Karakteristik Morfologi Organ Reproduksi Jantan Biawak Air Asia, Varanus salvator bivittatus, Kuhl 1820 (Reptil:Varanidae)

KARAKTERISTIK MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI JANTAN
BIAWAK AIR ASIA, Varanus salvator bivittatus, Kuhl 1820
(Reptil: Varanidae)

MAHFUD

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Morfologi
Organ Reproduksi Jantan Biawak Air Asia (Varanus salvator bivittatus, Kuhl
1820) (Reptil: Varanidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Mahfud
NIM B152120021

RINGKASAN
MAHFUD. Karakteristik Morfologi Organ Reproduksi Jantan Biawak Air Asia
(Varanus salvator bivittatus, Kuhl 1820) (Reptil: Varanidae). Dibimbing oleh
ADI WINARTO dan CHAIRUN NISA’.
Indonesia merupakan negara dengan tingkat eksploitasi Biawak V. salvator
terbesar di dunia terutama untuk melayani permintaan industri kulit. Kondisi
demikian berdampak pada penurunan populasinya di alam, mengingat belum
adanya upaya konservasi baik in situ maupun ex situ. Informasi mengenai biologi
reproduksi hewan ini sangat diperlukan sebagai dasar dalam aktivitas konservasi
dengan mengevaluasi kecepatan reproduksi guna mempertahankan populasinya di
alam. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik morfologi
makroskopis maupun mikroskopis organ reproduksi jantan biawak air asia
(V. salvator bivittatus) (Reptil: Varanidae).
Dua ekor biawak jantan dewasa asal daerah Bogor telah digunakan dalam
penelitian ini. Hewan dianestesi, dilakukan exanguinasi, dan difiksasi dengan

paraformaldehid 4% secara perfusi. Sampel jaringan untuk sediaan histologis
dengan metoda paraffin, disayat dengan ketebalan 3-4 µm, diwarnai dengan
hematoxylin eosin (HE), Masson’s trichrome (MT), serta alcian blue (AB) pH 2.5
dan periodic acid Schiff (PAS). Pengamatan dilakukan terhadap situs viscerum,
makroanatomi dan morfometri serta mikroanatomi organ reproduksi mulai testis
sampai dengan hemipenis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa organ reproduksi jantan V. salvator
bivittatus terdiri atas testis, epididymis, ductus deferens dan hemipenis yang
masing-masing berjumlah sepasang serta satu tipe kelenjar aksesoris. Testis kanan
dan kiri masing-masing melekat di dinding dorsal coelom, tepatnya di kranial
ginjal dan diikat oleh mesorchium. Testis berbentuk bulat lonjong (oval)
berjumlah sepasang, berwarna putih pucat dan dibungkus oleh selaput jaringan
ikat, tunica vaginalis dan tunica albuginea. Tunica albuginea disusun oleh
jaringan ikat elastis, meluas ke dalam testis membentuk septum (septula testis).
Septula testis membagi setiap testis menjadi beberapa lobulus testis yang berisi
tubuli seminiferi. Tubulus seminiferous dikelilingi oleh jaringan ikat dan disusun
oleh epitel germinal yang berisi spermatogonia, sel Sertoli, spermatosit, spermatid
dan spermatozoa pada bagian dalam. Spermatogenesis pada biawak dapat diamati
melalui tahapan diferensiasi yang terjadi mulai dari spermatogonia hingga
menjadi spermatozoa.

Ductus epididymidis merupakan saluran berwarna kuning keputihan, keluar
dari bagian kranial testis dan berjalan berkelok-kelok memanjang ke arah kaudal.
Pada saat melewati ginjal ductus epididymidis menempel pada permukaan ventral
ginjal dan berjalan bersama ureter. Kelokan-kelokan ductus epididymidis
dibungkus oleh jaringan ikat, sehingga membentuk epididymis. Ductus
epididymidis dibungkus oleh jaringan ikat longgar dan dilapisi oleh otot polos
sirkular yang tipis. Dinding lumen ductus epididymidis disusun oleh sel-sel basal
dan sel-sel utama berupa epitel silindris banyak baris bersilia, dengan bagian
lumen berisi spermatozoa. Ductus epididymidis memiliki diameter, ketebalan
lapisan epitel dinding lumen serta kepadatan spermatozoa yang meluas ke arah
kaudal.

Setelah melewati ginjal, ductus epididymidis dilanjutkan oleh ductus
deferens, berupa saluran kecil, lurus dan pendek. Ductus deferens memiliki lumen
yang luas dan teratur dengan mukosa tipis. Lumen ductus deferens disusun oleh
epitel silindris banyak baris bersilia yang dilapisi otot polos sirkular dan jaringan
ikat longgar yang terdiri atas serabut kolagen. Pada kelompok reptilia, dari ductus
deferens sperma disalurkan melalui sulcus spermaticus di sepanjang hemipenis.
Hemipenis biawak V. s. bivittatus merupakan organ berongga berbentuk
silinder (truncus), tersimpan di dalam kantung di pangkal ekor yang masingmasing memiliki lubang ereksi yang terletak di pangkal ekor kaudal dari kloaka.

Pada saat tidak ereksi, kaput hemipenis terletak di bagian kaudal, sedangkan pada
saat ereksi, hemipenis akan keluar dari sisi lateral kloaka, sehingga letak kaput
hemipenis berpindah ke bagian kranial. Pada kaput hemipenis ditemukan lipatan
mukosa yang ditutup oleh epitel pipih banyak lapis yang di bawahnya ditopang
oleh jaringan ikat dengan serabutt kolagen. Truncus hemipenis dilapisi oleh epitel
pipih banyak lapis yang didukung oleh jaringan ikat padat yang di bawahnya
ditemukan corpus cavernous. Pada saat ereksi, di sisi luar dinding hemipenis
ditemukan lekukan sulcus spermaticus mulai dari bagian kaput sampai radiks
hemipenis. Pada saat ereksi, di tengah bagian kaput hemipenis ditemukan
penonjolan seperti kepala putik dengan konsistensi seperti tendon, berwarna putih
yang disusun oleh jaringan ikat. Dalam keadaan tidak ereksi, jaringan tersebut
berada di dasar truncus hemipenis yang berhubungan langsung dengan otot
retraktor hemipenis yang disusun oleh otot lurik.
Kelenjar aksesoris ditemukan di daerah dorsal kloaka pada ujung ductus
deferens, berupa tonjolan yang menjulur ke arah kantung hemipenis. Secara
mikroskopis memberikan gambaran tipe ujung kelenjar mukous yang memiliki
struktur mirip kelenjar aksesoris bulbourethralis (Cowper) pada mamalia. Tipe
ujung kelenjar ini disusun oleh epitel silindris sebaris yang intinya terletak di
bagian basal sitoplasma. Di bagian luar ujung kelenjar, dibungkus oleh jaringan
ikat dan pada dinding ujung kelenjar yang tebal sering ditemukan sel otot polos.

Lebih lanjut kelenjar bulbouretralis menunjukkan hasil positif terhadap
pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS. Hal ini menunjukkan bahwa sekreta yang
dihasilkan mengandung karbohidrat asam dan netral. Sitoplasma sel-sel sekretoris
menunjukkan intensitas warna lemah sedangkan sekreta di lumen kuat terhadap
pewarnaan AB. Pada pewarnaan PAS menghasilkan intensitas warna sebaliknya.
Organ reproduksi jantan biawak V. s. bivittatus secara umum mirip dengan
reptilia lain khususnya ular dan kadal, dengan kekhasan adanya sepasang
hemipenis. Ductus epididymidis disusun oleh epitel silindris banyak baris yang
memiliki ketebalan lapisan epitel dinding dan diameter lumen yang bervariasi
antara bagian kranial, medial dan kaudal. Ductus deferens berupa saluran kecil,
lurus dan pendek (±0.5cm) yang disusun oleh epitel silindris banyak baris. Ductus
deferens menghubungkan ductus epididymidis dan kloaka. Di daerah dorsal
kloaka ditemukan kelenjar aksesoris dengan tipe ujung kelenjar mukus yang
menyerupai kelenjar bulbourethralis pada mamalia.
Kata kunci: Varanus salvator bivittatus, organ reproduksi, hemipenis, kelenjar
bulbourthralis

SUMMARY
MAHFUD. The Morphological Finding of the Male Reproductive Organs of
Water Monitor Lizard (Varanus salvator bivittatus, Kuhl 1820) (Reptil:

Varanidae). Supervised by ADI WINARTO and CHAIRUN NISA’.
Indonesia is a country with high levels of exploitation of Varanus salvator
that largely serve the demand of leather trading. In order to support their
conservation, it is important to know the information about its reproductive
biology. This study was aimed to explore the morphological aspect of the male
reproductive organs of V. salvator bivittatus at macroscopic and microscopic
level.
The study used two adult male lizards with 45.60 cm SVL. The animals
were sacrificed by exsanguination under deep anesthetized and fixed in 4 %
paraformaldehyde through perfusion then observed visceral site and
morphometric. Histomorphological evaluation was obtained by paraffin
preparation with section thickness of 3-4 µm then stained in Hematoxylin-Eosin
(HE), Masson's Trichrome (MT), Alcian Blue (AB) pH 2.5 and Periodic Acid
Schiff (PAS).
The result showed that male reproductive organs of Asian monitor lizard
consist of a pair testes, epididymidis duct, deferens duct, hemipenes, and
accessories gland. Both testes were situated in the dorsal wall of the coelom
attached by mesorchium, precisely at the cranial region of kidney. The testes have
oval-shaped, pale white in color. Testis was composed of seminiferous tube, and
covered by tunica albuginea and tunica vaginalis. Tunica albuginea was a

connective tissue capsule which rich of elastic fiber. It perform septa toward
interior forming testical compartements. The seminiferous tube wall compoused
of connective tissue at the outer leyer while inner leyer was germinal epithelim
with spematogonia cell, Sertoli cell, spermatocyte, spermatid and spermatozoa.
Stages of spermatogenesis can be observed through the differentiation of
spermatogonia to be spermatozoa.
The epididymis appear from cranial part of testes, pass through the ventral
kidney toward the caudal end. The yellowish duct runs together with ureter and
ended in cloaca. The epididymis was not formed head, body and tail as it showed
in mammals. The duct covered by connective tissue forming epididymis. The wall
of epididymidis duct was composed of pseudostratified columnar epithelium lined
with cilia and supported by thin circular smooth muscle layer. Lumen of
epididymidis duct was contains spermatozoa. In the cranial, medial and caudal
part of epididymidis duct, there was differentiation in the thickness of the
epithelium and diameter of the lumen.
At the caudal end of kidney, epididymis was connected to as a small,
straight and short duct which identified as the deferent duct. The duct functioned
as sperm transportation as in other amniotic species, and then flow through sulcus
spermaticus at the hemipenes. The lumen of deferent duct was wider and the wall
was thin. The epithelium was composed of ciliated pseudostratified columnar

epithelium. The outer layer was supported by thick circular smooth muscle layer
and loose connective tissue which rich of collagen fibers.

Hemipenes of V. s. bivittatus was a pair of cylindrical-shaped tube (truncus)
organs and each has a hole for an erection which was located at the base of the
tail. In the flaccid state, the head of hemipenes located in the caudal part, while at
the time of erection, hemipenes will come out through the lateral side of the
cloaca, so that location of the head moves to the cranial hemipenes. At the head of
hemipenes was found mucosal folds covered by stratified squamus epithelium and
supported by connective tissue rich of collagen fibers. It different to those in
snakes, which covered by thorn-like papillae. Truncus of hemipenes was lined by
stratified squamous epithelium and supported with thick of dense connective
tissue and contain cavernous body. During erection state, sulcus spermaticus at
the outer surface of hemipenes running from head to the radix area. In the center
of head was found anthers-like protrusion, which was white in colour, resemble to
tendon on its consistency, and composed of dense connective tissue. Within
flaccid state, the protrusion back down to the base of truncus hemipenes since it
connected to retractor muscles of hemipenes that commonly known as propulsar
muscle.
An accessories gland was found at the dorsal cloaca at the caudal end of the

deferent duct, a bulge that overhung the hemipenis sacs. Microscopically, the
accessories gland was identified as tubular mucous type gland which was
resemble to bulbourethral gland (Cowper) in mammals. This tubular gland was
composed of simple columnar epithelium, with nucleus located in the basal
cytoplasm. The connective tissue covered and inserted to the gland to divide into
lobules.
Bulbourethral gland showed a positive response to AB pH 2.5 and PAS
staining. The cytoplasm of the secretory cells and secreta, showed a different of
reactions intensity. The cytoplasm of the secretory cells showed weak reaction
and secreta in the lumen showed a strong reaction to the AB staining. In contrast,
cytoplasm of secretory cells showed moderate reaction and secreta in the lumen
showed weak reaction to the PAS staining.
Male reproductive organs of the V. s. bivittatus were generally similar to
other reptiles such as snakes and lizards, with characteristics a pair of hemipenes.
Epididymidis duct was lined by pseudostratified columnar epithelium which was
varied in its thickness and diameter of lumen between cranial, medial and caudal
segment. The deferent duct was a small, straight and short duct which was lined
by pseudostratified columnar epithelium. The deferent duct was connected the
epididymis to cloaca. The accessory gland was interestingly found resemble with
bulbourethral gland in mammal and therefore should be noteworthy.

Keywords: Varanus salvator bivittatus, male reproductive organs, hemipenes,
bulbourthral gland

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISTIK MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI JANTAN
BIAWAK AIR ASIA, Varanus salvator bivittatus, Kuhl 1820
(Reptil: Varanidae)

MAHFUD

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Anatomi dan Perkembangan Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Prof Drh S Agungpriyono, PhD PAVet (K)

Judul Tesis : Karakteristik Morfologi Organ Reproduksi Jantan Biawak Air
Asia, Varanus salvator bivittatus, Kuhl 1820 (Reptil:Varanidae)
Nama
: Mahfud
NIM
: B152120021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Drh Chairun Nisa’, MSi PAVet
Anggota

Drh Adi Winarto, PhD PAVet
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Anatomi dan Perkembangan Hewan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Drh Chairun Nisa’, MSi PAvet

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini ialah
organ reproduksi, dengan judul Karakteristik Morfologi Organ Reproduksi Jantan
Biawak Air Asia, V. salvator bivittatus, Kuhl 1820 (Reptil:Varanidae).
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drh Adi Winarto PhD
PAVet dan Ibu Dr Drh Chairun Nisa’ MSi PAVet selaku pembimbing, serta
Bapak Dr Drh Nurhidayat MS PAVet dan Prof Drh Srihadi Agungpriyono, PhD
PAVet (K) yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
istri, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2014
Mahfud

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat

1
1
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Anatomi Varanus salvator
Taksonomi Varanus salvator
Organ Reproduksi Jantan Pada Reptil
Testis
Saluran Genital dan Organ Kopulatori

4
4
6
6
6
7

3 BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Pengamatan Makroskopis
Pengamatan Mikroskopis
Pembuatan Blok Jaringan
Pemotongan (sectioning) dan proses perlekatan (afixing)
Pewarnaan (staining)
Analisis Data

9
9
9
9
10
10
11
11
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Testis
Ductus Epididymidis
Ductus Deferens
Hemipenis
Kelenjar Aksesoris

11
13
17
20
21
24

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

26
26
27

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Ukuran masing-masing organ reproduksi jantan biawak
V. s. bivittatus
Tabel 2 Sebaran dan konsentrasi kualitatif karbohidrat asam dan netral pada
kelenjar bulbourethralis organ reproduksi jantan biawak
V. s. bivittatus

12

26

DAFTAR GAMBAR
Morfologi tubuh biawak V. s. bivittatus jantan.
Organ reproduksi jantan pada biawak
Hemipenis salah satu jenis Reptil yaitu ular Crotalus atrox
Area pengukuran dan pengambilan sampel jaringan masingmasing organ reproduksi jantan biawak V. s. bivittatus
Gambar 5 Situs viscerum organ reproduksi jantan biawak V. s. bivittatus
Gambar 6 Jaringan testis biawak V. s. bivittatus
Gambar 7 Spermatogenesis pada biawak V. s. bivittatus
Gambar 8 Organ reproduksi jantan biawak V. s. bivittatus
Gambar 9 Epididymidis bagian kranial dan kaudal biawak V. s. bivittatus
Gambar 10 Mikrofotografi jaringan ductus deferens biawak V. s. bivittatus
Gambar 11 Morfologi hemipenis biawak V. s. bivittatus
Gambar 12 Morfologi bagian kaudal dan otot retraktor hemipenis biawak
V. s. bivittatus
Gambar 13 Morfologi dan distribusi karbohidrat asam dan netral pada
kelenjar bulbourethralis biawak V. s. bivittatus
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4

4
7
8
10
12
14
16
18
19
20
22
23
25

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)
Lampiran 2 Prosedur pewarnaan Masson Trichome (MT) modifikasi
Goldner
Lampiran 3 Prosedur pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS)
Lampiran 4 Prosedur pewarnaan Alcian Blue (AB) pH 2.5
Lampiran 5 Sertifikat Persetujuan Etik Hewan

30
31
32
33
34

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan kawasan tropis yang dipengaruhi oleh dua benua
yaitu; Asia dan Australia, sehingga menjadikan kawasan ini kaya dengan
keanekaragaman hayati flora dan fauna. Walaupun demikian informasi ilmiah
mengenai kekayaan hayati ini belum banyak dipublikasikan di Indonesia,
khususnya mengenai reptil.
Reptilia merupakan kelompok hewan yang beradaptasi sepenuhnya dengan
kehidupan darat, ditandai dengan sistem pernapasannya yang sudah menggunakan
paru-paru dan pada saat bereproduksi dilakukan di darat. Kelas Reptilia dibagai
menjadi 4 ordo, yaitu Rhyncocephalia (contohnya: Tuatara), Chelonia (contohnya:
Penyu, Kura-kura, dan Bulus), Squamata (Contohnya: Ular, Kadal, dan Biawak)
serta Crocodilia (contohnya: Buaya, Aligator, Senyulong, dan Caiman). Ciri
umum kelas ini yang membedakan dengan kelompok hewan lain adalah seluruh
tubuhnya tertutup oleh kulit bersisik dan memiliki sedikit sekali kelenjar kulit.
Dari keempat ordo di atas, hanya ordo squamata yang dapat mengalami
pergantian kulit (ecdysis) baik secara total maupun sebagian. Pergantian secara
total misalnya pada anggota sub-ordo Ophidia/Serpentes (contohnya: ular) dan
pengelupasan sebagian pada anggota sub-ordo Lacertilia/Sauria (contohnya:
kadal) (Mattison 2005).
Di dunia terdapat lebih dari 8.000 jenis Reptilia (Mattison 2005). Indonesia
dihuni oleh ± 5,3% Reptil dunia yang terdiri dari 4 jenis buaya, sekitar 20 jenis
varanid (biawak) dan lebih dari 400 jenis ular (Mardiastuti & Soehartono 2003).
Jumlah spesies yang cukup banyak ini menarik minat banyak orang dari dalam
maupun luar negeri untuk memanfaatkan potensi tersebut.
Sejak lama Indonesia telah menjadi negara pengekspor reptil, baik dalam
keadaan hidup maupun mati. Bagian tubuh yang diperdagangkan yaitu kulit,
daging atau sebagai hewan peliharaan (Mardiastuti & Soehartono 2003). Kulit dan
daging diperdagangkan sebagai bahan pangan, bahan sandang, bahan baku obat,
dan industri rumah tangga (Putra et al. 2008). Salah satu Famili dari Reptil yang
sebagian besar bagian tubuhnya dimanfaatkan sampai tingkat perdagangan
internasional adalah Varanidae.
Famili Varanidae atau biawak tersebar di Benua Afrika, Semenanjung Arab,
Timur Tengah serta Asia Selatan dan Asia Tenggara. Biawak juga mendiami
Kepulauan Indo-Australia, termasuk Australia, Selandia Baru dan beberapa pulau
terpencil di Samudera Pasifik (seperti Solomons, Admiraltia, dan Mariana) (Koch
et al. 2013). Salah satu spesies dari kelompok Varanidae yang banyak dikenal
adalah V. salvator atau yang biasa dikenal sebagai pemantau air (water monitor)
(Böhme 2003) atau biawak air Asia. Hewan ini merupakan spesies yang paling
luas penyebarannya di antara semua varanidae (Koch et al. 2007) dan termasuk
salah satu jenis kadal berukuran besar dengan panjang total tubuh dapat mencapai
3 meter dan berat tubuh lebih dari 50 kg (WAZA 2013).

2
Biawak V. salvator menyebar dari Sri Lanka, India, Bangladesh, Burma,
Vietnam dan Hainan (China), Malaysia, Philipina dan Indonesia (De Lisle 2007).
Di Indonesia V. salvator hampir tersebar luas di semua pulau di Indonesia, mulai
dari Sumatera, Jawa sampai Sulawesi dan Maluku (del Canto 2007) serta Flores
(Shine et al. 1996).
Dalam daftar CITES (The Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora) tahun 2000, biawak air tergolong kategori
Appendiks II (Gumilang et al. 2003) yang berarti biawak air dapat
diperdagangkan di pasar internasional dengan kuota yang telah ditetapkan. Bagian
tubuh V. salvator yang paling banyak diperdagangkan adalah kulit. Kulit beberapa
spesies reptil besar memiliki nilai komersial tinggi karena dapat digunakan untuk
barang-barang kulit yang mewah. Hal ini telah menyebabkan tingginya
perdagangan kulit reptil di dunia internasional selama beberapa dekade (Shine et
al. 1998) yang didistribusikan melalui Asia Tenggara (Gaulke 1992). Survei
menunjukkan bahwa lebih dari satu juta kadal spesies ini diambil dari alam setiap
tahun untuk dibunuh dan dikuliti, dengan jumlah terbesar berasal dari Indonesia,
khususnya Sumatera dan Kalimantan (Jenkins & Broad 1994).
Siklus reprdoduksi V. salvator terjadi sepanjang tahun, dengan intensitas
yang menurun pada bulan-bulan kemarau (Maret–Juni). Dalam satu periode
bertelur (clutch), betina mampu memproduksi 6 hingga 17 telur (Shine et al.
1998). Biawak betina yang besar dapat menghasilkan 40 telur per tahun (WAZA
2013). Jika eksploitasi V. salvator terus terjadi, akan mengakibatkan penurunan
jumlah populasi hewan ini di alam, sehingga dapat menjadi hewan langka.
Dikhawatirkan statusnya dapat masuk dalam kategori Appendiks I CITES seperti
halnya pada V. komodoensis. Beberapa pihak telah menyatakan keprihatinan
tentang menipisnya populasi liar dari spesies ini karena overcollecting (Gaulke
1992).
Penelitian terhadap aspek biologi reproduksi V. salvator khususnya pada
biawak jantan masih sedikit dilaporkan. Pada umumnya penelitian yang dilakukan
masih terbatas pada penelitian ekologi, distribusi dan morfologi tubuh. Menurut
Shine et al. (1998), terdapat sexual dimorphism, khususnya dalam perbedaan
ukuran dan bentuk antara biawak jantan dan betina. Biawak jantan cenderung
berukuran lebih besar serta ukuran ekor yang lebih panjang. Sehingga diduga
biawak jantan lebih banyak ditangkap untuk diperdagangkan. V. salvator jantan
telah mencapai umur dewasa kelamin meskipun ukuran tubuh masih relatif kecil
yaitu 40 cm SVL (snout-vent length), yang ditandai dengan testis membesar dan
sperma sudah terdapat dalam ductuli eferentes. Ukuran testis bertambah besar
mengikuti ukuran tubuh hewan ini.

3
Perumusan Masalah
Varanidae yang dikenal dengan nama biawak, dapat ditemukan, baik di
alam maupun di kebun binatang. Jenis biawak yang paling luas penyebarannya
adalah V. Salvator, meliputi Asia Selatan sampai Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Di Indonesia penyebaran biawak ini juga hampir menyebar di seluruh
wilayah kepulauan Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku (del
Canto 2007) dan Flores (Shine et al. 1996), sehingga banyak masyarakat
Indonesia yang memanfaatkan hewan ini untuk kepentingan komersial
(Mardiastuti & Soehartono 2003).
Penyebaran yang hampir merata di seluruh Indonesia berbeda di setiap
wilayah berdasarkan subspesies. Khusus subspesies V. salvator bivittatus hanya
ditemukan di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (keculai Pulau Timor). Di
Pulau Jawa, masyarakat sering mengalihfungsikan bantaran sungai sebagai
pemukiman, sehingga sangat mengganggu habitat hewan ini. Perburuan terhadap
hewan ini juga sering dilakukan karena sudah merupakan salah satu mata
pencaharian masyarakat, sehingga menyebabkan penurunan populasi hewan ini
hingga mendekati langka dan yang biasanya hewan ini sangat mudah ditemukan,
sekarang menjadi cukup sulit ditemukan.
Informasi ilmiah dari biawak V. s. bivittatus masih kurang atau tidak ada
data yang terbarukan, khsususnya data biologi reproduksi. Oleh karena itu, untuk
peningkatan populasi (konservasi), data biologi organ reproduksi merupakan dasar
bagi upaya konservasi ex situ biawak V. s. bivittatus. Data dasar ini akan diperoleh
dengan mengeksplorasi sistem reproduksi jantan dari biawak V. s. bivittatus.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik morfologi
makroskopis maupun mikroskopis organ reproduksi jantan Biawak Air Asia
(V. s. bivittatus, Kuhl 1820) (Reptil: Varanidae) yang ditandai dengan adanya
hemipenis.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti:
memperkaya informasi biologi keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya
morfologi organ reproduksi V. s. bivittatus, sehingga dapat digunakan sebagai
basis data dalam upaya konservasi ex situ, rujukan dalam penelitian lebih lanjut
serta acuan dalam menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan dan pelestarian
biawak oleh pemerintah dan semua pihak yang terkait.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Anatomi Varanus salvator
Koch et al. (2007) mengombinasikan karakteristik beberapa subspesies dari
Varanus salvator sebagai berikut (gambar 1): (1) punggung berwarna coklat,
berjumlah empat sampai tujuh, bintik-bintik terang yang khas atau ocelli yang
berbaris melintang, (2) ekor berwarna gelap, pada bagian anterior terdapat
beberapa baris melintang ocelli, sedangkan pada bagian posterior bintik-bintik
tersebut menjadi baris-baris seperti pita melintang berwarna terang, (3) daerah
dagu berwarna keputihan, dengan garis tebal memanjang berjumlah lebih kurang
tiga sampai empat buah, kadang-kadang menyatu dengan garis melintang
(crossbands), (4) daerah perut berwarna keputihan, dengan ciri khas bagian lateral
terdapat garis berwarna gelap, pendek dan lancip berjumlah lebih kurang enam
sampai sepuluh buah. Pada hewan yang lebih muda, warna tubuhnya terlihat lebih
cerah dibandingkan hewan dewasa yang berwarna coklat gelap atau coklat
kehitaman dan makin memudar dengan bertambahnya usia.

Gambar 1 Morfologi tubuh biawak V. s. bivittatus jantan. A. Posisi dorso-ventral.
1. kepala dan moncong memanjang, 2. daerah leher, 3. daerah
punggung. Kepala sampai ekor serta kaki berwarna gelap atau hitam
dan kuning ocelli (kepala panah). 4. ekor panjang meruncing, 5. kaki
dengan lima jari bercakar. B. Posisi ventro-dorsal. 6. daerah moncong
berwarna keputihan dan baris-baris berwarna kehitaman berjumlah 3-4
lajur, 7. daerah leher masih ada bintik-bintik hitam, 8. daerah dada,
9. daerah perut. Daerah dada dan perut berwarna keputihan (pucat)
sampai daerah ekor. Lubang pada pangkal ekor, tempat keluarnya
hemipenis (kepala panah).

5
Panjang tubuh termasuk kepala dan ekor dapat mencapai 250 cm (De Lisle
1996). Ukuran panjang tubuh yang ditemukan bervariasi dari satu wilayah ke
wilayah yang lain. Panjang biawak air asia dewasa di Jawa dapat mencapai 210
cm, di Sumatera dan India panjang mencapai 203 cm, sedangkan di Sri Langka
dapat mencapai 200 cm dan Flores panjang tubuh biawak air dewasa kurang dari
150 cm (Shine et al. 1996).
Panjang tubuh biawak dapat dijadikan indikator dalam menetapkan usia
dewasa kelamin. Panjang tubuh biawak jantan yang mencapai 130 cm telah
menunjukkan usia dewasa kelamin, sedangkan pada betina adalah 120 cm (Bennet
1998). Hasil penelitian Shine et al. (1998) di Sumatera menunjukkan bahwa
biawak air jantan pada panjang 40 cm SVL telah mencapai usia dewasa kelamin.
Ukuran ini di bawah ukuran panjang usia dewasa kelamin biawak betina, namun
biawak jantan dapat tumbuh lebih besar dari betina.
V. salvator memiliki kepala yang lebar dan berbentuk bulat lonjong. Bagian
atas kepala ditutupi 48-60 sisik yang diposisikan dalam garis lurus dari mulut ke
mulut (menganga). Ukuran sisik daerah kepala relatif besar dibanding bagian
tubuh lain yang relatif kecil tetapi lebih seragam. Moncong memanjang yang
memiliki ujung bulat atau tumpul. Lidah panjang, bercabang, menonjol dan tipis,
pada bagian ujung dan pangkal lidah berwarna merah dan digunakan untuk
menemukan sumber makanan. Hewan ini memiliki indera penciuman yang sangat
berkembang yang diaktifkan oleh organ Jacobson. Organ ini juga membantu
dalam mengetahui keberadaan mangsa. Dibantu oleh organ vemeronasal, hewan
ini dapat melacak keberadaan hewan yang sejenisnya di suatu area tertentu.
Biawak memiliki beberapa pleurodont (melekat pada sisi rahang), deretan gigi
yang selalu diganti dan berada di bagian dalam lipatan gusi. Naris (lubang
hidung) berada di dekat ujung moncong, jika terbuka berkisar dari bulat ke oval.
Mata ditutupi oleh dua kelopak mata, salah satu yang tetap terbuka ketika hewan
ini sedang berenang. Bidang visual sekitar 240° dan terdiri dari monokular dengan
rentang penglihatan binokular kecil. Tepat di atas mata terdapat supraoculars
yaitu sisik yang membesar berjumlah 4-8. Tympanum besar (telinga tengah), tidak
memiliki daun telinga dan fungsi utama dari telinga adalah untuk menjaga
keseimbangan. Ekor yang secara lateral berbentuk silindris atau agak rata dan
memipih pada bagian ujungnya. Panjang mencapai 1.36 kali panjang tubuh. Rasio
ini secara sexual dimorphism dan ontogenetically (usia), hewan jantan memiliki
ekor lebih panjang, sedangkan yang tua proporsi ekor lebih pendek (De Lisle
1996).
Varanus salvator merupakan satwa ovipar yang dalam satu periode bertelur
(clutch) betina mampu memproduksi 6 hingga 17 butir per tahun (Shine et al.
1998). Data lain menunjukan bahwa jumlah telur dapat mencapai 40 butir per
tahun (WAZA 2013). Telur biawak air berbentuk bulat lonjong dengan panjang
70 mm dan lebar 40 mm, kulitnya lunak dan memiliki permukaan kulit yang kasar
(Goin et al. 1978).

6
Taksonomi Varanus salvator
Berdasarkan ciri-ciri di atas, mempermudah kita memaparkan klasifikasi
dan taksonomi dari biawak air asia V. salvator. Mengutip dari WAZA (2013),
klasifikasi dan taksonomi dari Biawak Air Asia Varanus salvator adalah sebagai
berikut:
Kelas : Reptilia
Ordo
: Squamata
Subordo : Sauria (Autarchoglossa)
Famili : Varanidae
Genus : Varanus
Spesies : Varanus salvator
Menurut Böhme (2003) V. salvator memiliki delapan subspecies, yaitu
V. s. salvator (Laurenti, 1768), V. s. bivittatus (Kuhl, 1820), V. s. marmoratus
(Wiegmann, 1834), V. s. cumingi (Martin, 1838), V. s. nuchalis (Günther, 1872),
V. s. togianus (Peters, 1872), V. s. andamanensis (Deraniyagala, 1944), dan
V. s. komaini (Nutphand, 1987).

Organ Reproduksi Jantan Pada Reptil
Testis
Seperti pada vertebrata lainnya kecuali pada cyclostomes dan beberapa
teleost, testis reptil berjumlah sepasang, dan masing-masing menggantung di
dinding dorsal coelom melalui mesorchium. Testis berfungsi memproduksi sel
sperma dan sekresi hormon. Hormon-hormon yang dihasilkan testis adalah steroid
yang disebut androgen. Androgen utama adalah testosteron, yang disekresi
terutama oleh sel-sel interstisial (sel Leydig) dari testis. Testosteron mengontrol
perkembangan dan pemeliharaan karakteristik organ reproduksi sekunder,
meningkatkan libido, dan membantu menjaga saluran genital dan organ aksesori
(Kardong 2008).
Selama musim kawin, sel germinal primordial dalam testis memulai proses
spermatogenesis, dan sel germinal yang terseleksi akhirnya menjadi spermatozoa.
Spermatogenesis melibatkan mitosis dan pembelahan meiosis, serta reorganisasi
sitoplasma (Kardong 2008). Pada Biawak, musim kawin dimulai pada bulan April
dan berlangsung hingga Oktober, yaitu sekitar awal musim hujan. Dilaporkan
bahwa ukuran testis V. salvator yang terbesar adalah selama bulan April (WAZA
2013). Pada kurun waktu tersebut testis berukuran paling besar dan sperma
memenuhi ductus eferens, namun di daerah yang tidak memiliki musim hujan dan
kering, musin kawin hewan ini dilakukan sepanjang tahun (WAZA 2013). Ukuran
testis meningkat sejalan dengan ukuran tubuh biawak (Shine et al. 1998).

7
Saluran Genital dan Organ Kopulatori
Reptil umumnya bereproduksi secara seksual, meskipun beberapa mampu
bereproduksi secara parthenogenesis (Wiechmann 2012). Reptil yang
bereproduksi seksual membutuhkan fertilisasi internal. Pada reptil jantan, ductus
deferens berjumlah sepasang dan berfungsi mengangkut sperma dari testis ke
hemipenis (Gambar 2 dan 3) (Kardong 2008). Kegiatan reproduksi terjadi melalui
kloaka yang juga berfungsi mengeluarkan feses dan urin. Kebanyakan reptil
memiliki organ kopulatori, yaitu hemipenis yang biasanya ditarik atau terbalik dan
disimpan dalam tubuh atau di dalam pangkal ekor (Lutz 2005).

Gambar 2 Organ reproduksi jantan pada biawak. (Sumber: Kardong 2008).
Biawak memiliki sepasang testis, epididymis, ductus deferens dan
hemipenis. Testis berfungsi memproduksi sperma dan disalurkan ke
hemipenis melalui epididymis dan ductus deferens.
Biawak jantan memiliki sepasang hemipenis. Setiap hemipenis biasanya
berlekuk untuk memungkinkan menyalurkan sperma (Kardong 2008). Hemipenis
adalah organ seksual pada biawak, yang juga terdapat pada kelompok squamata
lainnya misalnya ular. Sepasang hemipenis Biawak jantan digunakan secara
bergantian ketika kawin dengan biawak betina, tetapi biasanya hanya satu yang
digunakan untuk kopulasi. Sepasang hemipenis disimpan dalam pangkal ekor,
yang menyebabkan ekor jantan memiliki bentuk yang berbeda dibandingkan
biawak betina, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk
menentukan jenis kelamin biawak (jantan atau betina). Hal ini dapat dilakukan
dengan memeriksa bentuk ekor dan memijat pangkal ekor, maka hemipenis akan
keluar dari pangkal ekor (MNH 2009).

8
Pada beberapa jenis ular, ujung hemipenis kasar atau berduri agar proses
perkawinan berlangsung cukup lama untuk proses fertilisasi (Kardong 2008;
MNH 2009). Pada setiap hemipenis terdapat otot retraktor yang bekerja untuk
menarik kembali hemipenis ke dalam kantung di pangkal ekor setelah melakukan
kopulasi. Pada saat ereksi, gerakan otot masing-masing hemipenis melewati
kloaka keluar melalui lubang berkantung, mengeluarkan hemipenis dari dalam ke
luar pangkal ekor, yang biasa disebut evagination (Gambar 3a, b) (Kardong 2008).
Di dalam hemipenis ditemukan saluran yang disebut sulcus spermaticus,
berfungsi menyalurkan sperma saat kawin (MNH 2009), yang kadang-kadang
berbentuk huruf Y. Selama kopulasi, biasanya hanya satu hemipenis dimasukkan
dalam kloaka betina (Gambar 3c) (Kardong 2008).

Gambar 3 Hemipenis salah satu jenis Reptil yaitu ular Crotalus atrox.
(Sumber: Kardong 2008). (a) Hemipenis ditarik kembali ke dalam
pangkal ekor oleh otot retraktor. (b) Ketika ereksi, sinus internal
hemipenis menjadi penuh dengan darah, dan muncul melalui
lubang hemipenis. (c) Hemipenis saat keluar dari pangkal ekor.
Jika hemipenis ini disayat, akan terlihat seperti bentuk tapal kuda.
Terlihat sulcus spermaticus yang membentang sepanjang cabang
yang melengkung dari hemipenis.

9

3 BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Histologi, Bagian Anatomi
Histologi dan Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor,
selama empat bulan dari bulan Februari sampai dengan Mei 2014.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua ekor biawak V. salvator bivittatus jantan
dewasa dengan panjang 45.60±6.505 cm SVL yang ditangkap dari wilayah Bogor.
Hewan dianestesi dengan menggunakan kombinasi ketamin 50mg/kg BB dengan
xylazine 10 mg/kg BB secara intramuskular pada otot paha. Segera setelah hewan
teranastesi, dilakukan sayatan pada bidang median tubuh, mulai dari daerah
perineum sampai tulang dada. Beberapa tulang dada dipotong untuk mencapai
jantung. Proses pengeluaran darah (exanguinasi) dilakukan dengan menyayat
atrium kanan jantung dan menusukkan kanul yang dihubungkan dengan selang
berisi larutan NaCl Fisiologis 0.9% ke ventrikel kiri jantung untuk proses irigasi
sampai cairan yang keluar dari atrium kanan terlihat bening. Selanjutnya
dilakukan proses fiksasi dengan larutan paraformaldehida 4% secara perfusi pada
saat jantung masih berdenyut. Untuk memaksimalkan proses fiksasi, larutan
fiksatif disuntikkan ke beberapa bagian organ yang berongga atau disayat pada
organ yang cukup besar, khususnya testis.
Pengamatan Makroskopis
Pengamatan situs viscerum dilakukan untuk mengetahui lokasi, posisi (land
mark), susunan, bentuk dan pemetaan organ reproduksi terhadap organ-organ lain
dalam ruang tubuh. Setelah pengamatan situs viscerum, organ reproduksi mulai
testis sampai dengan hemipenis dikeluarkan dari tubuh. Organ reproduksi
selanjutnya direndam dalam botol berisi larutan paraformaldehid 4% selama 2-3
hari. Setelah itu organ reproduksi dipindahkan ke dalam botol berisi alkohol 70%
sebagai stopping point, sampai proses selanjutnya.
Pengukuran organ reproduksi meliputi panjang dan diameter menggunakan
sliding calliper (mm), pita meter dan benang sebagai alat bantu (Gambar 4).
Testis diukur panjang dan diameternya. Panjang epididymis, diukur dari
penonjolan di bagian kranial testis sampai ujung kaudal ginjal, dan diameter
epididymis diukur di bagian terbesar. Panjang ductus deferens, diukur dari ujung
caudal ginjal sampai di bagian cranial kloaka. Pengukuran panjang dan diameter
hemipenis dimulai dari pangkal hemipenis (batas pangkal hemipenis dengan otot
retraktor ditandai dengan perubahan warna dari hitam ke kuning pucat) sampai
ujung lubang keluarnya hemipenis. Semua organ yang berjumlah sepasang diukur
kedua-duanya.

10

Gambar 4 Area pengukuran dan pengambilan sampel jaringan masing-masing
organ reproduksi jantan biawak V. s. bivittatus. a. Panjang testis,
b. Diameter testis bagian kranial, b’. medial, b’’. kaudal. c. Panjang
epididymis, d. Diameter epididymis. e. Panjang ductus deferens,
f. Diameter ductus deferens, g. Panjang hemipenis. h. Diameter
hemipenis bagian kranial, f’. medial, f’’. kaudal.
Pengamatan Mikroskopis
Pengamatan mikroskopis dilakukan terhadap testis, accessories gland,
epididymis, ductus deferens dan hemipenis. Pengambilan sampel jaringan dari
masing-masing organ reproduksi sebagaimana terlihat pada gambar 4. Testis
diambil dari tiga daerah yaitu bagian kranial, medial dan kaudal yang
berhubungan dengan epididymis. Epididymis, ureter, ductus deferens, papilla
urogenital dan hemipenis juga diambil dari bagian kranial, medial dan kaudal.
Pembuatan Blok Jaringan
Potongan sampel jaringan dari organ reproduksi dengan ukuran ± 0.5 cm2
dimasukkan ke dalam basket dan direndam dalam alkohol 70%, kemudian
didehidrasi dengan menggunakan alkohol konsentrasi bertingkat 80%, 90%, 95%
(masing-masing selama 24 jam) dan alkohol absolut tiga kali (masing-masing satu
jam). Selanjutnya dilakukan clearing dalam xylol I, II dan III, masing-masing
sekitar satu jam.
Proses infiltrasi parafin dilakukan di dalam inkubator untuk menjaga parafin
tetap cair. Sampel jaringan dikeluarkan dari basket dengan pinset panas dan di
masukkan ke dalam wadah berisi parafin cair I, II dan III, masing-masing satu
jam. Proses embedding dilakukan menggunakan cetakan yang telah diolesi dengan
gliserin. Kemudian blok jaringan/parafin ditempatkan pada balok kayu dan siap
dipotong.

11
Pemotongan (sectioning) dan proses perlekatan (afixing)
Pemotongan blok parafin menggunakan mikrotom putar (rotary) dengan
ketebalan ± 4-5 µm. Hasil sayatan diamati di bawah mikroskop untuk memastikan
bahwa jaringan hasil penyayatan utuh dan tidak tergores. Kemudian sayatan
jaringan dilekatkan pada gelas obyek dan dikeringkan di atas hot plate.
Selanjutnya preparat dimasukkan ke dalam box preparat dan siap untuk diwarnai.
Pewarnaan (staining)
Proses pewarnaan dengan Hematoxylin dan Eosin (HE), Masson’s
Trichrome (MT), Alcian Blue (AB) pH 2.5 dan Periodic Acid Schiff (PAS)
mengacu pada Kiernan (1990). Sebelum dilakukan pewarnaan, preparat
dideparafinisasi dan rehidrasi. Setelah pewarnaan dilanjutkan dengan proses
dehidrasi, clearing dan mounting. Hasil pewarnaan diamati dan difoto
menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan alat fotografi (mikrofotografi).
Parameter yang diamati meliputi struktur umum dan khusus. Pengamatan
struktur umum untuk melihat lapisan-lapisan dinding organ reproduksi, bentuk
penjuluran, lipatan mukosa, bentuk dan macam sel serta kelenjar dengan
menggunakan pewarnaan Hematoxylin dan Eosin (HE). Sedangkan pengamatan
struktur khusus untuk melihat komposisi jaringan ikat pada organ reproduksi
jantan dengan pewarnaan Masson’s Trichrome (MT) serta substansi mukus, sifat
dan materi karbohidrat netral dan asam dari substansi mukus pada organ
reproduksi dengan menggunakan pewarnaan Alcian Blue (AB) pH 2.5 dan
Periodic Acid Schiff (PAS).

Analisis Data
Semua hasil pengamatan dan data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Data morfometri ditabulasikan
dalam bentuk rataan (mean) ± standar deviasi (SD).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Organ reproduksi jantan dan organ-organ lain yang terdapat di dalam rongga
perut V. s. bivittatus, ditutupi oleh jaringan lemak yang cukup tebal, terletak
langsung di bawah otot dinding perut. Situs viscerum organ reproduksi jantan
hewan ini terlihat jelas setelah jaringan lemak tersebut keluar dari rongga perut
(Gambar 5A).
Organ reproduksi jantan V. s. bivittatus secara umum mirip dengan
vertebrata lainnya, yaitu terdiri atas testis, ductus epididymis, ductus deferens, dan
penis (khusus pada reptil disebut hemipenis). Semua organ berjumlah sepasang
termasuk hemipenis dengan ukuran masing-masing organ seperti yang
ditampilkan pada Tabel 1.

12

Gambar 5 Situs viscerum organ reproduksi jantan biawak V. s. bivittatus. A. Di
dalam rongga tubuh. B. Setelah dikeluarkan dari tubuh (tampak dorsal).
1. hati, 2. lambung, 3. testis, 4. usus halus, 5. usus besar, 6. jaringan
lemak, 7. epididymis, 8. ginjal, 9. kantung kemih, 10. kloaka,
11. hemipenis saat ereksi, 12. ductus deferens, 13. hemipenis sebelum
ereksi, 14. otot retraktor. Bar: A = 1 cm, B = 2 cm.
Tabel 1 Ukuran masing-masing organ reproduksi jantan biawak V. s. bivittatus
Organ

Ukuran
Kanan (cm)
3.15 ± 0.59
Panjang
Testis
1.24±0.18
Diameter
Panjang
10.57±0.36
Epididymis
Diameter
0.68±0.30
0.57±0.48
Panjang
Ductus deferens
0.30±0.042
Diameter
3.41±0.98
Panjang
1.31±0.07
Diamater Cranial
Hemipenis*
1.08±0.04
Diameter Medial
0.80±0.10
Diameter Caudal
Catatan: *hemipenis diukur dalam kondisi tidak ereksi

Kiri (cm)
3.38±0.39
1.36±0.06
10.33±0.16
0.68±0.30
0.35±0.30
0.30±0.02
3.52±1.11
1.33±0.10
1.08±0.04
0.80±0.10

13
Modifikasi morfologi dalam sistem reproduksi berkaitan dengan
keberhasilan dalam fertilisasi baik internal maupun eksternal, khususnya pada
vertebrata,
untuk
mempertahankan
kelangsungan
hidup
organisme
tersebut. Karakteristik morfologi organ reproduksi dari setiap spesies hewan
berbeda-beda, baik dari tingkatan taxa yang sama maupun berbeda dalam sistem
klasifikasi. Perbedaan tersebut sangat terkait dengan strategi reproduksi dari
masing-masing spesies.
Pada vertebrata amniota termasuk reptil, pembuahan dilakukan secara
internal. Sebagai bentuk adaptasi terhadap strategi pembuahan internal, terdapat
karakteristik organ khususnya pada sistem reproduksi jantan, terkait dengan
kondisi tersebut. Karakteristik tersebut di antaranya adalah memiliki ductus
epididymidis untuk penyimpanan sperma dan organ kopulasi untuk mentransfer
sperma, sehingga menjamin keberhasilan fertilisasi (Cabral et al. 2011).

Testis
Testis kanan dan kiri masing-masing menggantung di dinding dorsal coelom
melalui mesorchium, tepatnya di kranial ginjal (Gambar 5A, 5B). Testis kanan
terletak persis menempel di kaudal hati, sedangkan testis kiri posisinya lebih
kaudal dibandingkan yang kanan. Testis berbentuk bulat lonjong (oval), berwarna
putih pucat dan dibungkus oleh selaput jaringan ikat, tunica vaginalis dan tunica
albuginea (Gambar 6A). Tunica vaginalis merupakan sebuah jaringan ikat yang
merupakan perluasan dari peritoneum. Testis biawak V. s. bivittatus seperti pada
vertebrata umumnya berjumlah sepasang, berbeda dengan pada cyclostomes dan
beberapa teleosts yang hanya memiliki satu testis dan tidak ada saluran kelamin
(Callard 1978). Testis berwarna keputihan dan berbentuk bulat telur seperti pada
kura-kura jenis Phrynops geoffroanus (Cabral et al. 2011). Berbeda dengan
Iguana iguana yang memilki testis berwarna kekuningan dan berbentuk bulat
(Ferreira et al. 2002). Warna testis dapat berubah secara periodik, yaitu dari putih
keabu-abuan menjadi lebih kuning selama puncak fase reproduktif (Prades et al.
2013).
Biawak V. s. bivittatus dengan ukuran panjang tubuh yang mencapai
45.60±6.505 cm SVL, diduga telah mencapai dewasa kelamin. Menurut Shine et
al. (1998), V. s. bivittatus jantan telah mencapai umur dewasa kelamin meskipun
ukuran tubuh masih relatif kecil yaitu 40 cm SVL, yang ditandai dengan testis
membesar dan sperma sudah terdapat dalam ductuli eferentes. Musim kawin
dimulai pada bulan April dan berlangsung hingga Oktober, yaitu sekitar awal
musim hujan, dengan testis mencapai ukuran terbesar selama bulan April, namun
di daerah yang tidak memiliki musim hujan dan kering, musin kawin hewan ini
dilakukan sepanjang tahun (WAZA 2013).
Secara mikroskopis, testis V. s. bivittatus mirip dengan reptilia lain, seperti
pada kura-kura jenis P. geoffroanus (Cabral et al. 2011), maupun mamalia, seperti
babirusa (Babyrousa celebensis) (Ziehmer et al. 2010) dan muncak (Muntiacus
muntjak muntjak) (Wahyuni et al. 2012). Pembungkus testis tunica albuginea
disusun oleh jaringan ikat elastis, meluas ke dalam testis membentuk septum
(septula testis). Di bawah lapisan tunica albuginea terdapat parenchyma yang
membentuk tubulus seminiferous (Gambar 6A). Septula testis membagi setiap
testis menjadi beberapa lobulus testis yang berisis tubuli seminiferi.

14
Tubulus seminiferous dikelilingi oleh jaringan ikat dan disusun oleh epitel
germinal yang berisi spermatogonia, sel Sertoli, spermatosit, spermatid dan
spermatozoa (Gambar 6B, 6C). Epitel germinal yang menyusun tubulus
seminiferous merupakan tempat berkembang sel spermatogenik dan sel Sertoli
(Eroschenko 2008). Spermatogonia terletak di dasar atau bedekatan dengan
membran basal dari tubuli seminiferi. Sel Sertoli terletak di antara deretan epitel
germinal dan berukuran lebih besar dengan jumlah lebih sedikit daripada
spermatogonia. Sedangkan spermatosit dan spermatid merupakan perkembangan
lanjutan dari spermatogonia yang mengarah ke bagian apikal epitel germinal. Ekor
spermatid mengarah ke dalam lumen tubulus seminiferous. Di dalam lumen
tubulus seminiferous, ditemukan adanya spermatozoa yang belum matang
(nonmotil dan infertil), bercampur dengan cairan testis sebelum dilepas ke dalam
ductus epididymidis.

Gambar 6 Jaringan testis biawak V. s. bivittatus. 1. tunica vaginalis, 2. tunica
albuginea, 3. lumen tubulus, 4. jaringan intertitial 5. tubulus
seminiferous, 6. spermatozoa, 7. epitel germinal, 8. sel Sertoli,
9. spermatogonia, 10. spermatid bulat (round), 11. spermatid akhir
(elongated). 12. spermatosit, 13. eritrosit, 14. sel Leydig. Pewarnaan
A = HE dan B, C = MT. Bar: A = 100 µm,
B = 50 µm, C = 10 µm.

15
Tahapan diferensiasi yang terjadi mulai dari spermatogonia hingga
menjadi spermatid dan akhirnya menjadi spermatozoa dapat diamati
melalui siklus tahapan epitel tubulus seminiferous (Gambar 7). Spermatogonia
membelah secara mitosis menghasilkan spermatogonia A dan B.
Spermatogonia A merupakan tipe spermatogonia berukuran terbesar dengan
bagian membran sel menempel pada membran basal tubuli seminiferi. Sel
spermatogonia A memiliki inti berwarna pucat dengan anak inti (nukleoli)
yang menonjol. Spermatogonia B berukuran lebih kecil, berbentuk bulat
dengan inti berwarna gelap dan berisi partikel kromatin. Selanjtnya, sel
mengalami pembelahan mitosis dan menghasilkan spermatosit primer yang
memiliki bermacam-macam inti sel dan menunjukkan kromatin yang berbeda.
Spermatosit dan spermatid tertanam dalam epitel germinal lebih dekat ke lumen.
Spermatosit primer mengalami tahap pembelahan berdasarkan karakteristik
perubahan susunan kromatin, yaitu: preleptotene, leptotene, zygotene,
pachytene, dan diplotene (Gambar 7). Tahap preleptotene dan leptotene
merupakan kromosom yang berbentuk rantai tipis. Tahap zygotene,
kromosom bergabung dan membentuk setengah lingkaran pada inti sel. Tahap
pachytene, inti sel berukuran besar dan didominasi dengan kromosom yang
merata pada seluruh inti, sehingga sitoplasmanya tidak teramati dengan jelas.
Tahap diplotene, posisi inti sel menepi di pinggir membran sitoplasma.
Tahap diplotene merupakan tahap akhir perubuhan kromatin inti sel.
Spermatosit primer mengalami pembelahan meiosis pertama, sehingga ukuran
spermatosit menjadi lebih kecil yang disebut spermatosit sekunder. Spermatosit
sekunder jarang dapat diamati karena mengalami pembelahan meiosis kedua yang
berlangsung sangat cepat, yaitu membentuk spermatid haploid (Bacha & Bacha
2000; Hess & de Franca 2008). Proses spermatogenesis pada biawak mirip dengan
mamalia, misalnya pada muncak (Muntiacus muntjak) (Wahyuni et al. 2012).
Sel spermatid berbentuk bulat (round spermatid) dan berbentuk lonjong
(elongated spermatid). Round spermatid atau yang dikenal sper