Karakteristik Biawak Air (Varanus Salvator) Asal Wilayah Sumatera Tinjauan Morfologi, Molekuler, Dan Potensi Reproduksi

KARAKTERISTIK BIAWAK AIR (Varanus salvator) ASAL
WILAYAH SUMATERA: TINJAUAN MORFOLOGI,
MOLEKULER, DAN POTENSI REPRODUKSI

Rr SRI CATUR SETYAWATININGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Karakteristik Biologi
Biawak Air (Varanus salvator) Asal Wilayah Sumatera: Tinjauan Morfologi,
Molekuler , dan Potensi Reproduksi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Rr Sri Catur Setyawatiningsih
NIM G 362110021

RINGKASAN
SRI CATUR SETYAWATININGISIH. Karakteristik Biawak Air (Varanus
salvator) Asal Wilayah Sumatera: Tinjauan Morfologi, Molekuler, dan Potensi
Reproduksi. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN, ARIEF BOEDIONO,
WASMEN MANALU, dan EVY AYU ARIDA.
Biawak air (Varanus salvator) merupakan spesies kompleks, terdistribusi
luas, dan sebagai komoditas ekspor reptil terbesar dari Indonesia. Spesies ini
menghuni daratan utama (pulau) dan pulau satelitnya. Pulau satelit yang terisolasi
diduga mendorong terjadinya spesiasi alopatrik yang dapat mengakibatkan
perubahan taksonomi biawak air, sebagaimana terjadi di Filipina. Kami tertarik
untuk melakukan karakterisasi aspek biologi V. s. macromaculatus yang berasal
dari wilayah Sumatera karena beberapa hal. Pertama, V. s. macromaculatus adalah
subspesies tersamar. Kedua, wilayah Sumatera terdiri atas daratan utama (Pulau
Sumatera) dan pulau-pulau satelitnya. Beberapa pulau-pulau satelit dari Pulau
Sumatera, berdasarkan sejarah geologi, merupakan pulau yang terisolasi, misalnya

Pulau Simeulue. Kami menduga spesiasi alopatrik juga terjadi pada V. s.
macromaculatus di pulau-pulau satelit yang terisolasi dari Pulau Sumatera.
Ketiga, wilayah Sumatera merupakan lokasi sumber komoditas V. salvator yang
menyumbangkan lebih 50% dari total kuota tangkap (Dir Jend KSDAE 2015a).
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi V. s. macromaculatus yang berasal dari
Pulau Sumatera dan pulau-pulau satelitnya secara morfologi dan molekuler.
Selain itu, karakteristik reproduksi V. s. macromaculatus betina yang berasal dari
wilayah Riau dilakukan dengan mendeskripsikan anatomi oviduk dan ovarinya
untuk menentukan strategi dan potensi reproduksinya.
Kajian morfologi menggunakan 58 ekor V. salvator yang diperoleh dari 12
lokasi, yaitu Pulau Simeulue, Meulaboh, Serdang Bedagai, Pekanbaru, Siak,
Pulau Bengkalis, Pulau Mendol, Pulau Kundur, Pulau Combol, Pulau Batam,
Pulau Bangka, dan Pulau Jawa (sebagai outgroup). Kajian ini menentukan
karakter morfologi diagnostik antara V. s. macromaculatus yang berasal dari
Pulau Sumatera dan pulau-pulau satelitnya. Kajian molekuler berhasil
mengamplifikasi sebanyak 50 sekuens V. s. macromaculatus yang diperoleh dari
12 lokasi yang sama dengan kajian morfologi. Keragaman haplotipe, dan
keragaman genetik gen COI dihitung menggunakan DNA Sequence Polymorphism
(DNA SP) versi 5. Jaring haplotipe menggunakan Median Joining Network (MJ)
menggunakan NETWORK versi 5.0.0.0 dilakukan untuk melihat step

pembentukan kelompok fenogram. Rerata jarak genetik bersih dihitung
menggunakan program MEGA 6 untuk menentukan status taksanya. Jika rerata
jarak genetik bersih antara kelompok lebih dari 2% dikategorikan sebagai
kandidat spesies baru, sedangkan rerata jarak genetik bersih kurang dari 2%
dikategorikan sebagai kandidat subspesies baru. Kajian reproduksi berdasarkan
anatomi ovari dan oviduk menggunakan 12 sampel dari 6 lokasi yang termasuk
wilayah Riau, yaitu: Pulau Bengkalis, Pekanbaru, Siak, Pulau Mendol, Pulau
Kundur, dan Pulau Batam. Pada kajian ini, oviduk dan ovari dideskripsikan,
sementara folikel dan telur dihitung. Data yang diperoleh dipakai untuk
menentukan strategi dan potensi reproduksinya.

2

V. salvator yang berasal dari Pulau Simeulue dan Pulau Bangka berhasil
diidentifikasi sebagai morfo-spesies yang berbeda dari V. s. macromaculatus yang
berasal dari Pulau Sumatera (Meulaboh, Serdang Bedagai, Siak, dan Pekanbaru)
dan Riau Kepulauan (Pulau Bengkalis, Pulau Mendol, Pulau Kundur, Pulau
Combol, dan Pulau Batam). Karakter morfologi diagnostik berupa karakter
morfometrik di bagian kepala (indeks 10 dan indeks 11), karakter hitungan sisik
(Q dan S), dan pola warna tubuh. Penggunaan gen COI sebagai penanda genetik

berhasil mengidentifikasi sebanyak 18 haplotipe. Keragaman genetik terbesar dan
terkecil ditunjukkan oleh kelompok biawak air yang berasal dari Pulau Jawa dan
Pulau Simeulue secara berturut-turut. Fenogram dan jaring haplotipe
menunjukkan kelompok biawak air yang berasal dari Pulau Bangka dan Pulau
Simeulue terpisah dengan kelompok yang berasal dari Pulau Sumatera dan Riau
Kepulauan. Rerata jarak genetik bersih antarkelompok mengonfirmasi kelompok
biawak air yang berasal dari Pulau Simeulue dan Pulau Bangka secara berturutturut sebagai kandidat spesies dan subspesies baru, sedangkan biawak air yang
berasal dari Pulau Sumatera dan Riau Kepulauan diidentifikasi tetap sebagai
subspesies V. s. macromaculatus. Hasil yang diperoleh menunjukkan terjadinya
spesiasi alopatrik pada biawak air yang berasal dari Pulau Simeuleu dan Pulau
Bangka terkait dengan sejarah geologinya.
Berdasarkan anatomi reproduksinya, semua spesimen yang diuji mewakili
semua tingkatan umur, yaitu dari juvenil hingga dewasa. Fenomena simetri
oviduk V. s. macromaculatus ditunjukkan dalam jumlah dan panjangnya. Jumlah
total folikel ovari pada individu dewasa minimal 200 butir sehingga tergolong
memiliki potensi reproduksi tinggi. Subspesies ini memiliki strategi mulai
bereproduksi pada ukuran relatif kecil, memiliki clutch size berukuran sedang dan
tergolong multiple clutching. Strategi reproduksi subspesies ini sama dengan V.
salvator kompleks melintasi kisaran geografiknya sehingga dua kandidat taksa
baru diduga memiliki strategi dan potensi reproduksi yang sama. Dengan

demikian V. salvator berpotensi untuk ditangkarkan mengingat potensi
reproduksinya tinggi dan kisaran jenis pakan yang luas.
Penelitian ini secara keseluruhan memberikan fakta-fakta ilmiah bahwa
karakterisasi morfologi, molekuler, dan reproduksi dapat digunakan dalam
mengupayakan konservasi V. salvator. Meskipun demikian, studi lanjut tentang
validasi taksa dan penentuan status perlindungan V. salvator yang berasal dari
Pulau Simeulue dan Pulau Bangka perlu dilakukan. Eksplorasi dan survei lebih
luas perlu dilakukan pada pulau terisolasi (contoh: Pulau Enggano) untuk
menemukan kelompok V. salvator yang belum teridentifikasi.
Kata kunci: gen COI, morfo-spesies, potensi reproduksi, spesiasi alopatrik

SUMMARY
SRI CATUR SETYAWATININGISIH. Characteristics of Sumatran Water
Monitor Lizard (Varanus salvator): An Overview of Morphology, Molecular and
Reproductive Potency. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN, ARIEF
BOEDIONO, WASMEN MANALU, and EVY AYU ARIDA
Water monitor lizard (Varanus salvator) is a complex species, widely
distributed and as the largest reptile export commodity from Indonesia. It inhabits
the mainland (island) and satellite islands. Isolated satellite islands are predicted
to boost the allopatric speciation which can result in taxonomy changes such as

the one occurring in Philippines. We were interested in characterizing the
biological aspects of the V. s. macromaculatus originating from Sumatra region
due to several reasons. Firstly, V. s. macromaculatus is a cryptic species.
Secondly, Sumatra region consists of mainland (Sumatra Island) and satellite
islands. Based on the geological history, some satellite islands of Sumatra Island
are considered as isolated islands such as Simeulue Island. We assumed that
allopatric speciation also occurred in V. salvator satellite islands which were
isolated from Sumatra Island. Thirdly, Sumatra region roles as the source area of
V. salvator commodities contributing more than 50% of the total capture quota
(Directorate General of Natural Resource Conservation and Ecosystem, 2015).
The objectives of this research were to identify V. salvator from Sumatra Island
and its satellite islands morphologically and molecularly. In addition, the
reproduction characteristics of female V. salvator from Riau were obtained by
identifying its ovary and oviduct anatomy to determine the reproductive strategy
and potential.
Morphological study used 58 samples that were obtained from 12 locations,
namely: Simeulue Island, Meulaboh, Serdang Bedagai, Pekanbaru, Siak,
Bengkalis Island, Mendol Island, Kundur Island, Combol Island, Batam Island,
Bangka Island, and Java Island (as outgroup). This study determined the
diagnostic morphological characters between V. salvator from Sumatra Island and

its satellites islands. Molecular study successfully amplified 50 sequences of V.
salvator that were obtained from 12 locations that were same with the
morphological study. Haplotype diversity and genetic diversity of COI gene were
calculated using DNA Sequence Polymorphism (DNA SP) version 5. Net
haplotypes using Median Joining Network (MJ) and NETWORK version 5.0.0.0
were used to identify the development stages of phenogram group. The mean
between net genetic distances was estimated using MEGA program 6 to determine
the status of the taxa. If the mean between net genetic distances was higher than
2% then it was classified as a candidate for the new species, while if it was less
than 2% then it was classified as a candidate for a new subspecies. Study of
anatomy of the ovary and oviduct used 12 samples from 6 locations that were
included in Riau region, namely: Bengkalis Island, Pekanbaru, Siak, Mendol
Island, Kundur and Batam Island. In this study, the oviduct and ovary were
described; the follicles and eggs were counted. Data were obtained to determine
the reproductive strategy and potential.
V. salvator from Simeulue Island and Bangka Island had been successfully
identified having different morpho-species from V. salvator in Sumatra Island

4


(Meulaboh, Serdang Bedagai, Siak, and Pekanbaru) and Riau Islands (Bengkalis
Island, Mendol Island, Kundur Island, Combol Island, and Batam Island) based on
morphometric characters in the head (index 10 and index 11), scale counts around
the tail and midbody (Q and S), and color pattern of the body. The use of COI
genes as genetic markers successfully identified 18 haplotypes. The largest and
smallest genetic diversities were found at V. salvator from the Java Island and
Simeulue Island, respectively. The phenogram and nets haplotype showed that V.
salvator from Bangka Island and Simeulue Island were separated with the other
groups from Sumatra Island and Riau Islands. The mean of net genetic distance
among groups confirmed that V. salvator group from Simeulue and Bangka Island
were candidate for new species and subspecies, respectively. Meanwhile, water
monitors from Sumatra Island and Riau Islands were still identified as V. s.
macromaculatus sub species. The results indicated that allopatric speciation on
water monitors from Simeulue and Bangka Island was associated with geological
history.
Conservation efforts on V. salvator also need reproduction information. V. s.
macromaculatus oviduct symmetry phenomenon was shown by the number and
length. The ovarian follicles of mature V. salvator shows high quantities (minimal
200). The high reproductive potency is reflected in their reproductive strategy.
This subspecies had strategy to start reproduction at a relatively small size, a

medium clutch size and multiple clutching. Therefore, the reproductive potential
of this species was high. The reproductive strategy of this subspecies was similar
to V. salvator complex across its geographic range so that two new taxa
candidates were thought to have same reproductive strategy and potential. These
results indicated that there were potency to keep V. salvator in captivity because
of its reproductive potential and a broad range of food.
The overall results of this research provided scientific fact that the
morphological, molecular and reproduction characterization could be used for the
conservation of V. salvator. Further study on validation of taxa and population
density of V. salvator from Simeulue and Bangka Island is required to determine
the protection status for the two new taxa candidates. Broader exploration and
survey are necessary to be conducted on isolated islands (e.g. Enggano) to find an
unidentified group of V. salvator.
Keywords: allopatric speciation, COI gene, morpho-species, reproductive potency

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

6

KARAKTERISTIK BIAWAK AIR (Varanus salvator) ASAL
WILAYAH SUMATERA: TINJAUAN MORFOLOGI,
MOLEKULER, DAN POTENSI REPRODUKSI

Rr SRI CATUR SETYAWATININGSIH

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

8

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc
(Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, IPB)
Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi
(Staf Pengajar pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB)
Penguji Luar Komisis pada Sidang Promosi:
Prof Dr Adel Zamri, MS, DEA
(Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Riau)
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc
(Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, IPB)

Judul Disertasi : Karakteristik Biawak Air (Varanus salvator) asal Wilayah
Sumatera: Tinjauan Morfologi, Molekuler, dan Potensi
Reproduksi
Nama
: Rr Sri Catur Setyawatiningsih
NIM
: G 362110021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Dedy Duryadi Solihin, DEA
Ketua

Prof drh Arief Boediono, PhD, PAVet(K)
Anggota

Prof Ir Wasmen Manalu, PhD
Anggota

Dr rer nat Evy Ayu Arida
Anggota
Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biosains Hewan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Raden Roro Dyah Perwitasari, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian Tertutup : 15 Juli 2016
Tanggal Sidang Promosi: 4 Agustus 2016

Tanggal Lulus:

10

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah biawak air, dengan judul Karakteristik Biawak
Air (Varanus salvator) asal Wilayah Sumatera: Tinjauan Morfologi, Molekuler,
dan Potensi Reproduksi.
Saya menghaturkan banyak terima kasih atas supervisi dan bimbingan Dr
Dedy Duryadi Solihin, DEA sepanjang perjalanan studi ini. Saya juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada anggota komisi pembimbing, yaitu Dr
rer nat Evy Ayu Arida atas ide, dukungan, dan bimbingannya selama ini; Prof drh
Arief Boediono, PhD, PAVet(K) atas semua saran, bimbingan khususnya tentang
etika terhadap hewan; serta Prof Ir Wasmen Manalu, PhD atas tata cara penulisan
artikel ilmiah dan cerita-cerita menarik yang menimbulkan ide penelitian ke
depannya.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada: semua staf pengajar di
Biosains Hewan yang telah memberikan bekal ilmu selama kuliah; Dr Drh
Chairun Nisa‟, MSi PAVet, Dr Drh Nurhidayat MS, PhD yang telah menularkan
ilmunya tentang cara pengambilan darah dan membedah biawak; Drh Adi
Winarto, PhD PAVet, untuk diskusi dan bantuannya mengenal anatomi dan
histologi reproduksi biawak air.
Banyak terima kasih saya ucapkan kepada Agus Widodo, SSi, Rohilen,
Juliadi, Rita Octavia, MSi, Dedek, Ogek Komarudin, Maria Ulfa (Fauna & Flora
International/ FFI Marine), Aini Qamariah, Anti, MSi, Ajeng Pramita, Sukoco,
Juliman, Ravki Adiyandra, Bapak Evan, Ibu Solihin dan Dedy Rivandi, M.Si,
Bapak Salim, Bapak Edun, Bapak Samingan, Kel. Mak Nga, Yani, Misro
Heryanto, Melianasari, Indra, Asy‟ari atas bantuannya selama di lapangan. Saya
berterima kasih kepada Bapak Heri Djumhaeri, Ibu Retno Untari, Ibu Tini
Wahyuni, dan Pak Iwan Rochmana yang telah menularkan ilmunya tentang
penggunaan peralatan di laboratorium. Saya mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Harlan Suharlan (staf KSDAE) yang telah membantu saya dalam
mendapatkan data realisasi penangkapan biawak air.
Saya juga berterima kasih kepada teman-teman seperjuangan saya di
Biosains Hewan, yaitu Dr Andy Darmawan, Dr Yuliadi Zamroni, I Dr Maria
Ulfa, Widadi Padmarsari, MSi, Dr Jusmaldi, Dr Keliopas Krey yang telah
memberikan ide, saran dan kebersamaan. Saya juga berterima kasih kepada
teman-teman di Laboratorium Biologi Molekuler, yaitu Yuli Wahyu Tri Mulyani,
MSi, Robba Fahrisy Darus, MSi, Syamsul Bahri, M.Si, dan teman-teman lainnya
yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu atas pertemanannya, diskusi,
kebersamaan dan dukungannya.
Saya berterima kasih kepada Dr Pieter
Agusthinus Riupassa dan Andy Khaerul, MSi atas program Endnote sehingga
mempermudah dalam penulisan ini.
Saya sangat menghargai cinta dan dukungan dari keluarga besar (Ibu
Suminah, Mbak Sri Dwiyatiningsih, Sri Pancawati Martiningsih, Bapak dan Ibu
Wahid, Mbak Tunisah, Mbak Sakiyah, Mas Leman, Mbak Maryati, dan Mbak
Mis) baik berupa untaian doa maupun secara material. Saya berterima kasih

12

kepada Safi‟i (suami), Syifaa‟ Ardiyanti Safitri dan Anisah Ardiningrum untuk
cinta, pengertian, kerja sama, serta kesabarannya.
Disertasi ini didanai oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia, Universitas Riau dan bantuan pendidikan Pemerintah
Provinsi Riau.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Rr Sri Catur Setyawatiningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

1

PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat
Kebaharuan

1
1
4
4
5

2

VARIASI MORFOLOGI BIAWAK AIR (Varanus salvator) ASAL
WILAYAH SUMATERA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil
Pembahasan
Simpulan

7

3

KARAKTERISTIK GENETIKA MOLEKULER BIAWAK AIR
(Varanus salvator) ASAL WILAYAH SUMATERA BERDASARKAN
GEN COI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

7
8
11
18
20
21
21
21
24
28
30

4

KARAKTERISTIK REPRODUKSI BIAWAK AIR (Varanus salvator) 31
ASAL WILAYAH RIAU
Pendahuluan
31
Metode Penelitian
31
Hasil
34
Pembahasan
39
Simpulan
41

5

PEMBAHASAN UMUM

42

6

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

45
45
45

DAFTAR PUSTAKA

46

LAMPIRAN

52

RIWAYAT HIDUP

66

14

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Senarai, singkatan, dan takrif karakter morfologi yang
digunakan dalam studi taksonomi V. salvator (Koch et al.
2007)
Tabel 2.2 Data rentang, rerata, simpangan baku, dan hasil uji Duncan
pada karakter morfometrik tubuh dan kepala (indeks 1,
indeks 2, indeks 10, dan indeks 11) V. salvator yang diuji
Tabel 2.3 Nilai akar ciri, proporsi variansi, dan proporsi kumulatif
karakter morfometrik tubuh dan kepala V. salvator yang
diuji
Tabel 2.4 Hubungan karakter morfometrik tubuh dan kepala V.
salvator yang diuji dengan unit taksonomi operasional
berdasarkan analisis AKU
Tabel 2.5 Data rentang, rerata, simpangan baku, dan hasil uji Duncan
pada karakter morfometrik (Pmk) dan meristik (P, Q, S, T,N,
XY, dan m) V. salvator yang diuji
Tabel 2.6 Nilai akar ciri, proporsi variansi, dan proporsi kumulatif
karakter hitungan sisik V. salvator XY, dan m) V. salvator
yang diuji
Tabel 2.7 Hubungan
karakter meristik dengan unit taksonomi
operasional (UTO) berdasarkan analisis AKU
Tabel 2.8 Persentase V. salvator yang diuji berdasarkan pola warna
Tabel 3.1 Haplotipe 52 individu V. salvator yang diuji
Tabel 3.2 Situs substitusi nukleotida khas sebagai penciri kelompok kelompok pada V. salvator yang diuji (huruf yang ditebalka n
dan diarsir)
Tabel 3.3 Rentang (angka tanpa tanda kurung), rerata (angka dalam
tanda kurung) jarak genetik dalam kelompok (pada posisi
diagonal) dan jarak genetik antarkelompok (di bagian bawah
diagonal) pada V. salvator yang diuji menggunakan metode
p distance
Tabel 3.4 Rerata (angka tanpa tanda kurung) jarak genetik bersih
antarkelompok (di bagian bawah diagonal) pada V. salvator
yang diuji menggunakan metode p distance dan faktor
koreksi (angka dengan tanda kurung)
Tabel 4.1 Pengelompokan ukuran folikel ovari dan telur dalam oviduk
pada V. s. macromaculatus (sensu Zug et al. 1979)
Tabel 4.2 Ukuran oviduk dan ovari V. s. macromaculatus
Tabel 4.3 Ikhtisar status reproduksi V. s. macromaculatus
Tabel 4.4 Perbandingan clutch size V. salvator kompleks

9
12
12
12
14
15
15
17
25
25
28

28

33
35
38
39

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5

Peta persebaran V. salvator kompleks
Diagram alur penelitian
Peta lokasi penangkapan V. salvator yang diuji
Pengamatan morfometrik dan meristik V.salvator yang diuji
AKU karakter morfometrik tubuh dan kepala V. salvator
yang diuji
Dendrogram karakter morfometrik tubuh dan kepala V.
salvator yang diuji dengan jarak menggunakan metode
Euclidean dan hierarchial clustering (hclust)
AKU karakter meristik V. salvator yang diuji
Dendrogram karakter hitung sisik dengan V. salvator yang
diuji dengan jarak menggunakan metode Euclidean dan
hierarchial clustering (hclust)
Pola warna ventral dan dorsal tubuh V. salvator yang diuji
Skema posisi penempelan primer VS-COI_F dan VS-COI_R
dan produk amplifikasi
Fenogram dan jaring haplotipe 52 individu V. salvator yang
diuji
Pengelompokan status reproduksi V. s. macromaculatus
(sensu Zug et al. 1979 dan Fitzgerald et al. 1993)
Situs viscerum organ reproduksi V. s. macromaculatus betina
Tipe oviduk V. s. macromaculatus pada sisi ventral
Bentuk-bentuk ovarium dan tahap perkembangan folikel V. s.
macromaculatus
Histogram jumlah folikel dan telur berdasarkan kelas pada
setiap stadia reproduksi V. s. macromaculatus

2
5
8
10
13
13
16
16
18
23
27
33
34
35
36
37

16

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Persentase kuota tangkap V. salvator di Indonesia periode
2016 (Dir Jend KSDAE 2015a)
Lampiran 2 Senarai V. salvator yang diuji
Lampiran 3 Beberapa alat tangkap V. salvator
Lampiran 4 Hasil analisis uji Duncan karakter morfometrik V. salvator
yang diuji
Lampiran 5 Uji korelasi Pearson antara Pmk dengan karakter merisitk V.
salvator yang diuji
Lampiran 6 Hasil analisis uji Duncan karakter meristik V. salvator yang
diuji
Lampiran 7 Hasil pengamatan pola warna pada V. salvator yang diuji
Lampiran 8 Komposisi empat basa nukleotida gen COI (516 nt)
V. salvator yang diuji
Lampiran 9 Urutan basa nukleotida haplotipe V. salvator yang diuji

55
56
58
59
60
61
62
63
66

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman spesies biawak tinggi, yaitu 40% dari
total biawak (73 spesies) di dunia (Koch et al. 2010a, Arida 2014). Biawak air
(Varanus salvator) merupakan salah satu spesies yang paling umum terdapat di
Indonesia. Status spesies ini tergolong tidak dilindungi dalam Peraturan
Pemerintah Indonesia No. 7 Tahun 1999, “least concern” dalam Lembaga
Konservasi Alam Internasional (International Union Conservation Nature/IUCN).
Hewan ini juga tergolong dalam Appendiks II dalam Perjanjian Perdagangan
Internasional Spesies Flora dan Fauna yang Terancam Punah atau Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES, yang
berarti V. salvator dapat diperdagangkan berdasarkan kuota (Bennett et al. 2010,
Arida 2014).
Biawak air merupakan komoditas ekspor kulit reptil terbesar di Indonesia
sejak tahun 1980-an hingga saat ini. Rerata penangkapan V. salvator mencapai
sekitar 500 ribu ekor/tahun dan diperkirakan lebih dari 95% diperoleh dari alam
(Mardiastuti dan Soehartono 2003, Pernetta 2009, CITES 2016). Di berbagai
tempat di Indonesia, penduduk menangkap biawak air tidak hanya untuk diambil
kulitnya, tetapi juga daging (sebagai sumber protein), lemak (sebagai bahan obat)
dan atau sebagai hewan peliharaan (Mardiastuti dan Soehartono 2003, Subasli
2012, Uyeda et al. 2014). Selain itu, hewan ini juga ditangkap karena dianggap
sebagai hama (sensu Soehartono dan Mardiastuti 2003). Lima puluh persen lebih
dari kuota biawak air Indonesia berasal dari wilayah Sumatera, khususnya
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Riau, dan
Sumatera Barat (Lampiran 1) (Dir Jend KSDAE 2015a).
V. salvator merupakan species complex atau kompleks spesies (Koch et al.
2007, Koch et al. 2010b). Kompleks spesies adalah kelompok-kelompok spesies
yang terisolasi secara reproduksi, berkerabat dekat, dan mirip secara morfologis
(Fegan dan Prior 2005). Kompleks spesies dapat terjadi karena persebaran yang
luas dan banyak dipicu oleh peristiwa geologi sehingga terjadi isolasi geografi.
Isolasi geografi menghambat aliran gen (gene flow) dan memunculkan hanyutan
gen atau genetic drift. Akibatnya, terjadilah spesiasi alopatrik. Spesiasi alopatrik
diduga terjadi pada V. salvator kompleks sehingga saat ini V. salvator kompleks
terdiri atas 10 spesies, yaitu: 8 spesies biawak air berada di Filipina (V.
palawanensis, V. bangonorum, V. marmoratus, V. dalubhasa, V. samarensis, V.
nuchalis, V. cumingi, dan V. ramusseni); ada satu spesies berada endemik di Pulau
Togean, Indonesia (V. togianus); dan satu spesies, yaitu V. salvator terdapat di
India, Burma, Thailand, China bagian Selatan, Malaysia, dan Indonesia (Koch et
al. 2007, Koch et al. 2010b, Koch et al. 2013, Welton et al. 2013b, Welton et al.
2014a).
V. salvator merupakan spesies politipik yaitu satu spesies yang memiliki
banyak subspesies. Menurut Koch et al. (2013), V. salvator terdiri dari enam
subspesies yaitu V. salvator salvator, V. s. andamanensis, V. s. macromaculatus,
V. s. bivittatus, V. s. ziegleri, dan V. s. celebensis (Gambar 1.1). V. salvator yang
berasal dari wilayah Sumatera dikenal sebagai V. salvator macromaculatus.

2

▲V. palawanensis
▲V. bangonorum
▲V. marmoratus
▲V. dalubhasa
▲V. samarensis
▲V. nuchalis
▲V. cumingi
▲V. ramusseni
▲V. togianus

▲ V. salvator salvator
▲V. s. andamanensis
▲V. s. macromaculatus
▲V. s. bivittatus
▲V. s. ziegleri
▲▲V. s. celebensis

U

500 km

Gambar 1.1 Peta persebaran V. salvator kompleks
V. salvator memiliki persebaran yang luas karena daya adaptasinya yang
tinggi. Tingginya adaptasi V. salvator terkait dengan kemampuannya berenang
melalui badan air sehingga dapat mengoloni suatu pulau (Rawlinson et al. 1990,
De Lisle 2007). Spesies ini juga dikenal memiliki kesintasan yang tinggi karena
rentang jenis pakannya yang lebar dan hidup pada habitat yang beragam (Bennett
1995, Bundhitwongrut et al. 2008, Uyeda 2009, Cota 2011a, Chatterjee dan
Bhattacharyya 2015).
Biawak air merupakan cryptic species atau spesies tersamar. Spesies
tersamar adalah dua atau lebih spesies yang tersamar dalam satu nama spesies
(Bickford et al. 2007). V. s. macromaculatus yang berasal dari wilayah Sumatera
merupakan subspesies tersamar (sensu Welton et al. 2013b). Artinya kelompok
individu yang berada di Pulau Sumatera dan pulau–pulau satelitnya
berkemungkinan menjadi spesies dan atau subspesies baru jika deskripsi
morfologi maupun genetik molekulernya dapat diidentifikasi dengan jelas, seperti
yang telah terjadi pada biawak air di Filipina (Welton et al. 2013b, Welton et al.
2014a).

3

Identifikasi biawak air dapat dilakukan menggunakan berbagai karakter.
Karakter morfologi yang umum digunakan dalam mengidentifikasi V. salvator
adalah karakter morfometrik, meristik (hitungan sisik), dan pola warna (Koch et
al. 2007). Identifikasi menggunakan kromosom menunjukkan bahwa V. s.
macromaculatus memiliki 16 makrokromosom, terdiri atas: 2 pasang metasentrik
berukuran besar (pada kromosom ke-1 dan ke-2); 2 pasang metasentrik berukuran
medium; satu pasang akrosentris (no 5) berukuran kecil; 3 pasang submetasentrik
berukuran kecil (pada kromosom ke-6-8); dan 12 pasang mikrokromosom (King
dan King 1975, Chaiprasertsri et al. 2013). Morfologi kariotipe kromosom 6-8
merupakan karakter diagnostik antara V. s. macromaculatus dengan V.
exanthematicus (Srikulnath et al. 2013). Studi elektroforesis menggunakan protein
darah (lactat dehydrogenase atau LDH) pada V. s. macromaculatus menunjukkan
bahwa subspesies ini berada dalam kelompok yang sama dengan V. rudicollis, V.
nebulosus, V. bengalensis (Holmes et al. 1975).
Seiring dengan kemajuan teknologi, identifikasi dapat dilakukan dengan
menggunakan DNA, baik DNA bukan gen, DNA inti, dan DNA mitokondria.
Berdasarkan DNA bukan gen, yaitu: mikrosatelit, berhasil diisolasi VSAREP1
dan VSAREP2 pada V. s. macromaculatus (Chaiprasertsri et al. 2013), tetapi tiga
lokus Short Interspersed Retrotransposable Elements atau SINE, yaitu: VIN1,
VIN2, dan VIN6 tidak terdapat pada V. salvator (Piskurek et al. 2006). Gen-gen
pada DNA inti, yaitu gen diacylglyceral lipase-alpha GL-α dan gen prolactin
receptor atau PRLR berhasil dirunut dari V. salvator kompleks (Welton et al.
2013b). Ast (2001) berhasil merunut tiga gen mitokondria, yaitu gen NADH
dehydrogenase subunit 1 dan 2 atau ND1, ND2, dan gen cytochrome c oxidase
subunit 1 atau COI pada V. salvator.
Gen COI telah digunakan sebagai pengidentifikasi V. salvator ssp. di
Indonesia (Arida 2014). Fragmen COI, yang sebagian besar bersifat konservatif di
tingkat spesies dan hanya beberapa bagian saja bersifat variabel sehingga dapat
menentukan identitas spesies secara akurat, tetapi masih berbeda dalam genus
yang sama. Avise et al. (1987) menyatakan bahwa gen COI yang terdapat dalam
DNA mitokondria memiliki polimorfisme intraspesies yang ekstensif. Data
variabilitas dalam DNA mitokondria pada intraspesies dapat dijadikan sebagai
dasar hubungan filogenetik antarkelompok dalam satu wilayah dan distribusi
geografik dari kelompok-kelompok filogenetik. Gabungan antara hubungan
filogenetik antarkelompok dan distribusi geografi dari kelompok filogenetik
disebut filogeografi intraspesies (Avise et al. 1987). Studi filogeografi
berimplikasi pada diketahuinya asal-usul suatu taksa (spesies atau subspesies) dari
daerah alaminya sehingga jika kelak spesies tersebut dilepasliarkan sebaiknya ke
daerah asalnya. Dengan demikian, filogeografi merupakan satu upaya konservasi
spesies yang dijadikan komoditas.
Pemanenan V. salvator dalam jumlah yang tinggi dalam periode waktu lama
akan memengaruhi ukuran populasi. Jika peremajaan lebih sedikit dibandingkan
pemanenan maka ukuran populasi akan menurun. Penurunan populasi V. salvator
di Indonesia secara umum belum pernah dilaporkan (Uyeda 2009), tetapi
penurunan populasi secara khusus telah terjadi di daerah Banten, Jawa Barat
(Subasli 2012). Informasi yang terbatas tentang dampak pemanenan biawak
secara intensif mungkin karena pemanenan bukan satu-satunya penyebab utama
penurunan populasi melainkan ada faktor lain seperti deforestrasi (Koch et al.

4

2013). Jika penurunan populasi tidak segera ditangani dan eksploitasi berjalan
terus, tidak menutup kemungkinan terjadinya kepunahan V. salvator lokal di masa
mendatang. Oleh karena itu, pengetahuan dasar mengenai biologi reproduksi
hewan ini akan dapat menyelesaikan persoalan seberapa jauh kontribusi
peremajaan populasi didasarkan pada kemampuan mandiri spesies ini dalam
memperbanyak anggota populasinya setiap kurun waktu tertentu. Dengan
demikian akan diketahui pemulihan populasi antara pemanenan dengan
peremajaan didasarkan pada kemampuan intrinsiknya. Informasi status reproduksi
tersebut dapat berupa hubungan ukuran tubuh dengan status reproduksi, jumlah
telur yang dihasilkan (clutch size), berapa kali bertelur dalam satu musim
reproduksi (clutch number). Informasi potensi reproduksi V. salvator adalah
merupakan langkah awal dalam konservasi spesies terkait dengan estimasi ukuran
populasi di masa mendatang dan kuota tangkap tahunan sehingga pemanfaatan
spesies dapat berkelanjutan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas timbullah pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
(i) adakah perbedaan karakter morfologi dan molekuler di antara V. s.
macromaculatus yang berasal dari Pulau Sumatera dan pulau-pulau satelitnya? (ii)
bagaimana potensi reproduksi subspesies yang sama yang berasal dari wilayah
Riau? Dalam menjawab pertanyaan tersebut, akan dilakukan 3 pendekatan, yaitu
(1) pemeriksaan karakter morfologi untuk melihat variasi morfologi di antara V. s.
macromaculatus yang berasal dari wilayah Sumatera; (ii). penggunaan penanda
genetik DNA mitokondria (gen COI) pada V. s. macromaculatus yang berasal dari
wilayah Sumatera untuk mendapatkan karakteristik genetika molekulernya; (iii).
pengamatan anatomi organ reproduksi V. s. macromaculatus betina untuk
menentukan strategi dan potensi reproduksinya. Secara skematis, diagram alur
pemikiran disajikan pada (Gambar 1.2).
Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan: (i) menentukan karakter morfologi diagnostik di
antara V. s. macromaculatus yang berasal dari wilayah Sumatera; (ii)
mengonfirmasi status taksa V. s. macromaculatus yang berasal dari wilayah
Sumatera berdasarkan barcoding DNA dengan menggunakan gen COI; (iii)
menentukan strategi dan potensi reproduksi V. s. macromaculatus yang berasal
dari Riau berdasarkan anatomi organ reproduksi betina. Manfaat penelitian ini
adalah sebagai penyedia informasi dasar biologi dalam bentuk data morfologi,
molekuler dan potensi reproduksi V. s. macromaculatus, untuk mendukung usaha
pelestariannya, termasuk pemanfaatan yang berkelanjutan spesies ini, khususnya
yang berasal dari wilayah Sumatera. Informasi tersebut dapat diintegrasikan
dalam usaha pengelolaan program penangkaran dan atau pelestarian populasi V. s.
macromaculatus di alam.

5

Karakterisasi aspek biologi
Varanus salvator

Informasi dasar biologi masih terbatas
(khususnya taksonomi dan reproduksinya).

Komoditas ekspor reptil terbesar di
Indonesia (Dir Jend KSDAE 2015a).

Mengapa V. s. macromaculatus wilayah Sumatera?
 V. s. macromaculatus merupakan subspesies tersamar (sensu Welton et al. 2013b).
 Wilayahnya terdiri atas Pulau Sumatera dan pulau-pulau satelitnya. Terkait sejarah
geologi, pulau satelit ini ada yang terisolasi sejak terbentuknya hingga saat ini sehingga
memungkinkan terjadinya spesiasi alopatrik (Voris 2000).
 Sumatera merupakan lokasi sumber komoditas V. salvator.

Kajian morfologi V. s. macromaculatus:
 Data morfometrik dan meristik untuk
menentukan ada tidaknya variasi antara V. s.
macromaculatus yang berasal dari Pulau
Sumatera dan pulau satelitnya.
 Pola warna untuk mengidentifikasi variasi
secara visual V. s. macromaculatus yang
berasal wilayah Sumatera.

Kajian reproduksi:
Karakteristik biologi reproduksi
V. s. macromaculatus betina
yang berasal dari wilayah Riau
seperti: maturity at size, clutch
size, number of clutch dan
estimasi potensi reproduksi.

Kajian molekuler:
Penggunaan gen COI untuk mengonfirmasi status
taksa V. s. macromaculatus yang berasal dari
wilayah Sumatera.

Informasi data dasar biologi berupa data morfologi, molekuler, dan potensi reproduksi
V. s. macromaculatus.

Implikasi taksonomi dan biologi reproduksi V. s. macromaculatus yang berasal dari wilayah
Sumatera.

Gambar 1.2 Diagram alur penelitian
Kebaharuan
Kebaharuan penelitian ini adalah: (i) pengujian hubungan V. s.
macromaculatus yang berasal dari wilayah Sumatera berdasarkan karakter
morfologi (morfometrik, hitungan sisik, dan pola warna) berhasil mengidentifikasi
kelompok biawak air yang berasal dari Pulau Simeulue dan Pulau Bangka sebagai
morfospesies yang berbeda dari kelompok yang berasal dari Pulau Sumatera dan
Riau Kepulauan. (ii) Penggunaan penanda molekuler genetik (gen COI) pada
subspesies yang sama menghasilkan dua taksa baru, yaitu kelompok biawak air

6

yang berasal dari Pulau Simeulue dan Pulau Bangka sebagai kandidat spesies dan
subspesies baru secara berturut-turut. (iii) penentuan potensi reproduksi V. s.
macromaculatus yang berasal dari wilayah Riau berdasarkan jumlah folikel pada
ovari.

7

2 VARIASI MORFOLOGI BIAWAK AIR (Varanus salvator)
ASAL WILAYAH SUMATERA
Pendahuluan
Pencandraan spesies biawak, termasuk biawak air (Varanus salvator) dapat
menggunakan karakter meristik (Koch et al. 2007). Telaah ulang taksonomi V.
salvator berdasarkan karakter meristik berupa hitungan sisik dengan analisis
klaster metode hirarki mengelompokkan V. salvator yang berasal dari Pulau
Sumatera dan pulau-pulau satelit di sekitarnya menjadi satu subspesies yang
sama, yaitu V. s. macromaculatus dengan asumsi rentang hitungan sisik pada V.
salvator saling tumpang tindih (Koch et al. 2007). Ketumpangtindihan tersebut
mengakibatkan hitungan sisik bukan sebagai karakter pendiagnosis yang mandiri
(Aplin et al. 2006) sehingga diperlukan karakter lainnya.
Karakter morfologi lainnya yang digunakan untuk pencandraan biawak
adalah karakter morfometrik dan pola warna. Karakter morfometrik berupa
variasi ukuran tubuh umumnya digunakan untuk mencandra biawak yang berasal
dari Australia bagian Barat (Pianka 1995, Thompson dan Withers 1997). Karakter
morfometrik yang digunakan adalah panjang moncong hingga kloaka (P mk),
panjang ekor (PE), panjang kepala (PK), Lebar kepala (LK), tinggi kepala (TK);
panjang thoraks hingga abdomen (Pta); panjang kaki depan bagian atas (Pkda),
panjang kaki depan bagian bawah (Pkdb), panjang kaki belakang bagian atas (Pkba),
dan panjang kaki belakang bagian bawah (Pkbb). Berdasarkan proporsi karakter
tersebut, V. mertensi memiliki kepala dengan lebar yang paling sempit dan pipih,
anggota tubuh dan ekor yang paling pendek dari 17 spesies yang diteliti. Pola
warna tubuh biawak juga dapat digunakan untuk pencandraannya (Koch et al.
2007, Welton et al. 2014a). V. s. ziegleri memiliki supraokular berwarna gelap
yang dikelilingi oleh garis terang, sedangkan organ pineal dikelilingi oleh area
cokelat gelap sehingga membentuk banyak pola simetris di kepala (Koch dan
Böhme 2010).
V. salvator merupakan spesies yang umum terdapat di Indonesia, yang
setidaknya terdiri atas empat subspesies, yaitu: V. s. macromaculatus, V. s.
bivittatus, V. s. celebensis, dan V. s. ziegleri (Koch et al. 2007, Böhme dan Koch
2010, Koch dan Böhme 2010, Koch et al. 2010a). V. s. macromaculatus
merupakan subspesies yang memiliki persebaran terluas di antara subspesies V.
salvator yang ada (Gambar 1.1). Subspesies ini selain terdapat di wilayah
Sumatera (Pulau Sumatera dan pulau-pulau satelitnya, misalnya Nias, Siberut,
Simeulue, Bangka, dan Belitung) dan Kalimantan, juga tersebar di India, China
bagian selatan (Hainan), Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand,
Semenanjung Malaysia, dan Borneo (de Rooij 1915, Koch et al. 2007, Koch et al.
2013). Oleh karena sebaran geografiknya yang begitu luas, V. s. macromaculatus
diduga memiliki lebih banyak variasi morfologi. Penelitian ini bertujuan
menentukan karakter morfologi diagnostik antara V. s. macromaculatus yang
berasal dari Pulau Sumatera dan pulau-pulau satelitnya.

8

Metode Penelitian
Waktu dan Tempat
Penangkapan V. s. macromaculatus dilakukan sejak bulan Februari 2013
hingga April 2014. Spesimen V. s. macromaculatus yang digunakan pada studi ini
berasal dari 12 lokasi penangkapan. Jumlah spesimen yang diteliti sebanyak 58
individu (Lampiran 2) dengan rincian sebagai berikut: V. s. macromaculatus yang
berasal dari Meulaboh (n=5), Serdang Bedagai (n=5), Siak (n=4), Pekanbaru
(n=4), Pulau Simeulue (n=5), Pulau Bengkalis (n=5), Pulau Mendol (n=5), Pulau
Kundur (n=5), Pulau Combol (n=5), Pulau Batam (n=5), Pulau Bangka (n=5), dan
Bogor (n=5) (Gambar 2.1). Kelompok V. s. bivittatus yang berasal dari Pulau
Jawa digunakan sebagai outgroup. Penangkapan V. s. macromaculatus pada setiap
lokasi dibantu oleh pawang biawak. Beberapa alat tangkap seperti: bubu, pancing,
jerat lenting, perangkap „pit fall‟ digunakan dalam penelitian ini (Lampiran 3).

Gambar 2.1

Peta lokasi penangkapan V. salvator yang diuji. 1. Meulaboh. 2.
Pulau Simeulue. 3. Serdang Bedagai. 4. Pekanbaru. 5. Siak. 6.
Pulau Bengkalis. 7. Pulau Mendol. 8. Pulau Kundur. 9. Pulau
Combol. 10. Pulau Batam. 11. Pulau Bangka. 12. Bogor

Cara kerja
Setiap spesimen dicatat tujuh karakter morfometrik dan tiga belas karakter
meristik (Tabel 2.1, Gambar 2.2) secara in situ. Panjang antara ujung moncong
hingga kloaka (Pmk) dan panjang ekor (PE) diukur menggunakan pita meter,
sedangkan daerah kepala diukur menggunakan jangka sorong dengan tingkat

9

ketelitian 0.01 cm. Jumlah sisik dihitung menggunakan pensil tumpul. Setiap
spesimen (bagian dorsal, ventral, dan kepala) didokumentasikan dengan
menggunakan foto digital. Hasilnya digunakan untuk mengidentifikasi pola warna
V. s. macromaculatus yang berasal dari wilayah Sumatera.
Tabel 2.1 Senarai, singkatan, dan takrif karakter morfologi yang digunakan dalam
studi taksonomi V. salvator (Koch et al. 2007)
No.

Singkatan

Takrif karakter morfologi

Karakter morfometrik
1.
Pmk
Panjang moncong-kloaka, yaitu jarak antara ujung moncong
dan bagian tengah kloaka.
2.
PE
Panjang ekor, jarak antara bagian tengah kloaka dan ujung
ekor.
3.
PK
Panjang kepala, jarak antara ujung moncong dan tepi anterior
telinga.
4.
LK
Lebar kepala, lebar maksimum antara dua mata dan dua
telinga, yang diukur melewati kepala.
5.
TK
Tinggi kepala, jarak antara rahang bawah dan bagian atas
mata.
6.
Jmtn
Jarak mata-nostril, jarak antara tepi anterior mata dan tengah
nostril.
7.
Jnm
Jarak nostril-moncong, jarak antara bagian tengah nostril dan
ujung moncong.
Karakter meristik (hitungan sisik)
8.
P
Sisik melintasi kepala bagian dorsal dari ujung mulut ke
ujung mulut yang lain.
9.
Q
Sisik kontinyu pertama mengelilingi pangkal ekor.
10.
R
Sisik yang mengelilingi ±1/3 bagian pangkal ekor.
11.
S
Sisik yang mengelilingi bagian tengah tubuh (bagian antara
dua ekstremitas).
12.
T
Baris sisik ventral dari lipatan gular ke sisipan kaki
belakang.
13.
N
Baris sisik ventral dari ujung moncong ke lipatan gular.
14.
TN
Baris sisik ventral dari ujung moncong ke sisipan kaki
belakang.
15.
X
Baris sisik dorsal melintang dari tepi belakang timpanum ke
lipatan gular.
16.
Y
Baris sisik dorsal melintang dari lipatan gular ke sisipan kaki
belakang.
17.
XY
Baris sisik dorsal melintang dari tepi timpanum belakang ke
sisipan kaki belakang.
18.
c
Sisik supralabial kecuali satu sisik bagian tengah yang paling
besar (rostral).
19.
m
Sisik mengelilingi anterior leher dekat lipatan gular.
20.
U
Sisik supraokular yang membesar.

10

A

B

C
Gambar 2.2 Pengamatan morfometrik dan meristik V.salvator yang diuji. A.
Bagian dorsal. B. Bagian ventral. C. Bagian kepala. Singkatan
karakter mengikuti Tabel 2.1
Analisis data
Karakter morfologi yang dipilih pada perlakuan pranalisis dalam mencandra
biawak, yaitu: karakter morfometrik tubuh (Pmk, PE), kepala (PK, LK, TK, Jmtn,
Jnm) dan beberapa karakter meristik (P, Q, S, TN, XY, dan m). Karakter
morfometrik dianalisis dengan menggunakan rasio. Rasio yang digunakan adalah
rasio antara PE dan Pmk (indeks 1), rasio antara Jmtn, dan Jnm (indeks 2), rasio
antara PK dan LK (indeks 10), rasio antara PK dan TK (indeks 11). Karakter yang
tidak dianalisis adalah R karena karakter tersebut tidak selalu terukur. Karakter c
dan U tidak dianalisis karena rentangnya hampir sama dan sempit. Karakter yang
menyambung (kontinyu), yaitu T dan N, serta X dan Y dijumlahkan untuk

11

memperlebar rentang hitungan sisik. Analisis data dalam penelitian ini tidak
membedakan data dari individu jantan dan betina karena di alam sulit dibedakan
jenis kelamin secara langsung. Spesimen V. s. macromaculatus dikelompokkan ke
dalam lima unit taksonomi operasional (UTO), yaitu: Pulau Simeulue (n=5);
Pulau Sumatera (n=18) terdiri atas Meulaboh, Serdang Bedagai, Siak dan
Pekanbaru; Riau Kepulauan (n=25) adalah pulau-pulau satelit Sumatera yang
termasuk dalam wilayah Riau, yaitu: Pulau Bengkalis, Pulau Mendol, Pulau
Kundur, Pulau Combol, dan Pulau Batam; Pulau Bangka (n=5); dan Pulau Jawa
(n=5).
Korelasi Pearson digunakan untuk menguji keberadaan hubungan antara
hitungan sisik dan panjang tubuh (Pmk) biawak. Kelayakan data morfometrik dan
meristik tubuh dan bagian kepala ditentukan dengan uji asumsi. Jika asumsi
terpenuhi, maka dilakukan uji Analysis of Variance (ANOVA) atau Analisis
Ragam Satu Arah dengan α=0.05 untuk membandingkan rerata hitungan sisik dan
morfometrik antara V. s. macromaculatus dari 5 UTO. Hasil Analisis Ragam Satu
Arah yang berbeda nyata diuji lebih lanjut dengan Uji Duncan untuk
menunjukkan tingkat perbedaan rerata hitungan sisik dan morfometrik.
Principal Components Analysis atau Analisis Komponen Utama (AKU)
terhadap karakter meristik, morfometrik tubuh, dan kepala digunakan untuk
mereduksi kumpulan data karakter meristik dan morfometrik sehingga
menghasilkan beberapa variabel atau komponen baru, yang memiliki nilai variansi
tinggi pada ruang dua dimensi. Variabel-variabel komposit baru merupakan
kombinasi linear dari variabel asli. Analisis ini menggambarkan skor objek unit
taksonomi operasional sekunder dalam sistem koordinat yang diberikan oleh dua
komponen utama yang paling penting. Komponen utama yang paling penting
dipilih berdasarkan proporsi variansi kumulatif yang lebih dari 75%. Variabel
yang memiliki nilai vektor ciri tertinggi (nilai koefisien komponen utama) adalah
variabel yang digunakan.
Dendrogram karakter morfometrik dan meristik pada biawak air dibuat
berdasarkan jarak menggunakan metode Euclidean dan hierarchial clustering
(hclust). Program R 3.12 digunakan dalam semua analisis statistik (R Core Team
2014).
Hasil
Morfometrik tubuh dan kepala
Hasil Analisis Ragam Satu Arah pada karakter morfometrik tubuh dan
kepala secara terbatas menunjukkan adanya keterpisahan di antara unit taksonomi
yang diuji. Indeks 10 dan 11 merupakan karakter yang penting (Tabel 2.2 dan
Lampiran 4). Indeks 10 tidak dapat membedakan kelompok biawak air yang
berasal dari Pulau Bangka dan Pulau Jawa, antara kelompok yang berasal dari
Pulau Simeulue, Pulau Sumatera, dan Riau Kepulauan. Indeks 11 dapat
membedakan kelompok biawak yang berasal dari Pulau Bangka dan Pulau Jawa,
tetapi tidak dapat membedakan kelompok yang berasal dari Pulau Sumatera, Riau
Kepulauan, dan Pulau Simeulue.

12

Tabel 2.2 Data rentang, rerata, simpangan baku, dan hasil uji Duncan pada
karakter morfometrik tubuh dan kepala (indeks 1, indeks 2, indeks 10,
dan indeks 11) V. salvator yang diuji
Karakter

Indeks 1

Indeks 2

Indeks 10

Indeks 11

1.47-1.65
1.57
0.08

2.06-2.29
2.19
0.08

1.72-2.13
1.97c
0.16

2.55-2.96
2.79b
0.16

Pulau Sumatera (n=17)
Rentang
1.39-1.70
Rerata
1.54
Simpangan baku
0.09

1.56-2.63
2.08
0.26

1.77-2.31
2.07bc
0.15

2.59-3.26
2.92 ab
0.18

Riau Kepulauan (n=22)
Rentang
1.43-1.77
Rerata
1.58
Simpangan baku
0.10

1.35-2.48
2.03
0.28

1.89-2.41
2.15bc
0.13

2.40-3.51
2.88ab
0.21

Pulau Bangka (n=4)
Rentang
Rerata
Simpangan baku

1.40-1.77
1.51
0.18

2.00-3.00
2.38
0.48

2.17-3.00
2.42a
0.39

2.17-2.25
2.23c
0.04

Pulau Jawa (n=4)
Rentang
Rerata
Simpangan baku

1.38-1.56
1.49
0.08

2.01-2.14
2.07
0.06

2.04-2.50
2.23ab
0.21

2.69-3.31
3.00a
0.28

UTO

Pulau Simeulue (n=5)
Rentang
Rerata
Simpangan baku

Tabel 2.3 Nilai akar ciri, proporsi variansi, dan proporsi kumulatif karakter
morfometrik tubuh dan kepala V. salvator yang diuji
Variabel
Akar ciri
Proporsi variansi
Proporsi kumulatif

Komponen 1

Komponen 2

Komponen 3

1.046
0.261
0.630

0.856
0.214
0.844

1.473
0.368
0.368

Tabel 2.4 Hubungan karakter morfometrik tubuh dan kepala V. salvator yang diuji
dengan unit taksonomi operasional berdasarkan analisis AKU
Variabel
Indeks 1
Indeks 2
Indeks 10
Indeks 11
Keterangan:

Komponen
1
-0.446
-0.613
-0.651
0.044

Komponen
2

Komponen
3

0.376
-0.263
0.044
0.887

0.798
-0.343
-0.250
-0.427

Nilai koefisien komponen utama tertinggi pada komponen 1, 2, dan 3 dipilih
(ditebalkan) untuk menjelaskan karakter pembeda diantara UTO.

13

Gambar 2.3 AKU karakter morfometrik tubuh dan kepala V. salvator yang diuji.
Simbol: ■ : Pulau Simeulue, ▲: Pulau Sumatera, ● : Riau
: Pulau Jawa. Komponen 1
Kepulauan, ♦ : Pulau Bangka,
memiliki proporsi variansi sebesar 36,80% dan komponen 2
memiliki proporsi variansi 26.10%

Gambar 2.4 Dendrogram karakter morfometrik tubuh dan kepala V. salvator yang
diuji dengan jarak menggunakan metode Euclidean dan hierarchial
clustering (hclust)

14

Analisis AKU menunjukkan keragaman karakter morfometrik tubuh dan
kepala dapat digambarkan oleh 3 komponen utama, yaitu KU 1, KU 2, dan KU 3
yang mencapai keragaman kumulatif sebesar 84.4 (Tabel 2.3). Ketiga komponen
tersebut diwakili secara berturut–turut oleh indeks 10, indeks 11, dan indeks 1
(Tabel 2.4). Hasil paduan antara komponen 1 dan 2 mengindikasikan biawak air
yang berasal dari Pulau Bangka terpisah dari kelompok lainnya, tetapi kelompok
yang lain saling timpang tindih pada komponen dua (Gambar 2.3).
Dendrogram karakter morfometrik tubuh dan kepala menunjukkan bahwa
biawak air yang berasal dari pulau Bangka mengelompok tersendiri, tetapi
kelompok yang lain masih saling tumpang tindih (Gambar 2.4). Hasil tersebut
mirip dengan hasil AKU.
Karakter hitungan sisik
Tabel 2.5 Data rentang, rerata, simpangan baku, dan hasil uji Duncan pada
karakter morfometrik (P mk) dan meristik (P, Q, S, T,N, XY, dan m) V.
salvator yang diuji
P

Q

S

TN

XY

m

Pulau Simeulue (n=5)
Rentang
42.10-70.10
Rerata
56.34
Simpangan baku
10.85

50-52
50.80
0.84

89-94
92.00c
2.00

143-152
147.60b
3.51

169.00
0.00

132-139
136.20
2.77

85-94
88.80
3.42

Pulau Sumatera (n=18)
Rentang
37.70-69.20
Rerata
54.38
Simpangan baku
10.06

49-55
50.83
1.54

91-112
98.89b
6.43

138-162
148.44b
6.84

1