
sebelumnya. Sedangkan prinsif operasional memiliki maksud, bahwa definisi yang digunakan sekalipun akomodatif terhadap hasil-hasil
sebelumnya harus tetap berpijak pada pertimbangan, apakah definisi tersebut dapat dioperasikan pada tahap yang lebih praktis atau tidak.
12
11
Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia; Teori dan Praktek Jakarta: Humaniora, 2005, h. 7.
12
Ibnu Burhan, Menjadi Penerjemah; Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004, Cet. Ke-1, h. 9.
19
Tanslation atau penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda.
Meskipun sangat tidak mewakili keseluruhan definisi yang ada dalam dunia penerjemahan dewasa ini.
13
Terjemahan secara etimologis berasal dari bahasa Arab ‘Tarjama’ yang artinya penjelasan, bila dikatakan ‘Tarjama kalamuhu’ artinya ia
menerangkan ucapannya dan ia mengalih-bahasakan satu teks dari satu bahasa ke dalam bahasa lain.
14
Kata terjemah berasal dari bahasa Arab tarjamah. Kata tersebut kedudukannya sebagai mashdar yaitu Fi’il Madhi Ruba’i al-Mujarrad
‘tarjamah’ yang bentuknya terjadi sebagai berikut
ﺗﺮ ﺟ
ﻢ، ﻳﺘ
ﺮ ﹺﺟ
ﻢ، ﺗﺮ
ﺟ ﻤﹰﺔ
، ﺗﻭ
ﺮ ﺟ
ﻤﺎ ،
ﻣ ﻮﻬﻓ ﺘﺮ
ﹺﺟ ﻢ،
ﻣ ﻙﺍﺫﻭ ﺘﺮ
ﺟ ﻢ،
ﺗﺮ ﹺﺟ
ﻢ،
ﹶﻻ ﺗﺘ
ﺮ ﹺﺟ
ﻢ، ﻣﺘ
ﺮ ﺟ
ﻢ، ﻣﺘ
ﺮ ﺟ
ﻢ
Dalam muradif yang lain kata tarjama bisa berarti ﺮ ﺴ ﻓ menafsirkan atau menginterpretasikan. Kata ﻢ ﺟ ﺮ ﺗ
juga berarti
ﺮ ﺷ ح
menerangkan,
menjelaskan, atau ﻢ ﺟ ﺮ ﺗ juga berarti ﯿﻠﻤﻋ
ﺎ
menerjemahkan ide pikiran ke dalam tindakan mengoperasionalkan.
15
Sedangkan secara terminologis
terdapat beberapa definisi diantaranya adalah sebagai kegiatan memindahkan suatu amanat dari
13
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemahan Jakarta: Gramedia, 2000, h. 4 dan 5.
14
Ahcmad Satory Ismail, Dasar-Dasar Menterjemah Diktat Mata Kuliah Terjemah, Fakultas Adab Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bagian I, h. 2.
15
Atabik Ali, Kamus Kontemporer Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996, Cet. Ke-4, h. 456.
20
bahasa sumber ke dalam bahasa penerima dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya bahasanya.
16
Ada beberapa pengertian terjemahan menurut para ahli antara lain:
17
Menurut definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti terjemahan yaitu menyalin memindahkan dari satu bahasa ke dalam
bahasa lain, atau mengalih bahasakan.
18
Sedangkan menurut Ibnu Burhan, bahwa penerjemahan sebagai usaha memindahkan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
19
Catford 1965,
seorang profesor
Universitas Michigan
mengatakan dalam bukunya A Linguistic Theory of Translation ia mendefinisikannya sebagai “the reflacement of textual material in one
language by equivalent textual material in another language”, mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam
bahasa sasaran.
20
Begitu juga Newmark 1988, seperti yang dikutip Rochayah Machali, memberikan definisi serupa, yaitu: “rendening the meaning of a
teks into another language in the way that the author intenden the teks” menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan
yang dimaksud pengarang.
21
16
Satory Ismail, Dasar-Dasar Menterjemah, h. 2.
17
Nurachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan flores: Nusa Indah, 1986, Cet. Ke- 1, h. 23.
18
Depdikbud, KBBI Jakarta: Balai Pustaka, 1997, Cet. Ke-1, h. 903.
19
Ibnu Burhan, Menjadi Penerjemah Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004, Cet. Ke-1, h. 10.
20
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah Jakarta: Gramedia, 2000, h. 5.
21
Ibid.
21
Eugene A. Nida dan Crarles R. Taber, dalam buku mereka The Theory and Practice of Translation, memberikan definisi penerjemahan
sebagai berikut: “translating consists in reproducing in the receptor language massage, first in terms of meaning and secondly in term of style”
menerjemahkan berarti menciptakan paduan yang paling dekat dalam bahasa penerima terhadap pesan dalam bahasa sumber, pertama dalam hal
makna dan kedua kesesuaian pada gaya bahasanya.”
22
Sedangkan menurut Savory 1968 mengemukakan hakikat penerjemahan di dalam bukunya The Art of Translations dengan
“penerjemahan menjadi mungkin dengan adanya gagasan yang sepadan di balik ungkapan verbal yang berbeda.”
23
Lain halnya dengan definisi yang dikemukakan Brinslin 1973 dalam bukunya Translation Application and Research: ”penerjemahan
adalah istilah umum yang mengacu pada proses pengalihan buah pikiran dan gagasan dari suatu bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan; baik kedua bahasa tersebut telah mempunyai sistem ataupun belum, baik salah satu atau keduanya
didasarkan pada isyarat orang tuna rungu.”
24
Secara lebih sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan sebagai memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa
sasaran dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua gaya bahasanya.
22
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan Yogyakarta: Kanisius, 1989, Cet. Ke-1.
23
Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation, Bahasa Penuntun Praktis Menerjemahkan yogyakarta: Kanisius, 2003, h. 12.
24
Ibid., h. 12-13.
22
Melihat kilas definisi tersebut menurut penulis nampak berbeda- beda namun, mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu adanya
persamaan dan penyesuaian pesan yang disampaikan oleh penulis naskah dengan pesan yang diterima oleh pembaca.
2. Metode Penerjemahan
Di dalam literatur penerjemahan banyak ragam yang diterapkan. Agar penilaian pembaca tetap baik terhadap penerjemah, perlu kiranya
memiliki pengetahuan tentang ragam penerjemahan tersebut, penerjemah dapat mengetahui dengan ragam apa yang harus digunakan untuk
menerjemahkan teks yang bersangkutan. Penulis akan memaparkan delapan metode yang digunakan oleh
Newmark, yaitu 1 metode yang memberikan penekanan pada bahasa sumber BSu; 2 metode yang memberikan penekanan pada bahasa
sasaran BSa. Dalam metode jenis yang pertama, penerjemah berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual teks
sumber Tsu, meskipun dijumpai hambatan-hambatan sintaksis dan semantis pada teks sasaran TSa yakni hambatan bentuk dan makna.
Dalam metode kedua, penerjemah berupaya menghasilkan dampak yang relatif sama dengan yang diharapkan penulis asli terhadap pembaca versi
BSu.
25
Metode-metode yang memberikan penekakan terhadap bahasa sumber yaitu:
25
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 49.
23
a. Penerjemahan Kata Demi Kata
Dalam metode penerjemahan jenis ini biasanya kata-kata teks sasaran
langsung diletakan di bawah versi teks sumber. Kata-kata dalam teks sumber diterjemahkan di luar konteks, dan kata- kata yang
bersifat kultural dipindahkan apa adanya. Umumnya metode ini dipergunakan sebagai tahapan pra-penerjemahan sebagai gloss pada
penerjemahan teks yang sangat sukar atau untuk memahami mekanisme bahasa sumber.
26
ﹸﺔﹶﺛﹶﻼﹶﺛ ﻯﺪﻨﻋﻭ ﹸﻛﺘ
ﹴﺐ
Dan di sisisku tiga buku-buku.
b. Penerjemahan Harfiah
Dengan menggunakan metode harfiah ini, kontruksi gramatikal bahasa sumber dicarikan padanannya yang terdekat dalam bahasa
sasaran, tetapi penerjemahan leksikal atau kata-katanya dilakukan terpisah dari konteks. Dalam proses penerjemahan, metode ini dapat
digunakan sebagai metode pada tahap awal pengalihan, bukan sebagai metode yang lazim. Sebagai proses penerjemahan awal, metode ini
dapat membantu penerjemah melihat masalah yang harus diatasi.
27
ﺟ َﺀﺎ
ﺭ ﺟ
ﹲﻞ ﻣ
ﻦ ﹺﺭ
ﺟ ﹺﻝﺎ
ﹺﺒﻟﺍ ﺮ
ﻭ ِﻹﺍ
ﺣ ﺴ
ﻥﺎ ﹶﻟﺇ
ﻳ ﻰ ﹶﺎﻴﻏﻮ
ﹶﻛ ﺮ
ﹶﺎﺗِ ﹸﳌ
ﺴ ﻋﺎ
ﺪﺓ ﺿ
ﺤ ﹶﺎﻳﺎ
ﺰﻟﺍ ﹾﻟﺰ
ﹺﻝﺍ
Datang seorang laki-laki baik ke Yogyakarta untuk membantu korban- korban gempa bumi.
26
Ibid.,h. 50-51.
27
Ibid., h. 51.
24
c. Penerjemahan Setia
Penerjemahan setia mencoba mereproduksi makna kontekstual teks sumber dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Kata-
kata yang bermuatan budaya dialih bahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan pilihan kata masih tetap dibiarkan.
Penerjemahan berpegang teguh pada maksud dan tujuan teks sumber, sehingga hasil terjemahan kadang-kadang sering terasa kaku dan
seringkali asing.
28
ﻫ ﻮ
ﹶﻛﺜ ﻴﺮ
ﺮﻟﺍ ﻣ
ﺩﺎ
Dia laki-laki dermawan karena banyak abunya.
d. Penerjemahan Semantis
Apabila dibandingkan dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantis lebih luwes, sedangkan penerjemahan setia lebih kaku dan
tidak berkompromi dengan kaidah teks sasaran. Berbeda dengan penerjemahan
setia, penerjemahan
semantis harus
pula mempertimbangkan unsur estetika teks bahasa sumber dengan
mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Selain itu, kata yang hanya sedikit bermuatan budaya dapat
diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional. Bila dibandingkan dengan penerjemahan setia penerjemahan semantis
lebih fleksibel, sedangkan penerjemahan setia lebih terikat oleh bahasa sumber.
29
28
Ibid., h.51-52.
29
Ibid., h. 52.
25
ﺭﹶﺃ ﻳ
ﺖ ﹶﺫ
ﻮﻟﺍ ﺍ ﺟ
ﻬﻴ ﹺﻦ
ﹶﺃﻣ ﻡﺎ
ﹶﻔﻟﺍ ﺼ
ﹺﻞ
Saya melihat si muka dua di depan kelas. Selain melalui penekanan kepada bahasa sumber seperti dijelaskan
diatas, metode penerjemahan dapat lebih ditekankan kepada bahasa sasaran. Ini berarti bahwa selain pertimbangan kewacanaan, penerjemah
juga mempertimbangkan hal-hal lain yang berkaitan dengan bahasa sasaran. Berikut ini adalah keempat metode tersebut.
a. Penerjemahan Adaptasi termasuk saduran
Adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat dengan bahasa sasaran. Istilah “saduran” dapat
dimasukan di sini asalkan penyadurannya tidak mengorbankan hal-hal penting dalam teks sumber, misalnya tema, karakter atau alur.
Biasanya metode ini dipakai dalam penerjemahan drama atau puisi, yaitu yang mempertahankan tema, karakter dan alur. Tetapi dalam
penerjemahan, terjadi peralihan budaya bahasa sumber ke budaya bahasa sasaran, serta teks asli ditulis kembali serta diadaptasikan ke
dalam teks sasaran. Sebagai contoh adalah penerjemahan lebih tepat penyaduran drama Shakespeare berjudul ‘Macbeth’ yang disadur oleh
penyair terkenal WS. Rendra dan dimainkan di Taman Ismail Marzuki Jakarta 1994. Rendra mempertahankan semua karakter dalam naskah
26
asli, dan alur cerita juga dipertahankan, tetapi dialognya sudah disadur dan disesuaikan dengan budaya Indonesia.
30
ﺣ ﻴﻨ
ﻤ ﹶﺍ ﺎ
ﻧ ﺭﺎ
ﻧﺎ ﺎﻧﺭﺪﺑ
Ketika bulan purnama bersinar
b. Penerjemahan Idiomatik
Metode ini bertujuan mereproduksi pesan dalam teks BSu, tetapi sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik
yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian, banyak terjadi distorsi nuansa makna.
31
ﻭﻣ ﹶﻠﻟﺍ ﺎ
ﱠﺬﹸﺓ ﹺﺇﱠﻻ
ﺑﻌ ﺪ
ﺘﻟﺍ ﻌ
ﹺﺐ
Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian.
c. Penerjemahan Komunikatif
Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang demikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi
langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Oleh karena itu, versi teks sasarannya juga langsung berterima. Sesuai dengan namanya, metode
ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Melalui metode ini, sebuah versi
30
Ibid., h. 53.
31
Ibid., h. 54.
27
teks sumber dapat diterjemahkan menjadi beberapa versi teks sasaran sesuai dengan prinsip-prinsip di atas.
32
ﻧﺘ ﹶﻄ
ﻮ ﺭ
ﻣ ﻧ ﻦ
ﹾﻄ ﹶﻔﺔ
ﹸﺛﻢ ﻣ
ﻦ ﻋﹶﻠ
ﹶﻘﺔ ﹸﺛﻢ
ﻣ ﻦ
ﻣ ﻀ
ﻐﺔ
Kita tumbuh dari mani, segumpal darah, dan kemudian segumpal daging awam
Kita berproses dari sperma, lalu zigot, dan kemudian embrio berpelajar
d. Penerjemahan Bebas
Terjemahan bebas
meliputi terjemahan
yang tidak
memperdulikan aturan tata bahasa dan bahasa sumber. Orientasi yang paling menonjol adalah pemindahan makna.
33
Yang dimaksud dengan terjemanahan bebas bukan berarti penerjemah boleh menerjemahkan
sekehendak hatinya sehingga esensi terjemah itu sendiri hilang. Bebas di sini berarti ”penerjemah dalam menjalankan misinya tidak terlalu
terikat oleh bentuk maupun struktur kalimat yang terdapat pada naskah berbahasa sumber. Ia boleh melakukan modifikasi kalimat dengan
tujuan agar pesan atau maksud penulis naskah mudah dimengerti secara jelas oleh pembacanya.”
34
Metode ini lebih mengutamakan isi dan seakan-akan mengorbankan struktur gramatikal bahasa sumber.
Metode ini sering dipakai di kalangan media masa. Terjemahan bebas, pada umumnya, lebih banyak diterima ketimbang terjemahan harfiah,
karena dalam terjemahan bebas biasanya tidak terjadi baik
32
Ibid., h. 55.
33
Burhan, Menjadi Penerjemah, h. 16.
34
Nurachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan Flores: Nusa Indah, 1986, Cet. Ke- 1, h. 56.
28
penyimpangan makna, maupun pelanggaran norma-norma bahasa sasaran. Terkadang metode ini berbentuk para frasa yang lebih panjang
atau pendek dari naskah aslinya. Kekurangan teknik terjemahan bebas ini ialah bahwa yang disampaikan oleh terjemahan bebas ke dalam teks
bahasa sasaran bukan padanan makna teks bahasa sumber, tapi gambaran situasi, yang menghasilkan perolehan padanan situasi.
35
ﺟ ﻤﻴ
ﻊ ﻣ
ﻳ ﺎ ﻨ
ﺸ ﺮ
ﻓ ﹶﳌﺍ ﻰ
ﺠ ﱠﻠﺔ
ﻳﻌ ﺒﺮ
ﻋ ﻦ
ﺭﹾﺃ ﹺﻱ
ﻛ ﺗﹶﺎﹺﺒ
ﻬ ﻭ ﺎ
ﹶﻻ ﻳﻌ
ﺒﺮ ﹺﺑ
ﻀﻟﺎ ﺮ
ﺭﻭ ﺓ
ﻋ ﻦ
ﺭﹾﺃ ﹺﻱ
ﹶﳌﺍ ﺠ
ﱠﻠﺔ
Terjemahnya: Isi di luar tanggung jawab percetakan.
36
3. Proses Penerjemahan
Penerjemahan sebagai suatu proses, memilki beberapa tahap sehingga menghasilkan terjemahan yang diinginkan. Terlebih lagi hasil
terjemahan yang baik ialah terjemahan yang mampu menghadirkan isi atau pesan yang akan disampaikan oleh penulis. Dalam penerjemahan ini,
setidaknya ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh penerjemah untuk mendapatkan hasil yang dianggap baik.
a. Tahap Analisis
Bila kita dihadapkan pada sebuah teks, maka langkah pertama yang akan kita lakukan yaitu menganalisis teks bahasa sumber tersebut
35
Salihen Moentaha, Bahasa dan terjemahan, Language and Translation The New Millennium Publication Jakarta: Kesaint Blanc, 2006, h. 52-53.
36
Moch. Mansyur dan Kustiawan, Pedoman Bagi Penerjemah Arab Indonesia, Indonesia- Arab Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002, h. 112.
29
sebelum diterjemahkan. Analisis ini meliputi apa maksud pengarang menuliskan teks tersebut, apakah untuk menjelaskan sesuatu, bercerita
atau untuk mempertahankan pendapatnya?
37
Semua hal diatas tersebut merupakan pertanyaan dasar yang harus jelas jawabannya bagi penerjemah, sebelum ia menerjemahkan
teks sumber tersebut ke dalam bahasa sasaran. Untuk menganalisis bahasa sumber hendaknya penerjemah memperhatikan aspek tata
bahasa dan emosi yang terkandung dalam kata.
38
Setelah mempunyai gambaran yang jelas barulah penerjemah dapat memulai proses selanjutnya, yakni memindahkan atau
mengalihkan teks sumber tersebut ke dalam teks bahasa sasaran.
b. Tahap Pengalihan
Pada tahap ini, seorang penerjemah berupaya untuk
menggantikan unsur teks bahasa sumber dengan unsur teks bahasa sasaran yang sepadan. Sepadan pada segala unsur dalam teks baik
bentuk maupun isinya.
39
Dalam upaya pengalihan ini, terdapat beberapa pertanyaan yang harus dikaitkan dengan pertanyaan dalam analisis dan
dipertimbangkan oleh penerjemah dalam kegiatan pengalihan diantara pertanyaan tersebut adalah: apakah pesan penulis dalam naskah asli
harus tetap dipertahankan dalam terjemahan? Dapatkah penerjemah
37
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 33.
38
Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, h. 63.
39
Ibid., h. 35.
30
mengubah pesan yang terdapat dalam naskah asli? Jika boleh, seberapa banyak atau seberapa jauh dan mengapa? Inilah pertanyaan yang kerap
kali muncul di sela-sela proses penerjemahan. Namun demikian, seperti yang telah dijelaskan pada definisi penerjemahan, seorang
penerjemah harus mempertahankan maksud yang ingin disampaikan pengarang.
40
Karena pada dasarnya terjemahan bukan sekedar mengalihkan huruf atau kata yang terdapat dalam bahasa sumber,
tetapi lebih kepada pengalihan pesan yang terdapat dalam bahasa sumber, tetapi lebih kepada pengalihan pesan yang terdapat dalam
bahasa sumber kepada bahasa sasaran. Tidak heran bila seorang penerjemah yang telah memasuki tahap ini harus kembali ke tahap
analisis atau sebaliknya sampai ia yakin betul bahwa pemahaman dan analisisnya sudah cukup baik.
41
c. Tahap Penyerasian
Setelah tahap analisis dan pengalihan dilalui dengan baik, tahap terakhir yang harus dilakukan ialah tahap penyerasian. Pada tahap ini,
penerjemah dapat menyesuaikan bahasanya yang masih terasa ’kaku’ untuk disesuaikan dengan kaidah bahasa sasaran. Di samping itu
mungkin juga terjadi penyerasian dalam hal peristilahan, misalnya apakah menggunakn istilah yang umum ataukah yang baku.
42
Tahap penyerasian ini adalah tahap akhir, ini berarti tahap- tahap sebelumnya sudah diselesaikan dengan baik. Pada tahap
40
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah Jakarta: Grasindo, 2000, h. 35.
41
Ibid., h. 38.
42
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah. h. 38.
31
penyerasian ini, penerjemah dapat melakukan tahap ini sendiri, atau bisa meminta bantuan orang lain untuk mengoreksi. Ada dua hal yang
mendasari ungkapan ini. Pertama penerjemah kerap merasa kesulitan mengoreksi kerjaan sendiri, karena secara psikologis ia akan
menganggap terjemahna sudah baik. Hal ini karena didorong latar belakang yang ia miliki. Maka penyerasian yang dilakukan orang lain
cukup membantu dalam menghasilkan terjemahan yang baik dan komunikatif. Kedua, penerjemah sebaiknya merupakan kerja tim;
43
ada yang menerjemahkan dan ada pula yang ’mengedit’. Hal ini
menyangkut faktor keterbacaan, karena terjemahan yang baik ialah terjemahan yang mengadopsi pesan yang dimuat dalam naskah asli
kedalam bahasa sasaran, serta menyajikan komunikatif sehingga terkesan naskah asli dengan naskah terjemahan tidak jauh berbeda.
Dari paparan di atas, dapat dikatakan bahwa seorang penerjemah yang telah punya niatan untuk menggeluti bidangnya,
secara moral ia terikat dengan kenyataan bahwa ia harus menampilkan apa yang terbaik bagi pembacanya. Untuk itulah baik buruknya suatu
produk terjemahan merupakan refleksi dan pencerminan pembuatnya sendiri di masyarakat. Sebab produk terjemahan bukanlah milik
penulis naskah asli, tapi ia milik sejati penerjemah sendiri.
44
43
Ibid.
44
Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, h. 65.
32
4. Prosedur Penerjemahan
Menurut Syihabuddin dalam bukunya yang berjudul Penerjemahan Arab Indonesia teori dan praktek, istilah prosedur dibedakan dari
metode. Konsep yang pertama merujuk pada proses penerjemahan kalimat dan unit-unit terjemahan yang lebih kecil, sedangkan konsep kedua
mengacu pada proses penerjemahan secara keseluruhan.
45
Perbedaan antara metode dan prosedur terletak pada objeknya. Objek metode adalah nas secara keseluruhan,
46
sedangkan objek prosedur penerjemahan berlaku untuk kalimat dan satuan-satuan bahasa yang lebih
kecil seperti klausa, frasa, kata dan sebagainya.
47
Dalam Diktat Teori dan Permasalahan Terjemahan yang disususn oleh Moch. Syarif Hidayatullah, prosedur penerjemahan terbagi menjadi
empat kelompok.
a. Taqdim dan Ta’khir
Mendahulukan kata dalam BSu yang diakhirkan dalam BSa dan mengakhirkan kata dalam BSu yang didahulukan dalam BSa.
ﹶﻗﺪ ﺣ
ﺪ ﺩ
ِﻹﺍ ﺳ
ﹶﻼ ﻡ
ﺘﻟﺍ ﻌ
ﺪ ﺩ
ﺰﻟﺍ ﻭﺍ
ﹺﺝ
5 4
3 2 1
Islam telah membatasi poligami 3 1 2 45
45
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia Bandung: Humaniora, 2005, h.73.
46
Ibid.
47
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah Jakarta: Grasindo, 2000, h. 62.
33
b. Ziyadah
Menambah unsur kalimat yang tidak terlihat dalam BSu.
ﺻ ﻨﻊ
ﹶﻘﻟﺍ ﻣﺎ
ﹺﺱﻮ ﻋ
ﻤ ﹲﻞ
ﻋ ﻈﻴ
ﻢ
4 3
2 1
Menyusun kamus merupakan pekerjaan yang berat 1 2
h 3 h 4
c. Hadzf
Tidak menerjemahkan beberapa kata dalam BSu untuk alasan kelaziman atau kelogisan kalimat.
ﻓ ﻲ
ﻳﻮ ﹴﻡ
ﻣ ﻦ
ﻷﺍ ﱠﺎﻳ
ﹺﻡ ﹶﺫ
ﻫ ﺐ
ﹶﺃ ﺣ
ﻤ ﺪ
ﻟ ﺼ
ﻴﺪ ﺴﻟﺍ
ﻤ ﻚ
9 8 7
6 5
4 3
2 1 Suatu hari, Ahmad memancing
1234 6 89
d. Tabdil
Mengganti stuktur kata dalam BSu dengan memperhatikan makna dalam BSu.
ﻳﻮ ﺯ
ﻉ ﻣ
ﺠ ﹰﺎﻧﺎ
ﻭ ﹶﻻ
ﻳﺒ ﻉﺎ
5 4 3 2 1 Gratis atau tidak diperjualbelikan
2 45
34
B. Pengertian Kalimat Efektif 1. Definisi Kalimat Efektif