Studi Karakteristik Anatomi Skelet Kepala Biawak Air (Varanus salvator)

STUDI KARAKTERISTIK ANATOMI SKELET KEPALA
BIAWAK AIR (Varanus salvator)

WIWIT WIDIAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Karakteristik
Anatomi Skelet Kepala Biawak Air (Varanus salvator) adalah benar karya saya
dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, 24 Oktober 2014
Wiwit Widiawati
NIM B04100160

ABSTRAK
WIWIT WIDIAWATI. Studi Karakteristik Anatomi Skelet Kepala Biawak Air
(Varanus salvator). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan SAVITRI NOVELINA.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik anatomi skelet
kepala biawak air (Varanus salvator) dikaitkan dengan fungsi dan perilaku
hidupnya. Penelitian ini mempelajari dengan mengamati dan mengukur tulangtulang penyusun skelet kepala biawak air dan membandingkannya dengan literatur
yang terkait dengan sistem skelet kepala hewan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kepala biawak air memiliki ukuran panjang 12 cm, lebar 7 cm dan tinggi 5
cm. Biawak air mempunyai gigi marginal tipe pleurodont yang tumbuh di
samping rahang dengan satu gigi pengganti pada setiap gigi marginal. Hubungan
antar tulang kepala sangat erat dan pada beberapa tulang seperti os lacrimale,
os temporale dan os postorbitale saling tumbuh melekat dengan tulang-tulang
disekitarnya. Pars splanchnocranii tumbuh subur dan berbentuk memanjang, serta
ditemukan adanya os supraorbitale. Pada pars neurocranii terdapat columella
cranii dan os squadratum yang berkembang dengan baik. Canalis interincisivum
terdapat pada palatum durum yang menghubungkan ruang mulut dengan ruang

hidung. Secara fungsional saluran ini berkaitan dengan sistem penciuman yang
tajam karena berhubungan dengan organon jacobson.
Kata kunci: gigi tipe pleurodont, os supraorbitale, skelet kepala, Varanus salvator

ABSTRACT
WIWIT WIDIAWATI. Morphological Characteristic of The Cranial Skeleton of
Water Monitor Lizard (Varanus salvator). Supervised by NURHIDAYAT and
SAVITRI NOVELINA.
The study was aimed to observe the characteristics of cranial skeleton of
Varanus salvator, compared to its function and behavior. This study was conducted
by observing speciment of water monitor lizards cranial skeleton and the observation
was compared with related litelatures. The results showed that the head of water
monitor lizard had 12 cm in length, 7 cm in width and 5 cm in height. Water
monitor lizard have a marginal pleurodont teeth that grows on the side of the jaw
with one tooth replacement on each marginal tooth. Relationships between bone
of the head very closely and a few bones like os lacrimale, os temporale and
os postorbitale grows attached to each other with the surrounding bones. Pars
splanchnocranii thrives and elongated, and os supraorbitale found in this area.
Columella cranii found in the pars neurocranii and os squadratum well
developed in this area. Canalis interincisivum found on the hard palate that

connects the oral cavity and the nasal cavity. This channel is functionally
compared to the olfactory system because it associated with organon jacobson.
Keywords: cranial skeleton, os postorbitale, pleurodont teeth, Varanus salvator

STUDI KARAKTERISTIK ANATOMI SKELET KEPALA
BIAWAK AIR (Varanus salvator)

WIWIT WIDIAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Studi Karakteristik Anatomi Skelet Kepala Biawak Air
(Varanus salvator)
Nama
: Wiwit Widiawati
NIM
: B04100160

Disetujui oleh

Dr Drh Nurhidayat, MS PAVet
Pembimbing I

Dr Drh Savitri Novelina, MSi PAVet
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Januari hingga April 2014 dengan judul "Studi Karakteristik
Anatomi Skelet Kepala Biawak Air (Varanus salvator)".
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Nurhidayat, MS PAVet
selaku dosen pembimbing pertama dan Dr Drh Savitri Novelina, MSi PAVet selaku
dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dengan penuh
keikhlasan dan kesabaran selama penelitian dan penulisan skripsi. Terima kasih juga
kepada seluruh staf dan teman satu penelitian di Laboratorium Anatomi FKH IPB
yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terimakasih
khusunya untuk kedua orang tua dan kedua adik tersayang (Ninis dan Alm. Alan)
serta Emoy dan Wiwils yang selalu mendukung dan memberikan semangat untuk
menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Semoga karya ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu
pengetahuan, terutama di bidang medis veteriner.

Bogor, 24 Oktober 2014

Wiwit Widiawati

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODOLOGI

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5

Bahan dan Alat Penelitian

5

Metode Penelitian


5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Hasil

6

Karakteristik skelet kepala biawak air (Varanus salvator)

6

Skelet kepala tampak dorsal dan ventral

6

Skelet kepala tampak kaudal


8

Skelet kepala tampak lateral

9

Os mandibula tampak lateral dan dorsal

10

Pembahasan

11

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan


14

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Bagian-bagian kranium vertebrata dan evolusi struktur rahang
reptil. ............................................................................................... 4
Gambar 2 Skelet kepala tampak dorsal (A) dan ventral (B). ............................. 7
Gambar 3 Skelet kepala tampak kaudal ............................................................. 8

Gambar 4 Skelet kepala tampak lateral. ............................................................ 9
Gambar 5 Os mandibula biawak air tampak lateral (A) dan dorsal (B, C). .... 10

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis dengan curah hujan turun
sepanjang tahun menjadikan Indonesia kaya akan flora dan fauna. Jenis fauna
yang memiliki penyebaran cukup luas adalah biawak. Biawak telah lama diburu
manusia untuk dimanfaatkan kulitnya sebagai bahan industri dan dagingnya
sebagai bahan makanan atau obat. Tidak kurang dari satu juta potong kulit biawak
air dimanfaatkan setiap tahunnya di berbagai belahan dunia untuk dijadikan bahan
industri (Shine et al. 1996).
Di Indonesia ditemukan empat spesies biawak, yaitu biawak air atau water
monitor lizard (Varanus salvator), biawak mangrove (Varanus indicus), komodo
(Varanus komodoensis) dan Varanus auffenbergi. Biawak air tersebar mulai dari
Pulau Sumatera, Jawa, sampai Sulawesi dan Maluku. Biawak mangrove daerah
penyebarannya di Pulau Papua, sementara komodo di Pulau Komodo Provinsi
Nusa Tenggara Timur serta Varanus auffenbergi yang penyebarannya di Pulau
Roti (Koch dan Acciaioli 2007).
Biawak air memiliki bagian kepala oval dan tertutup oleh sisik yang
berbentuk polygonal (segi lima). Pada daerah kepala, terdapat area mulut yang
luas dengan lidah panjang dan bercabang dua (De Lisle 1996). Hewan ini
memiliki kekuatan yang besar pada daerah mulut untuk mendukung proses makan
dan berkelahi atau menerkam mangsa. Rahang bawah biawak air sangat kuat dan
hanya terdapat gigi marginal dengan pembukaan mulut yang relatif tidak lebar.
Pembukaan mulut biawak air lebih terbatas dibandingkan dengan komodo karena
tidak memiliki kraniokinesis yaitu gerakan tulang tengkorak dan tulang rahang
untuk menggerakkan rahang atas dan bawah (Parker 1967).
Tengkorak merupakan bentuk yang sangat kompleks karena terdiri atas
beberapa tulang yang menjadi satu kesatuan sehingga terbentuk seperti satu tulang
yang kompak. Selain bentuknya yang kompleks, tengkorak juga memiliki fungsi
yang penting, yaitu sebagai pelindung otak dan beberapa alat indera yang penting
di daerah kepala (Warwick dan Williams 1973). Tengkorak biawak air memiliki
ukuran lebih kecil dibandingkan tengkorak komodo. Pada komodo hubungan
tulang-tulang penyusun skelet kepala sangat longgar bahkan hampir lepas,
sehingga pembukaan mulut hewan ini sangat lebar ke arah ventral, dorsal, lateral
kanan dan kiri (Parker 1967).
Perbedaan struktur dan karakteristik tulang-tulang penyusun skelet kepala
Varanus khususnya Varanus salvator cukup menarik untuk diamati. Sampai saat
ini, informasi mengenai struktur skelet kepala biawak air sangat terbatas.
Pengetahuan mengenai struktur skelet kepala biawak air dan organ-organ yang
terdapat di dalamnya dapat menjadi dasar dalam mempelajari fisiologi dan
perilaku hewan tersebut. Oleh karena itu, penelitian mengenai struktur skelet
kepala biawak air sangat penting untuk dilakukan.

2
Tujuan Penelitian
Studi karakteristik struktur skelet kepala biawak air yang dikaitkan dengan
fungsi dan perilakunya.
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai struktur anatomi skelet kepala biawak air
(Varanus salvator) sebagai model untuk penelitian komodo (Varanus
komodoensis).
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Biawak Air (Varanus salvator)
Salah satu pusat penyebaran biawak air yang terdapat di Indonesia adalah di
Pulau Biawak. Pulau ini merupakan pulau kecil di Laut Jawa di sebelah Utara
Kabupaten Indramayu Jawa Barat dengan populasi biawak air yang sangat besar.
Hal ini dipengaruhi oleh ekosistem mangrove yang masih baik sehingga menjadi
tempat hidup dan mencari makan yang ideal bagi biawak air. Selain itu, pulau
biawak juga didukung oleh kontur tanahnya yang berpasir sehingga ideal bagi
biawak untuk membuat sarang dan meletakkan telur-telurnya (De Lisle 2007).
Menurut Zug dan George (1993), biawak air dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kelas
: Reptilia
Ordo
: Squamata
Sub Ordo
: Lacertilia
Famili
: Varanidae
Genus
: Varanus
Spesies
: Varanus salvator
Famili Varanidae mempunyai ciri antara lain berbadan besar dengan sisik
yang bulat di bagian dorsal, mempunyai lipatan kulit di leher dan badannya,
lehernya panjang dengan kepala tertutup oleh sisik yang berbentuk polygonal. Di
samping itu, Famili Varanidae mempunyai ciri lain yaitu lidah panjang bercabang
dua dengan tipe gigi pleurodont, pupil yang bulat dengan kelopak mata dan
lubang telinga yang nyata. Spesies dari Famili Varanidae antara lain biawak air
(Varanus salvator) dan komodo (Varanus komodoensis) yang panjangnya lebih
dari 3 meter (Zug dan 1993).
Komodo (Varanus komodoensis)
Komodo adalah reptil besar endemik di lima pulau di wilayah Sunda Kecil
di Tenggara Indonesia. Empat di antara lima pulau tersebut berada dalam kawasan
Taman Nasional Komodo (Ciofi dan De Boer 2004). Berdasarkan pengamatan
Surahya (1989), karakteristik skelet kepala komodo terdapat pada ujung

3
moncongnya yang cenderung berbentuk lingkaran dan pembukaan mulut yang
sangat lebar. Hewan ini memiliki gigi yang runcing, moncong relatif pendek,
lubang hidung berbentuk oval dan perbandingan jarak antara ujung moncong-mata
dengan jarak antara ujung moncong-lubang hidung adalah 3:1 (Ouwens 1912).
Biologi, Habitat dan Tingkah Laku Biawak Air (Varanus salvator)
Biawak air memiliki ciri-ciri fisik antara lain kepala berbentuk oval, kaki
yang kuat, lidah panjang dan bercabang dua, bersisik tebal, berwarna dominan
hitam dengan corak garis kuning di bagian torak dan berwarna kuning terang di
bagian abdomen (De Lisle 1996). Hewan ini merupakan hewan karnivora yang
biasanya mencari makan di lingkungan sekitar sungai atau danau. Pada
populasinya, biawak air mempunyai jantan dominan yang biasanya memiliki
ukuran tubuh terbesar pada populasi itu. Jantan dominan selalu menandai
wilayahnya dengan menggesekkan tubuhnya terutama daerah leher pada batang
pohon (Gaulke dan Horn 2004).
Biawak air mempunyai kemampuan berenang yang baik dengan cara
menggerakan tubuh beserta ekornya yang panjang ke arah lateral. Kemampuan ini
digunakan biawak untuk mencari mangsa di dalam air terutama ikan. Selain itu,
hewan ini mempunyai kebiasan berjemur di siang hari, membuat sarang dengan
menggali lubang di dalam tanah atau di atas pohon, memecut dengan ekor dan
mempunyai tipe pernapasan costal (Gaulke dan Horn 2004).
Komparasi Skelet Kepala Reptil
Menurut Deblase dan Martin (1974), skelet kepala merupakan bagian yang
paling kompleks dari kerangka tubuh. Selain itu, skelet kepala juga memiliki
fungsi sebagai pelindung otak dan beberapa alat indera yang penting di daerah
kepala (Warwick dan Williams 1973). Skelet kepala memiliki banyak variasi, baik
dari bentuk maupun ukuran. Variasi ini terjadi karena beberapa faktor, misalnya
faktor makanan, alat indera, pola adaptasi dan tingkah laku (Willey dan Montagna
1963).
Tulang-tulang penyusun skelet kepala umumnya dihubungkan oleh sutura.
Menurut Colville dan Bassert (2002), hubungan tulang ini bersifat kaku atau tidak
dapat bergerak. Selain itu, hubungan persendian antara tulang rahang atas dan
bawah yang dapat bergerak bebas serta tidak bersifat kaku. Beberapa macam tipe
sutura antara lain sutura serrata, sutura squamosa, sutura folliata, sutura
harmonia dan sutura coronal (Tortora dan Derrickson 2009).
Menurut Surahya (1989), kranium vertebrata dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu neurokranium primordiale (bagian tengkorak), dermatokranium dan
splanknokranium (bagian wajah). Pada reptil terdapat suatu gerakan tulang
tengkorak dan tulang rahang untuk menggerakkan rahang atas dan bawah yang
disebut dengan kraniokinesis (Parker 1967). Evoulusi struktur rahang reptil dibagi
menjadi empat kraniokinesis, yaitu metakinesis, streptostylia, prokinesis dan
mesokinesis. Metakinesis adalah gerakan kepala mengikuti arah jarum jam
dengan ciri mempunyai rahang dan kepala yang kaku. Streptostylia adalah
gerakan kepala yang memungkinkan terjadi rotasi pada rahang bawah sehingga
rahang menggantung di atas os squadratum. Prokinesis adalah gerakan kepala
terjadi di anterior mata. Adapun mesokinesis adalah gerakan kepala terjadi di
posterior mata (Kardong 2006).

4

Neurokranium

Dermatokranium
os squadratum

Spenodon
(metakinesis)

Squamata
(streptostylia)

Squamate snake
(prokinesis)

Scleroglossan lizard
(mesokinesis)

Gambar 1 Bagian-bagian kranium vertebrata dan evolusi struktur rahang reptil
(Kardong 2006).
Neurokranium primordiale
Neurokranium primordiale terdiri atas kartilago berupa kapsula yang di
dalamnya terdapat encephalon, organum vestibulocochlearis, organum olfactorius
dan cekung bulbus oculi. Kartilago ini tidak memiliki sambungan, sehingga hanya
dapat dibedakan berdasarkan regio, yaitu regio ethmoidalis, regio
orbitotemporalis, regio otica dan regio occipitalis. Neurokranium primordiale
pada komodo disusun oleh os occipitale, os sphenoidale yang rostral, dan
periopticum. Os sphenoidale rostral terdiri atas os parasphenoidale,
os rostroparasphenoidale, dan processus basypterygoideus. Sedangkan unsurunsur periopticum disusun oleh tiga tulang, yaitu os epiopticum di distal,
os proopticum di rostroventral dan os opishtotikum di occipitoventral (Surahya
1989).
Neurokranium buaya muara terdiri atas unsur-unsur os occipitale dan
os sphenoidale. Unsur-unsur os occipitale memiliki foramen occipitale yang
dikelilingi oleh os supraoccipitale, os occipitale dextra dan sinistra,
os basyoccipitale dan memiliki satu buah kondilus. Unsur-unsur os sphenoidale
terdiri dari os basysphenoidale, os presphenoidale dan os laterosphenoidale (Kent
1973).
Dermatokranium
Dermatokranium terdiri atas tulang desmal yang menyusun kepala, dinding
lateral kepala, atap mulut dan rahang bawah. Dermatokranium dibentuk oleh
tulang rawan pterygoquadrat dan terdapat os quadratusjugum yang menyebabkan
buaya tidak dapat membuka rahangnya lebar-lebar untuk menelan mangsa yang

5
besar (Surahya 1989). Dermatokranium yang menutupi otak memiliki dua buah
fossa, yaitu fossa supratemporalis dan fossa intratemporalis. Kedua fossa ini
merupakan ciri khas buaya sebagai tempat melekatnya otot-otot yang besar dan
kuat untuk mempermudah membuka serta menutup rahang yang berat (Ross dan
Garnett 1989).
Pada komodo, dermatokranium merupakan atap kranium sekunder yang
dibagi dalam tiga daerah, yaitu daerah medial, daerah ventral serta daerah antara
medial dan ventral. Di daerah medial ditemukan os nasale, os frontale dan
os parietale, sedangkan di daerah ventral ditemukan os premaxillare,
os maxillare, os septomaxillare dan os squamosum. Daerah antara medial dan
ventral terdapat unsur-unsur yang menyusun ruang orbitale, yaitu os prefrontale,
os postorbitale, os jugale dan os lacrimale (Surahya 1989).
Splanknokranium
Splanknokranium komodo terdiri atas tulang-tulang yang tebal dan kuat,
panjang, teratur secara longitudinal kecuali os epipterygoideum, masing-masing
jumlahnya sepasang dan terletak di kiri kanan linea mediana. Splanknokranium
terdiri atas tulang rawan yang mengelilingi ujung kranial apparatus digestorius
(Surahya 1989).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai April 2014 di
Laboratorium Anatomi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah satu set kerangka tulang
biawak air. Biawak air ditangkap dari Waduk Jati Gede Sumedang dengan berat
25 kilogram dan panjang 2-2,2 meter. Adapun alat yang digunakan adalah alat
bedah minor dan kamera Canon EOS 400D.
Metode Penelitian
Satu ekor biawak air (Varanus salvator) disembelih dan tulang skelet kepala
diawetkan dengan formalin dan dipreparir. Skelet kepala biawak air dijemur dan
dibersihkan. Dilakukan pemotretan tulang dari arah dorsal, kranial, kaudal dan
lateral menggunakan kamera Canon EOS 400D. Gambar yang diperoleh diolah
dengan Adobe Photoshop CS3, kemudian dianalisa mengenai struktur sklelet dari
masing-masing tulang penyusunnya yang dikaitkan dengan perilaku biawak air
yang berhubungan dengan struktur skelet kepalanya. Penamaan unsur-unsur skelet
kepala biawak air diberikan berdasarkan Surahya (1989) dan Nomina Anatomica
Veterinaria (ICVGAN 2012).

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakteristik skelet kepala biawak air
Skelet kepala biawak air memiliki struktur yang relatif kecil dan kompleks
dengan permukaan yang relatif halus. Ukuran skelet kepala mempunyai panjang
16 cm, lebar 7 cm, tinggi 5 cm dengan permukaan kasar pada os frontale,
os parietale dan sekitar orbita mata. Tulang-tulang skelet kepala tersusun kompak
melalui sutura-sutura yang tampak jelas. Skelet kepala hewan ini memanjang dari
apex nasii dan meninggi ke arah kaudal. Apex nasii pada skelet kepala biawak air
cenderung meruncing.
Skelet kepala tampak dorsal dan ventral
Pada skelet kepala tampak dorsal ditemukan os nasale, os prefrontale,
os frontale, os postfrontale, os parietale, os jugale, os squamosum, os lacrimale,
os supraorbitale, os postorbitale dan os occipitale. Skelet kepala hewan ini
berbentuk segitiga dengan permukaan yang kasar di dorsal os prefrontale dan
os frontale. Sepasang os nasale terletak di ujung rostral dari skelet kepala, tulang
ini berukuran panjang dan meluas ke arah os frontale hingga os occipitale yang
dihubungkan oleh sutura serrata. Bagian posterior dari os nasale berbatasan
dengan os prefrontale dan os frontale berbentuk segitiga tidak beraturan dengan
permukaan medial kasar dan membentuk bidang yang melingkar. Pada lateral
kanan dan kiri dari os nasale ditemukan os turbinatum yang relatif besar dengan
permukaan dorsal yang halus. Os prefrontale memanjang ke arah os occipitale
dan os frontale serta meluas ke arah rostral sampai pada sisi kanan dan kiri
os nasale. Os postfrontale tampak menyatu dengan os postorbitale membentuk
tulang yang disebut os postfrontopostorbitale (Gambar 2A).
Bagian posterior dari os frontale berbatasan dengan os parietale oleh sutura
parietofrontalis. Tulang ini mempunyai permukaan anterior yang kasar dan
permukaan posterior lebih halus serta terdapat lubang kecil di bidang median.
Pada kaudolateral os parietale ditemukan os supratemporale berukuran kecil dan
tipis tumbuh melekat dengan tulang ini. Os squamosum terdapat di bagian lateral
dari os postfrontale dengan bentuk yang memanjang ke arah rostrolateral dan pada
ujung kaudal berhubungan dengan os squadratum yang berbentuk batang dan
besar (Gambar 2A).
Tampak ventral, skelet kepala memanjang berbentuk prisma yang tidak beraturan.
Os incisivum, os palatinum dan os maxilla merupakan tulang yang memiliki
permukaan relatif luas pada bidang ventral skelet kepala. Pada bagian ventral dari
os incisivum terdapat processus palatinus. Penjuluran ini merupakan daun tipis
yang disertai sebuah celah yaitu fissura palatinum diantara penjuluran tersebut.
Processus palatinus dari os incisivum dan processus palatinus os maxilla akan
membentuk palatum durum (Gambar 2B).

7

Gambar 2 Skelet kepala tampak dorsal (A) dan ventral (B).
a. Os nasale, b. Os frontale, c. Os parietale, d. Os occipitale, e. Os incisivum,
f. Os maxilla, g. Os turbinatum, h. Os postfrontale, i. Os prefrontale,
j. Os squamosum, k. Os supraorbitale, l. Os supraoccipitale, m. Os jugale,
n. Os supratemporale, o. Os squadratum, p. Os epipterygoideum,
q. Os postorbitale, r. Os vomer, s. Os palatinum, t. Os ectopterygoideum,
u. Os pterygoideum, v. Os parasphenoidale, w. Os sphenoidale,
x. Os basysphenoidale, y. Os exooccipitale, 1. Apex nasii, 2. Crista nuchalis,
3. Dentes marginalis, 4. Margo interalveolaris, 5. Processus palatinus
(os incisivum), 6. Processus palatinus (os maxilla), 7. Foramen palatinum
majus, 8. Tuberculum musculare, 9. Processus stylohyoideus, 10. Condylus
occipitalis, 11. Liang dari organ vomeronasal (Bar: 1 cm)

Processus palatinus os maxilla beraspek licin dan di kaudal penjuluran
tersebut terdapat os palatinum. Tulang ini mengelilingi choanae kecuali di sisi
kaudalnya dan turut membentuk bagian kaudal dari palatum durum. Processus
palatinus dari os maxilla terletak pada facies ventralis dan mengarah ke
medioventral. Sepanjang tepi lateral dari penjuluran ini berjalan sulcus palatinus
yang relatif dangkal. Sulcus ini ke kaudal akan bertemu dengan foramen
palatinum majus yang terletak tepat di ventral os palatinum bagian distal dan di
ventral dentes terakhir (Gambar 2B).
Os sphenoidale memiliki corpus berbentuk seperti kupu-kupu dan lebih
lebar di sebelah rostral. Pada os sphenoidale terdapat dua pasang ala, yaitu satu
pasang ala orbitalis dan satu pasang ala temporalis. Ala orbitalis menjulur ke
dorsolateral menuju ke orbita mata sedangkan ala temporalis menjulur ke
kaudolateral bagian posterior dari os sphenoidale. Os sphenoidale terdiri atas

8
os parasphenoidale dan os basysphenoidale. Ujung medial os basysphenoidale
tumbuh melekat dengan ujung distal os parasphenoidale (Gambar 2B).
Os pterygoideum terdiri atas os ectopterygoideum dan os epipterygoideum.
Os epipterygoideum tumbuh melekat dengan os pterygoideum, sedangkan
os ectopterygoideum bagian medial tumbuh melekat dengan os jugale. Os vomer
membentuk bagian ventral dari septum nasii dengan permukaan yang halus dan
bidang relatif lebar serta menyempit ke bagian medial. Processus stylohyoideus
berbentuk bulat dengan permukaan medial yang kasar. Pada ujung kaudal dari sisi
ventral skelet kepala terdapat os occipitale. Pada os occipitale terdapat foramen
magnum berbentuk bulat dengan diameter 1,5 cm dan ditemukan os exooccipitale
tepat di bagian kaudolateral tulang ini. Batas antara os occipitale dengan
os sphenoidale terdapat tuberculum musculare berupa bungkul dengan permukaan
yang kasar (Gambar 2B).
Skelet kepala tampak kaudal
Pada sisi kaudal terdapat os supraoccipitale dan os exoccipitale yang
dipisahkan oleh sutura plana. Pada ujung distal dari os supraoccipitale ditemukan
processus ascendens yang besar disebut dengan processus paroccipitalis. Pada
biawak air penjuluran ini tumbuh melekat dengan ujung dorsal os squadratum.
Os exooccipitale terletak tepat di kaudoventral dari os occipitale dengan bagian
posterior melekat pada ujung distal os squadratum. Adapun jarak dari crista
nuchalis hingga condylus occipitalis adalah 3 cm dan diameter foramen magnum
adalah 1,5 cm (Gambar 3).

Gambar 3 Skelet kepala tampak kaudal.
a. Os occipitale, b. Os supraoccipitale, c. Os exooccipitale, d. Os squadratum,
e. Os supratemporale, 1. Protuberantia occipitalis externa, 2. Crista nuchalis,
3. Condylus occipitalis, 4. Foramen magnum, 5. Foramen mastoidea,
6. Fossa condylaris, 7. Processus paroccipitalis (Bar: 2 cm)

9
Foramen magnum berbentuk bulat dengan bagian posterior yang lebar dan
pipih serta bagian anterior yang lebih sempit dan tebal. Permukaan bagian ventral
dari foramen magnum licin dan melekuk di bagian ventralnya. Pada bagian rostral
dari lubang ini terdapat bungkul dengan permukaan kasar yang akan mengadakan
persendian dengan tuberculum dorsal dari os atlas. Bungkul ini disebut dengan
condylus occipitalis dengan permukaan yang halus dan berbentuk segitiga tidak
beraturan. Pada bagian lateral dari condylus ini terdapat lubang yaitu foramen
mastoidea. Di antara condylus occipitalis dan foramen mastoidea terdapat lekuk
yaitu fossa condylaris yang relatif dangkal (Gambar 3).
Skelet kepala tampak lateral
Pada tampak lateral, skelet kepala berbentuk memanjang dan meninggi di
bagian kaudal dengan permukaan yang halus. Dinding lateral skelet kepala
dibentuk oleh os incisivum, os maxilla, os jugale, os lacrimale, os supraorbitale,
os postorbitale, os postfrontale, os pterygoideum, os proopticum dan
os squadratum. Apex nasii tampak melengkung ke kaudomedial disertai
os incisivum pada bagian kaudal. Tulang ini terletak di lateral wajah dengan
bidang yang luas dan permukaan yang licin. Di antara os incisivum dan os maxilla
terdapat sutura yang memisahkan kedua tulang tersebut. Sutura ini terlihat sangat
jelas dan berbentuk vertikal (Gambar 4).
Os jugale berukuran besar dengan bagian medial yang melebar dan bagian
distal lebih sempit. Di antara os jugale dan os maxilla terdapat sutura plana.
Bagian dorsal dari os jugale berhubungan dengan os lacrimale dan diantaranya
terdapat sutura plana. Os supraorbitale berbentuk cenderung meruncing ke arah
kaudolateral dengan bagian posterior menyempit. Pada hewan ini ditemukan
columella cranii yang relatif panjang dan hampir vertikal menjulur dari dorsal
os pterygoideum hingga ventral os parietale. Pada bagian kaudal dari columella
cranii terdapat os proopticum berukuran relatif besar dengan permukaan dorsal
yang halus. Tulang ini tumbuh melekat dengan os basysphenoidale (Gambar 4).

Gambar 4 Skelet kepala tampak lateral.
a. Os nasale, b. Os prefrontale, c. Os maxilla, d. Os incisivum, e. Os jugale,
f. Os supraorbitale, g. Os postfrontale, h. Os squadratum,
i. Os pterygoideum, j. Os frontale, k. Os squamosum, l. Os proopticum,
m. Os lacrimale, n. Columella cranii, o. Os basyoccipitale,
p. Os basysphenoidale (Bar: 1 cm)

10
Os mandibula tampak lateral dan dorsal
Os mandibula merupakan tulang wajah yang terbesar. Pada sisi dorsal,
os mandibula biawak air membentuk huruf “V” dengan ukuran relatif besar.
Kelompok tulang-tulang mandibula terdiri atas os dentale, os angulare,
os surangulare, os coronoideum, os spleniale dan os articulare. Os mandibula
hanya mempunyai dentes marginalis dengan satu gigi pengganti pada setiap gigi.
Gigi biawak air bersifat pleurodont yaitu gigi yang tumbuh di samping rahang
(Gambar 5).
Os spleniale terletak di kaudoventral dari os dentale. Pertengahan
os mandibula berhubungan dengan os dentale dan os spleniale yang dipisahkan
oleh sutura plana yang panjang dan hampir vertikal. Os angulare berukuran kecil
dan memanjang ke arah kaudoventral dari os mandibula. Permukaan tulang ini
relatif halus dan meruncing pada bagian posterior dengan membentuk sebuah
lubang tepat di tengah permukaan medial tulang tersebut (Gambar 5).

Gambar 5 Os mandibula biawak air tampak lateral (A) dan dorsal (B, C).
a. Os spleniale, b. Os coronoideum, c. Os surangulare, d. Os angulare,
e. Os dentale, f. Os articulare, 1. Foramen mentale, 2. Foramen mandibulae,
3. Processus coronoideus, 4. Processus angularis, 5. Sutura plana,
6. Dentes marginalis tipe pleurodont dengan satu gigi pengganti (Bar: 2 cm)

11
Di kaudal os dentale terdapat os coronoideum, os surangulare dan
os angular. Os coronoideum beraspek licin dan meruncing pada bagian posterior
dengan membentuk penjuluran yaitu processus coronoideus. Os surangulare
berukuran besar dan memanjang ke kaudal os mandibula dengan membentuk
penjuluran pada bagian posterior yang disebut dengan processus angularis. Pada
sepertiga posterior dari os surangulare terdapat lubang berukuran kecil yaitu
foramen mandibulae. Pada ujung kaudal os mandibula ditemukan os articulare
tepat di kaudolateral dari foramen mandibulae dengan ukuran relatif kecil seperti
celah dengan permukaan yang halus pada bagian dorsal (Gambar 5).
Pada sisi lateral, os mandibula tampak memanjang dari corpus mandibula
sampai ke kaudal. Os mandibula cenderung lurus tanpa adanya bagian yang
membentuk sudut, sehingga mandibula tampak memanjang. Os dentale berukuran
besar dan cenderung meruncing pada bagian anterior dan melebar pada bagian
posterior. Pada os dentale terdapat sebuah lubang yang cukup besar yaitu foramen
mentale disertai dengan lubang-lubang kecil yang tersusun sejajar sampai
sepertiga posterior os dentale (Gambar 5).

Pembahasan
Skelet kepala biawak air memiliki struktur yang relatif kecil dan kompleks,
berbentuk segitiga dan lebih meruncing pada bagian anterior dengan permukaan
yang relatif halus. Tetapi, struktur bangun skelet kepala ini tampak sangat kompak,
kuat dan kokoh. Ukuran skelet kepala biawak air mempunyai panjang 16 cm,
lebar 7 cm dan tinggi 5 cm. Meskipun biawak air mempunyai ukuran skelet
kepala yang relatif kecil, namun panjang tubuhnya yang terbesar dapat mencapai
2 meter (Zug 1993).
Skelet kepala dibentuk oleh beberapa tulang yang membentuk satu kesatuan
tulang yang kompak dan dihubungkan oleh sutura-sutura (Tortora dan Derrickson
2009). Seiring bertambahnya umur terjadi proses osifikasi yang menyebabkan
tulang-tulang menjadi semakin keras, kompak dan pertautan antar tulang semakin
erat (Colville dan Bassert 2002). Pada skelet kepala biawak air, beberapa sutura
tidak terlihat dengan jelas bahkan hampir menyatu antar tulang, antara lain sutura
yang menghubungkan os lacrimale dengan os frontale dan os supraoccipitale
dengan os exooccipitale. Sedangkan pada skelet kepala komodo, tulang-tulang
tersebut dipisahkan oleh sutura yang tampak jelas. Hal ini disebabkan oleh
hubungan tulang-tulang penyusun skelet kepala yang sangat longgar, sehingga
pembukaan mulut komodo sangat lebar ke arah ventral, dorsal, lateral kanan dan
kiri (Parker 1967).
Neurokranium (pars neurocranii) adalah tulang-tulang kepala yang turut
membentuk cavum cranii dengan atapnya disebut dengan calvaria (Leeson dan
Leeson 1989). Bagian ini disusun oleh beberapa tulang, yaitu os occipitale,
os parietale, os temporale, os frontale, os sphenoidale dan os ethmoidale
(Frandson dan Whitten 1981). Pada biawak air, daerah ini berbentuk persegi
panjang tidak beraturan dengan bagian kranial lebih kecil. Daerah ini dibentuk
oleh os frontale yang menempati daerah kranial berbentuk segitiga dan
os parietale yang berada di kaudal berbentuk hampir bulat. Bentuk skelet kepala

12
menunjukkan bahwa volume cavum craniilobus frontalis pada hewan ini
berukuran kecil, sehingga diduga volume otak juga relatif kecil.
Os occipitale pada biawak air adalah tulang yang membentuk dinding
kaudal (pars squamosa occipitalis) dan ventral (basis) skelet kepala. Tulang ini
terdiri atas os supraoccipitale dan os exoocccipitale dengan permukaan yang
kasar dan relatif luas yang dipisahkan oleh sutura plana. Crista nuchalis yang
merupakan rigi pemisah antara os parietale dengan os occipitale, sangat
berkembang pada biawak air. Rigi ini diduga berfungsi sebagai tempat pertautan
yang kuat otot-otot ekstensor kepala. Pada bagian ventral dari crista nuchalis,
terdapat suatu bungkul tulang yang memiliki permukaan kasar yaitu protuberantia
occipitalis externa yang berjumlah dua buah. Penonjolan tulang ini diduga
sebagai tempat pertautan dari ligamentum nuchae (Tortora dan Derrickson 2009).
Pars squamosa occipitalis pada bagian ventral ditemukan foramen magnum
yang menghubungkan cavum cranii dengan canalis vertebralis. Lubang ini pada
biawak air berbentuk bulat dengan permukaan yang licin dan melekuk di bagian
ventral. Foramen magnum berfungsi sebagai tempat batang otak dan medulla
spinalis (Tortora dan Derrickson 2009). Pada bagian rostral dari foramen magnum
terdapat bungkul dengan permukaan kasar, yaitu condylus occipitalis. Jarak crista
nuchalis hingga condylus occipitalis relatif jauh yaitu 3 cm dan diameter foramen
magnum sebesar 1,5 cm. Pada biawak air, dan komodo bungkul ini terdiri atas tiga
bagian antara lain dua bagian di lateral kanan dan kiri serta satu bagian di ventral
yang disebut dengan condylus tripartitus (Surahya 1989). Bungkul ini
mengadakan persendian dengan fovea articularis dari os atlas (articulatio atlantooccipitalis) (Colville dan Bassert 2002). Pada biawak air, persendian ini
merupakan bentuk persendian elips yang dapat melakukan gerakan fleksio dan
enterofleksio dan terbatas untuk gerakan ke arah lateral. Akibatnya biawak air
mempunyai gerakan kepala yang sangat terbatas.
Biawak air mempunyai meatus acousticus (liang telinga) yang besar dan
berbentuk bulat. Pada hewan ini ditemukan columella cranii tunggal berbentuk
batang seperti terompet yang terletak melewati rongga timpani. Suara yang datang
disampaikan oleh columella cranii ke foramen ovale yang kemudian akan dibawa
ke cairan dalam labirin, sehingga biawak air dapat mendengar (Baird 1970).
Os squadratum berukuran besar dan kokoh yang terletak di kaudolateral dari sisi
skelet kepala, sehingga pertautan dengan os mandibula sangat erat yang membuat
pembukaan mulut terbatas (Surahya 1989). Selain itu, tulang ini juga berperan
dalam sistem pendengaran. Pada ular tidak ditemukan os squadratum dan
os epipterygoideum dan tidak mempunyai columella cranii, sehingga hewan ini
diduga tidak mampu mendengar (Baird 1970).
Os temporale pada biawak air kurang berkembang hanya berupa tulang tipis
dan kecil bahkan hampir hilang yang sisanya tumbuh melekat dengan os parietale.
Hal ini menyebabkan pembukaan mulut biawak air saat menangkap dan memakan
mangsanya tidak lebar karena tulang yang membentuk sebagian besar dinding
lateral tengkorak kurang berkembang. Sedangkan pada komodo tulang ini lebih
berkembang, sehingga pembukaan mulut sangat lebar ke arah ventral, dorsal,
lateral kanan dan kiri (Parker 1967).
Pars splanchnocranii adalah tulang-tulang yang membentuk daerah wajah.
Bagian tengkorak ini meliputi regio orbitalis, nasalis dan oralis dan disusun oleh
beberapa tulang, yaitu os maxilla, os zygomaticum, os lacrimale, os nasale,

13
os incisivum, os palatinum, os pterygoideum, os vomer dan os mandibula
(Frandson dan Whitten 1981). Pada biawak air, bagian ini berbentuk memanjang
dan berkembang dengan baik. Hal ini berfungsi untuk akomodasi organ
penciuman dan penempatan gigi-gigi yang runcing dan bergerigi, tetapi otot-otot
pengunyah pada hewan ini kurang berkembang sehingga hewan ini langsung
menelan mangsanya secara utuh. Reptil tidak memiliki otot-otot wajah, tetapi
keragaman rahang dan otot lidah memungkinkan berbagai aktivitas makan dan
pertahanan hidup (Duellman dan Trueb 1986). Hal ini berbeda dengan mamalia
yang melakukan mastikasi sebelum menelan makanannya. Semakin subur dan
luas pars splanchnocranii, maka tersedia tempat yang relatif luas untuk pertautan
otot-otot pengunyah dan untuk penempatan gigi (Getty 1975).
Pada regio orbitalis ditemukan orbita mata yang cukup besar dan mengarah
ke kraniolateral, sehingga sudut pandang hewan ini relatif luas. Komodo dan
biawak air mampu melihat dengan jarak yang cukup jauh, namun karena retinanya
hanya memiliki sel kerucut menyebabkan kemampuan penglihatan menjadi
kurang baik pada malam hari. Tetapi komodo mampu membedakan warna namun
kurang mampu dalam membedakan objek yang tidak bergerak. Hal ini
menyebabkan biawak air dan komodo lebih aktif pada siang hari dalam
melakukan aktivitasnya seperti menangkap dan memburu mangsanya
(Karunarathna et al. 2008).
Menurut Underwood (1970), orbita mata pada biawak air dikelilingi oleh
empat tulang, yaitu os supraorbitale, os lacrimale, os jugale dan os postorbitale.
Os supraorbitale berukuran relatif besar dan sangat berkembang, sehingga diduga
kelopak mata atas kurang berkembang. Selain itu, os lacrimale berukuran kecil
dan menyatu dengan ujung dorsal os jugale. Kondisi ini diduga membuat biawak
air tidak dapat menggerakkan kelopak mata atas saat mengedipkan matanya.
Sedangkan kelopak mata bawah pada biawak air lebih berkembang dan dapat
bergerak, seperti pada buaya berkembang dengan baik dan cukup sempurna untuk
menutup mata, tetapi tidak ditemukan bulu mata (Gauthier 1988).
Pada regio nasalis terdapat cavum nasii (rongga hidung) yang memanjang
dari apex nasi hingga anterior os frontale. Rongga ini dibatasi oleh tiga tulang,
yaitu os nasale dan os turbinatum (os choncae) di bagian dorsal, os maxilla di
bagian lateral dan os incisivum di bagian ventral. Os turbinatum pada hewan ini
berukuran relatif besar yang berperan sebagai penghantar rangsang ke rongga
hidung dari dinding lateral. Tulang ini khas ditemukan pada genus Varanus dan
sangat berkembang pada biawak air (Surahya 1989).
Lubang hidung hewan ini berbentuk oval dan lebih dekat ke moncong
dibandingkan jaraknya ke mata (Rooij 1915). Lubang hidung biawak air
merupakan alat penciuman yang kurang baik karena tidak memiliki sekat rongga
hidung, sehingga hewan ini menggunakan lidahnya yang berukuran panjang dan
bercabang dua (Zug 1993) untuk mendeteksi bau (Schwenk 1995). Pada palatum
durum ditemukan canalis interincisivum yang menghubungkan rongga mulut
dengan rongga hidung. Secara fungsional, saluran ini dikaitkan dengan
kemampuan penciuman yang tajam karena saluran tersebut berhubungan dengan
organum vomeronasale (organon jacobson) (Schwenk 1995). Kemampuan ini,
membuat biawak air mampu mendeteksi keberadaan daging bangkai pada jarak
yang jauh dengan menangkap molekul bau dengan lidahnya.

14
Regio oralis pada biawak air sangat berkembang dan mempunyai fungsi
penting untuk mendapatkan makanan dan sebagai alat pertahanan dari serangan
musuh. Gigi biawak air termasuk tipe pleurodont yaitu gigi yang tumbuh
menempel di samping rahang dengan masing-masing mempunyai satu gigi
pengganti, sedangkan pada komodo, setiap gigi marginal mempunyai banyak gigi
pengganti dengan tipe pleurodont (Kardong 2006). Bentuk gigi hewan ini seperti
kait yang melengkung ke arah kaudal dan relatif lebih runcing dan tajam pada sisi
kaudal, untuk menerkam mangsanya dengan kuat hingga mencabik mangsanya
sampai mati.
Os mandibula pada biawak air berukuran relatif besar dan cenderung lurus
tanpa adanya bagian yang membentuk sudut, sehingga os mandibula tampak
memanjang. Os mandibula adalah tulang yang membentuk rahang bawah dan
merupakan tulang terbesar yang membentuk pars splanchnocranii (Getty 1975).
Pada biawak air, os mandibula dibentuk oleh beberapa tulang, yaitu
os prearticulare, os articulare, os dentale, os spleniale, os angulare dan
os surangulare. Os prearticulare pada hewan ini mempunyai sebuah penjuluran
berupa tonjolan kecil ke arah medial yang disebut dengan processus medialis atau
processus prearticulare. Pada os dentale terdapat sebuah lubang yang cukup besar
yaitu foramen mentale tempat membersitnya saraf yang menginervasi daerah bibir
bawah dan dagu disertai dengan lubang-lubang kecil yang tersusun sejajar sampai
sepertiga posterior os dentale (Surahya 1989).
Jadi, struktur skelet kepala biawak air mempunyai hubungan antar tulang
yang sangat erat dan kompak sehingga pembukaan mulut terbatas. Hal ini
membuat biawak air tidak dapat membuka mulutnya dengan lebar. Selain itu,
biawak air mempunyai rahang yang sangat kuat yang mendukung aktivitas makan,
menerkam mangsam dan perlawanan terhadap musuhnya untuk pertahanan hidup.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Struktur skelet kepala biawak air mempunyai karakteristik antara lain
memiliki hubungan antar tulang yang sangat erat dan pada beberapa tulang seperti
os lacrimale, os temporale, dan os postorbitale saling tumbuh melekat dengan
tulang-tulang disekitarnya. Biawak air mempunyai gigi marginal tipe pleurodont
dengan satu gigi pengganti pada setiap gigi marginal. Pars splanchnocranii
tumbuh subur dan berbentuk memanjang, serta ditemukan adanya
os supraorbitale. Pada
pars neurocranii terdapat columella cranii dan
os squadratum yang berkembang dengan baik. Canalis interincisivum terdapat
pada palatum durum yang menghubungkan ruang mulut dengan ruang hidung.
Secara fungsional saluran ini berkaitan dengan sistem penciuman yang tajam
karena berhubungan dengan organon jacobson.

15
Saran
Penelitian lanjutan mengenai struktur anatomi fungsional pada biawak air
perlu dilakukan terutama pada bagian tulang kepala dan struktur otot. Hal ini
bertujuan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap mengenai anatomi
fungsional biawak air.

DAFTAR PUSTAKA
Baird IL. 1970. The Anatomy of the Reptilian Ear. In Biology of the Reptilia.
Volume 2. Morphology B. C. Gans and T. S. Parsons (Eds.). Pp. 193–275.
London (GB): Academic Pr.
Ciofi C, de Boer ME. 2004. Distribution and Conservation of the Komodo
Monitor (Varanus komodoensis). Herpetology Journal. 14, 99107.
Colville T, JM Bassert. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary
Technicians. Missouri (US): Mosby and Affiliate of Elsivier.
Deblase AF, Martin RE. 1974. A Manual of Mammalogy with Keys to Families
of the World. USA: WBC.
De Lisle FH. 1996. The Natural History of Monitor Lizards. Malabar Florida
(US): Krieger Publishing Company.
De Lisle FH. 2007. Observations on Varanus Salvator in north Sulawesi. Biawak.
1(2):59-56.
Duellman WE, Trueb L. 1986. Biology of Amphibans. New York (US): McGrawHill Book Co.
Frandson RD, Whitten EH. 1981. Anatomy and Physiology of Farm Animals.
Philadelphia (US): Lea and Febiger.
Gaulke M, Horn HG. 2004. Varanus salvator. Bloomington (US): Indiana
University Pr.
Gauthier JA, Estes R, de Queiroz K. 1988. A phylogenetic analysis of
Lepidosauromorpha. In Phylogenetic Relationships of the Lizard Families.
Essay Commemorating Charles L. Camp. R. Estes and G. Pregill (Eds.). Pp.
15–98. Stanford, CA: Stanford University Pr.
Getty R. 1975. Sisson and Grossman’s The Anatomy of the Domestic Animals.
Fifth Edition. Philadelphia (US): WB Saunders.
Kardong KV. 2006. Vertebrates. Comparative Anatomy, Function, Evolution.
Fourth Edition. McGraw Hill, Boston, MA.
Karunarathna S, Amarasinghe T, Ekanayake KB. 2008. Observed predation on a
sucker mouth catfish (Hypostomus plecostomus) by a water monitor
(Varanus salvator) in Bellanwila-Attidiya Sanctuary. Biawak. 2(1):37-39.
Kent GC. 1973. Comperative Anatomy of the Vertebrae, The CV. Mosby
Company Toppan Company Limited. Tokyo (JP): 106-186.
Koch A, Acciaioli G. 2007. The monitor twins: abugins and makassarese tradition
from Sulawesi Indonesia. Journal of Varanid Biology and Husbandry 1(2):
77-82.
Leeson CR, Leeson TS. 1989. Human Structure. Philadelphia (US): BC Decker.

16
Parker TJ. 1967. A Textbook of Zoology. Eighth Edition. New York (US):
Macmillan & Co. LTD.
Rooij NDe. 1915. The Reptiles of The Indo-Australia Archipelago (Seri Lacertilia,
Chelonia, Emydosauria). Leiden: E. J. Brill Ltd.
Ross CA, Garnett S. 1989. Crocodiles and Alligators. Kyodo Shing Loong
Printing Industries Pty Ltd, Singapore pp16 : 21-76.
Schwenk K. 1995. Of tongues and noses: Chemoreception in lizards and snakes.
Trends in Ecology and Evolution 10: 7–12.
Shine R, Harlow PS, Keogh JS, dan Boeadi. 1996. Commercial Harvesting of
giant lizards: the biology of water monitors Varanus salvator in southern
Sumatra. Biology Conservation. 77: 125-134.
Surahya S. 1989. Komodo Studi Anatomi dan Kependudukannya dalam
Sistematika Hewan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr.
Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Principle of Anatomy and Physiology. Twelfth
Edition. USA: Jhon Willey & Son.
Underwood G. 1970. The eye. In Biology of the Reptilia. Volume 2. Morphology
B. C. Gans and T. S. Parsons (Eds.). Pp. 1–97. London (GB): Academic Pr.
Warwick R, Williams PL. 1973. Gray’s Anatomy. Thirthy five Edition.
Philadelphia (US): WB Saunders.
Zug GR. 1993. Herpetology: An Introductory Biology Of Amphibians and
Reptiles. San Diego (USA): Academic Pr.

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rangkasbitungpada tanggal 25 Mei 1992 dari ayah
Syobani SP dan ibu Imas. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun
2010 penulis lulus dari SMA LA TANSA dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah
Departemen Agama (BUD DePAg) di Fakultas Kedokteran Hewan. Selama
mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten di laboratorium anatomi FKH
IPB tahun 2012.Penulis merupakan anggota Himpunan Minat dan Profesi Hewan
Kesayangan Satwa Akuatik Eksotik (HKSA) Divisi Pendidikan, anggota Comunity of
Santri Schoolar of Ministry of Religion Affair IPB (CSS MoRA IPB) dan staf Divisi
Minat dan Bakat CSS MoRA IPB. Prestasi yang pernah diraih selama perkuliahan
adalah menjadi juara 1 lomba debat Bahasa Arab dalam kegiatan matrikulasi CSS
MoRA IPB tahun 2010 dan juara 1 lomba cerdas cermat dalam perayaan Malam
Lailatul Qadar Tingkat Persiapan Bersama (TPB) tahun 2010.

18