Perubahan Anatomi Panggul Pada Wanita Hamil Rancangan Penelitian Lokasi Dan Waktu Penelitian Cara Kerja

17 sebanyak 51 wanita berhasil melahirkan secara vagina dan 25 wanita menjalani seksio sesaria emergensi. Pada wanita yang secara radiologi pelviknya adekuat, 61 wanita berhasil melahirkan secara pervaginam, sebanyak 22 wanita melahirkan secara seksio sesaria. Terdapat 3 kasus ruptura uteri yang terjadi pada wanita yang secara radiologi memeliki pelvis yang adekuat. 18 Menurut , - ., yang melakukan lateral X ray pelvimetri pada 424 ibu hamil yang akan melahirkan dengan partus percobaan atas indikasi presentasi bokong. Di peroleh kesimpulan bahwa partus percobaan tingkat keberhasilannya lebih tinggi pada ukuran pelvik inlet yang lebih lebar, dan berat janin yang 3500 gr memiliki kesempatan 50 untuk partus pervaginam. 23

2.4. Perubahan Anatomi Panggul Pada Wanita Hamil

Pemeriksaan radiologi pada pelvis wanita tidak hamil menunjukkan adanya celah antara tulang pubis yang normalnya sekitar 4 – 5 mm, dalam kehamilan oleh karena pengaruh hormonal yang dapat menyebabkan relaksasi pada ligamentum ligamentum dan tulang hingga celah tersebut bertambah 2 3 mm. Sehingga suatu keadaan yang normal apabila ditemukan celah antara tulang pubis mencapai 9 mm pada wanita hamil. 28

2.5. Teknik Pengukuran Panggul

Ada dua cara mengukur panggul:

2.5.1. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan dilakukan dengan jari pada usia kehamilan 36 minggu. Caranya, dokter akan memasukkan dua jarinya jari telunjuk dan tengah ke jalan lahir hingga menyentuh bagian tulang belakangpromontorium. Setelah itu, dokter akan menghitung jarak dari tulang kemaluan hingga promontorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul. Melalui pemeriksaan ini kita akan mendapatkan Conjugata diagonal jarak antara promontorium dengan simfisis bawah, untuk mendapatkan Conjugata vera, maka conjugata diagonal − 1,5 cm. Universitas Sumatera Utara 18 Jarak minimal antara tulang kemaluan dengan promontorium adalah 11 cm. Jika kurang maka dikategorikan sebagai panggul sempit. Namun, jika bayi yang akan lahir tidak terlalu besar, maka ibu berpanggul sempit dapat melahirkan secara normal. 5,24

6. Cara Pemeriksaan Pelvimetri Klinis Dengan Pemeriksaan Dalam

Menurut - 0, Yang melakukan penelitian retrospektif pemeriksaan pelvimetri klinis dan persalinannya pada 268 primigravida, dimana disimpulkan bahwa pemeriksaan pelvimetri klinis merupakan pemeriksaan yang sangat berguna dalam memprediksi janin dan sebaiknya dilakukan pada semua primigravida yang fasilitas monitoring janinnya sangat terbatas. 29 Namun menurut penelitian yang dilakukan + terhadap 461 orang yang dilakukan pemeriksaan pelvimetri klinis secara rutin dari 660 wanita yang akan menjalani partus percobaan dimana 21 nya atau 141 orang memiliki panggul yang tidak adekuat. Namun dari 141 orang hanya 2 orang yang kontrol ulang untuk menjalani pelvimetri radiologis dan keduanya partus pervaginam, sementara yang lainnya tidak datang lagi pada Universitas Sumatera Utara 19 kontrol berikutnya sehingga tidak ada keterangan mengenai cara persalinannya. Sehingga disimpulkan bahwa pemeriksaan pelvimetri klinis tidak berpengaruh terhadap cara persalinan bahkan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien. 30 - Rontgen X ray pelvimetri pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1900 oleh 1 + 2 dan semakin dikenal sampai sekarang. Pada tahun 1944 + , 3 menemukan tehnik praktis pada pelvimetri dan kemudian dimodifikasi oleh pada tahun 1972. 7,12 X ray pelvimetri dilakukan dengan cara memotret panggul ibu, menggunakan alat rontgen. Selama pemotretan ibu diminta duduk, persis seperti tindakan rontgen pada anggota tubuh lain, hanya saja intensitas cahaya yang digunakan lebih rendah. Hasil foto dianalisa untuk mengetahui ukuran panggul. Bahkan aneka kelainan letak bayi pun sebetulnya bisa terdeteksi dengan cara ini. Dibanding pengukuran secara klinis, pengukuran dengan alat rontgen menghasilkan data yang lebih terperinci mengenai diameter pintu panggul. Namun bahaya radiasi terutama dengan proyeksi Thoms dimana posisi pasien setengah duduk dan jika letak janin dalam letak kepala, maka alat kelamin janin berada diatas dan dekat dengan tabung rontgen. Dengan demikian akan meningkatkan radiasi pada alat kelamin janin. 5,12 Indikasi pemeriksaan Rontgen pada kehamilan bila ada kecurigaan fetopelvik disproporsi atau kecurigaan panggul sempit, riwayat operasi seksio sesaria atau riwayat forcep serta riwayat kematian janin dalam persalinan. X ray pelvimetri juga dilakukan bila pada pemeriksaan klinis didapati ukuran konjugata diagonal 11,5 cm atau diameter intertuberous 8 cm serta bila kepala janin tidak masuk pintu atas panggul dan malposisi letak janin seperti pada presentasi bokong, wajah atau letak lintang. 12 Masih terdapat kontroversi pendapat tentang pengaruh penggunaan X ray pelvimetri pada akhir kehamilan terhadap ibu dan janin. Secara teori dapat membahayakan janin dan kehidupan selanjutnya berupa resiko leukemia dan kelainan pada gonad berupa kongenital malformasi pada Universitas Sumatera Utara , 7 - 12 Menurut - 1 4, penggunaan X ray pelvimetri dapat dilakukan pada trimester 2 dan 3 kehamilan dengan tingkat radiasi yang minimal, sedangkan penggunaan CT scan dengan dosis di bawah 1,5 rad masih cukup aman bagi janin. 31 Menurut yang membandingkan pemeriksaan X ray pelvimetri dengan CT pelvimetri dalam menentukan ukuran panggul, diperoleh kesimpulan bahwa dari 24 pasien yang diperiksa dengan X ray dan CT pelvimetri pasca melahirkan tidak didapati perbedaan secara statistik dalam ukuran panggul. Namun CT pelvimetri lebih dipilih karena tingkat radiasinya rendah, lebih menyenangkan bagi pasien dan waktunya lebih singkat serta mudah pembacaannya jika dibandingkan dengan X ray pelvimetri. 1 - 9 79 Yang Mempengaruhi Pengukuran Pelvimetri Ada 3 faktor yang mempengaruhi pengukuran pelvimetri radiologis yaitu: 1. Teknik rontgen 2. Posisi pasien 3. Penempatan bar kalibrasi Teknik rontgen, posisi pasien, dan penempatan bar kalibrasi yang tidak baik menyebabkan pengukuran menjadi tidak akurat dan terpercaya sehingga pengukuran harus diulang. Eliminasi bar kalibrasi memungkinkan teknisi rontgen dapat berkonsentrasi pada teknik rontgen dan penempatan posisi pasien yang baik, sehingga lebih sedikit diperlukan rontgen ulangan dan paparan radiasi terhadap janin dapat dikurangi. Teknik ini disebut dengan X ray pelvimetri teknik Colcher Sussman yang dimodifikasi. 7 Pemeriksaan pelvimetri klinis memiliki sensitivitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pelvimetri radiologis. Pemeriksaan ini juga memiliki korelasi yang buruk dengan pemeriksaan pelvimetri radiologis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reliabilitas dan Universitas Sumatera Utara 1 validitas pelvimetri klinis yaitu faktor pemeriksa dan anatomi panggul. Faktor pemeriksa menyebabkan variasi antarpemeriksa inter observer variation yang ditentukan oleh pengalaman pemeriksa. Anatomi panggul bervariasi pada setiap wanita. Sebagai contoh, dua primipara memiliki ukuran konjugata diagonalis sama yaitu 10,5 cm, tetapi pada satu orang memiliki konjugata obstetrik berukuran 10,2 cm dan persalinan pervaginam menjadi mudah; pada primipara yang lain ukuran conjugata obstetriknya bisa berukuran 8,2 cm sehingga persalinan harus diakhiri dengan seksio sesaria. 12,30 Konsep VARIABEL DEPENDEN VARIABEL INDEPENDEN PELVIMETRI RADIOLOGIS UKURAN PANJANG TELAPAK KAKI TINGGI BADAN Faktor pemeriksa Interobserver variation Variasi Anatomi Alat Rontgen Teknik Rontgen Dosis X7ray Posisi Pasien Penempatan bar kalibrasi Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

pelvimetri radiologi pintu atas panggulnya.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap pasien seksio sesaria atas indikasi panggul sempit atau disproporsi sefalopelvik di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan sejak bulan Juni 2011 sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua pasien yang menjalani seksio sesaria atas indikasi panggul sempit atau disproporsi sefalopelvik di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr. Pirngadi Meda sejak bulan Juni 2011

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah semua pasien yang menjalani seksio sesaria atas indikasi panggul sempit atau disproporsi sefalopelvik di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr. Universitas Sumatera Utara . ; ,11 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. + Besar Sampel Besar sampel penelitian dihitung secara statistik berdasarkan rumus: 32 n1=n2= 2 Zα + Zβ.S x 1 x 2 Zα = Nilai baku normal dari tabel Z, α=0,05 Zα=1,96 Zβ = Nilai baku normal dari tabel Z, β=0,20 Zβ=0,84 n = Besarnya sampel x 1 x 2 = Selisih minimal yang dianggap bermakna= 1,1 S= Standar deviasi= 1,02 standar deviasi 1,02 merupakan standar deviasi gabungan wanita dengan panggul sempit dan panggul adekuat. n1=n2= 2 1,96 +0,84.1,02 1,1 = 18 orang Jadi besar sampel yang dibutuhkan untuk penelitian adalah sedikitnya 36 orang yang diperoleh dengan cara consecutive sampling. 2 2 Universitas Sumatera Utara - Kriteria Penelitian

3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Semua wanita pasca seksio sesaria atas indikasi panggul sempit atau disproporsi sefalopelvik yang dinilai berturut turut dengan pelvimetri klinis dan partograf baik seksio sesaria elektif maupun seksio sesaria emergensi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan. 2. Umur kehamilan aterm 38 42 minggu atau postterm 42 minggu berdasarkan HPHT danatau ultrasonografi 3. Bersedia ikut serta dalam penelitian 4. Tidak pernah mengalami kelainan tulang panggul atau trauma pada tulang panggul.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Subjek penelitian mengundurkan diri.

4.6. Cara Kerja

1. Pasien yang datang ke poliklinik ibu hamil atau IGD dengan umur kehamilan aterm 38 42 minggu atau postterm 42 minggu dilakukan anamnesis, pemeriksaan Leopold, pemeriksaan dalam untuk menilai adekuasi panggul dengan atau tanpa ultrasonografi. 2. Kemudian pasien dikelompokkan menjadi yaitu kelompok panggul sempit dan kelompok panggul adekuat. Kelompok panggul sempit dilakukan seksio sesaria baik secara elektif maupun secara emergensi. Setelah seksio sesaria berat badan lahir bayi dicatat. 3. Pasien pada kelompok panggul adekuat direncanakan persalinan spontan pervaginam bila tidak ada kontraindikasi. Kemajuan persalinan diikuti. Bila selama persalinan terjadi disproporsi sefalopelvik, seksio sesaria dilakukan secara emergensi. 4. Pada hari ketiga paska operasi seksio sesaria dilakukan pelvimetri radiologis untuk menilai pintu atas panggul, pengukuran tinggi badan, dan ukuran panjang telapak kaki Universitas Sumatera Utara panjang telapak kaki dan tinggi badan dengan ukuran pintu atas panggul secara radiologis.

4.7. Alur Penelitian