Efek Paparan Bunyi dengan Variasi Jenis dan Pressure Level terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Sawi Hijau (Brassica juncea L)

EFEK PAPARAN BUNYI DENGAN VARIASI JENIS DAN
PRESSURE LEVEL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKTIVITAS SAWI HIJAU (Brassica juncea L.)

JOKO PRASETYO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efek Paparan Bunyi
dengan Variasi Jenis dan Pressure Level terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas
Sawi Hijau (Brassica juncea L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Joko Prasetyo
NIM F151120031

RINGKASAN
JOKO PRASETYO. Efek Paparan Bunyi dengan Variasi Jenis dan Pressure Level
terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Sawi Hijau (Brassica juncea L.).
Dibimbing oleh TINEKE MANDANG dan I DEWA MADE SUBRATA.
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi efek paparan variasi bunyi
terhadap karakteristik morfologi dan produktivitas tanaman sawi hijau. Bunyi
yang dipaparkan antara lain musik klasik (bunyi biola), bising lalu lintas (noise)
dan campuran antara musik klasik dan noise. Penelitian dilakukan di instalasi
rumah kaca (greenhouse) Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen
Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Pengujian stomata dilakukan di Laboratorium Microtechnique,
Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) Faktorial terdiri atas dua faktor perlakuan, yaitu jenis bunyi dan level.

Level bunyi terdiri dari tiga taraf yaitu 70-75 dB, 80-85 dB dan 90-95 dB. Total
kombinasi perlakuan sebanyak 10 kombinasi. Adapun objek penelitian ini
digunakan benih sawi hijau varietas tosokan yang umum tersedia di pasaran.
Jumlah benih sawi yang digunakan sebanyak 10 tanaman tiap sampel, sehingga
total sampel sawi yang digunakan ada 100 tanaman yang diamati karakteristik
morfologinya. Banyaknya sampel dianggap sebagai ulangan. Peubah yang diamati
antara lain: daya berkecambah, tinggi tanaman, luas daun, dimensi stomata,
indeks SPAD, dan produktivitas tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemaparan bunyi meningkatkan daya
berkecambah, di mana musik klasik menghasilkan daya perkecambahan terbesar
yaitu 98% jika dibandingkan dengan jenis noise dan campuran sebesar 93% dan
kontrol sebesar 90%. Stimulasi bunyi berpengaruh nyata terhadap faktor
morfologi tanaman yang meliputi tinggi tanaman, luas daun, dan panjang tanaman
dan akar, namun secara uji statistik tidak berpengaruh nyata terhadap indeks
kehijauan daun (SPAD). Noise dengan level 70-75 dB menghasilkan bukaan
stomata tertinggi yakni 12295.34 nm, dan stomata tanaman kontrol sebesar
4510.61 nm menjadi yang terendah. Analisa statistik menunjukkan paparan bunyi
berpengaruh nyata pada produktivitas sawi hijau. Paparan musik klasik dapat
meningkatkan berat basah sawi hijau sebesar 57.14% dibanding yang tidak
terpapar bunyi (kontrol). Noise tidak berdampak negatif terhadap semua

parameter pertumbuhan dan produktivitas sawi hijau. Sebaliknya, justru bunyi
noise berdampak positif terhadap pertumbuhan dan produktivitas. Tidak
diperlukan penambahan atau pencampuran musik klasik untuk mengurangi efek
negatif yang dihasilkan paparan noise.
Kata kunci: Paparan bunyi, noise, morfologi, produktivitas, sawi hijau

SUMMARY
JOKO PRASETYO. Effect of Various Sound and Its Pressure Level on The
Growth and Productivity of Green Mustard (Brassica juncea L.). Supervised by
TINEKE MANDANG and I DEWA MADE SUBRATA
This study aimed to investigate the effects of various sound exposure on
morphological characteristics and productivity of green mustard. Sound type
consists of classical music (violin sounds), noisy traffic and mix sound between
classical music and noise. This study was conducted at greenhouse Siswadhi
Soepardjo Field Laboratory, Department of Mechanical and Biosystems
Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University.
Stomata opening observation was conducted in Microtechnique Laboratory,
Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor
Agricultural University.
The experimental design used was a factorial completely randomized design

treatment consists of two factors, namely the type of sound and pressure level.
Sound pressure level consists of three levels ie 70-75 dB, 80-85 dB and 90-95 dB.
The total combined treatment are 10 combinations. The object of this study used a
green mustard of Tosokan varieties. The number of samples used were 10 plants
for every treatments, hence there were 100 observed plants for morphologic
characteristics purpose. The number of samples were considered as replicates.
Variables measured include: germination, plant height, leaf area, stomatal
dimensions, SPAD index, and crop productivity.
The results showed that noise exposure increases germination. Classical
music exposure produces the highest of 98% of germination, when compared to
the type of noise and mixture sound 93% and 90% of control plants respectively.
Sound stimulation significantly affect the morphology including plant height, leaf
area, and plant and root length. However, the statistical test did not significantly
affect leaf greenness index (SPAD). Noise with a sound level 70-75dB produce
the highest stomatal openings 12295.34 nm, and stomatal control plants is
4510.61 nm being the lowest. Classical music exposure increases wet weight of
57.14% of wet weight. Noise exposure has not negative effect for the growth and
productivity of green mustard.
Keywords: Sound exposure, noise, plant growth, productivity, green mustard


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEK PAPARAN BUNYI DENGAN VARIASI JENIS DAN
PRESSURE LEVEL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKTIVITAS SAWI HIJAU (Brassica juncea L.)

JOKO PRASETYO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Lenny Saulia, STP, MSi

Judul Tesis : Efek Paparan Bunyi dengan Variasi Jenis dan Pressure Level
terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Sawi Hijau
(Brassica juncea L)
Nama
: Joko Prasetyo
NIM
: F151120031
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS

Ketua

Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 15 September 2014

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala atas limpahan karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Penulis memilih judul Efek Paparan Bunyi dengan
Variasi Jenis dan Pressure Level terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas
Sawi Hijau (Brassica juncea L). Penelitian berlangsung selama empat bulan
sejak bulan Maret 2014 sampai dengan Juni 2014.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof.Dr.Ir Tineke Mandang, MS selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr.Ir I Dewa Made Subrata, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing
atas segala bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama
penelitian hingga tersusunnya tesis ini.
2. Dr.Ir Y aris Purwanto, M.Sc selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin
Pertanian dan Pangan.
3. Dr. Lenny Saulia, STP, MSi selaku dosen penguji luar komisi pada
ujian akhir tesis atas masukan dan arahan untuk perbaikan tesis.
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas Beasiswa Unggulan yang
diberikan kepada penulis.
5. Ayahanda Sarjuli dan ibunda Jumini yang senantiasa memberikan
dukungan dan doa-doanya kepada penulis.

6. Rekan-rekan Teknik Mesin Pertanian dan Pangan angkatan 2012 atas
kebersamaan dan persaudaraan selama mengikuti perkuliahan.
Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Oktober 2014
Joko Prasetyo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme Membukanya Stomata
Pengaruh Bunyi terhadap Bukaan Stomata
Pengaruh Stimulasi Bunyi untuk Tanaman
Kebisingan (Noise) dan Dampaknya Terhadap Makhluk Hidup


3
3
5
6
7

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Parameter yang Diamati
Analisis Data

9
9
9
9
10
11
14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Daya Berkecambah
Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Tinggi Tanaman
Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Luas Daun
Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Tingkat Kehijauan Daun
Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Dimensi Bukaan Stomata
Hubungan Bukaan Stomata dengan Tinggi Tanaman, Luas Daun,
Berat Basah dan Indeks SPAD
Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Produktivitas Tanaman

16
16
18
21
23
24
25
27

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

28
28
29

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1 Skala level kebisingan dan sumbernya
8
2 Pengaruh paparan jenis dan level bunyi terhadap tinggi tanaman
sawi hijau
18
3 Pengaruh paparan jenis dan level bunyi terhadap luas daun sawi hijau 21

DAFTAR GAMBAR
1 Morfologi stomata
2 Desain alat penelitian
3 Metode pengamatan perkecambahan benih sawi hijau
4 Metode pengukuran tinggi sawi hijau
5 Metode pengukuran luas daun sawi hijau
6 Metode pengukuran bukaan stomata
7 Metode pengukuran indeks SPAD
8 Diagram alir tahapan penelitian
9 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap daya berkecambah
10 Pengaruh jenis bunyi terhadap daya berkecambah
11 Grafik pengaruh jenis dan level bunyi terhadap tinggi tanaman
12 Pengaruh jenis bunyi terhadap tinggi tanaman
13 Grafik pengaruh jenis dan level bunyi terhadap luas daun
14 Pengaruh jenis bunyi terhadap luas daun
15 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap indeks kehijauan daun
16 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap lebar bukaan stomata
17 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap panjang stomata
18 Grafik hubungan bukaan stomata dengan variabel ukur
19 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap berat basah sawi hijau
20 Pengaruh Jenis dan Level Bunyi Terhadap panjang akhir tanaman

4
9
12
12
13
13
14
15
17
18
19
20
22
23
24
24
25
26
27
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Data daya perkecambahan benih sawi hijau
Data tinggi tanaman
Data luas daun
Data indeks kehijauan daun (SPAD)
Data dimensi stomata
Data berat basah dan panjang total tanaman
Karakteristik frekuensi dari jenis bunyi yang dipaparkan
Pengamatan stomata
Dokumentasi penelitian

33
33
34
34
35
35
36
37
38

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi
yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Kemajuan industri
dan teknologi meskipun berdampak positif terhadap lingkungan hidup karena
meningkatkan kualitas hidup manusia tetapi bisa memberikan dampak negatif
yaitu dampak pencemaran terhadap lingkungan yang tidak hanya berpengaruh
kepada lingkungan alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya, baik hewan,
tumbuhan maupun manusia.
Kemajuan peradaban yang telah memacu perkembangan industri ke arah
penggunaan mesin-mesin dan alat-alat tranportasi dapat menyebabkan timbulnya
kebisingan. Sumber kebisingan yang berasal dari bunyi kendaraan transportasi,
seperti bus, kereta api, pesawat dan lain-lain dapat menyebabkan pencemaran
bunyi. Penyebab pencemaran bunyi di sektor pertanian dapat berasal dari bunyi
mesin traktor, mesin pemanen dan mesin-mesin pertanian lainnya meski sumber
pencemaran bunyi tersebut tidak terus menerus ada di lahan pertanian. Selain
sumber-sumber tersebut, sektor non-pertanian seperti sektor industri dengan
sumber pencemar bunyi yang lebih beragam, seperti pencemaran bunyi di
lingkungan pabrik, turut memberikan andil. Kondisi ini terjadi karena pesatnya
perkembangan sektor industri menyebabkan alih fungsi lahan pertanian menjadi
lokasi industri. Hal ini memungkinkan lahan pertanian terpapar oleh pencemaran
bunyi. Paparan pencemaran bunyi, atau bunyi secara umum, disinyalir
memberikan pengaruh, baik pengaruh baik ataupun buruk terhadap pertumbuhan
tanaman, sebagaimana yang juga terjadi pada hewan dan manusia.
Penelitian yang sudah ada selama ini lebih menekankan pengaruh polusi
bunyi terhadap manusia. Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No:
Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan/polusi bunyi adalah bunyi yang tidak
diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan,
termasuk ternak, satwa, dan sistem alam (Kusumaatmadja 1996). Pengaruh
kebisingan terhadap manusia dan lingkungan sangat besar. Kebisingan dapat
mengakibatkan gangguan fisiologis dan psikologis. Doelle (1986) menyatakan
bahwa kebisingan di atas 70 dB dapat menimbulkan kegelisahan, kejenuhan, dan
masalah peredaran darah. Dampak polusi bunyi terhadap hewan juga telah diteliti,
Cheng et al. (2007) menyatakan bahwa tikus yang diberikan paparan bunyi bising
selama 5 jam mengalami peningkatan stress yang ditandai dengan penurunan
sistem imunitasnya.
Selama ini penelitian tentang pengaruh polusi bunyi ke tanaman belum
banyak dilakukan. Penelitian yang ada selama ini adalah penelitian pemaparan
bunyi dengan jenis tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produktivitas tanaman. Salah satu teknologi dalam rangka meningkatkan kualitas
tanaman adalah melalui penerapan teknologi sonic bloom. Teknologi sonic bloom
merupakan teknologi terobosan yang ditujukan untuk membuat tanaman tumbuh
lebih baik. Sonic bloom memanfaatkan gelombang bunyi frekuensi tinggi yang

2
berfungsi memacu membukanya mulut daun (stomata) yang dipadu dengan
pemberian nutrisi (Mulyadi 2005). Getaran bunyi dapat mempengaruhi
pembukaan stomata daun menjadi lebih lebar (Kadarisman et al. 2013), sehingga
dapat menyerap air dan CO2 lebih banyak dan mengoptimalkan proses
fotosintesis. Sehingga pertumbuhan dan produktivitas tanaman dapat ditingkatkan
secara optimal.
Pada penelitian ini dikaji pengaruh pemaparan gelombang bunyi dengan
berbagai jenis bunyi terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman sawi hijau,
yang mana pada penellitian ini menggunakan tiga jenis bunyi yaitu musik klasik,
bising kendaraan (noise), dan campuran antara musik klasik dan noise. Susanti et
al. (2013) telah melakukan penelitian pengaruh bunyi gamelan terhadap
produktivitas sawi hijau berdasarkan durasi waktu pemaparannya. Hasil yang
didapatkan dari penelitian tersebut adalah pemaparan bunyi gamelan selama 3 jam
meningkatkan produktivitas sawi hijau jika dibandingkan dengan durasi yang
lebih pendek dan tanaman kontrol. Hal yang melatarbelakangi penggunaan sawi
hijau sebagai objek penelitian dikarenakan tanaman tersebut mudah tumbuh dan
responsif terhadap perubahan lingkungan, sawi hijau sering dimanfaatkan sebagai
tumbuhan percobaan untuk pemupukan, kesuburan tanaman, gangguan karena
kurangan hara, serta bioremediasi (Francisca 2009). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Yu et al. (2013) tentang pengaruh bunyi dengan frekuensi 0,3-6
kHz dapat mempengaruhi tinggi dan lebar daun tanaman padi secara signifikan
jika dibandingkan dengan yang tanpa perlakuan. Penelitian serupa juga pernah
dilakukan oleh Yulianto (2008) yang menggunakan teknologi sonic bloom pada
tanaman bawang merah yang disimpulkan dapat meningkatakan produktivitas
hingga 2 ton/ha. Namun demikian secara empirik riset yang berkaitan dengan
pengaruh level dan jenis bunyi terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman
belum banyak dilakukan. Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh
variasi jenis dan level bunyi terhadap karakteristik morfologi dan produktivitas
sawi hijau. Sekaligus menjawab pertanyaan tentang dampak positif atau negatif
polusi bunyi (noise) terhadap tanaman khusunya dalam penelitian ini tanaman
sawi hijau (Brassica juncea L.)
Perumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh pemaparan bunyi dengan jenis yang berbeda pada
beberapa taraf level bunyi terhadap karakteristik morfologi sawi hijau?
2. Apakah pemaparan bunyi dengan taraf level bunyi yang berbeda dapat
memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman sawi hijau jika
dibandingkan terhadap tanaman sawi hijau yang tak terpapar bunyi?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini dapat dirumuskan menjadi
tujuan umum dan tujuan khusus, tujuan umumnya antara lain:
1. Menganalisa pengaruh pemaparan bunyi dengan jenis yang berbeda dan
beberapa taraf level bunyi yaitu 70-75 dB, 80-85 dB, dan 90-95 dB terhadap
daya berkecambah dan karakteristik morfologi sawi hijau.

3
2.

Menginvestigasi produktivitas dan bukaan stomata tanaman sawi hijau
dengan beberapa jenis dan taraf level bunyi 70-75 dB, 80-85 dB, dan 90-95
dB dengan tanaman sawi hijau tak terpapar bunyi.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah melakukan kajian dampak negatif atau
positif paparan bunyi tak beraturan atau noise terhadap pertumbuhan dan
produktivitas tanaman sawi hijau.
Hipotesis
Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan, maka dapat disusun hipotesis
sebagai berikut:
1. Terdapat taraf level bunyi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap
karakteristik morfologi dan lebar bukaan stomata sawi hijau pada berbagai
jenis paparan bunyi
2. Terdapat taraf level bunyi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap
produktivitas sawi hijau pada berbagai jenis paparan bunyi.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah dapat
memberikan pemahaman tentang pengaruh jenis dan taraf level bunyi terhadap
pertumbuhan tanaman sawi hijau, ditinjau dari karakteristik morfologi, bukaan
stomata daun dan produktivitas sawi hijau. Hasil dari penelitian ini diharapkan
nantinya dapat memberikan rekomendasi tentang perlakuan budidaya tanaman
khususnya sawi hijau terutama di daerah dengan tingkat kebisingan yang tinggi,
sebagai contoh di kawasan industri dan sekitar jalan raya.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme Membukanya Stomata
Stomata berasal dari bahasa Yunani yaitu stoma yang berarti lubang atau
porus, jadi stomata adalah lubang-lubang kecil berbentuk lonjong yang dikelilingi
oleh dua sel epidermis khusus yang disebut sel penutup (guard cell), di mana sel
penutup tersebut adalah sel-sel epidermis yang telah mengalami kejadian
perubahan bentuk dan fungsi yang dapat mengatur besarnya lubang-lubang yang
ada. Peranan stomata dalam pertumbuhan tanaman sangatlah penting, diantaranya
sebagai jalan masuk CO2 dari udara pada proses fotosintesis, sebagai jalan
penguapan (transpirasi), dan sebagai jalan pernafasan (respirasi). Walaupun tidak
ada ketentuan umum tentang mekanisme membukanya stomata, akan tetapi
kebanyakan teori menganggap bahwa mekanisme ini melibatkan mekanisme
turgor. Tekanan turgor adalah tekanan dinding sel oleh isi sel, banyak sedikitnya
isi sel berhubungan dengan besar kecilnya tekanan pada dinding sel. Semakin
banyak isi sel, semakin besar tekanan dinding sel (Haryanti 2010)
Stomata pada umumnya terdapat pada bagian-bagian tumbuhan yang
berwarna hijau, terutama sekali pada daun-daun tanaman. Stomata dapat dibagi
menjadi beberapa bagian di antaranya yaitu (a) bagian sel penutup/sel penjaga
(guard cell), (b) bagian yang merupakan sel tetangga, dan (c) ruang udara dalam.

4

Gambar 1 Morfologi Stomata. Sumber: www.realsonicbloom.com
Sel penutup terdiri dari sepasang sel yang kelihatannya simetris, umumnya
berbentuk ginjal, pada dinding sel atas dan bawah tampak adanya alat yang
berbentuk birai (ledges), terkadang birai tersebut hanya terdapat pada dinding sel
bagian atas. Adapun fungsi birai pada dinding sel bagian atas itu adalah sebagai
pembatas ruang depan (Front Cavity) diatas porusnya sedangkan pembatas ruang
belakang (Basic Cavity) antara porus dengan ruang udara yang terdapat
dibawahnya. Keunikan dari sel penjaga adalah serat halus sellulosa (cellulose
microfibril) pada dinding selnya tersusun melingkari sel penjaga, jenis susunan ini
dikenal sebagai miselasi Radial (Radial Micellation). Serat sellulosa ini relatif
tidak elastis, maka jika sel penjaga menyerap air mengakibatkan sel ini tidak dapat
membesar diameternya melainkan memanjang. Akibat melekatnya sel penjaga
satu sama lain pada kedua ujungnya memanjang akibat menyerap air maka
keduanya akan melengkung ke arah luar. Kejadian ini yang menyebabkan celah
stomata membuka (Kertasaputra 1988).
Peranan stomata dalam pertumbuhan sawi sangatlah penting. Walaupun
tidak ada ketentuan umum tentang mekanisme membukanya stomata, akan tetapi
kebanyakan teori menganggap bahwa mekanisme ini melibatkan mekanisme
turgor (Fahn 1992). Peningkatan tekanan turgor sel penjaga disebabkan oleh
masuknya air ke dalam sel penjaga tersebut. Pergerakan air dari satu sel ke sel
lainnya akan selalu terjadi dari sel yang mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel
dengan potensi air lebih rendah. Tinggi rendahnya potensi air sel akan tergantung
pada jumlah bahan yang terlarut (solute) di dalam cairan sel tersebut. Semakin
banyak bahan yang terlarut maka potensi osmotic sel akan semakin rendah.
Dengan demikian, jika tekanan turgor sel tersebut tetap, maka secara keseluruhan
potensi air sel akan menurun. Untuk memacu agar air masuk ke sel penjaga, maka
jumlah bahan yang terlarut di dalam sel tersebut harus ditingkatkan
Stomata membuka karena sel penjaga mengambil air dan menggembung di
mana sel penjaga yang menggembung akan mendorong dinding bagian dalam
stomata hingga merapat. Stomata bekerja dengan caranya sendiri karena sifat
khusus yang terletak pada anatomi submikroskopik dinding selnya. Sel penjaga
dapat bertambah panjang, terutama dinding luarnya, hingga mengembang ke arah
luar. Dinding sebelah dalam kemudian akan tertarik oleh mikrofibril tersebut yang
mengakibatkan stomata membuka (Frank et al. 1995).
Stomata tumbuhan pada umumnya membuka pada saat matahari terbit dan
menutup saat hari gelap sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan
untuk fotosintesis pada siang hari. Umumnya, proses pembukaan memerlukan
waktu 1 jam dan penutupan berlangsung secara bertahap sepanjang sore. Stomata

5
menutup lebih cepat jika tumbuhan ditempatkan dalam gelap secara tiba-tiba
(Frank et al. 1995). Proses fotosintesis ini secara langsung akan berpengaruh pada
proses respirasi, karena bahan utama proses respirasi adalah karbohidrat yang
dihasilkan oleh proses fotosintesis. Proses respirasi inilah yang akan
menghasilkan energi dalam bentuk Adenosin Tri Phospate (ATP). Berikut adalah
persamaan reaksi yang menghasilkan glukosa:
6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2 + ATP

Menutupnya stomata akan menurunkan jumlah CO2 yang masuk ke dalam daun,
sehingga akan mengurangi laju fotosintesis. Pada dasarnya proses membuka dan
menutupnya stomata bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kehilangan
air melalui transpirasi dengan pembentukan gula melalui fotosintesis.
Pengaruh Bunyi terhadap Bukaan Stomata
Bunyi timbul karena penyimpangan tekanan udara, penyimpangan ini
biasanya disebabkan oleh beberapa benda yang bergetar. Secara umum dapat
dikatakan bahwa bunyi atau bunyi dihasilkan dari suatu getaran. Getaran
menyebabkan udara disekitarnya mengalami perapatan dan peregangan secara
bolak-balik. Lapisan perapatan dan peregangan udara yang bergerak ke arah luar
menyebabkan terjadinya rambatan gelombang bunyi. Jika ruang udara sebagai
medium perambatan gelombang tersebut tidak mempunyai molekul-molekul yang
dapat merapat dan merenggang secara bergantian, maka energi mekanik tersebut
belum dapat menghasilkan bunyi (Resnick dan Halliday 1992).
Bunyi berdasarkan frekuensinya terbagi atas tiga tipe, yakni infrasonic
audiosonic, dan ultrasonic. Gelombang bunyi yang dapat didengar oleh manusia
termasuk dalam tipe audiosonic. Gelombang bunyi tersebut merupakan
gelombang longitudinal yang memiliki frekuensi 20–20000 Hz dan terjadi karena
adanya perapatan dan perenggangan dalam medium baik gas, cair, maupun padat.
Bunyi yang dapat dibangkitkan oleh suatu sumber yang bergetar dengan harmonik
dan sederhana merupakan gelombang bunyi harmonik, misalnya benda yang
bergetar adalah garpu tala yang digetarkan atau pengeras bunyi yang digerakkan
oleh osilator audio. Energi atau getaran yang dihasilkan oleh sumber bunyi
tersebut mempunyai efek terhadap suatu tanaman, yaitu mampu untuk membuka
stomata daun. Getaran dari bunyi akan memindahkan energi ke permukaan daun
dan akan menstimulasi stomata daun untuk membuka lebih lebar (Kadarisman et
al. 2011).
Kadarisman et al. (2011) menyatakan bahwa pada dasarnya frekuensi
akustik dapat memperpanjang periode pembukaan stomata yang dapat
mengakibatkan proses transpirasi terus berlangsung, sehingga memperpanjang
pula masa penyerapan unsur hara sebagai penyeimbang transpirasi. Pembukaan
stomata karena pengaruh frekuensi akustik mampu meningkatkan tekanan
osmotik pada protoplosma sel penjaga, di mana sel penjaga merupakan salah satu
bagian yang terdapat dalam stomata sehingga sel penjaga akan menggembung
karena banyak menyerap air. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa yang
mendorong sel penjaga menyerap air dan menggembung adalah tekanan osmotik
protoplasma sel penjaga lebih kecil daripada sel di sekitarnya, yang menyebabkan
air mengalir ke dalam sel penjaga. Selanjutnya mengakibatkan naiknya tekanan
osmotik dan sel menggembung sehingga stomata membuka.

6
Dengan membukanya stomata yang lebih lebar berarti penyerapan unsur
hara dan bahan-bahan lain di daun menjadi lebih banyak jika dibandingkan
dengan tanaman tanpa perlakuan frekuensi akustik. Membukanya stomata
menyebabkan gas oksigen O2 terdifusi keluar dan gas karbondioksida CO2 masuk
ke dalam sel sebagai bahan untuk melakukan proses fotosintesis dengan bantuan
cahaya matahari (Salisbury dan Ross 1995). Dari proses fotosintesis ini secara
langsung akan berpengaruh terhadap proses respirasi, karena bahan utama proses
respirasi adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh proses fotosintesis. Proses
respirasi inilah yang akan menghasilkan energi dalam bentuk ATP (Adenosin Tri
Phospate).
Pengaruh Stimulasi Bunyi untuk Tanaman
Stimulasi musik untuk tanaman sudah banyak dilakukan di luar negeri.
Bahkan sudah terdapat suatu produk yang menjual paket stimulasi untuk tanaman
yang berisi musik dan nutrisi daun (Yulianto 2008). Keduanya diberikan secara
bersamaan pada waktu yang sudah ditentukan. Produk tersebut bernama teknologi
sonic bloom. Sonic bloom merupakan suatu teknologi organik yang digunakan
untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pemberian nutrisi alami dan
frekuensi musik yang dapat merangsang penyerapan sel tanaman.
Teknologi sonic bloom ditemukan oleh Carlson (2013) melalui
penelitiannya sejak tahun 1979. Berdasarkan penelitiaannya, diperoleh level
musik yang dapat berpengaruh pada tanaman sebesar 3000-5000 Hz. Musik yang
digunakan menyerupai bunyi kriket atau burung berkicau. Menurut keterangan
Pierce (1993), Sonic bloom membantu tanaman menyadari potensi genetik mereka.
Bunyi kriket dan kicauan burung yang diberikan kepada tanaman secara alami
akan mendorong stomata untuk membuka lebih luas sehingga dapat meningkatkan
penyerapan dan translokasi nutrisi ke seluruh bagian tanaman.
Teknologi sonic bloom sudah sampai ke Indonesia sekitar tahun 2000an.
Teknologi sonic bloom sudah banyak diteliti oleh Badan Pengkajian Teknologi
Pertanian Jawa Tengah. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa sonic bloom
memiliki pengaruh yang nyata pada peningkatan hasil produktivitas tanaman,
terutama pada tanaman pangan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Menurut
Kadarisman (2011) teknologi sonic bloom merupakan teknik menyuburkan
tanaman dengan menggunakan gelombang bunyi frekuensi tinggi yakni sekitar
3500–5000 Hz.
Penelitian yang sudah dilakukan di Indonesia mengenai sonic bloom
diantaranya yakni yang dilakukan oleh Yulianto pada tahun 2008. Penelitian
tersebut untuk mengetahui pengaruh gelombang bunyi pada sonic bloom pada
cabai merah dan bawang merah. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua
penelitian itu terbukti bahwa sonic bloom mampu meningkatkan hasil baik dari
segi kualitas maupun kuantitasnya. Hasil cabai merah yang dibudidayakan dengan
memberikan stimulasi gelombang bunyi dan nutrisi rumput lau mengalami
peningkatan kuantitas sebesar 42.6 %. Penelitian mengenai budidaya bawang
merah dengan memberikan stimulasi sonic bloom dan pupuk organik didapatkan
peningkatan hasil panen sebesar 35 % (Yulianto 2008).
Penelitian lain juga dilakukan oleh Puji et al. (2011) tentang pengaruh
musik gamelan Bali dan gamelan Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semua tanaman yang diberi perlakuan gelombang bunyi tumbuh lebih baik

7
dibandingkan sampel yang tidak diberi perlakuan (kontrol). Penelitian tentang
sawi juga dilakukan oleh Susanti et al. (2013), yang menyatakan bahwa paparan
musik pada frekuensi 3000-6000 Hz selama 1 hingga 3 jam per hari dapat
memberikan kemajuan yang lebih signifikan dilihat dari lebar daun, panjang daun,
dan berta basah hasil panen.
Menurut hasil penelitian Yulianto (2008) bunyi yang terdapat pada sonic
bloom memiliki frekuensi sebesar 3500–5000 Hz sehingga dapat dikatakan bahwa
bunyi yang dapat digunakan untuk tanaman sama dengan frekuensi bunyi yang
dapat didengar oleh manusia. Level bunyi tersebut yakni sebesar 100 dB seperti
pada penelitian yang telah dilakukan oleh Meng et al. (2012). Pada penelitian
tersebut diberikan perlakuan pemberian gelombang bunyi dengan level 100 dB
dan frekuensi 40–2000 Hz setiap harinya selama 3 jam. Penelitian dengan
perlakuan tersebut diperoleh peningkatan jumlah bunga, jumlah klorofil, dan buah
yang dihasilkan pada tanaman strawberi.
Kebisingan (Noise) dan Dampaknya Terhadap Makhluk Hidup
Gelombang bunyi merupakan vibrasi/getaran molekul-molekul zat yang
saling beradu satu sama lain. Namun demikian, zat tersebut terkoordinasi
menghasilkan gelombang serta mentransmisikan energi tetapi tidak pernah terjadi
perpindahan partikel (Resnick dan Halliday 1992). Gelombang adalah suatu
getaran yang merambat, yang membawa energi dari satu tempat ke tempat lainnya.
Dengan kata lain bunyi mempunyai energi, karena bunyi merupakan salah satu
bentuk gelombang yang memiliki kemampuan untuk menggetarkan partikelpartikel yang dilaluinya.
Tekanan bunyi adalah penyimpangan tekanan atmosfer yang disebabkan
getaran partikel udara karena adanya gelombang bunyi. Level bunyi/bunyi dalam
arah tertentu adalah laju energi bunyi rata-rata yang ditransmisikan dalam arah
tadi lewat satu satuan luasan dan tegak lurus pada titik tersebut. Tekanan bunyi
atau level bunyi diukur dengan menggunakan alat sound level meter yang terdiri
dari mikrofon, penguat dan instrumen keluaran (output) yang mengukur tingkat
atau level bunyi dalam decibel (dB). Alat ini dapat disambungkan dengan alat
tambahan berupa alat penganalisis frekuensi dan personal computer.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia
(Subaris et al. 2008). Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No:
Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan
dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan,
termasuk ternak, satwa, dan sistem alam (Kusumaatmadja 1996).
Kebisingan mempengaruhi kesehatan manusia baik secara fisik maupun
psikologis. Pada tahun 1993, WHO mengakui efek kesehatan penduduk yang
berasal dari kebisingan, antara lain ketergangguan jenis tidur, kardiovaskuler,
sistem pernafasan, psikologis, fisiologis, dan pendengaran. Kebisingan juga
berpengaruh negatif dalam komunikasi, produktivitas dan perilaku sosial (Maleki
et al. 2010). Efek psikologis akibat kebisingan termasuk hipertensi, takikardia,
peningkatan pelepasan kortisol dan stres fisiologis meningkat. Efek psikologis
dari kebisingan biasanya tidak terlihat dengan baik dan sering diabaikan.

8
Tabel 1 Skala Level kebisingan dan sumbernya
Level
Skala
Sumber Kebisingan
(dB)
Kerusakan alat pendengaran
Menyebabkan tuli

120
100-110

Sangat hiruk

80-90

Kuat
Sedang
Tenang
Sangat tenang

60-70
40-50
20-30
10-20

Batas dengar tertinggi
Halilintar, meriam, mesin uap
Hiruk pikuk jalan raya, pabrik sangat
gaduh, peluit polisi
Kantor bising, jalan umum, radio
Rumah gaduh, kantor
Rumah tenang, auditorium, percakapan
Bunyi daun (batas pendengaran terendah)

Sumber. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES) (Suma’mur,
2009)
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan menurut Suma,mur (1996)
adalah:
1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band
noise), misalnya bunyi yang ditimbulkan oleh kipas angin
2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow
band noise), misalnya bunyi yang ditimbulkan oleh gergaji sirkuler dan katup
gas
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya bunyi lalu lintas, bunyi
kapal terbang dilapangan udara
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya bunyi tembakan
atau meriam
5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya bunyi yang ditimbulkan mesin tempa
Penelitian di Amerika Serikat dan di Selandia baru menyatakan bahwa
kebisingan dapat menurunkan kualitas hidup seseorang (Seidman 2010).
Penelitian di Belanda membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara
prevalensi efek kebisingan terhadap kesehatan seseorang dengan level kebisingan
(Salomons et al. 2011)
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan pada mencit atau tikus
dengan tujuan menjelaskan mekanisme immunopatobiogenesis stres. Antaranya
penelitian yang dilakukan dengan menggunakan bunyi bising dengan lama
paparan 1 jam dan 2 jam serta level bunyi 40-50 dB dan level bunyi diatas 85dB
pada mencit. Hasilnya, terjadi peningkatan kadar kortisol serta penurunan jumlah
limfosit dan kadar IgG serum (Budiman 2002).
Penelitian yang lain menunjukkan terjadinya peningkatan kadar kortisol
serta penurunan jumlah limfosit dan kadar IgG serum pada mencit dengan paparan
bising dengan waktu 5 jam perhari dengan level 90dB (A) selama 3 hari. Hasilnya
juga ditemukan kenaikkan kadar kortisol, penurunan CD4+ dan kadar IgG serum
(Cheng et al. 2007).

9

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai dengan Juni 2014 di
instalasi rumah kaca (greenhouse) Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo,
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Pengujian stomata dilakukan di Laboratorium Microtechnique,
Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Alat dan Bahan
Peralatan yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain: Chamber/kotak
percobaan, nampan, cawan petri, pot plastik, Sound Level Meter tipe IEC651
Type2, Chlophyll meter Tipe SPAD-502Plus, speaker aktif, Mp3 Player,
penggaris, mikroskop Tipe BX-41 dan CX-41, preparat, timbangan digital, dan
seperangkat komputer (personal computer) yang dilengkapi dengan perangkat
lunak (software) Adobe Audition 3.0 (Adobe Inc., USA) sebagai editor file bunyi
dan software DP2-BSW untuk menganalisa dimensi stomata.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih sawi
hijau varietas Tosokan, arang sekam, kompos dan pupuk majemuk NPK untuk
menyediakan nutrisi tanaman yang dibutuhkan.

a
d
b
c
Gambar 2 Desain alat penelitian a) chamber, b) cawan petri, c) speaker aktif,
d) mp3 player
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
Faktorial terdiri atas dua faktor perlakuan, yaitu jenis bunyi dan level. Jenis bunyi
terdiri dari musik klasik (biola), bunyi bising lalu-lintas dan mesin industri (noise)
dan campuran antara musik klasik dan noise. Bunyi yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan file digital dengan format mp3 yang didapatkan melalui
internet. Level bunyi terdiri dari tiga taraf yaitu 70-75 dB, 80-85 dB dan 90-95 dB.
Selain itu juga digunakan tanaman sebagai tanaman pembanding (kontrol).
Sehingga total kombinasi perlakuan sebanyak 10 kombinasi.

10
Adapun objek penelitian ini digunakan benih sawi hijau varietas tosokan
yang umum tersedia di pasaran. Jumlah benih sawi yang digunakan pada fase
perkecambahan sebanyak 20 benih tiap perlakuan, sehingga total benih yang
digunakan sebanyak 200 benih. Pada fase pertumbuhan yaitu dari semai hingga
panen jumlah sampel yang digunakan sebanyak 10 tanaman tiap sampel, sehingga
total sampel sawi yang digunakan ada 100 tanaman yang akan diamati
karakteristik morfologi, kehijauan daun, stomata, dan produktivitasnya.
Banyaknya sampel dianggap sebagai ulangan. Setelah tanaman berusia 14 hari
kemudian dipindahkan dari media persemaian menuju pot pembesaran hingga 32
hari kemudian.
Pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
sawi hijau dikondisikan homogen baik kelembaban udara, suhu ruangan dan
radiasi matahari. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan sawi hijau hanya
dipengaruhi oleh perbedaan pola dan level bunyi pada sampel. Hasil pengukuran
menunjukkan suhu di dalam chamber pukul 07.00-10.00 berkisar 28°C-34°C,
kelembaban berkisar antara 65%-82%, radiasi matahari berkisar 95 W m-2 – 102
W m-2. Penelitian dilakukan di dalam greenhouse dan penggunaan chamber
diharapkan dapat mengakomodir faktor-faktor tersebut, sehingga kondisi
lingkungan yang homogen dapat diwujudkan. Penggunaan chamber tidak hanya
berfungsi untuk menjaga homogenitas keadaan lingkungan tanaman seperti suhu,
kelembaban, intensitas cahaya, dan radiasi matahari, tapi juga menjaga level bunyi
yang dipaparkan agar tetap stabil dan tidak terkontaminasi bunyi dari luar.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua macam. Yang pertama adalah
fase perkecambahan dan yang kedua adalah fase pertumbuhan. Pada masingmasing fase, pemberian paparan bunyi dilakukan selama 3 jam setiap harinya
mulai pukul 7.00–10.00. Perlakuan tersebut mengacu pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Susanti et al. (2013) di mana pemaparan bunyi gamelan dengan
durasi 3 jam menghasilkan produktivitas lebih tinggi dibandingkan pemaparan
dengan durasi yang lebih rendah. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing
tahapan penelitian.
Pemaparan Bunyi. Benih sawi hijau ditanam pada kapas yang berada di
dalam cawan petri dan dimasukkan kedalam chamber yang di dalamnya terdapat
speaker aktif. Jenis bunyi yang diberikan adalah musik klasik, noise dan campuran
keduanya. Bunyi campuran digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengurangi dampak negatif terhadap sawi hijau apabila paparan bunyi noise
memberikan dampak negatif, sehingga perlu diminimalisir dengan tambahan
bunyi musik klasik. Sebagai tanaman pembanding (kontrol) ditanam benih sawi
dan diletakkan pada chamber tanpa paparan bunyi, sedangkan level bunyi terdiri
dari tiga taraf yaitu 70-75 dB, 80-85 dB dan 90-95 dB. Analisa frekuensi
menggunakan software Adobe Audition 3.0 (Adobe Inc., USA) didapatkan musik
klasik mempunyai rentang frekuensi 550-1200 Hz, noise mempunyai rentang
frekuensi 150-650 Hz, dan bunyi campuran mempunyai rentang frekuensi 1501200 Hz. Gambaran spektrum frekuensi untuk ke tiga jenis bunyi yang dipaparkan
dapat dilihat pada Lampiran 7. Pada penelitian ini nilai frekuensi yang terukur

11
diabaikan dan tidak termasuk dalam variabel yang berpengaruh, karena fokus
penelitian ini hanya pada jenis dan level bunyi yang digunakan.
Persemaian. Tempat persemaian berupa nampan persemaian yang tersedia
di pasaran. Ukuran nampan yang digunakan adalah panjang 20 cm dan lebar 8 cm
untuk tiap perlakuan. Media tanam yang digunakan berupa campuran arang sekam
dan kompos dengan perbandingan 1:1. Persemaian untuk fase perkecambahan
digunakan kapas sebagai media tumbuh yang diletakkan di dalam cawan petri.
Transplanting. Proses transplanting dilakukan pada umur bibit 14 hari
setelah semai (HSS). Bibit dipindahkan dari media persemaian ke pot pembesaran
yang terbuat dari bahan plastik. Ukuran pot tanam berdiameter 10 cm dan tinggi
15 cm. Media tanam yang digunakan berupa campuran arang sekam dan kompos
dengan perbandingan 1:1.
Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan pada penelitian ini
meliputi penyulaman, penyiraman, dan pemupukan. Proses penyulaman adalah
proses mengganti tanaman yang mati dengan tanaman baru. Penyulaman
dilakukan paling lama 7 hari setelah proses transplanting. Tanaman yang
digunakan untuk menyulam adalah tanaman yang mempunyai rataan tinggi yang
sama atau yang paling rendah dalam satu perlakuan tersebut. Proses penyiraman
dilakukan setiap hari pada pagi hari pukul 06.00-07.00 dan sore hari pukul 16.0017.00 dengan volume pemberian 200 ml/pot. Air yang digunakan berasal dari air
tanah yang berada di lokasi penelitian. Proses pemupukan dilakukan 7 hari sekali
menggunakan pupuk majemuk NPK jenis mutiara yang tersedia di pasaran. Dosis
pemberian sebanyak 1 gram/pot yang mengacu pada penelitian yang telah
dilakukan Susanti et al. (2013).
Pemanenan. Proses pemanenan dilakukan setelah 46 HSS atau 32 hari
setelah tanam, dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman mulai batang
hingga akar. Setelah proses pemanenan tanaman diukur panjang totalnya
kemudian ditimbang berat basahnya.
Parameter yang Diamati
Pengamatan dilakukan pada parameter pertumbuhan, antara lain:
Daya Berkecambah. Pengamatan benih yang berhasil berkecambah
diamati setiap enam jam sekali dengan menggunakan pengamatan visual. Data
jumlah benih yang berhasil berkecambah kemudian dikonversi ke satuan persen.
Metode pengamatan perkecambahan ini mengacu pada penelitian Creath et al.
(2004).
Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman diamati setiap 4 hari sekali sejak benih
mulai disemai hingga sawi berusia 46 hari. Metode pengukuran tinggi tanaman
mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Francisca (2009), pengukuran
dilakukan menggunakan penggaris mulai dari pangkal tanaman (permukaan
tanah) hingga ujung tertinggi daun yang tegak alami tegak lurus permukaan tanah.

12

Berkecambah
Belum
Berkecambah

Gambar 3 Metode pengamatan perkecambahan benih sawi hijau

Gambar 4 Metode pengukuran tinggi sawi hijau
Luas Daun. Pengukuran luas daun merupakan salah satu parameter
morfologi yang umum digunakan untuk menentukan baik tidaknya pertumbuhan
suatu tanaman. Daun yang diukur luasnya adalah daun pada ruas ke-4, berdasarkan
penelitian pendahuluan, daun pada ruas ke-4 mempunyai rataan luas tertinggi
hingga hari ke-46. Pengukuran dimulai pada 28 HSS saat daun ruas ke-4 telah
membuka sempurna. Pemilihan daun tanaman yang digunakan acuan pengukuran
tersebut didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Legros et al. (2009), yang
mana pemilihan daun acuan didasarkan pada ukuran terbesar atau yang berkorelasi
langsung dengan suatu parameter tertentu yang akan diukur. Pengukuran luas daun
menggunakan penggaris dengan metode panjang kali lebar dikalikan dengan faktor
koreksi. Faktor koreksi untuk tanaman sawi adalah 0.6 (Sucipto 2011). Metode ini
dipilih karena praktis digunakan pada pengukuran secara kontinyu dan sesuai
untuk pengukuran di lapang, namun secara akurasi masih kurang jika
dibandingkan dengan metode gravimetri atau image proccessing.
Luas Daun = Panjang daun * Luas daun * 0.6

13

Gambar 5 Metode pengukuran luas daun sawi hijau
Bukaan Stomata. Cara pembuatan preparat stomata adalah dengan metode
replika/cetakan (Haryanti 2009) yaitu : Permukaan bawah daun diolesi cat kuku
kemudian dibiarkan kering setelah 5-10 menit. Setelah kering cat kuku diselotip
transparan, kemudian selotip yang sudah tercetak permukaan daun oleh cat kuku
ditempelkan pada preparat kaca yang telah diberi label. Parameter yang diamati
adalah panjang dan lebar (porus) bagian dalam stomata daun. Pengukuran panjang
atau lebar porus stomata dapat dilakukan dengan bantuan software DX-Olympus
yang telah terintegrasi dengan mikroskop dengan perbesaran 400 kali.

Gambar 6 Metode pengukuran bukaan stomata menggunakan Mikroskop DX-41
dengan software Olympus DP2-BSW
Tingkat Kehijauan Daun. Tingkat kehijauan daun merupakan representasi
dari kandungan klorofil daun, semakin tinggi nilainya maka semakin hijau dan
semakin tinggi juga kandungan klorofilnya (Handoyo 2010). Pengukuran tingkat
kehijauan daun menggunakan Chlophyll meter Tipe SPAD-502Plus. Metode
pengukuranya dengan menjepitkan sensor inframerah yang berada pada alat ukur
ke bagian tengah daun sawi hijau. Nilai yang terukur menyatakan tingkat
kehijauan daun.

14

Gambar 7 Metode pengukuran indeks kehijauan daun (SPAD)
Berat Basah Tanaman. Pengukuran berat basah dilakukan pada saat panen
menggunakan timbangan digital. Objek yang ditimbang meliputi daun dan batang.
Proses pengukuran dilakukan sesaat setelah sawi dipanen. Tujuannya agar kadar
air pada tanaman tidak cepat berkurang karena penguapan. Akar sawi tidak diukur
beratnya karena arang sekam melekat pada akar serabut dan sulit dihilangkan,
sehingga akan menjadi bias jika akar tidak dipotong dan tetap ditimbang.
Panjang Total Tanaman. Pengukuran panjang total tanaman dilakukan
setelah proses pemanenan. Proses pengukuran menggunakan meteran. Bagian
yang diukur mulai ujung daun tertinggi hingga ujung akar terpanjang. Tujuan lain
dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui perbedaan ukuran panjang akar pada
masing-masing perlakuan.
Analisis Data
Data hasil pengamatan diuji dengan analisa sidik ragam menggunakan
program Ms.Excel 2007 dan SAS versi 9.1.3. Jika hasil pengujian sidik ragam
pada taraf nyata 5% terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT
(Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata 5% untuk membandingkan nilai
tengah antar perlakuan (Matjik dan Sumertajaya 2006).

15
Mulai

Benih sawi hijau
(Brassica juncea)
Penyemaian di nampan
Pemindahan bibit ke pot tanam
setelah umur 14 HSS.

Pemaparan bunyi selama 3 jam
pukul 07.00 – 10.00 dengan berbagai jenis bunyi yakni:
1. Musik klasik (bunyi
beraturan)
2. Noise (tak beraturan)
3. Gabungan bunyi musik dan
noise

Pembesaran tanaman di kotak
penelitian (chamber) sampai
umur tanaman 46 HSS

Parameter pengamatan :
1. Perkecambahan
2. Tinggi tanaman
3. Luas daun
4. Kehijauan daun (SPAD)
5. Bukaan stomata

Sawi umur
46 HSS

Tidak

Ya
Pemanenan
Pengukuran berat basah dan
panjang total tanaman

Selesai

Gambar 8 Diagram alir tahapan penelitian

16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil observasi di laboratorium greenhouse Siswadhi Soeparjo pada bulan
April-Juni 2014 menunjukkan suhu harian berkisar antara 23.3°C hingga 40.1°C
dengan suhu tertinggi pada pukul 12.00. Kelembaban udara berkisar mulai 52%
hingga 95%. Sedangkan untuk radiasi matahari sebesar 5.5 W m-2 hingga dengan
radiasi tertinggi mencapai 208.7 W m-2 pada pukul 12.00. Dari pengukuran
tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan greenhouse relatif bersuhu
cukup tinggi untuk budidaya sawi. Suhu yang ideal untuk tanaman sawi adalah
15°C-21°C pada malam hari dan 27°C-32°C pada siang hari (Francisca 2009).
Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Daya Berkecambah
Pemaparan musik klasik pada berbagai level bunyi pada Gambar 9a terlihat
bahwa level bunyi 70-75 dB dan 80-85 dB menghasilkan daya berkecambah yang
tertinggi sebesar 100% pada jam ke-36, sedangkan yang terendah terdapat pada
benih sawi tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 90% pada waktu yang sama. Grafik
perlakuan pada Gambar 9a memperlihatkan bahwa laju perkecambahan untuk
semua level bunyi pada jam ke-6 hingga jam ke-18 lebih cepat antara 70-90%,
jika dibandingkan dengan paparan bunyi noise dan campuran. Hal ini sesuai
dengan penelitian Creath et al. (2004), bunyi musik klasik mempercepat daya
perkecambahan. Pemaparan bunyi campuran pada Gambar 9b terlihat bahwa level
bunyi 70-75 dB menghasilkan daya berkecambah tertinggi sebesar 100% pada
akhir pengamatan dan level bunyi 90-95 dB menghasilkan daya berkecambah
terendah sebesar 85%. Bunyi jenis bising lalu lintas dan mesin industri (noise)
yang dipaparkan pada perlakuan berikutnya didapatkan level bunyi 70-75 dB dan
80-85 dB menghasilkan daya berkecambah tertinggi sebesar 95%.
Dari ketiga perlakuan yang telah disebutkan terdapat korelasi yaitu level
bunyi rendah menghasilkan daya berkecambah tertinggi benih sawi hijau jika
dibandingkan dengan level bunyi diatasnya, sedangkan tanaman kontrol yang
tidak terpapar bunyi cenderung lebih lambat daya berkecambahnya. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Creath et al. (2004) yang melakukan
penelitian dengan objek biji okra dan zucchini yang dipaparkan bunyi burung dan
musik dapat mempercepat proses perkecambahan secara signifikan jika
dibandingkan dengan bunyi noise dan tanpa paparan bunyi. Penelitian serupa juga
telah dilakukan oleh Suwardi (2010) yang melakukan penelitian stimulus bunyi
dengan variasi frekuensi 1-15 kHz dengan objek biji kedelai, yang mana pada
penelitian tersebut didapatkan frekuensi 10 kHz merupakan frekuensi yang paling
optimal untuk mempercepat proses perkecambahan biji kedelai.
Perlakuan stimulasi bunyi terhadap perkecambahan biji sawi hijau secara
umum memberikan pengaruh, namun tidak signifikan. Pada jam ke 6 hingga jam
ke 12 belum ada perbedaan yang signifikan dari ketiga perlakuan